PERBEDAAN ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI, DAN INDEKS MASSA TUBUH ANTARA SEBELUM DENGAN SELAMA PUASA RAMADAN PADA ANGGOTA MILITER
Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga
PERBEDAAN ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI, DAN INDEKS MASSA TUBUH ANTARA
SEBELUM DENGAN SELAMA PUASA RAMADAN
PADA ANGGOTA MILITER
1
2
2
2 Endah Citra Perwiranti , Setiawan , Ronny Lesmana , Gaga Irawan Nugraha
1 Program Studi Ilmu Kedokteran Dasar, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia
2 Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Biologi Sel, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia Abstract
The influence of Ramadan fasting on nutrient intake and body mass index has been extensively
studied. However, the effects of Ramadan fasting on nutrient and body mass index in military
personnel has not been documented, although they are expected to be fit even during Ramadan
fasting. This analytical, comparative study was performed in 31 Moslem male military personnel
subjects aged 19-33 years. The nutrient intake and body mass index were measured 2 days before
and every week of Ramadan. To analyze the difference of normal data distributions using ANOVA
Repeated Measurement and paired t-test, if the data were not normal distribution then analyzed
using Friedman and Wilcoxon test. The analyzed data show decreased energy intake on the first
week (27,9%), second week (12,0%), third week (11,1%), and fourth week (16,9%) during Ramadan
fasting (p<0,001). Data also show decreased body mass index (BMI) on the first week (1,9%),
second week (2,6%), third week (3,1%) and fourth week (3,4%) during Ramadan fasting (p<0,001).
The conclusion of this study revealed that Ramadan fasting caused significant changes in nutrient
intake, physical activity, body composition and physical fitness in military personnel.Keywords: body mass index, nutrient intake, Ramadan fasting
Korespondensi: Endah Citra Perwiranti, E-mail: ecitra97@gmail.com, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Biologi Sel,
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Jalan Raya Jatinangor Km 21, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia.Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga PENDAHULUAN
Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, akan berpuasa dari makan dan minum, merokok, berhubungan seksual sepanjang hari sejak imsak (menjelang fajar) hingga matahari terbenam selama bulan Ramadan.
1 Di Indonesia umat muslim
berpuasa sekitar 14 jam per hari. Kondisi puasa ini akan menimbulkan perubahan dalam tubuh, antara lain: Perubahan asupan energi, komposisi asupan energi, dan indeks massa tubuh. Oleh karena terdapat kecenderungan asupan tinggi karbohidrat, protein dan lemak pada bulan puasa, maka kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa.
2,3
Selain indeks massa tubuh yang mengalami perubahan selama bulan puasa Ramadan terdapat pula perubahan aktifitas fisik pada masyarakat pada umumnya dan anggota militer pada khususnya. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan besaran yang valid untuk mengukur status gizi seseorang. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan sebelum menghitung indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan menggunakan rumus: berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m
2 ).
Berdasarkan indeks massa tubuh kita dapat menentukan apakah seseorang obesitas atau tidak. Akan tetapi IMT tidak dapat menggambarkan perbedaan berat badan yang disebabkan oleh faktor yang berbeda, sedangkan penambahan berat badan dapat disebabkan oleh penambahan massa otot, lemak ataupun air.
Hal ini karena TEF menyangkut jumlah energi yang digunakan untuk mengabsorbsi, memproses zat gizi, berikut penyimpanan hingga diubah menjadi energi. Efek pemanasan dari tiap zat gizi berbeda-beda, akan tetapi jumlah energi yang dibutuhkan dari campuran makanan besarnya kira-kira 10% dari BMR. Adapun Thermic Effect of Physical Activity (TEA) merupakan komponen energy expenditure yang sifatnya bervariasi tergantung aktifitas fisik seseorang, durasi dan intensitas latihan. Besarnya sangat bervariasi, sekitar 10% BMR pada pasien yang terbaring di rumah sakit/aktivitas sangat ringan sampai >100% BMR pada aktivitas yang sangat berat.
Thermic Effect of Food (TEF) yang akan meningkat tergantung jumlah dan jenis makanan yang dimakan.
