PERSPEKTIF AUDITOR MENGUKUR KINERJA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

  

PERSPEKTIF AUDITOR MENGUKUR KINERJA

DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SEBAGAI

VARIABEL PEMODERASI

  a* b

Komang Krishna Yogantara , Komang Fridagustina Adnantara

a,b

  Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Triatma Mulya, Badung, Bali- Indonesia

  • (krisna.yogan69@gmail.com)

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan, konflik peran dan

kelebihan peran mempengaruhi kinerja auditor yang dimoderasi oleh kecerdasan

emosional. Kemampuan seorang auditor untuk dapat mengendalikan emosi dalam dirinya

adalah salah satu kunci untuk keluar dari tekanan konflik dan kelebihan peran dan

menjadikan gaya kepemimpinan seseorang menjadi lebih baik. Penelitian ini

menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh auditor di Kantor Akuntan Publik se-Provinsi Bali.

Sampel dipilih metode purposive sampling dan hipotesis diuji dengan moderated

regression analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukkan Gaya kepemimpinan

mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja auditor. Konflik peran mempunyai

pengaruh negatif terhadap kinerja auditor. Kelebihan peran mempunyai pengaruh negatif

terhadap kinerja auditor. Kecerdasan emosional memoderasi pengaruh gaya

kepemimpinan pada kinerjaauditor. Kecerdasan emosionalmemoderasi pengaruhkonflik

peran pada kinerja auditor. Kecerdasan emosional memoderasi pengaruh kelebihan peran

pada kinerja auditor.

  Kata Kunci: Perspektif Auditor, Kinerja, Kecerdasan Emosional

PENDAHULUAN kepercayaanya. Dalam melaksanakan

  Profesi sebagai akuntan publik tugasnya, seorang auditor harus memiliki peranan penting di bersikap profesional yang dilihat dari masyarakat yang berhubungan kinerja dalam melaksanakan tugas dengan tugas dan tanggung jawab dan fungsinya. Kondisi kerja yang auditor.Akuntan Publik mempunyai kurang kondusif mempengaruhi peran penting terutama dalam kinerja auditor, sehingga peningkatan kualitas dan kredibilitas mempengaruhi kepercayaan informasi keuangan atau laporan masyarakat terhadap akuntan publik keuangan suatu entitas. Hal ini sebagai pihak yang independen dalam menyebabkan para pemakai laporan pengauditan laporan keuangan. keuanganseperti investordan kreditur Terdapat tiga faktor utama yang sangat dipengaruhi oleh pendapat mempengaruhi kinerja seseorang, akuntan publik sebelum memberikan salah satu faktor utamanya adalah gaya kepemimpianan dan peran (Ulum dan Purnamasari, 2015). Gaya kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang utama dalam mempengaruhi kinerja seseorang.

  Menurut Rivai dan Mulyadi (2012:2) menyatakan gaya kepemimpinan merupakan pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak ataupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan upaya membimbing, memandu, mengarahkan, dan mengontrol pikiran, perasaan, atau prilaku seseorang atau sejumlah orang untuk dapat mencapai tujuan tertentu.

  Faktor lain yang mempengaruhi kinerja auditor adalah peran auditor. Auditor dalam menjalankan tugasnya, biasanya dihadapkan oleh potensi konflik peran maupun kelebihan peran. Konflik peran dapat menimbulkan rasa yang tidak nyaman dalam situasi bekerja dan bisa menurunkan motivasi kerja karena mempunyai dampak negatif terhadap perilaku individu, seperti penurunan kepuasan kerja, timbulnya ketegangan kerja, banyaknya terjadi perpindahan sehingga dapat menurunkan kinerja auditor secara menyeluruh (Fanani dkk., 2008). Konflik peran terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan yang disampaikan pada individual di dalam organisasi dengan orang lain di dalam dan di luar organisasi.Peran ganda tersebut menyebabkan auditor sering berada pada posisi yang bertentangan. Sedangkan kelebihan peran (role

  conflict) adalah suatu keadaan dimana

  seseorang terlalu memiliki banyak pekerjaan untuk dilaksanakan pada waktu tertentu (Ulum dan Purnamasari, 2015).

