BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Survival Dengan Model Regresi Cox Terhadap Laju Kesembuhan Penderita DBD di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Waktu survival (survival time) merupakan salah satu penelitian yang digunakan untuk menghitung waktu dari munculnya gejala sampai dengan munculnya kejadian.

  Dalam waktu survival ada istilah distribusi tersensor dan distribusi tidak tersensor. Menurut (Lawless, 1982) distribusi tersensor adalah data yang diambil jika semua individu atau unit yang diteliti dihentikan setelah waktu yang ditentukan, sedangkan distribusi tak tersensor (data lengkap), data yang diambil jika semua individu atau unit yang diteliti tersebut mati atau gagal.

  Metode analisis statistik pada umumnya akan menghasilkan interpretasi yang bias jika terdapat data yang tidak lengkap atau tersensor ( Julio Adisantoso, 2010).

  Oleh karena itu dibutuhkan analisis khusus untuk menyelesaikan masalah ini. Metode yang dapat digunakan dikenal dengan istilah survival analysis ( Novita Sari, 2011).

  Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup atau analisis kesintasan adalah salah satu cabang statistika yang mempelajari teknik analisis data survival. Tujuannya untuk menaksir probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan, kematian, dan peristiwa-peristiwa lainnya sampai pada periode waktu tertentu. Data survival adalah data waktu bertahan sampai munculnya kejadian tertentu. Misalnya waktu terjadinya infeksi terhadap penyakit tertentu, waktu yang dibutuhkan seorang pasien untuk memberikan respon setelah dilakukan terapi, waktu bertahan hidup bagi penderita leukemia, dan sebagainya. Kejadian yang muncul itu tidak selalu berupa hal-hal yang buruk tetapi dapat juga berupa sesuatu yang menyenangkan. (Ninuk Rahayu, 2012) Secara inferensial analisis data survival dapat menggunakan regresi. Apabila variabel respon berupa waktu survival maka ada beberapa regresi yang dapat digunakan. Salah satunya yaitu Regresi cox yang merupakan model nonparametrik. (Lee, 1980)

  Regresi cox yang biasa juga dikenal dengan nama Hazard Propotional cox karena asumsi proporsional pada fungsi hazardnya. Secara umum, model regresi Cox dihadapkan pada situasi dimana kemungkinan kegagalan individu pada suatu waktu yang dipengaruhi oleh satu atau lebih variabel penjelas. (Collet, 1994)

  Bidang kesehatan adalah salah satu bidang yang bisa menggunakan regresi cox karena sering berkaitan dengan survival waktu. Dalam kesehatan masalah yang sering timbul ada 2 jenis, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Diantara kedua jenis penyakit tersebut penyakit menular merupakan salah satu masalah yang besar dan masih banyak terjadi di Indonesia. Penyakit menular dapat menyebabkan timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu, hal ini disebut dengan Wabah/KLB. KLB (Kejadian Luar Biasa) ini mempunyai makna sosial dan politik tersendiri oleh karena peristiwanya yang demikian mendadak, mengenai banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian. Salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa adalah demam berdarah dengue. Sebagian besar kasus demam berdarah terjadi di negara yang terletak pada daerah tropis dan subtropis. Hal ini tidak mengherankan karena nyamuk suka dengan lingkungan yang hangat untuk hidup. Penyakit demam berdarah dengue sendiri banyak menyerang anak-anak dibawah 15 tahun. Menurut (Seoparman, 1990) penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. Demam berdarah dengue sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina).

  Demam Berdarah Dengue memiliki istilah yaitu haemorrhagic fever yang pertama kali digunakan di Asia Tenggara tepatnya di Filipina pada tahun 1953.

  Kasus-kasus dilaporkan oleh Quintos dkk, pada tahun 1954, yaitu pada waktu terdapatnya epidemi demam yang menyerang anak disertai manifestasi perdarahan dan renjatan. Mereka menamakannya Philippine haemorrhagic fever untuk membedakannya dari epidemi demam berdarah lain yang sedang diselidiki di Korea dan Manchuria. Pada tahun 1956, 1207 penderita Philippine haemorrhagic fever dirawat di rumah sakit di Manila dengan angka kematian 6%.(WHO, 2010).

  Wabah dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang. Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus dengue melalui transportasi laut. Seorang pakar bernama Rush telah menulis tentang dengue berkaitan dengan break bone fever yang terjadi di Philadelphia tahun 1780. Kebanyakan wabah ini secara klinis adalah demam dengue walaupun ada beberapa kasus berbentuk haemorrhargia. Penyakit demam berdarah dengue di Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan Bangkok tahun 1958 (Soegijanto, 2006)

  Penyakit demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1972. Kasus pertama di Jakarta dilaporkan tahun 1968, diikuti laporan dari Bandung (1972) dan Yogyakarta (1972). (Soedarmo, 2002). Sedangkan epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 yaitu di Sumatera Barat dan Lampung, berikutnya pada tahun 1973 epidemi di Riau, Sulawesi Utara, dan Bali. Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1975, 20 provinsi telah melaporkan berjangkitnya epidemi demam berdarah dengue. Provinsi- provinsi yang sampai dengan tahun 1979 belum pernah melaporkan terdapatnya penyakit demam berdarah ialah Bengkulu, Sulawesi Tenggara, dan Timur Timor. Sampai dengan tahun 1981, provinsi Timur Timor merupakan satu-satunya provinsi yang belum melaporkan terdapatnya kasus demam berdarah dengue.