Selain BMR, besar TEE juga tergantung dari
expenditure, yakni sebesar 60-75%. Satuan untuk BMR adalah kJ/jam/kgBB atau kkal/jam/kgBB.
yang diperlukan untuk berlangsungnya proses- proses fisiologis dan biokimiawi di dalam tubuh, yaitu melaksanakan fungsi tubuh normal seperti mengatur peredaran darah, pernafasan, dan lain-lain, dalam keadaan tidak melakukan apapun. BMR hanya diukur pada saat pasien istirahat dan terbaring, tetapi bukan dalam keadaan tidur, temperatur lingkungan moderat dan konstan, serta dilakukan 12 jam setelah makan atau setelah melakukan latihan fisik. BMR merupakan komponen terbesar yang mempengaruhi energy
Basal Metabolic Rate (BMR) merupakan energi
dituliskan: TEE = BMR + TEF + TEA.
4 Standar indeks massa tubuh
2
2
dibedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, dan usia seseorang.
Dari hasil penelitian di Universitas Hashemite Jordania ditemukan penurunan berat badan signifikan selama bulan Ramadan pada subjek
10, 11
Untuk menilai asupan makanan dapat dilakukan berbagai metode, antara lain: Recall 24 jam, yakni dilakukan pencatatan dan penilaian asupan makanan dalam 24 jam terakhir; Record, yakni mencatat makanan yang telah dikonsumsi; Weighting, yakni dengan menimbang makanan yang akan dikonsumsi; dan Food frequency questionnaire/FFQ, yakni bertujuan mengetahui kebiasaan makanan yang dikonsumsi. Semua metode bermanfaat untuk mengevaluasi pola makan serta menilai asupan makanan.
asupan energi. Asupan energi diperoleh dari makanan dan minuman penghasil energi. Zat gizi sumber energi berupa karbohidrat, lemak, dan protein. Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan adalah kuantitas, porsi per kali makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan, kebiasaan dan pola makan, frekuensi makan dan jenis makanan.
9 Keseimbangan energi juga tergantung besar
5, 6
Klasifikasi IMT untuk orang Asia yang dikeluarkan oleh Western Pacific Region of WHO (WPRO) tahun 2000 adalah sebagai berikut: Kategori kurang (IMT < 18,5 kg/m
2
), normal (IMT 18,5 – 22,9 kg/m
), lebih (IMT 23 – 24,9 kg/m
), Obesitas II (IMT ≥ 30 kg/m
2
Thermic Effect of Food (TEF) dan Thermic Effect of Physical Activity (TEA). Secara rumus maka dapat
akan menyebabkan balance energi negatif sehingga terjadi penurunan berat badan. Besar kebutuhan energi total atau Total Energy Expenditure (TEE) tergantung dari Basal Metabolic Rate (BMR),
energy expenditure
Sebaliknya pada kondisi asupan energi lebih sedikit dibandingkan
energy expenditure akan menyebabkan terjadi penumpukan lemak tubuh (positive balance energy).
antara asupan energi dan energy expenditure dapat menyebabkan balance energy positif maupun negatif. Asupan energi yang berlebih dibandingkan
), Obesitas I (IMT 25 – 29,9 kg/m
Naik atau turun berat badan seseorang tergantung keseimbangan energi. Keseimbangan energi tergantung asupan energi dan energy
5, 7, 8
2 ).
expenditure (kebutuhan energi). Ketidakseimbangan
Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga
wanita muda yang diteliti pada seminggu sebelum, minggu pertama, kedua, dan keempat puasa. Hal ini terjadi meski perkiraan asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak hanya mengalami penurunan yang tidak signifikan namun mengalami perubahan pola asupan makan serta aktivitas secara umum kurang lebih sama.
12 Pada saat berpuasa menurut beberapa ahli
2 Dalam kondisi puasa, hati akan
Perbedaan lainnya adalah bahwa puasa Ramadan juga dilakukan sebagai suatu kesadaran akan kewajiban bagi umat muslim, bukan karena
jumlah makanan yang dikonsumsi selama iftar sampai dengan sahur, meski saat iftar disunahkan berbuka puasa dengan yang manis untuk mengatasi hipoglikemia sedangkan makan malam dilakukan kemudian.
16 Tidak ada pembatasan baik maupun
Beberapa hal yang membedakan puasa Ramadan dibandingkan puasa ataupun metode diet lainnya adalah selama puasa Ramadan tidak terjadi malnutrisi yang disebabkan pembatasan asupan makanan secara berlebihan, meski Husain melaporkan penurunan asupan kalori selama Ramadan.
