BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Resiko Saham Perusahaan Basic Industry and Chemicals Pada Bursa Efek Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Resiko adalah sesuatu yang penting untuk diketahui oleh semua orang.

  Dalam kehidupan sehari

  • – hari, semua kegiatan yang kita lakukan juga memiliki resiko. Resiko adalah perbedaan antara sesuatu yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Dalam melakukan investasi, para investor juga harus mempertimbangkan resiko yang mungkin akan dialami dari investasi yang dilakukannya, karena apabila resiko yang terjadi lebih besar dari pengembalian yang diperoleh, maka investor akan mengalami kerugian.

  Menurut Halim (2005:4), investasi dapat dilakukan pada aset

  • – aset
  • >– finansial seperti yang ada di dalam pasar uang dan pasar modal, serta pada aset aset riil seperti pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan dan lain
  • – lain. Namun, yang menarik untuk dibahas dewasa ini adalah investasi pada
  • – aset finansial, mengingat pertumbuhannya yang signifikan belakangan ini.

  Pasar uang menurut Brigham dan Houston (2001: 122) ialah “pasar sekuritas utang jangka pendek yang sangat likuid”, sedangkan pasar modal ialah

  “pasar untuk utang jangka panjang dan saham perusahaan”. Di dalam pasar uang, investasi dapat dilakukan dalam bentuk tabungan, sertifikat deposito, commercial

  

paper , surat berharga pasar uang dan lainnya. Berbeda dengan pasar uang, di

  dalam pasar modal investasi dilakukan oleh para investor dengan membeli saham ataupun obligasi dari perusahaan lain, waran, opsi dan lainnya. Namun, dalam kasusnya, sebagian besar investor cenderung lebih tertarik untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk saham.

  Di dalam pasar modal akan selalu terdapat pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang memiliki kelebihan dana. Distribusi dana di dalam pasar modal dilakukan melalui transaksi pembelian dan penjualan saham. Di dalam pasar modal, biasanya pihak yang membutuhkan dana baik untuk melakukan ekspansi ataupun untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaannya dapat memilih alternatif untuk menerbitkan saham di dalam pasar primer dan pasar sekunder.

  Pasar primer menurut Brigham da n Houston (2001:122) adalah “pasar dimana perusahaan dapat memperoleh modal baru”, sedangkan pasar sekunder adalah “pasar dimana sekuritas yang beredar diperdagangkan diantara investor”.

  Tujuan dari investasi saham yang dilakukan oleh investor adalah untuk mendapatkan laba atas selisih transaksi pembelian dan penjualan saham yang biasanya disebut sebagai Capital Gain, memiliki hak suara di dalam perusahaan, dan juga mendapatkan dividen atau bagi hasil saham dari perusahaan pada akhir periode

  Indikator baik atau tidaknya saham dari suatu perusahaan dapat ditunjukkan oleh harga saham perusahaan tersebut yang terdaftar di Bursa Saham, mengingat harga saham biasanya cenderung dipengaruhi oleh kinerja dan prospek dari perusahaan yang bersangkutan. Investor perlu mengingat bahwa untuk mendapatkan saham dengan tingkat pengembalian yang tinggi, maka mereka akan menghadapi resiko yang tinggi juga. Hal ini merupakan defenisi dari konsep “ High Risk High Return ”.

  Perusahaan Basic Industry and Chemicals merupakan perusahaan yang berorientasi pada teknologi, sehingga memiliki prospek yang baik di masa mendatang, karena adanya perkembangan teknologi yang sangat signifikan belakangan ini. Pentingnya sektor ini bagi perkembangan sektor

  • – sektor industri lainnya juga menjadi alasan mengapa perusahaan Basic Industry and Chemicals memiliki prospek yang baik di masa mendatang.

  Perusahaan Basic Industry and Chemicals tergolong ke dalam 8 subsektor, diantaranya yaitu : Semen ; Keramik, Porselen dan Kaca ; Logam dan Sejenisnya ; Kimia ; Plastik dan Kemasan ; Pakan Ternak ; Kayu dan Pengolahannya ; Pulp dan Kertas.

