BAB I MATRIKS - Matriks

BAB I MATRIKS

Aljabar matriks merupakan salah satu cabang matematika yang dikembangkan oleh seorang matematikawan Inggris Arthur Cayley (1821 – 1895). Matriks berkembang karena peranannya dalam cabang-cabang Matematika lainnya, misalnya bidang ekonomi, industri dan transportasi. Dengan menggunakan matriks , maka penyelesaian sistem persamaan linear akan lebih mudah diselesaikan.

Pembahasan bab ini diawali dengan definisi matriks dan operasi dasar matriks yang sudah dikenal, namun untuk pengenalan sifat-sifat lebih lanjut penyajian matriks akan menggunakan notasi matriks untuk mempersingkat penulisan. Meskipun matriks ini bukan hal yang baru, karena sudah pernah diperoleh di SLTA, namun dengan menguasai materi dalam bab ini akan lebih mudah mengikuti pembahasan berikutnya.

TIK : Setelah mempelajari materi inidiharapkan mahasiswa dapat:

a. menjelaskan operasi-operasi aljabar matriks

b. menentukan bentuk eselon tereduksi suatu matriks

c. menghitung nilai determinan suatu matriks

d. menentukan invers suatu matriks.

1.1. Operasi Aljabar Matriks

Definisi : Matriks adalah suatu susunan segiempat siku-siku dari bilangan-

bilangan, susunan tersebut disajikan di dalam kurung besar atau kurung siku. Bilangan-bilangan itu disebut entri atau elemen dari matriks.

Bentuk umum suatu matriks yang terdiri dari m baris dan n kolom adalah

⎛ a 11 a 12 ... a 1 n ⎞ ⎢

⎡ a 11 a 12 ... a 1 n ⎤

a 21 a 22 ... a 2 n

⎜ a 21 a 22 ... ⎢ a ⎥ 2 n ⎟

atau A =

a ⎣ ⎜⎜ m 1 a m 2 ... a mn ⎦ ⎝ a m 1 a m 2 ... a mn ⎟⎟ ⎠

Bentuk matriks tersebut dapat disajikan dengan notasi matriks, yaitu A = () a ij

dengan i = 1,2,...,m dan j=1,2,...,n berturut-turut menunjukkan baris dan kolom dari matriks A.

Suatu matriks A yang terdiri dari m baris dan n kolom disebut matriks

berukuran mxn dan dilambangkan dengan A mxn atau (a ij ) mxn , ditulis singkat

A = () a ij . Dalam hal ini a ij dinamakan elemen ke -ij dari matriks A . Matriks

A = () a ij dengan m=n dikatakan sebagai matriks persegi, elemen a 11 ,a 22 , ... , a nn

disebut elemen diagonal utama dari A. Jumlahan elemen diagonal utama disebut trace dari A.

Untuk dapat menggunakan matriks perlu dikaji operasi aljabar matriks berikut.

1. Kesamaan Matriks.

Dua buah matriks A dan B dikatakan sama, ditulis A = B, jika A dan B berukuran sama dan elemen-elemen yang bersesuaian (seletak ) adalah sama.

Jika disajikan dalam notasi matriks, A = () a ij dan B = () b ij maka A = B jika

a ij =b ij , untuk setiap i = 1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Contoh :

⎡ 2 5 4 ⎤ Jika A 2x 3 = ⎢

maka A ≠ B , A ≠ C , B ≠ , dan A = D. š C

2. Penjumlahan dan pengurangan matriks.

Penjumlahan dan pengurangan dua matriks atau lebih, hanya dapat dilakukan jika matriks tersebut berukuran sama. Penjumlahan atau pengurangan dua matriks didefinisikan sebagai penjumlahan atau pengurangan elemen yang bersesuaian.

Jika A = ( a ij ) dan B = ( b ij ) , maka A + B = ( a ij + b ij ) dan A − B = ( a ij − b ij ) . Contoh : ⎡ 2 5 4 ⎤

⎡ 1 5 9 ⎤ Jika A = ⎢

⎥ maka A 1 , ⎦

⎥ dan B =

0 ⎥ ⎣ . š ⎦ 6 ⎦ Sifat : Jika A, B, dan C matriks yang berukuran sama maka berlaku:

⎥ , A − B 2 = 0 4 ⎢ 0 6 0 ⎥ , dan B − A = ⎢

a. A + B = B + A (Komutatif)

b. A + ( B + C ) = ( A + B ) + C (Asosiatif)

3. Pergandaan matriks dengan bilangan (skalar).

Pergandaan matriks dengan skalar didefinisikan sebagai perkalian skalar dengan setiap elemen matriks tersebut.