10, 12, 15
Kondisi puasa lebih dari 12 jam per hari ini dapat menyebabkan asupan makanan saat bulan Ramadan lebih sedikit bila dibandingkan bulan-bulan yang lain. Perubahan pola asupan energi waktu makan dan jumlah asupan makanan pada puasa Ramadan menyebabkan perubahan berat badan dan komposisi tubuh.
1, 14
makan dan minum disertai pula perubahan pola tidur, yang biasanya lebih pendek dan lebih larut.
2 Pada saat puasa Ramadan perubahan jadwal
selama puasa dalam waktu lama akan mempertahankan protein otot. Akan tetapi glukosa tetap dibutuhkan sebagai sumber energi untuk sel darah merah dan otak terus menggunakan glukosa dalam jumlah terbatas. Glukosa tersebut dioksidasi menjadi energi dan digunakan sebagai sumber karbon untuk sintesis neurotransmiter. Selain itu, jaringan adiposa juga terus memecah simpanan triasilgliserolnya yang menjadi sumber energi utama bagi tubuh. Oleh karena itu, besarnya jumlah jaringan adiposa dalam tubuh menjadi penentu utama seberapa lama seseorang dapat berpuasa. Akan tetapi glukosa masih dapat digunakan sampai tingkat tertentu, bahkan selama puasa jangka panjang. Walaupun degradasi protein otot berlangsung lebih lambat daripada periode awal puasa, seseorang tetap kehilangan cadangan proteinnya selama berpuasa.
2 Untungnya, perubahan metabolik yang terjadi
glukagon darah meningkat, triasilgliserol adiposa dimobilisasi melalui proses lipolisis. Triasilgliserol diubah menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudian masuk ke dalam aliran darah. Sebagian besar asam lemak yang masuk ke dalam hati diubah menjadi badan keton, bukan dioksidasi secara sempurna. Proses perubahan asam lemak menjadi asetil KoA menghasilkan energi (ATP) dalam jumlah cukup besar sehingga mendorong reaksi- reaksi di dalam hati di bawah kondisi ini. Asetil KoA diubah menjadi badan keton, asetoasetat dan - hidroksibutirat, yang dilepas ke dalam darah.
energi yang utama selama keadaan puasa. Tidak hanya menghasilkan gliserol untuk glukoneogenesis, triasilgliserol juga menghasilkan asam lemak, yang secara kuantitatif merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Asam lemak tidak saja dioksidasi secara langsung oleh berbagai jaringan tubuh tetapi juga diubah di hati menjadi badan keton yang kemudian dioksidasi oleh jaringan lain.
pada penelitian yang dilakukan Heilbronn terhadap orang yang berpuasa selang sehari selama 22 hari, oksidasi lemak akan meningkat dan berakibat terjadinya kehilangan massa lemak secara signifikan meski tanpa intervensi aktifitas fisik.
mempertahankan kadar glukosa darah. Hal itu dikarenakan glukosa adalah sumber energi utama untuk jaringan, misalnya otak dan susunan saraf, dan merupakan satu-satunya sumber energi bagi sel darah merah. Oleh karena cadangan glikogen dalam hati terbatas, maka hati akan menggunakan mekanisme lainnya yang dikenal sebagai glukoneo- genesis untuk menghasilkan glukosa darah. Mekanisme ini menggunakan sumber-sumber karbon berupa laktat, gliserol dan asma amino sebagai bahan bakar. Laktat adalah produk glikolisis di dalam sel darah merah dan otot yang sedang bekerja; gliserol diperoleh dari liposis triasilgliserol adipose; dan asam amino dihasilkan melalui pemecahan protein otot. Bila puasa berkepanjangan, glukoneogenesis menjadi lebih penting sebagai sumber glukosa darah.
termasuk kondisi semi starvasi. Hal ini dapat disebabkan oleh konsumsi dan absorbsi makanan yang tidak adekuat, dimana sistem organ tidak dapat memperoleh karbohidrat, lemak, dan protein dalam jumlah yang mencukupi. Kadar glukosa darah mencapai puncaknya sekitar satu jam setelah makan, kemudian akan menurun seiring dengan oksidasi atau pengubahan glukosa menjadi bentuk cadangan sumber energi oleh jaringan. Dua jam setelah makan, kadar glukosa darah akan kembali ke rentang puasa. Penurunan glukosa darah ini menyebabkan kadar insulin serum menurun dikarenakan pankreas mengurangi sekresi insulin. Hati merespon sinyal hormon ini dengan memulai mengurangi cadangan glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran darah.