  Individu yang mengalami tekanan konflik dan kelebihan peran akan mengalami kecemasan, menjadi lebih tidak puas dan melakukan pekerjaan dengankurang efektif dibandingkan individu lain sehingga menurunkan kinerja mereka.Oleh sebab itu dibutuhkannya suatu solusi yang dapat keluar dari tekanan konflik dan kelebihan peran tersebut dan untuk dapat meningkat kinerja seseorang.

  Penelitian tentang gaya kepemimpinan, terhadap kinerja perusahaan bisnis manufaktur sudah sering dilakukan, tetapi masih jarang sekali dilakukan penelitian dalam perusahaan bisnis non-manufaktur. Wibowo (2009) membuktikan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.Fanani dkk. (2008), Widyastuti dan Sumiati (2011), Trisnawati dan Badera (2015) menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh pada kinerja, namun penelitian Firdaus (2007) dan Ulum

  Yogantara,Adnantara-Perspektif Auditor mengukur kinerja dengan .....

  dan Purnamasari (2015) Septiawan, dkk (2012) menyatakan bahwa konflik peran tidak berpengaruh pada kinerja. Agustina. (2009) menyatakan bahwa kelebihan peran berpengaruh pada kinerja sedangkan penelitian Firdaus (2007) dan Ulum dan Purnamasari (2015) menyatakan bahwa kelebihan peran tidak berpengaruh pada kinerja. Sanjaya (2012) meneliti mengenai peran kecerdasan emosi sebagai pemoderasi pada stress kerja. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kecerdasan emosi melemahkan pengaruh stres kerja terhadap kinerja. Merujuk hasil penelitian sebelumnya, terdapat inkonsistensi dalam penelitian tersebut. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian kembali pada variabel - variabel tersebut.

  Penelitian ini akan menguji gaya kepemimpinan, konflik peran dan kelebihan peran terhadap kinerja yang dimoderasi oleh kecerdasan emosional. (Choiriah, 2013) menyatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semangat optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati sehingga dapat membantu dalam meningkatkan kinerja.

  Kemampuan seorang auditor untuk dapat mengendalikan emosi dalam dirinya adalah salah satu kunci untuk keluar dari tekanan konflik dan kelebihan peran dan menjadikan gaya kepemimpinan seseorang menjadi lebih baik. Ismail et al. (2009) menyatakan bahwa studi terbaru dalam bidang stres menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki kemampuan untuk mengelola stres mempunyai pengaruh yang signifikan pada kinerja karyawan. Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara gaya kepemimpinan, konflik peran, kelebihan peran terhadap kinerja auditor secara parsial serta untuk mengetahui kecerdasan emosional memoderasi pengaruh antara gaya kepemimpinan, konflik peran dan kelebihan peran terhadap kinerja auditor.

  Penelitian ini sangat penting dilakukan mengingat auditor merupakan profesi dengan tingkat stres yang tinggi sehingga kemampuan untuk mengelola emosi sangat penting untuk dimiliki dalam mengaudit laporan keuangan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu akuntansi, khususnya bidang auditing berkaitan dengan gaya kepemimpinan, konflik peran, kelebihan peran dan kinerja auditor. Selain itu diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi empiris terhadap teori tentang gaya kepemimpinan, konflik peran, kelebihan peran dan kinerja auditor. Manfaat lain dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi auditor di Kantor Akuntan Publik Provinsi Bali mengenai gaya kepemimpinan, konflik peran, kelebihan peran dan kinerja auditor sehingga kedepannya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan auditor dalam mengaudit laporan keuangan.

  TELAAH LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Kinerja auditor

  Menurut Trisnaningsih (2007) kinerja auditor adalah tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang sudah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur dengan melalui pengukuran tertentu (standar), dimana kualitas berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang sudah direncanakan.

  Menurut Ulum dan Purnamasari (2015) hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan padanya, dan menjadisalah satu tolak ukur yang digunakan dalam menentukan apakah suatu pekerjaan yang dilakukan akan baik atau sebaliknya.