  Perkembangan subsektor semen sangat berkaitan dengan perkembangan industri real estate dan properti, karena sebagian besar penggunaan semen digunakan untuk mendirikan bangunan dan sebagainya. Berikut ini adalah data konsumsi nasional dan ekspor semen dari tahun 1990

  • –2012 :

Tabel 1.1 Konsumsi dan Ekspor Semen Indonesia dari tahun ke tahun Tahun Konsumsi Nasional (dalam ton) Ekspor(dalam ton)

  1990 13.762.000 2.516.000 1991 15.513.000 1.041.000 1992 15.801.000 2.570.000 1993 17.804.000 1.409.000 1994 21.527.000 536.000 1995 23.979.000 154.000 1996 25.374.000 330.000

  1997 27.940.000 801.000 1998 19.243.000 4.420.000 1999 18.769.000 5.108.000 2000 22.290.000 4.903.000 2001 25.530.000 5.750.000 2002 27.180.000 4.183.000 2003 27.528.000 3.073.000 2004 30.069.000 2.946.000 2005 31.433.000 3.289.000 2006 Data tidak tersedia Data tidak tersedia 2007 Data tidak tersedia Data tidak tersedia 2008 Data tidak tersedia Data tidak tersedia 2009 38.400.000 Data tidak tersedia 2010 41.500.000 3.000.000 2011 45.000.000 2.000.000 2012 48.150.000 Data tidak tersedia

  Tahun Konsumsi Nasional (dalam ton) Ekspor(dalam ton)

  Sumber: Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Semen) Pertumbuhan industri semen terus mengalami peningkatan dari tahun

  1990

  • –2012. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2011, di bawah pertumbuhan tertinggi yang pernah dicapai pada tahun 2000, yaitu sebesar 18,7% setelah sebelumnya didera krisis ekonomi pada tahun 1998
  • –1999. Pada tahun 2000, bisnis properti mulai membaik dilihat dari adanya penurunan suku bunga kredit hingga 15%, sehingga juga mendorong pertumbuhan industri semen.

  Pada periode tahun 2011-2012, pemerintah mulai mencanangkan program MP3EI ( Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ) yaitu suatu proyek infrastruktur secara besar - besaran dan dalam waktu yang bersamaan yang menyebabkan permintaan semen meningkat begitu tajam. Konsumsi semen pada tahun 2012 terus meningkat, walaupun adanya dampak krisis di kawasan Uni Eropa yang mempengaruhi arah investasi yang berhubungan dengan proyek properti dan infrastruktur ( Sumber : Wikipedia ).

  Subsektor Keramik, Porselen dan Kaca memiliki pengaruh yang sangat kuat dengan sektor konstruksi dan property, karena keramik dan kaca merupakan komponen bahan bangunan untuk sektor konstruksi dan property. Pada masa krisis moneter tahun 1998, menurunnya pembangunan yang terjadi di Indonesia juga mengakibatkan perkembangan subsektor keramik, porselen dan kaca menjadi terhambat. Perkembangan industri keramik mulai meningkat kembali pada tahun 2000, dimana ekonomi Indonesia juga sedang berada dalam masa perbaikan. Membaiknya ekonomi Indonesia ini ditandai dengan mulai dibangunnya sektor perumahan, pusat perbelanjaan, dan perkantoran walaupun jumlahnya masih sedikit. Perkembangan yang terjadi di sektor konstruksi dan property mengakibatkan permintaan produk keramik dan kaca di dalam negri mengalami peningkatan ( Sumber : binaukm.com ).

  Subsektor logam dan sejenisnya mengalami penurunan efisiensi pasca masa krisis ekonomi. Penurunan efisiensi yang terjadi adalah sebesar 18,51%, dimana tingkat efisiensi industri logam sebelum masa krisis adalah sebesar 57,79%, kemudian pasca masa krisis menurun menjadi 76,30%. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan biaya input yang melampaui kenaikan biaya

  output karena lemahnya daya beli untuk industri logam. Biaya input yang tinggi

  pada masa krisis moneter disebabkan oleh sebagian besar komponen bahan baku dan bahan penunjang lain yang digunakan dalam industri logam masih mengandalkan impor, sedangkan adanya perubahan kebijakan sistem nilai tukar pada Agustus 1997 menjadikan nilai mata uang rupiah terdepresiasi terhadap nilai mata uang dollar pada masa tersebut. Terdepresiasinya nilai mata uang rupiah terhadap nilai mata uang dollar menyebabkan komponen bahan baku impor harus dibayar lebih mahal untuk kuantitas yang sama ( Sumber : Tri Wibowo dalam Potret Industri Manufaktur Indonesia Sebelum dan Pasca Krisis ).