2 Berkaitan dengan hal itu
13 Triasilgliserol adiposa merupakan sumber
2 Sewaktu kadar insulin darah menurun dan kadar
Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga
17 Pada saat berpuasa Ramadan anggota militer
2 ).
Repeated measurement (p<0,05) dan uji-t berpasangan karena berdistribusi normal.
Data karakteristik fisik fisiologis anggota militer tercantum pada tabel 1 berikut ini. Data tabel 1 menunjukkan bahwa indeks massa tubuh anggota militer dalam batas normal. Data sebaran asupan energi, jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota militer tercantum pada tabel 2. Data tabel 2 menunjukkan hampir pada setiap variabel data terdapat data yang tidak berdistribusi normal, sehingga untuk mengetahui besar perbedaan tiap variabel secara keseluruhan dilakukan uji Friedman (p<0,05) dan uji Wilcoxon sebagaimana tercantum dalam tabel 3, kecuali data indeks massa tubuh menggunakan uji ANOVA
HASIL
3. Apabila distribusi data tidak normal maka analisis dilanjutkan dengan uji non-parametrik (Friedman) kemudian uji Wilcoxon.
Repeated measurement) kemudian Paired T- test.
2. Apabila data berdistribusi normal maka analisis dilanjutkan dengan uji parametrik (ANOVA
1. Uji normalitas data dengan uji Kolmogorov- Smirnov. Uji homogenitas tidak dilakukan karena subjek penelitian berasal dari kelompok yang sama.
Semua data yang diperoleh kemudian dicatat dalam formulir khusus. Data yang telah dikumpulkan diedit, diverifikasi, dan dikoding, kemudian dimasukkan ke dalam komputer. Pengolahan data dengan cara komputerisasi menggunakan program “SPSS for Windows versi 13” dan “Microsoft Excel 2007”. Kemudian data disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, atau diagram. Data kemudian akan dianalisis sebagai berikut:
Analisis Data
ratanya. Berat badan diukur diukur 3 kali menggunakan timbangan digital, dicatat sampai 1 angka di belakang koma dan dihitung rerata-nya. Dari data tinggi badan dan berat badan dihitung indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan menggunakan rumus: berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m
pemaksaan atau perintah seorang dokter sehingga bagian hipothalamus yang disebut ”lipostat” akan mengontrol pengaturan tubuh secara bertahap karena lipostat memaknai puasa Ramadan sebagai sesuatu yang normal terjadi.
microtoise, dicatat sampai 0,5 cm dan dihitung rata-
Tinggi Badan diukur 3 kali menggunakan
Subjek penelitian adalah 31 anggota Kompi Tank Batalyon Kavaleri 4/Tank berbadan sehat berusia 19-33 tahun yang beragama Islam dan melaksanakan puasa Ramadan sebulan penuh. Subjek penelitian telah menyetujui dan mengisi lembar informed consent dan mendapatkan penjelasan tentang penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik komparatif (pre-post desain). Penelitian ini melibatkan anggota militer yang akan menjalani puasa Ramadan pada tanggal 1 sampai dengan 30 September 2008. Subjek akan diteliti selama 5 kali, yaitu 2 hari sebelum puasa Ramadan dan selanjutnya seminggu sekali sepanjang bulan Ramadan. Sebelum puasa Ramadan dimulai, akan dilakukan pemeriksaan fisik, pengukuran berat badan, tinggi badan, pencatatan asupan makanan (dietary recall 24 jam). Data-data yang diperoleh akan dikonversikan untuk mendapatkan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum dan seminggu sekali selama bulan Ramadan. Dari data asupan makanan juga dilakukan penghitungan asupan energi dan komposisi kandungan zat gizi. Data yang didapatkan dalam ukuran gram kemudian dianalisis dengan program “Nutri Survey”.
METODE Subjek
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur : perubahan asupan energi, zat gizi, dan indeks massa tubuh selama puasa Ramadan pada anggota militer.