Jika A = ( a ij ) dan k sebarang skalar, maka kA = Ak = ( ka ij ) . Contoh : ⎡ 2 5 4 ⎤

⎡ − 2 − 5 − 4 ⎤ Jika A = ⎢

⎥ , maka 2A = ⎢

⎥ dan − A = ⎢

4. Pergandaan matriks.

Pergandaan matriks A dan B, dinotasikan AB, hanya dapat dilakukan jika banyaknya kolom matriks A sama dengan banyaknya baris matriks B.

Jika A = ( a ij ) mxp dan B = ( b ij ) pxn , maka AB = C = ( c ij ) mxn , dengan c ij = ∑ a ik b kj .

Contoh :

⎡ 2 5 4 ⎤ Jika A = ⎢

⎥ dan B = ⎢ ⎢ 4 3 1 ⎥ ⎥ maka

Matriks BA tidak dapat diperoleh karena banyaknya kolom dari B adalah 3 sedangkan banyaknya baris dari A adalah 2. š Sifat : Jika A, B, dan C matriks sehingga operasi berikut berlaku, maka :

a. A ( B +) C = AB + AC Distributif kiri ( B +) C A = BA + CA Distributif kanan

b. A ( B −) C = AB − AC Distributif kiri ( B −) C A = BA − CA Distributif kanan

c. A ( BC ) = ( AB ) C Assosiatif

1.2. Jenis – jenis Matriks

Beberapa matriks dengan elemen tertentu yang seringkali digunakan disajikan berikut.

1. Matriks Nol.

Matriks yang semua elemennya nol disebut matriks nol, dinotasikan 0. Contoh :

Matriks ⎢ ⎥ , ⎢

⎥ merupakan matriks nol ⎣ 0 0 ⎦ ⎣ 0 0 0 ⎦

Sifat : Untuk sebarang matriks A yang ukurannya bersesuaian sehingga operasi aljabar berikut dapat dilakukan, berlaku :

2. Matriks Transpos.

Transpos dari matriks A, dinotasikan dengan A 1 atau A t , adalah matriks yang kolom pertamanya adalah baris pertama matriks A, kolom keduanya adalah baris kedua matriks A, dan seterusnya.

Jika t A = ( a

ij ) mxn maka A = ( a ji ) nxm

Contoh :

Sifat : Untuk sebarang matriks A berlaku :

a. (A t ) t =A

b. (kA) t = kA t

c. (A + B) t =A t +B t

d. (AB) t =B t A t

3. Matriks Segitiga Atas dan Matriks Segitiga Bawah.

Matriks persegi yang semua elemen di bawah diagonal utama bernilai 0 disebut matriks segitiga atas. Begitu pula matriks persegi yang semua elemen di atas diagonal utama bernilai 0 disebut matriks segitiga bawah.

Jadi A = ( a ij ) n x n disebut matriks segitiga atas jika a ij = 0 untuk i > j dan

disebut matriks segitiga bawah jika a ij = 0 untuk i < j.

Matriks A= 0 a 22 a

23 ⎢ a ⎥ dan B= ⎢ 21 22 ⎥ berturut-turut adalah

⎢ ⎣ 0 0 a 33 ⎦ ⎥

⎣ ⎢ a 31 a 32 a 33 ⎥ ⎦

matriks segitiga atas dan matriks segitiga bawah.

4. Matriks Diagonal.

Adalah matriks persegi yang semua elemen-elemennya adalah nol kecuali elemen pada diagonal utama.

Jadi A = ( a ij ) n x n disebut matriks diagonal jika a ij = 0 untuk i ∫ j .

⎡ 1 0 0 ⎤ ⎡− 1 0 0 ⎤ Contoh : ⎢ 0 3 0 ⎥ , ⎢ 0 3 0 ⎥

5. Matriks Identitas (Matriks Satuan).

Matriks diagonal yang semua elemen diagonal utamanya sama dengan 1 disebut matriks identitas, dinotasikan dengan I n atau I.

Dalam bentuk notasi matriks , dituliskan I = ( a ij ) dengan a ij = 1, untuk i=j dan a ij = 0, untuk i∫j, berlaku untuk i,j=1,2,...,n.

⎡ 1 0 0 ⎤ Contoh : I = 3 ⎢ 0 1 0 ⎥ .

Sifat : Untuk sebarang matriks A yang berukuran nxn berlaku I n A=A I n =A.

6. Matriks invers

Matriks B dikatakan sebagai invers dari matriks A jika AB = BA = I. Dalam hal ini invers matriks A dinotasikan A -1 . Matriks yang mempunyai invers disebut matriks non singular.