  Gaya Kepemimpinan

  Menurut Robbins (2011:410), kepemimpinan adalah “Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian suatu visi atau tujuan”. Kepemimpinan merupakan salah satu dari tiga aktivitas dalam tindakan supervisi. Salah satu pendekatan kepemimpinan yang paling banyak diteliti adalah teori jalur sasaran (Path-goal theory). Dasar dari teori ini adalah bahwa tugas seorang pemimpin adalah membantu anggotanya dalam memberi informasi, dukungan, dan sumber daya lain yang penting dalam mencapai tujuan mereka (Robbins, 2011:418). Menurut teori ini, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sumber kepuasan saat itu atau masa datang.

  Rivai dan Mulyadi (2012:2) menyatakan gaya kepemimpinan

  Yogantara,Adnantara-Perspektif Auditor mengukur kinerja dengan .....

  merupakan pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, sifat, keterampilan dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.

  Ulum dan Purnamasari (2015) menyatakan bahwa terdapat dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu: a) Consideration.

  Consideration (konsiderasi)

  merupakan gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, menghargai gagasan bawahan, kekeluargaan dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan parsial.

  b) Initiating structure

  Initiating structure (struktur inisiatif)

  adalah gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mendefinisikan dan mengorganisasikan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar.

  Konflik Peran

  Menurut Fanani, dkk. (2008) konflik peran merupakan suatu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokrasi organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian profesional. Kondisi tersebut biasanya terjadi disebabkan adanya dua perintah yang berbeda yang diterima secara bersamaan, dan pelaksanaan salah satu perintah saja akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain.

  Ulum dan Purnamasari (2015), mengemukakan ketidaksamaan atau ketidakcocokan dapat memunculkan berbagai bentuk konflik yaitu: 1) Konflik antara internal standar dan perilaku peran yang telah ditentukan. 2) Konflik antara waktu, sumber daya, atau kemampuan orang yang memegang peran penting, serta perilaku peran yang telah ditentukan. 3) Konflik antara beberapa peran yang dimiliki oleh orang yang sama yang memerlukan perilaku yang berbeda atau memiliki perilaku yang tidak sama, atau perubahan pada perilaku sebagai akibat pada suatu situasi.

  4) Konflik pada ekspektasi dan permintaan organisasi yang terjadi dalam ketidakcocokan peraturan. konflik yang terjadi karena permintaan peran lain, serta ketidakcocokan standar evaluasi.

  Kelebihan Peran

  Kelebihan peran (role overload) adalah konflik yang muncul dari harapan bahwa seseorang dapat melaksanakan suatu tugas yang luas yang mustahil untuk dikerjakan dalam waktu yang terbatas (Agustina: 2009). Menurut Ulum dan Purnamasari (2015) kelebihan peran (role conflict) merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki banyak pekerjaan untuk dilaksanakan pada suatu waktu tertentu. Kelebihan peran akan terjadi ketika seorang karyawan/professional mempunyai terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan dibawah tekanan jadwal yang sangat ketat.

  Kecerdasan Emosional

  Menurut (Choiriah, 2013) kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan di bidang emosi yaitu kemampuan mengendalikan emosi, kesanggupan menghadapi frustasi, semamgat optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati (Choiriah, 2013). Penggunaan emosi yang efektif akan dapat mencapai tujuan dalam membangun hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan kerja.

  Secara konseptual, kerangka kerja kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh (Choiriah, 2013) meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut: 1) Kesadaran Diri (Self Awarness) 2) Pengaturan Diri (Self Management) 3) Motivasi Diri (Self Motivation) 4) Empati (Emphaty) 5) Keterampilan Sosial (Relationship

  Management) Hipotesis

  Hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H

  1 : Gaya kepemimpinan memiliki

  pengaruh positif terhadap kinerja Auditor. H

  2 : Konflik peran memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja Audit.

  H

  3

  : Kelebihan peran memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja Audit. H

  4

  : Kecerdasan emosional memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor.

  Yogantara,Adnantara-Perspektif Auditor mengukur kinerja dengan .....