12, 20, 21
bahwa meskipun komposisi makanan mengandung karbohidrat, protein dan lemak tinggi, namun pada akhir bulan Ramadan didapatkan penurunan berat badan yang bermakna.
pula dengan penelitian yang dilakukan Frost dan Pirani yang meneliti orang dewasa muda, menemukan peningkatan asupan kalori, lemak, karbohidrat, dan protein selama puasa Ramadan.
Penurunan aktivitas fisik selama puasa Ramadan akan mempengaruhi kebutuhan energi seseorang. Akan tetapi pada saat puasa Ramadan terdapat kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan manis atau tinggi karbohidrat. tinggi lemak, dan tinggi protein meskipun frekuensi makan dan jumlah asupan makanan menurun.
10, 15, 16
khususnya anggota Kompi Tank Yonkav 4/ Tank sebagai salah satu satuan tempur di tubuh TNI cenderung mengurangi porsi latihan meski tetap melakukan pekerjaan harian yang biasa dilakukan di luar bulan Ramadan. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa peneliti yang menemukan pada saat puasa Ramadan terdapat kecenderungan penurunan aktivitas fisik.
18 Demikian
19 Meski demikian, banyak peneliti menemukan
Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga
Perubahan asupan karbohidrat, protein, dan menurun dibandingkan dengansebelumpuasa lemak sebelum dan selama puasa Ramadan pada Ramadan. anggota militer akan tampak lebih jelas dengan Sebaran kategori indeks massa tubuh melihat data gambar 1. Gambar menunjukkan disampaikan pada tabel 4 dan gambar 2. Data tabel 4 komposisi asupan karbohidrat, protein dan lemak dan gambar 2 menunjukkan peningkatan persentase yang lebih besar besar pada sebelum puasa Ramadan subjek dengan IMT kategori normal dan penurunan dibandingkan dengan selama puasa Ramadan. Rata- persentase subjek dengan IMT kategori lebih rata asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak dibandingkan dengan sebelum puasa yang terjadi pada minggu pertama puasa Ramadan sangat sejak minggu ke-1 puasa Ramadan. menurun, kemudian mengalami peningkatan pada minggu kedua puasa Ramadan. Data tabel 3
Tabel 1 Karakteristik fisik fisiologis
menunjukkan terdapat perbedaan asupan energi, anggota militer karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa
Rata-
tubuh yang bermakna (p<0,001) antara sebelum
Karakteristik rata Median Rentang dengan selama puasa Ramadan pada anggota militer. (SD)
Asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak 24,2 menurun secara bermakna pada setiap minggu
Umur (th) 23 19 – 33 (3,6) selama puasa dibandingkan dengan sebelum puasa
Tinggi badan 167,8 161,3 - Ramadan (p<0,05), kecuali jumlah asupan protein
168,1 (cm) (3,8) 175,8 dan jumlah asupan lemak pada minggu ke-2 dan ke- Berat badan 65,5 57,0 - 3 puasa Ramadan.