  Subsektor kimia adalah pada umumnya menggunakan teknologi maju, padat energi serta padat modal, dan juga berkembang sebagai industri penghasil bahan baku dan bahan setengah jadi. Industri kimia berhubungan dengan berbagai jenis industri termasuk industri agrokimia, industri kimia organik, industri kimia anorganik, dan industri mineral bukan logam terutama industri semen.

  Industri kimia pada awal masa krisis moneter masih terus berproduksi secara meningkat, karena masih menggunakan bahan baku yang ada dari tahun sebelumnya. Pada periode tahun 1998 -1999, produksi industri kimia mengalami penurunan karena adanya kenaikan beban biaya bahan baku impor sebagai akibat dari nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar yang tidak stabil. Industri kimia yang berorientasi ekspor mungkin dapat pulih lebih cepat, dan tumbuh lebih kuat apabila tidak terkena masalah bahan baku impor ( Sumber : Bappenas ).

  Resiko lain yang terdapat pada industri kimia adalah bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan yang berasal dari limbah industri. Pengelolaan Limbah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun ) ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3. Pengertian B3 Menurut PP No. 18 tahun 1999, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain ( Sumber : Daftar Peraturan Limbah B3 di Indonesia 2011 ).

  Subsektor plastik dan kemasan mengalami masa produksi stagnan pada masa krisis utang yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2011.

  Pada tahun 2011 yang lalu, bahan baku mengalami penurunan harga akibat krisis utang yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, akan tetapi negara

  • – negara Eropa melakukan politik banting harga yang mempengaruhi produksi industri plastik dan kemasan. Industri plastik dan kemasan yang dapat memenuhi permintaan pasar mengalami penurunan penjualan dikarenakan tidak semua produknya dapat diserap oleh pasar ( Sumber : www.indonesiafinancetoday.com ).

  Resiko lain yang terdapat pada subsektor plastik dan kemasan adalah dengan diberlakukannya UU Nomor 18 Tahun 2008 yang mengatur tentang pengelolaan sampah. Produsen kemasan plastik di dalam negri yang tergabung dalam Gabungan Industri Aneka Tenun Plastik Indonesia ( GIATPI ) menyatakan bahwa mereka merasa dirugikan apabila tindakan untuk mengolah sampah kemasan yang telah digunakan masyarakat menjadi tanggung jawab produsen.

  Menurut para produsen yang tergabung dalam GIATPI, pemerintah seharusnya menerima tanggung jawab penuh atas pengelolaan sampah tersebut dengan memfasilitasi peralatan daur ulang ( Sumber : www.antaranews.com ).

  Subsektor pakan ternak sangat berperan mendukung industri peternakan dalam menyediakan ketersediaan konsumsi daging dan produk turunannya bagi masyarakat sebagai tambahan sumber protein Pada saat kondisi perekonomian nasional sedang mengalami krisis moneter, perkembangan industri pakan ternak mengalami penurunan karena lemahnya konsumsi oleh industri peternakan dan juga kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Produsen yang dapat bertahan pada masa krisis moneter adalah produsen besar, walaupun dengan kinerja yang terus menurun, sedangkan sebagian besar produsen kecil memilih untuk menghentikan produksinya.