  H : Kecerdasan emosional Model Penelitian

  5

  memoderasi pengaruh konflik Berikut adalah model yang peran terhadap kinerja auditor. digunakan dalam penelitian ini. H : Kecerdasan emosional

  6

  memoderasi pengaruh kelebihan peran terhadap kinerja auditor.

  Gaya Kepemimpinan Konflik Peran Kinerja Auditor Kelebihan Peran

  Kecerdasan Emosional

  Gambar 1 Model penelitian

  

METODE dianggap merepresentasikan auditor

Data penelitian ini diperoleh yang ada.

  melalui proses wawancara serta Identifikasikan variabel-variabel melalui penyebaran kuesioner. penelitian sebagai berikut Kuesioner yang digunakan adalah 1) Variabel dependen dalam kuesioner berstruktur, yaitu penelitian ini adalah kinerja responden tinggal memberikan tanda auditor. Dalam penelitian ini, atau mengisi tanda (checklist) menurut kinerja auditor diukur dengan skala yang telah ditentukan. Skala empat indikator yang digunakan pengukuran yang digunakan dalam oleh Fanani, dkk (2008). penelitian ini dibuat dalam bentuk 2) Variabel independen dalam skala likert, dengan memberikan skor penelitian ini adalah: 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan

  a. Gaya Kepemimpinan. Penelitian skor 5 (sangat setuju). Penelitian ini ini diukur dengan delapan dilakukan di Kantor Akuntan Publik di indikator yang dikembangkan Provinsi Bali. Populasi dalam oleh Ulum dan Purnamasari penelitian ini adalah para auditor yang

  (2015). bekerja di Kantor Akuntan Publik di.

  b. Konflik Peran. Penelitian ini Provinsi Bali yang berjumlah 88 orang diukur dengan empat indikator auditor. Dipilih sebagai lokasi yang dikembangkan oleh penelitian dikarenakan jumlah Fanani, dkk (2008). responden sudah memadai dan sudah c. Kelebihan Peran. Penelitian ini diukur dengan tiga indikator yang diadopsi dari Ulum dan Purnamasari (2015). 3) Variabel moderasi dalam penelitian ini kecerdasan emosional.Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrument yang digunakan dari Marita dkk. (2008)

  Pengujian instrumen dilakukan melalui pengujian validitas dan pengujian reliabilitas (keandalan). Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Setelah dilakukan uji asumsi klasik, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Model atas pengujian hipotesis menggunakan moderated

  regression analysis (MRA) yang

  merupakan aplikasi khusus regresi linier berganda untuk menentukan hubungan antara dua variabel yang dipengaruhi oleh variabel ketiga atau variabel moderating dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel bebas).

  Agar instrumen penelitian yang berupa koesioner dapat memberikan data sesuai yang diharapkan, maka perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen tersebut. Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan hasil uji perhitungan nilai korelasi product

  moment dari tiap butir pernyataan

  diperoleh hasil yang besarnya koefisien korelasinya > 0,30. Hal ini berarti bahwa semua butir pernyataan dalam koesioner tersebut dapat dikatakan valid. Untuk uji reliabilitas hasil perhitungan nilai koefisien Alpha

  Cronchbach dari masing - masing

  variabel diperoleh hasil yang besarnya > 0,6. Hal ini menunjukkan semua variabel dalam koesioner tersebut dapat dikatakan reliabel.

  Selanjutnya ialah uji asumsi klasik dengan menggunakan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji

  heteroskedastisitas. Hasil uji

  normalitas dapat diketahui bahwa uji

  Kolmogorov Smirnov mempunyai nilai

  sebesar 0.053 dan asym.sig. (2-tailed) mempunyai signifikansi dimana nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua variabel terdistribusi normal.

  Hasil uji multikolonearitas menujukkan bahwa tolerance bernilai diatas 0,10, yaitu, Gaya Kepemimpinan sebesar 0.336, Konflik Peran sebesar 0.226, Kelebihan Peran sebesar 0.442 dan Kecerdasaan Emosional sebesar 0.970 namun nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

  VIF kurang dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa antarvariabel tidakterjadipersoalanmultikolinearitas.

  Yogantara,Adnantara-Perspektif Auditor mengukur kinerja dengan .....