Contoh : Jika A = ⎢

maka B =

adalah invers dari A sebab

⎡ 5 − 2 ⎤ ⎡ − 1 2 ⎤ ⎡ 1 0 ⎤ AB = ⎢

dan BA =

⎦ ⎣ ⎦ Sifat : a. ( A -1 ) -1 =A

b. (AB ) -1 = B -1 A -1

7. Matriks Simetris. Suatu matriks persegi A dikatakan simetris jika A = A t .

Jika A = ( a ij ) maka A dikatakan simetris jika a ij = a ji , untuk setiap i,j. Contoh :

⎡ 1 3 − 2 ⎤ Matriks A = ⎢ 3 4 0 ⎥ adalah simetris sedangkan matriks B = ⎢ ⎢ 3 4 1 ⎥ ⎥ tidak

⎣ ⎢ 2 0 5 ⎦ ⎥ simetris. Mengapa ? Untuk sebarang matriks persegi A, matriks A+A t merupakan matriks simetris. Mengapa ?

8. Matriks Skew Simetris (Simetris Miring).

Matriks A dikatakan simetris miring jika A t = –A . Jika A = ( a ij ) maka A dikatakan simetris miring jika a ij = − a ji , untuk setiap

i,j. Contoh :

⎢ Matriks A = − 3 0

− ⎢ 1 ⎥ adalah matriks simetris miring.

9. Matriks-matriks persegi yang istimewa. - Jika A dan B matriks-matriks persegi sedemikian sehingga AB = BA, maka A dan B disebut commute. - Jika AB = -BA, maka A dan B disebut Anti Commute. - Matriks A yang memenuhi A k+1 = A (k bilangan positif), disebut periodik

- Jika A 2 = A, maka A disebut matriks Idempoten. - Jika A k = 0, dengan k bilangan bulat positif terkecil maka A disebut matriks nilpoten. Dalam hal ini bilangan k disebut indeks nilpoten.

Contoh :

a. Matriks A = ⎢

adalah Commute, sebab : ⎣ 1 2

b. Matriks A = ⎢ − 1 3 4 ⎥ adalah idempoten sebab A 2 = A.

c. Matriks M = ⎢ 5 2 6 ⎥ adalah nilpoten berindeks 3, sebab M 3 = 0. ⎢

1.3. Operasi Baris Elementer

Selain operasi aljabar matriks yang sudah diperkenalkan pada subbab 1.1, ada operasi lain yang dapat dikenakan pada suatu matriks untuk mendapatkan matriks lain. Operasi ini dinamakan operasi baris elementer karena dikenakan pada baris-baris suatu matriks. Operasi ini banyak digunakan untuk menentukan penyelesaian sistem persamaan linear yang akan dibahas pada bab berikutnya. Operasi baris elementer meliputi tiga bentuk, yaitu :

a. Menukar baris ke-i dan baris ke-j, dinyatakan dengan B ij .

b. Menggandakan setiap elemen baris ke i dengan skalar k ≠ 0 , dinyatakan dengan B i (k) .

c. Menambahkan k kali elemen-elemen baris ke-j (k skalar) kepada baris ke-i, dinyatakan dengan B ij (k) .

Operasi semacam ini juga dapat dilakukan pada kolom, dengan notasi B diganti K , namun untuk pembahasan ini operasi hanya dikenakan pada baris saja.

Jika kita melakukan operasi baris elementer pada suatu matriks untuk memperoleh matriks yang lain, matriks awal dan hasilnya dihubungkan dengan tanda ≈ .

Contoh : Diketahui matriks A = 2 − 1 3

a. Jika baris ke-1 ditukar dengan baris ke-3, diperoleh

⎡ 1 5 1 ⎤ B 13 ⎡ 1 − 2 4 ⎤

⎡ 1 5 1 ⎤ Jika operasi K 13 dikenakan pada A diperoleh ⎢ 3 − 1 2 ⎥ .

b. Jika baris ke-2 dikalikan 3, diperoleh ⎢ 2 − 1 3 ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ≈ ⎢ 6 − 3 9 ⎥ ⎥

Jika operasi K 2 (2) dikenakan pada A diperoleh 2 − 2 ⎢ 3 ⎥ . ⎣ ⎢ 1 − 4 4 ⎦ ⎥ Jika operasi K 2 (2) dikenakan pada A diperoleh 2 − 2 ⎢ 3 ⎥ . ⎣ ⎢ 1 − 4 4 ⎦ ⎥

Jika operasi K 31 (-1) dikenakan pada A diperoleh 2 − 1 1

Jika operasi baris elementer dikenakan pada matriks identitas akan diperoleh suatu matriks yang khas. Sebuah matriks berukuran nxn disebut

matriks elementer jika matriks tersebut dapat diperoleh dari matriks satuan I n

dengan melakukan satu operasi baris elementer. Karena ada tiga macam operasi baris elementer, maka ada 3 macam matriks elementer :

1. E ij , yaitu matriks yang didapat dari matriks I jika baris ke-i ditukar dengan baris ke-j.

⎡ 0 1 0 ⎤ Contoh : Dari I 3 , diperoleh E 13 = ⎢ 0 1 0 ⎥ , E = 12 ⎢ 1 0 0 ⎥

2. E i ( k ) adalah matriks yang didapat dari matriks I jika baris ke-i digandakan

dengan skalar k ≠ 0 .