65,0 (kg) (5,6) 77,5
Penelitian ini juga menunjukkan indeks massa Indeks massa 23,3 19,7 - tubuh lebih besar pada sebelum puasa dibandingkan
23,4 tubuh (2,0) 27,7 dengan selama puasa Ramadan. Setiap minggu selama puasa Ramadan indeks massa tubuh semakin
Minggu 4 Minggu Minggu 3 Minggu 2 Sebelumpu puasa puasa
1puasa puasa asa
Gambar 1 Asupan karbohidrat, protein, dan lemak sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota
militer Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga Gambar 2 Kategori indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota militer Tabel 2 Sebaran asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa tubuh sebelum
dan selama puasa Ramadan pada anggota militer
Waktu pengamatan Variabel Sebelum Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 puasa puasa puasa puasa puasa
2694,6 1886,1 2307,8 2328,9 2206,3 Rata-rata (SD)
(475,5) (518,3) (368,2) (403,8) (480,0) Median 2548,4 1942,2 2157,4 2157,4 2170,3
Asupan
1871,6 – 811,9 – 1534,9 – 1821,6 – 1436,0 –
Energi
Rentang 3758,4 3224,4 3325,8 3282,3 3678,0
(kkal)
Uji Normalitas 0,06 0,06 0,00 * 0,00 * 0,00 *
(p) Rata-rata (SD) 370,7 (72,4) 263,9 (88,5) 291,4 (54,7) 323,7 (92,9) 315,3 (113,1) Median 395,8 241,6 285,7 283,2 310,8
Asupan
217,8 – 131,2 – 147,8 – 147,8 – Rentang
32,2 – 652,6
KH
489,6 474,2 436,3 515,8
(gram)
Uji Normalitas 0,07 0,09 0,00 * 0,00 * 0,00 *
(p) Rata-rata (SD) 97,9 (20,0) 64,9 (24,8) 88,0 (27,5) 86,7 (19,5) 80,1 (22,1) Median 94,4 64,1 88,1 88,1 73,9
Asupan
Rentang 60,7 – 158,8 12,0 – 110,2 41,5 – 128,1 50,2 – 125,9 32,6 – 125,9
Protein
Uji Normalitas
(gram)
0,20 0,02 * 0,00 * 0,01 * 0,02 * (p) Rata-rata (SD) 86,9 (34,6) 62,6 (18,7) 92,3 (24,0) 61,8 (27,8) 61,8 (27,8) Median 82,2 62,2 84,1 56,2 56,2
Asupan
Rentang 18,9 – 171,6 18,1 – 113,7 46,5 – 147,3 3,8 – 121,2 3,8 – 121,2
Lemak (gram) Uji Normalitas
0,06 0,00 * 0,04 * 0,07 0,20 (p) Rata-rata (SD) 23,3(2,0) 22,8(2,0) 22,7(2,0) 22,5(2,1) 22,5(2,1)
Indeks
Median 23,4 22,7 22,6 22,4 22,3
Massa
Rentang 19,7–27,7 19,1–26,9 18,8– 6,8 18,7–26,7 18,6–26,7
Tubuh
Uji Normalitas
2
0,20 0,20 0,20 0,20 0,20
(kg/m )
(p)
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan kemaknaan p<0,05
- menunjukkan data tidak berdistribusi normal
Proses adaptasi serta perubahan pola asupan energi dan frekuensi asupan energi tidak terlepas dari perubahan pola jenis makanan, porsi per kali makan, kuantitas dan kualitas makanan, kebiasaan daerah setempat, dan kepadatan energi makanan yang dikonsumsi.
Minggu 2 Puasa Minggu 3 Puasa Minggu
2 < 0,001
Rata-rata (%) -1,9 -2,6 -3,1 -3,4 p
4
<0,001 <0,001 <0,001 <0,001
Keterangan: 0 = sebelum puasa Ramadan 3 = minggu 3 puasa Ramadan 1 = minggu 1 puasa Ramadan 4 = minggu 4 puasa Ramadan 2 = minggu 2 puasa Ramadan ∆ = ((X
1
1 menggunakan uji non parametrik Friedman p
2 menggunakan uji parametrik ANOVA Repeated measurement p
3 menggunakan uji non parametrik Wilcoxon p
4 menggunakan uji parametrik t-berpasangan
Tabel 4 Sebaran kategori indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa ramadan pada anggota militer Kategori
IMT Jumlah (%) Sebelum puasa
Minggu 1
Puasa
4Puasa Kurang
2 )
< 18,5 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Normal
18,5-22,9 13(41,9) 18(58,1) 18(58,1) 18(58,1) 18(58,1)
Lebih
23-24,9 13(41,9) 8(25,8) 8(25,8) 8(25,8) 8(25,8)
Obesitas I
25-29,9 5(16,1) 5(16,1) 5(16,1) 5(16,1) 5(16,1)
Obesitas II
≥ 30 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Total N (%) 31(100) 31(100) 31(100) 31(100) 31(100)
DISKUSIDari hasil penelitian ditemukan perbedaan asupan energi, yang berasal dari penurunan jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer secara bermakna dengan uji Friedman (p<0,05), disertai penurunan rata-rata asupan energi selama puasa Ramadan.
Terjadinya penurunan asupan energi, yang berasal dari jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak pada anggota militer selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan karena saat berpuasa pola dan frekuensi asupan energi yang berasal dari jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak menurun. Hal ini diperkuat oleh Al-Hourani yang menemukan bahwa pada puasa Ramadan terdapat perubahan pola asupan energi. Demikian pula menurut Husain (1987) bahwa puasa Ramadan menyebabkan perubahan frekuensi makan yang lebih sedikit dari biasanya sehingga asupan energi dan zat gizi menurun.