  Provinsi Sumatera Utara termasuk salah satu wilayah endemis penyakit demam berdarah dengue, selama kurun waktu lima tahun terakhir (2001-2005) jumlah kasus yang berfluktuasi namun cenderung meningkat, oleh karena itu penyakit demam berdarah dengue harus diwaspadai dan dipantau terus-menerus. Daerah-daerah endemi di Sumatera Utara antara lain: Kota Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat, Asahan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kabupaten Karo. (Din-Kes Prov. S.U., 2008).

  Pada tahun 2010, Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan frekuensi kejadian luar biasa demam berdarah dengue. Kejadian luar biasa dengue meningkat dari 5 kali pada tahun 2009 menjadi 10 kali pada tahun 2010 (DINKES PROVSU, 2010). Sejak tahun 2005 insiden rata-rata insiden rate demam berdarah dengue per 100.000 penduduk di Provinsi Sumatera Utara telah relatif tinggi. Pada tahun 2010, Jumlah penderita demam berdarah dengue tercatat 9.352 kasus (DINKES PROVSU), pada tahun 2011 tercatat 1.721 orang terserang demam berdarah dengue (Tribun Medan, 27 Oktober 2011), pada tahun 2012 meningkat menjadi 4.757 kasus (SUMUT POS, 23 November 2013). dan pada tahun 2013 terdapat 2.596 kasus. kota Medan merupakan yang terbesar jumlah kasus demam berdarah dengue yaitu 856 orang, diikuti Simalungun 223 kasus dan 9 meninggal, Pematang Siantar 381 kasus, Deli Serdang 343 kasus dan Asahan 115 kasus dan 13 meninggal. (Starberita.com, 25 Oktober 2013).

  Kejadian luar biasa dari penyakit demam berdarah dengue sampai saat ini masih menjadi suatu masalah yang mendapat perhatian tinggi dari berbagai pihak. Oleh karena itu dibutuhkan penatalaksanaan penanganan pasien agar terhindar dari risiko yang lebih besar seperti perdarahan dan syok yang menyebabkan kematian bagi penderitanya.

  Pada tahun 1997 prevalence angka kematian penyakit demam berdarah dengue mencapai 2,20% dan dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 mengalami penurunan mencapai 2,00%. Pada tahun 2001 angka kematian penyakit demam berdarah dengue mencapai 1,40% dan pada tahun 2002 menurun menjadi 1,30%. Tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi 1,50% dan pada tahun selanjutnya yaitu 2004 menurun menjadi 1,20%. Pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 1,36%.

  Tiga tahun berikutnya terus mengalami penurunan yaitu pada tahun 2006 menjadi 1,04%, lalu pada tahun 2007 menjadi 1,01%. Tahun 2008 menjadi 0,86%.

  (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). Tahun 2010 angka kematian mencapai 0,87%, lalu pada tahun 2011 meningkat menjadi 0,91% dan sempat menurun pada tahun 2012 menjadi 0,90%. (Republika online, 17 Juni 2013)

  Menurut (WHO, 2007) dalam papernya yang berjudul “Addressing sex and

  gender in epidemic-prone infectious diseases”, Faktor risiko demam berdarah dengue

  yang paling berpengaruh adalah usia dan jenis kelamin. Pada usia bayi dan anak kecil lebih berisiko menderita demam berdarah dengue dibandingkan orang dewasa.

  Anank-anak cenderung berisiko mengalami demam berdarah dengue apabila mereka tergolong anak-anak yang tidak berkecukupan gizi . Selain itu perempuan lebih berisiko menderita demam berdarah dengue daripada laki-laki, karena perempuan memiliki daya tahan tubuh yang kurang daripada laki-laki.

  Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Agnes Fergussel (2013) dalam skripsinya yang berjudul Penerapan Regresi cox untuk mengetahui “Faktor-Faktor

  Yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD DI RS. Santa Elisabeth Medan” menyatakan bahwa derajat demam berdarah dengue dan usia merupakan fak-

  tor risiko yang paling berpengaruh terhadap laju kesembuhan penyakit demam berda- rah dengue.

  Penelitian ini menggunakan analisis regresi cox atau Hazard Propotional cox untuk mengetahui faktor-faktor (umur, jenis kelamin, trombosit, dan kecepatan penderita dikirim ke rumah sakit, derajat demam berdarah dengue, Hematokrit, dan Keadaan saat pulang) yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan penderita demam berdarah dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah tahun 2014 yang diamati dari munculnya demam sampai 7 hari dengan jumlah pasien 164.

  1.2 Rumusan Masalah

  Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Analisis survival dengan model regresi cox terhadap kesembuhan penderita demam berdarah di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan, Sumatera Utara tahun 2014”.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Penggunaan regresi cox untuk menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan penderita demam berdarah dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui karakteristik penderita demam berdarah dengue yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan

  2. Untuk mengetahui tingkat kecepatan kesembuhan penderita demam berdarah dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan berdasarkan faktor umur, jenis kelamin, trombosit, kecepatan penderita dikirim ke rumah sakit, derajat demam berdarah dengue, hematokrit, keadaan saat pulang.

  3. Untuk menganalisis faktor risiko yang berpengaruh terhadap kesembuhan penderita demam berdarah dengue yaitu umur, jenis kelamin, trombosit, kecepatan penderita dikirim ke rumah sakit, derajat demam berdarah dengue, hematokrit, keadaan saat pulang.

1.4 Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa mengenai statistika khususnya penggunaan aplikasi model regresi cox pada faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan penderita demam berdarah dengue.

  2. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit dalam menangani pasien demam berdarah dengue pada rawat inap di rumah sakit tersebut sehingga dapat melakukan penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian pada pasien.