⎡ 1 0 0 ⎤ Contoh : Dari I

3 , diperoleh E 2 ( 3 ) = 0 3 0 , E 3 ( − 2 ) = 0 1 0 ⎢ . ⎥ ⎢ ⎥

3. Matriks E ij ( k ) adalah matriks yang didapat dari matriks I jika baris ke-j digandakan dengan skalar k ≠ 0 kemudian ditambahkan ke baris ke-i.

Contoh : Dari I 3 , diperoleh E 12 ( 4 ) = ⎢ 0 1 0 ⎥ , E

⎢ ⎣ 0 0 1 ⎦ ⎥ Sifat-sifat matriks elementer:

a. Jika matriks A digandakan dari kiri dengan matriks elementer E, maka EA adalah suatu matriks baru yang diperoleh bila operasi baris elementer yang digunakan untuk memperoleh E dari I, diterapkan pada A.

⎥ Contoh : Misal = 3 7 , E = 13 ⎢ 0 1 0 ⎥ , E 2 ( 3 ) ⎢ = 0 3 0 ⎢ ⎥ ⎥

b. Invers dari matriks elementer juga merupakan matriks elementer.

Jika satu operasi baris elementer diterapkan pada I untuk menghasilkan E, maka terdapat operasi baris elementer yang bila diterapkan pada E akan menghasilkan I. Berbagai kemungkinan operasi seperti di atas disajikan sebagai berikut.

Operasi baris pada I untuk Operasi baris pada E untuk menghasilkan E

menghasilkan I

Menukar baris ke-i dan baris ke-j (B ij )

Menukar baris ke-j dan baris ke-i (B ji ).

Menggandakan baris ke -i dengan Menggandakan baris ke -i dengan 1/k skalar k ≠ 0 (B i (k)).

(B i ( 1/k )).

Menambahkan k kali baris ke-j kepada Menambahkan -k kali baris ke-j baris ke-i (B ij (k )).

kepada baris ke-i (B ij (-k )).

Operasi pada kolom kanan merupakan invers (balikan) dari operasi pada kolom kiri. Jika operasi pada kolom kanan dikenakan pada I maka akan mengha- silkan matriks elementer, sebut saja E 0 , yang menurut sifat a berlaku

E.E 0 =I dan E 0 .E = I

Dengan demikian E 0 adalah invers dari E . Dari tabel di atas diperoleh : (E ij ) -1 = E ji , (E i (k)) -1 =E i ( 1/k )) dan (E ij (k )) -1 =E ij (-k ).

Contoh :

= 0 1 ⎢ 0 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ dan E 31 .E 13 = I.

E 2 ( 3 ). E 2 ( ) = ⎢ 0 3 0 ⎥ . ⎢ 0 1 / 3 0 ⎥ = ⎢ 0 1 0 ⎥ dan E 2 ( 1/3 ). E 2 ( 3 ) = I.

E ( 4 ). ⎢

12 E

12 ( − 4 ) = 0 1 0 . 0 1 0 0 1 ⎢ 0 ⎥ ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥ dan E 12 (-4) . E 12 (4) = I. š

Kedua sifat di atas penting untuk digunakan dalam teorema berikut. Teorema : Jika A matriks nonsingular maka A dapat dinyatakan sebagai hasil ganda matriks-matriks elementer.

Contoh : Nyatakan A = ⎢

⎥ sebagai hasil ganda matriks-matriks elementer. ⎣ 3 4 ⎦

Penyelesaian : Kita dapat melakukan operasi baris elementer berhingga kali pada

A sampai diperoleh matriks I sebagai berikut. ⎡ 2 3 ⎤ B 1 ( 1 / 2 ) ⎡ 1 3 / 2 ⎤ B 21 ( − 3 ) ⎡ 1 3 / 2 ⎤ B 12 ( 3 ) ⎡ 1 0 ⎤ B 2 ( − 2 ) ⎡ 1 0 ⎤

A B C D I Menurut sifat a, tentu berlaku : B = E 1 ( 1/2 ). A, C = E 21 (-3).B, D = E 12 (3).C, dan I =

E 2 (- 2 ). D. Dengan demikian diperoleh E 2 (- 2 ). E 12 (3). E 21 (-3). E 1 ( 1/2 ). A = I. Karena matriks elementer mempunyai invers matriks elementer pula, maka

A =(E 1 ( 1/2 )) -1 . (E 21 (-3) ) -1 .(E 12 (3)) -1 . (E 2 (- 2 )) -1 .I =E 1 ( 2 ). E 21 (3). E 12 (-3). E 2 (-1/ 2 )

Jadi

Bentuk perkalian matriks elementer ini tidak tunggal. Periksa bahwa A=E 21 .E 12 .E 21 (2).E 12 (1). Dapatkah kamu cari bentuk perkalian yang lain ? š

Definisi : Matriks B dikatakan ekivalen baris (row equivalent) dengan

matriks A, ditulis A ~

B, jika matriks B dapat diperoleh dari matriks A

dengan berhingga banyak operasi baris elementer Mengingat sifat a dari matriks elementer, definisi di atas dapat pula dinyatakan sebagai : matriks B dikatakan ekivalen baris dengan matriks A jika terdapat

matriks-matriks elementer E 1 ,E 2 , . . . . . ,E p sehingga B = E p E p-1 ...E 1 A .