Akan tetapi dari hasil penelitian didapatkan memasuki minggu ke-2 puasa hingga minggu ke-4 puasa jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak meningkat secara bertahap dibandingkan minggu pertama puasa, meski secara jumlah total tetap lebih kecil dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan. Hal ini menunjukkan telah terjadi proses adaptasi pada anggota militer selama puasa Ramadan terhadap perubahan pola asupan dan frekuensi makan yang menurun selama puasa Ramadan.
p
3 0,007 0,336 0,327 0,007 Indeks Massa Tubuh(kg/m
Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga
Tabel 3 Perbedaan asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa tubuh antara sebelum
3
dengan selama puasa Ramadan pada anggota militer
Variabel Perbedaan Sebelum & Sesudah Puasa Perbedaan tiap minggu selama puasa dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan
0-1
0-2
0-3
0-4 Asupan Energi (kkal)
p
1
< 0,001 Rata-rata (%) -27,9 -12,0 -11,1 -16,9 p
<0,001 0,003 0,002 <0,001
< 0,001 Rata-rata (%) -15,6 28,8 9,8 -14,5 p
Asupan KH (g)
p
1
< 0,001 Rata-rata (%) -25,1 -18,3 - 8,4 -13,3 p
3 <0,001 <0,001 0,015 0,003 Asupan Protein (g)
p
1
< 0,001 Rata-rata (%) -33,5 -6,0 -7,8 -16,9 p
3
<0,001 0,164 0,058 <0,001
Asupan Lemak (g)
p
1
- X )/X )*100%; p
Berdasarkan uraian di atas dapat menjelaskan penurunan asupan energi, jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer.
th
12. Gibson, Rosalind.S. 1990. Principles of Nutritional Assessment. Edisi 9. Oxford University Press: p267-281.
st ed. New Jersey: Humana Press.
11. Bray GA. 2007. The metabolic syndrome and obesity. 1
10. Khan, A, Khattak M. A .K. 2002. Islamic fasting: an effective strategy for prevention and control of obesity. Pakistan J of Nutri. 1(4):185- 7.
Energy Needs: Assessment and requirements in Human. Dalam Shills. Edisi 9. Lippincott Williams & Wilkins:96-7
9. Poehlman, Eric T. Horton, Edward S. 1998.
2000. The Asia-Pasific perspective: Redefining obesity and its treatment: Health Communications. Australia Pty Limited.
8. WHO-WPRO.
45(6):335-343.
The new BMI criteria for Asians by the regional office for the western pacific religion of WHO are suitable for screening of overweight to prevent metabolic syndrome in elder Japanese workers. J Occup health.
7. Anuurod E, Shiwahn K, Nogi A, Kitajima K, Enlihmaa B, Shimonoik, and Yamane Y. 2003.
Ed. Saunders : p407-17.
6. Hammond, Kathleen. 2004. Dietary and Clinical Assessment. Dalam Krause’s Food Nutrition, & Diet Therapy. 11
Hasil penelitian menemukan pula perbedaan indeks massa tubuh pada saat puasa Ramadan dibandingkan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer (p<0,05 dengan ANOVA Repeated
5. CDC. 2000. National Center for Health Statistics in collaboration with the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion. [diunduh 12 Desember 2015]. Tersedia dari: http://www.cdc.gov/growthcharts.
Pathways from weight fluctuations to metabolic diseases: focus on maladaptive thermogenesis during catch-up fat. Int J Obes Relat Metab Disord, 26 Suppl 2, S46-57.
4. Dulloo, AG. , Jackquet, J., Montani, JP. 2002.
3. Kurpad, AV. 2005. Undernutrition, Blackwell Science.
Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins: p200-10.
2. Hoffer, L. John. 2006. Metabolic Consequences of starvation. Dalam Shills.
Cetakan 13. Jakarta: Bulan Bintang.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ash-Shiddiqieqy, MH. 1992. Pedoman Puasa.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa penurunan indeks massa tubuh selama puasa dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer terjadi karena penurunan asupan energi,jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang diserti dengan penurunan rata-rata asupan selama ramadan.