Tabel 1.2 Perkembangan Produksi Pakan Ternak Tahun 1992-1998 Tahun Produksi ( Ton ) Pertumbuhan (%)

  1992

  • 3.620.000 1993 4.460.000 23,30 1994 5.370.000 20,40 1995 6.010.000 11,92 1996 6.829.000 13,63 1997 5.000.000 -26,78 1998 1.920.000 -61,60

  Sumber : Direktorat Jendral Peternakan ( Jan Riahman Lingga dalam InfoRDev , 1999 )

  Dari Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa perkembangan industri pakan ternak dari tahun 1992-1996 mengalami peningkatan secara terus

  • – menerus. Pada tahun 1997, produksi pakan ternak terus menurun sampai dengan tahun 1998, dimana penurunan produksi pakan ternak mencapai 61,60% dibandingkan dengan tahun sebelumnya ( Sumber : Jan Riahman Lingga – MB IPB ).

  Tingkat produksi industri pakan ternak mengalami pertumbuhan rata - rata 8,4% dalam periode lima tahun. Total produksi pakan ternak nasional merosot menjadi 7,7 juta ton pada tahun 2007 dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 9,9 juta ton. Hal ini diakibatkan oleh maraknya kasus flu burung H51N pada tahun 2007 lalu di sejumlah provinsi, sehingga masyarakat khawatir mengkonsumsi ayam dan produk turunannya, menyebabkan konsumsi ayam dan produk turunannya anjlok hingga 50% - 60% sehingga menimbulkan kerugian pada industri peternakan. Industri pakan ternak juga merasakan imbas dari kasus flu burung ini. Bencana tersebut mengakibatkan permintaan terhadap pakan ternak merosot hingga 30% pada tahun 2007 lalu dibandingkan tahun sebelumnya. Pasca meredanya wabah flu burung pasar kembali pulih, konsumsi ayam dan produk turunannya kembali tinggi. Hal ini juga mendorong permintaan pakan ternak kembali melonjak. Konsumsi pakan ternak diperkirakan akan meningkat menjadi 8,13 juta ton pada tahun 2008 dari sebelumnya 7,6 juta ton ( Sumber : duniasosial.wordpress.com, 26 Oktober 2010 ).

  Subsektor kayu dan pengolahannya mengalami penurunan permintaan pada masa krisis ekonomi global yang menimpa negara

  • – negara Uni Eropa. Penurunan permintaan kayu oleh negara
  • – negara Uni Eropa menyebabkan harga kayu semakin melemah. Produksi kayu pada periode tahun 2011-2012 mengalami penurunan sampai dengan 50%. Pada awal masa krisis utang Eropa dan Amerika Serikat, produksi kayu di Indonesia hanya sebesar 55,5% dari target kapasitas

  3

  produksinya, dimana produksi yang terealisasi hanya sebesar 4 juta m dari target

  3

  produksi sebesar 9 juta m . Pada tahun 2012, produksi kayu baru bisa mengalami peningkatan sebesar 12%, dimana produksi yang terealisasi meningkat menjadi 6

  3

  3 juta m dari target produksi sebesar 9 juta m ( Sumber : indusri.kontan.co.id ).

  Subsektor pulp dan kertas memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan industri lainnya. Pada tahun 1998, ketika krisis moneter sedang melanda Indonesia, industri pulp dan kertas mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan industri lainnya. Permintaan domestik terhadap produk kertas memang mengalami penurunan, akan tetapi penurunan tersebut dapat dikompensasi dengan meningkatnya ekspor, sehingga industri ini tetap bisa bertahan pada masa krisis moneter di tahun 1998. Berikut ini adalah data perkembangan ekspor beberapa komoditi industri 1994

  • – 1998 :

Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Beberapa Komoditi Industri 1994-1998 ( juta US$ )

  

Jenis 1994 1995 1996 1997 1998 Pertumbuhan

( %/tahun )

  Tekstil 5.779,70 6.196,20 6551,70 7409,80 7.390,5 6,25 dan Produk

  Tekstil Kayu 5.190,50 4.989,90 5.130,70 5.607,40 4.423,30 -3,92

  Olahan

  Jenis 1994 1995 1996 1997 1998 Pertumbuhan ( %/tahun )

  Kayu 4.125,25 3.826,97 3.991,45 3.742,79 2.232,05 -14,23 Lapis Karet 1.391,30 2.190,40 2.226,60 1.929,20 1.548,10 2,71 Alam