Contoh.

⎡ 3 5 1 ⎤ A= ⎢ 2 0 3 ⎥ dan B = ⎢ 2 0 3 ⎥ adalah ekivalen baris, karena

B 13 − 1 ) ⎡ 3 ( 5 ⎤

B 32 ( − 1 ) ⎡

Sifat : 1. Jika A ekivalen baris dengan B, maka B ekivalen baris dengan A.

2. Jika A ekivalen baris dengan B dan B ekivalen baris dengan C, maka A ekivalen baris dengan C. Definisi : Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris (row-echelon form) jika memenuhi :

a. Jika terdapat baris yang tidak semua elemennya nol, maka elemen pertama yang tidak nol adalah 1, dan disebut 1 utama (pivot)

b. Jika terdapat baris yang semua elemennya nol, maka baris ini diletakkan pada baris paling bawah.

c. Pada sebarang dua baris yang berurutan yang tidak semua elemennya nol, 1 utama pada baris yang bawah terletak di sebelah kanan dari 1 utama baris di atasnya.

dan ⎢

Contoh : 0 1 3

Definisi : Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris tereduksi (reduced row-echelon form) jika matriks tersebut dalam bentuk eselon baris dan pada masing-masing kolom yang memuat 1 utama, elemen 1 merupakan satu-satunya elemen yang tidak nol.

Contoh.

dan 0 0 0 1

⎣ 0 0 0 ⎦ Definisi : Suatu matriks dikatakan dalam bentuk normal jika matriks tersebut memuat submatriks identitas. Ada 4 jenis bentuk normal yaitu : ⎡ I p 0 ⎤

⎥ , [ I p 0 ] , dan ⎥

dengan I p

adalah matriks identitas

⎡ 1 0 0 0 ⎤ Contoh. ⎢ 0 1 0 0 ⎥

Selain untuk menentukan bentuk eselon baris tereduksi, operasi baris elementer juga dapat digunakan untuk memperoleh invers dari suatu matriks non singular.

Jika A adalah matriks non singular, maka dengan melakukan sebanyak berhingga kali operasi baris elementer pada matriks [A| I] (matriks ini disebut perluasan dari matriks A) akan didapat matriks [I| B]. Misalkan untuk itu diperlukan n operasi baris elementer. Karena A dibawa ke I dan I dibawa ke B,

maka I = E 1 . E 2 . E 3 .... E n .A dan B = E 1 . E 2 . E 3 .... E n .I. Karena matriks elementer mempunyai invers maka dari perkalian yang pertama diperoleh

− 1 − 1 − 1 − 1 − 1 − 1 − 1 − A 1 = E n . E n − 1 .... E 2 E 1 . I sehingga AB = ( E n . E n − 1 .... E 2 E 1 ).( E 1 . E 2 .... E n − 1 . E n ) = I − 1 − 1 − 1 − dan 1 BA = ( E

2 .... E n − 1 . E n E n ).( E n − 1 .... E 2 E 1 . E 1 . E 2 .... E n − 1 . E n ) = I .

Ini berarti B adalah invers dari A, atau B = A -1 .

Contoh :

⎡ 1 1 1 ⎤ Jika A = ⎢ 2 0 2 ⎥ maka invers dari A dapat ditentukan sebagai berikut.

⎡ 1 1 1 1 0 0 ⎤ Dibentuk matriks [A| I] = ⎢ 2 0 2 0 1 0 ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎣ 2 − 2 1 0 0 1 ⎦ ⎥

Selanjutnya dengan melakukan operasi baris berikut ini : B 21 (-1), B 31 (-2),

B 12 (1/2), B 2 (1/2), B 32 (-2), B 13 (1), B 3 (-1), akan diperoleh matriks :

⎥ . Jadi A -1 = ⎢

Definisi : Rank dari matriks A dapat didefinisikan sebagai banyaknya baris

(kolom) tak nol dari bentuk eselon baris yang diperoleh dari matriks A.

Karena banyaknya baris (kolom) tak nol selalu kurang dari minimum diantara baris dan kolom, maka rank(A m xn ) ≤ min {m, n}.