24 KESIMPULAN
Akan tetapi penurunan indeks massa tubuh saja tidak dapat menggambarkan perbedaan komposisi tubuh. Perubahan yang terjadi selama puasa Ramadan dapat mempengaruhi massa lemak, otot, dan cairan tubuh, tetapi kemungkinan kecil sekali mempengaruhi massa tulang. Penurunan massa otot selama puasa Ramadan dapat terjadi berkaitan dengan penurunan aktifitas fisik dalam waktu yang relatif lama sebagaimana dikatakan Astrand dan Rodahl (2008). Penurunan cairan tubuh selama puasa Ramadan berkaitan dengan penurunan asupan cairan saat berpuasa. Hal ini sesuai dengan penelitian Leiper yang menemukan pada bulan puasa Ramadan terjadi penurunan asupan cairan secara bermakna. Terlebih lagi pemeriksaan komposisi tubuh dilakukan pada sore hari sekitar jam 14.00 sampai dengan 16.00 WIB sehingga kemungkinan telah terjadi dehidrasi dapat terjadi.
Terjadinya penurunan indeks massa tubuh selama puasa Ramadan tersebut disebabkan pada saat berpuasa terjadi perubahan pola asupan makanan serta jenis makanan yang dikonsumsi. Demikian pula halnya dengan penelitian yang dilakukan Beltaifa (2002) yang menemukan bahwa meskipun komposisi makanan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak tinggi, namun pada akhir bulan Ramadan didapatkan penurunan berat badan yang bermakna karena frekuensi makan menurun. Penurunan berat badan secara langsung akan menyebabkan indeks massa tubuh menurun. Penurunan indeks massa tubuh pada anggota militer menyebabkan jumlah subjek yang termasuk kategori indeks massa tubuh lebih (overweight) pada saat sebelum puasa Ramadan menurun sedangkan jumlah subjek dengan kategori indeks massa tubuh normal meningkat selama puasa Ramadan.
measurement).
13. Al-Hourani H M, Atoum M F. 2007. Body composition, nutrient intake and physical activity patterns in young women during Ramadan. Singapore Med J; 48 (10):906-10.
Vol. 1, No. 2, Februari 2017 – Juli 2017 Jurnal Ilmu Faal Olahraga
14. Heilbronn, Leonie K. Smith, Steven R. Martin, Corby K. Anton, Stephen D. and Ravussin, Eric. 2005. Alternate-day fasting in nonobese subjects: Effects on body weight,body composition, and energy metabolism. Am J Clin Nutr; 81:69 –73.
15. Azizi, Fereidoun. 2002. Impact of Ramadan Fasting on Metabolism Research in Islamic Fasting and Health. 186 Annuals of Saudi Med, 22(1):3-4.
16. Meckel, Y., Ismaeel, A. & Eliakim, A. 2008.
The effect of the Ramadan fast on physical performance and dietary habits in adolescent soccer players. Eur J Appl Physiol, 102(6):651- 7.
17. Husain, R, Duncan, M.T., Cheah,S.H., Chang S.L., 1987. Effects of fasting in Ramadan on Tropical Asiatic Moslems. British J of Nutri.
58:41-8.
18. Gharbi, M. Akrout, M and Zouari, B. 2003.
Food intake during and outside Ramadan. East Mediterr Health J, 9(1-2):131-40.
19. Frost G, Pirani S. 1987. Meal frequency and nutritional intake during Ramadan: a pilot study. Hum Nutri Appl Nutr. 41(1):47-50.
20. Beltaifa, L., Bouguerra, R., Ben Slama, C., Jabrane, H., El-Khadhi, A., Ben Rayana, M. C.
& Doghri, T. 2002. Food intake, and anthropometrical and biological parameters in adult Tunisians during fasting at Ramadan. East Mediterr Health J, 8(4-5):603-11.
21. Shariatpanahi, Z. V., Shariatpanahi, M. V., Shahbazi, S., Hossaini, A. & Abadi A. 2008.
Effect of Ramadan fasting on some indices of insulin resistance and components of the metabolic syndrome in healthy male adults. Br J Nutri, 100(1):147-51.
22. Leiper, J.B., Molla, A.M. 2003. Effects on health of fluid restriction during fasting in Ramadan. European J Clin Nutri, 57, 2:S30- S38.