  Olahan Minyak 1.142,60 1.057,00 1.395,40 2.236,70 1.163,90 0,46

  Nabati Kertas 671,30 1.009,80 955,30 938,40 1.425,60 20,72 dan

  Barang dari Kertas

  Pulp 137,72 440,17 431,61 489,34 689,82 49,61 Sumber : Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri, Setditjen Perdagangan Luar

  Negeri Depperindag, edisi 3, Juni 1999 ( diolah Dr.Ir.Gatot Ibnusantosa ) Dari Tabel 1.3, dapat dilihat bahwa perkembangan ekspor industri pulp dan kertas pada tahun 1998 mengalami peningkatan yang sangat signifikan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu untuk industri kertas dan industri pulp masing

  • – masing sebesar 20,72% dan 49,61%. Peningkatan ekspor industri pulp dan kertas menjadikan industri ini menjadi sumber devisa bagi negara Indonesia pada masa krisis moneter ( Sumber : Dr. Ir. Gatot Ibnusantosa dalam Prospek dan Tantangan Industri Pulp dan Kertas Indonesia Dalam Era Ekolabelling dan Otonomi Daerah ).

  Berdasarkan permasalahan inilah penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang

  “Analisis Resiko Saham Perusahaan Basic Industry and Chemicals Pada Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

  1. Apakah terdapat perbedaan resiko sistematis pada subsektor Semen ; Keramik, Porselen dan Kaca ; Logam dan sejenisnya ; Kimia ; Plastik dan Kemasan ; Pakan Ternak ; Kayu dan Pengolahannya dan ; Pulp dan Kertas pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di BEI?

  2. Apakah terdapat perbedaan resiko tidak sistematis pada subsektor Semen ; Keramik, Porselen dan Kaca ; Logam dan sejenisnya ; Kimia ; Plastik dan Kemasan ; Pakan Ternak ; Kayu dan Pengolahannya dan ; Pulp dan Kertas pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di BEI?

1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan resiko sistematis pada subsektor Semen ; Keramik, Porselen dan Kaca ; Logam dan sejenisnya ; Kimia ; Plastik dan Kemasan ; Pakan Ternak ; Kayu dan Pengolahannya dan ; Pulp dan Kertas pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di BEI.

  2. Untuk mengetahui dan menganalisis adanya perbedaan resiko tidak sistematis pada subsektor Semen ; Keramik, Porselen dan Kaca ; Logam dan sejenisnya ; Kimia ; Plastik dan Kemasan ; Pakan Ternak ; Kayu dan Pengolahannya dan ; Pulp dan Kertas pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di BEI.

1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a.

  Bagi peneliti Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai resiko sistematis dan resiko tidak sistematis pada perusahaan Basic Industry and Chemicals.

  b.

  Bagi investor Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para investor, terutama yang tertarik di dalam sektor Basic Industry and Chemicals sehubungan dengan keputusannya untuk menginvestasikan modalnya terhadap saham perusahaan di sektor tersebut.

  c.

  Bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi USU Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif tentang adanya pengaruh faktor resiko sistematis dan resiko tidak sistematis terhadap harga saham di suatu perusahaan. d.

  Bagi peneliti lanjutan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang berguna bagi para peneliti yang ingin melakukan pengembangan penelitian yang lebih lanjut mengenai analisis resiko sistematis dan resiko tidak sistematis terhadap saham perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ( BEI ).

Dokumen yang terkait

Analisis Resiko Saham Perusahaan Basic Industry and Chemicals Pada Bursa Efek Indonesia

1 44 160

Analisis Pengaruh Faktor Fundamental terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Basic Industry And Chemicals Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

5 85 118

Analisis Resiko Saham Perusahaan Basic Industry And Chemicals Pada Bursa Efek Indonesia

0 49 160

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Earning Per Share terhadap Harga Saham Perusahaan Basic Industry And Chemicals yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Non-Keuangan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Pengumuman Right Issue Terhadap Abnormal Return Saham Dan Volume Perdagangan Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 14

Analisis Resiko Saham Perusahaan Basic Industry and Chemicals Pada Bursa Efek Indonesia

1 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Resiko - Analisis Resiko Saham Perusahaan Basic Industry and Chemicals Pada Bursa Efek Indonesia

0 0 16