Contoh :

⎡ 2 3 1 ⎤ Carilah rank dari matriks A = ⎢ 2 1 2 ⎥

Jawab : Jika matriks A dikenai operasi baris elementer B 1 (1/2), B 21 (-2), B 31 (-4),

B (-1/2), dan B

2 32 (2) kita memperoleh 0 1 − 1 / 2 ⎢ . Jadi rank(A) = 2. š ⎥

1.4. Determinan.

Determinan suatu matriks persegi sangat banyak gunanya dalam berbagai cabang matematika. Sebagai contoh pada aljabar, determinan digunakan untuk mencari jawab n persamaan linear dengan n variabel. Ada dua definisi determinan dilihat dari segi pendekatannya, pertama dengan pendekatan klasik, yaitu bertitik tolak pada fungsi permutasi, kedua dengan pendekatan bukan klasik, yaitu pada fungsi multilinear. Pada pembahasan kali ini kita mendefinisikan determinan dengan pendekatan klasik, yaitu melalui fungsi permutasi. Definisi : Permutasi bilangan asli, dinotasikan s, adalah susunan bilangan-

bilangan asli menurut suatu aturan tanpa menghilangkan atau mengulangi bilangan tersebut. Himpunan semua permutasi dari n ditulis dengan S n .

Contoh :

Permutasi dari barisan bilangan 1 dan 2 adalah (1,2) dan (2,1). Jadi S 2 = {(1,2), (2,1)} Permutasi dari bilangan 1,2, dan 3 adalah (1,2,3), (1,3,2), (2,3,1), (2,1,3), (3,1,2), dan (3,2,1). Jadi S 3 = {(1,2,3), (1,3,2), (2,3,1), (2,1,3), (3,1,2), (3,2,1)}. Kita lihat bahwa banyaknya permutasi 2 bilangan adalah 2, banyaknya permutasi 3 bilangan adalah 6. Secara umum banyaknya permutasi n bilangan adalah n!. Penulisan permutasi k bilangan adalah (j 1 ,j 2 ,...,j k ) dengan j i ≠ j k untuk

i ≠. k Definisi : Inversi pada suatu permutasi adalah terdapatnya bilangan yang lebih

besar mendahului bilangan yang lebih kecil, atau j i >j k untuk i < k.

Contoh :

Pada permutasi (2,1,3) terdapat 1 inversi yaitu 2 mendahului 1. Pada permutasi (3,2,1) terdapat 3 inversi yaitu : 3 mendahului 2, 3 mendahului 1, dan 2 mendahului 1. Definisi : Jika jumlah inversi dari suatu permutasi adalah genap, maka disebut

permutasi genap dan jika jumlah inversi suatu permutasi ganjil maka disebut permutasi ganjil.

Definisi : Tanda dari permutasi s, dinotasikan sgn(s), didefinisikan sebagai

⎧ + 1 , jika jumlah inversi σ genap

sign ( σ ) = ⎨

⎩ − 1 , jika jumlah inversi σ gasal

Contoh : Jika s = (2,1,3) maka sgn(s) = -1. Jika s = (3,2,1) maka sgn(s) = -1.

Definisi : Determinan dari matriks A n xn didefinisikan sebagai :

det( A ) = ∑ sgn( σ ). a 1 j 1 . a 2 j 2 a 3 j 3 .... a nj n

Contoh :

⎡ a 11 a 12 ⎤ Jika A = ⎢

⎥ maka S 2 = {(1,2), (2,1)} dengan sgn(1,2) = +1, sgn(2,1) = -1 ⎣ a 21 a 22 ⎦

sehingga det( A ) = a 11 a 22 − a 12 a 21 ⎡ a 11 a 12 a 13 ⎤

Jika A = ⎢ a 21 ⎥ a 22 a 23 maka S 3 = {(1,2,3), (1,3,2), (2,3,1), ((2,1,3), (3,1,2),(3,2,1)} ⎢

⎥ ⎣ ⎢ a 31 a 32 a 33 ⎥ ⎦

dengan sgn(1,2,3) = +1, sgn(2,3,1) = +1, sgn(3,1,2) = +1, sgn(1,3,2) = -1, sgn(2,1,3)=-1,

dan sgn(3,2,1) = -1. Sehingga det(A) = a 11 a 22 a 33 + a 12 a 23 a 31 + a 13 a 21 a 32 - a 11 a 23 a 32 - a 12 a 21 a 33 - a 13 a 22 a 31 .

Apabila contoh tersebut diterapkan pada matriks A =

⎢ ⎥ ⎢ 3 4 ⎥ dan B = 2 4 5

maka det(A) = 2.4 - 3.3 = -1 dan det(B) = 3.4.6 + 2.5.0 + 1.2.1 - 3.5.1 - 2.2.6 -

1.4.0 = 35. š Dari definisi di atas, apabila A suatu matriks segitiga (atas ataupun bawah) maka det(A) pasti bernilai nol sebab satu-satunya suku tidak nol adalah perkalian

elemen-elemen diagonal utama. Jadi jika A n xn = () a ij maka det(A) = a 11 .a 22 . ... .a nn .

Selanjutnya sifat-sifat yang berlaku pada determinan adalah :

1. Nilai determinan matriks A sama dengan nilai determinan transposenya, yaitu det(A) = det(A t )

⎡ a 11 a 12 ⎤

⎡ a 11 a 21 ⎤

Contoh : Jika A = ⎢

maka A

det( A ) = a 11 a 22 − a 12 a det( A 21 t dan ) = a 11 a 22 − a 12 a 21 .

2. Jika setiap elemen pada suatu baris atau kolom matriks A bernilai nol, maka det(A) = 0.

⎢ ⎥ maka det(B) = 3.4.0 + 2.5.0 + 1.2.0 - 3.5.0 - 2.2.0 - ⎣ ⎢ 0 0 0 ⎦ ⎥

Contoh : B = 2 4 5

3. Jika matriks A mempunyai dua baris atau dua kolom yang sama (elemen yang bersesuaian bernilai sama), maka det(A) = 0.

⎢ ⎥ maka det(C) = 3.4.5 + 2.5.2 + 1.2.4 - 3.5.4 - 2.2.5 - ⎣ ⎢ 2 4 5 ⎥ ⎦

Contoh : C = 2 4 5

4. Jika matriks B diperoleh dengan menukar dua baris atau dua kolom matriks A maka det(B) = - det(A).

⎡ 3 2 1 ⎤ Contoh : Matriks A = ⎢ 2 4 5 ⎥ , det (A) = 35. Dengan menukar baris 1 dan

⎡ 0 1 6 ⎤ baris 3 matriks A diperoleh matriks C = ⎢ 2 4 5 ⎥ dengan det(C) = 0.4.1 +

1.5.3 + 6.2.2 - 0.5.2 - 1.2.1 - 6.4.3 = -35.

5. Jika matriks B diperoleh dengan mengalikan satu baris atau satu kolom matriks

A dengan skalar k ≠0, maka det(B) = k.det(A).

Contoh :

⎡ 3 2 1 ⎤ Matriks A = ⎢ 2 4 5 ⎥ , det (A) = 35. Dengan mengalikan baris ke tiga matriks

A dengan 3, diperoleh matriks C = ⎢ 2 4 5 ⎢ ⎥ ⎥ dengan det(C) = 3.4.18 + 2.5.0 +

1.2.3 - 3.5.3 - 2.2.18 - 1.4.0 = 105.

6. Jika A, B, dan C matriks yang identik (sama) kecuali pada satu baris. Pada baris yang tidak identik ini, baris matriks C merupakan jumlahan dari baris matriks

A baris matriks B, maka det(C) = det(A) + det (B).

Contoh :

⎡ 4 2 2 ⎤ Misalkan A = ⎢ 2 4 5 ⎥ ,B= ⎢ 2 4 5 ⎥ , dan C = ⎢ 2 4 5 ⎥ . Maka det(A) = 35,

det(B) = 1.4.6 + 0.5.0 + 1.2.1 - 1.5.1 - 0.2.6 - 1.4.0 = 21. det(C) = 4.4.6 + 2.5.0 + 2.2.1 - 4.5.1 - 2.2.6 - 2.4.0 = 56.

7. Jika matriks B diperoleh dari matriks A dengan menambah satu baris dengan k kali baris yang lain, maka det(B ) = det(A).

Contoh :

⎥ dan B = ⎢ −

Misalkan A = ⎢ 2 4 5 ⎥

⎥ . Maka det(A) = 35, det(B) = 3.2.6

+ 2.4.0 + 1.(-1).1 - 3.4.1 - 2.(-1).6 - 1.2.0 = 35. Dari 7 sifat di atas kita dapat mengubah sebarang matriks menjadi matriks segitiga dengan operasi baris elementer jenis tersebut, tanpa mengubah nilai determinannya.

Contoh :

Misal A = ⎢ 2 4 5 ⎥ , dengan operasi B 21 (-2/3) dilanjutkan B (-3/8) diperoleh ⎢

, sehingga det(A) = det(B ) 3 . ⎢ . ⎥ = 35.

matriks B = 0 8 / 3 13 / 3

1.5. Ekspansi Kofaktor

Definisi : Jika A adalah matriks persegi maka minor dari elemen a ij, dinyatakan

dengan M ij , adalah determinan tingkat (n-1) yang diperoleh dengan

mencoret baris ke i dan kolom ke j dari matriks A.

Bilangan (-1) i+j M ij , dinyatakan dengan K ij , dinamakan kofaktor entri a ij .

Contoh :

Misal A = 2 0 2 ⎥ , maka M 11 = det ⎢

⎥ = 4 dan K 11 = (-1) ⎢ 1+1 M 11 = 1.4 = 4.

Selanjutnya M 12 = det ⎢ ⎥ = -2 dan K 12 = (-1) 1+2 M 12 = -1.( -2) = 2. Secara

sama diperoleh M 13 = -4 , M 21 = 3, M 22 = -1 , M 23 = -4 , M 31 = 2, M 32 = 0, dan M 33 = -2. Kemudian didapat K 13 = -4 , K 21 = -3, K 22 = -1 , K 23 =4, K 31 = 2, K 32 =

0, dan K 33 = -2. š Dari penghitungan kofaktor elemen suatu matriks kita dapat menghitung determinan dan invers dari suatu matriks.

Definisi : Jika A = () a ij , maka determinan A didefinisikan sebagai :

det( A ) = ∑ ( − 1 ) i j a ij M ij = ∑ a ij K ij (ekspansi baris ke i), atau

det( A ) = ∑ ( − 1 ) i j a ij M ij = ∑ a ij K ij

(ekspansi kolom ke j)

Contoh :

⎥ Jika A = 2 0 ⎢ 2 ⎥ maka det(A) = 1. K 11 + 1. K 12 + 1. K 12 = 4 + 2 + (-4) = 2. Atau

⎢ ⎣ 2 − 2 1 ⎦ ⎥ det(A) = 2. K 21 + 0. K 22 + 2. K 23 = 2.(-3) + 0. (-1) + 2.4 = .(-6) + 8 = 2. Cobalah

hitung dengan ekspansi kolom. š

Definisi : Jika A = () a ij matriks persegi maka matriks K = () K ij dengan K ij adalah

kofaktor dari a ij dinamakan matriks kofaktor dari A . Transpose dari

matriks kofaktor disebut matriks adjoin dari A, dinotasikan adj(A).

Contoh :

⎡ 4 − 3 2 ⎤ Jika A = ⎢ 2 0 2 ⎥ , maka K = ⎢ − 3 − 1 4 ⎥ , dan adj(A) = ⎢ 2 − 1 0 ⎥ .

Teorema : Jika A matriks yang mempunyai invers maka A =

adj ( A ) . det( A )

Contoh :

⎡ 1 1 1 ⎤ ⎡ 4 − 3 2 ⎤ ⎡ 2 − 3 / 2 1 ⎤ Jika A = ⎢ 2 0 2 ⎥

, maka A = ⎢ 2 − 1 0 ⎥ = ⎢ 1 − 1 / 2 0 ⎥ . ⎢

1. Diberikan matriks A = 2 − 1 , B = ⎢

⎥ , F = [ 1 2 3 ] , G = , dan H = [ 0 1 1 ] . Manakah di antara

operasi berikut yang dapat dilakukan ? Jika dapat dilakukan tentukan hasilnya, jika tidak dapat dilakukan berikan alasannya.

l. (AB) t

2. Berikan satu contoh matriks simetris ukuran 3 x 3.

3. Berikan satu contoh matriks simetris miring A yang berukuran 3 x 3. Apakah

A +A t juga simetris miring ? Berikan alasannya.

4. Jika C = ⎢ − 1 0 3 ⎥ dan D = ⎢ 0 1 − 1 ⎥ , hitunglah :

c. C (CD)

f. C 2 - DC

5. Lakukan operasi baris elementer B 2 (- 2 ), B 21 (2), B 13 ,B 23 (- 2 ), B 12 (-1),dan B 1 (3) pada matriks berikut. ⎡ 1 3 ⎤

a. A = ⎢ 2 − 1 ⎥ b. B = ⎢ 0 1 − 1 ⎥ c. C = ⎢ − 1 0 3 ⎥ ⎢

6. Dapatkan invers dari matriks elementer berikut. ⎡ 1 0 0 ⎤

a. ⎢ 0 0 1 ⎥ b. ⎢ 0 1 1 ⎥ c. ⎢ 0 1 0 ⎥ ⎢

7. Tentukan bentuk eselon baris dari matriks berikut. Catatlah operasi baris elementer yang dilakukan untuk mendapatkan bentuk eselon barisnya. Dapatkan pula bentuk eselon baris tereduksinya

a. A = ⎢ 2 − 1 ⎥ b. B = ⎢ 0 1 − 1 ⎥ c. C = ⎢ − 1 0 3 ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥

8. ll

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

The effect of personal vocabulary notes on vocabulary knowledge at the seventh grade students of SMP Muhammadiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23

CHAPTER I INTRODUCTION - The effectiveness of anagram on students’ vocabulary size at the eight grade of MTs islamiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Sebelumnya - Perbedaan penerapan metode iqro’ di TKQ/TPQ Al-Hakam dan TKQ/TPQ Nurul Hikmah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 26