  Hasil uji heteroskedastisitas menunjukan bahwa masing-masing variabel mempunyainilai signifikansi yang lebih besar 0,05 (α = 5%) atau tidak signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang akan digunakan tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.

  Uji Hipotesis

  Pengujian hipotesis pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi (Sig.t) koefisien sebesar 0,006 lebih kecil dari α = (0,05), artinya gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja auditor. Koefisien regresi variabel Gaya kepemimpinan (X1) sebesar 21,242menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.Jadi semakin sesuai gaya kepemimpinan maka kinerja auditor akan semakin baik. Seseorang yang memiliki kepemimpinan yang sesuai, baik kepeminpinan secara Consideration dan Initiating structure, maka akan membuat bawahan atau anggota tim merasa nyaman dan senang sehingga dapat meningkatkan kinerja bawahannya. Jadi hipotesis pertama diterima, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Trisnaningsih (2007); Ulum dan Purnamasari (2015)menyebutkan adanya pengaruh positif antara gaya kepemimpinan dan kinerja auditor.

  Pengujian hipotesis kedua dilakukan untuk mengetahui pengaruh konflik peran terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi (Sig.t) koefisien sebesar 0,013 lebih kecil dari α = (0,05), artinya konflik peran berpengaruh terhadap kinerja auditor. Koefisien regresi variabel konflik peran (X2) sebesar -10,466 menjelaskan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor. Jadi semakin tinggi konflik peran maka kinerja auditor akan semakin rendah. Pekerjaan yang berbeda dalam satu waktu membuat auditor mengalami konflik peran dan membuat auditor mengalami tekanan dan stress dalam bekerja. Hal ini membuat seorang auditor akan mengalami penurunan kinerja. Jadi hipotesis kedua diterima, hal ini sejalan dengan penelitian Fanani, et al. (2008) dan Ulum dan Purnamasari (2015) yang menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor.

  Pengujian hipotesis ketiga dilakukan untuk mengetahui pengaruh kelebihan peran terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi (Sig.t) koefisien sebesar 0,014 lebih kecil dari α = (0,05), artinya kelebihan peran berpengaruh terhadap kinerja auditor. Koefisien regresi variabel kelebihan peran (X3) sebesar-20,700menjelaskan bahwa kelebihan peran berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor. Jadi semakin tinggi kelebihan peran maka kinerja auditor akan semakin rendah. Biasanya auditor akan mengalami banyak pekerjaan dalam mengaudit dan menyebabkan banyak tekanan baik dari pihak perusahaan maupun pihak pemimpin tim. Sehingga akan menyebabkan pada penurunan kinerja. Jadi hipotesis ketiga diterima, hal ini sejalan dengan penelitian Agustina (2009) dan Ulum dan Purnamasari (2015) yang menyatakan bahwa kelebihan peran memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja auditor.

  Pengujian hipotesis keempat dilakukan untuk mengetahui kemampuan kecerdasan emosional dalam memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi (Sig.t) koefisien sebesar 0,008 lebih kecil dari α = (0,05), artinya kecerdasan emosional mampu memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan pada kinerja auditor. Jadi dapat dijelaskan bahwa Kecerdasan emosional memperkuat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor, Sehingga hipotesis keempat diterima. Kecerdasan emosional membuat seorang pemimpin dapat dengan mudah beradaptasi dalam lingkungan atau situasi yang berbeda, memiliki sikap tanggung jawab dalam memimpin bawahannya serta memiliki tujuan atau visi dan misi yang jelas (Ulum dan Purnamasari, 2015). Sehingga seseorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosionalakan dapatmemiliki gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang ada dan akan berbeda dengan seseorang pemimpin yang kurang dalam kecerdasan emosionalnya.

  Pengujian hipotesis kelima dilakukan untuk mengetahui kemampuan kecerdasan emosional dalam memoderasi pengaruh konflik peran terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi (Sig.t) koefisien sebesar 0,016 lebih kecil dari α = (0,05), artinya kecerdasan emosional sebagai variabel moderasi yang mempengaruhi konflik peran terhadap kinerja auditor, Sehingga hipotesis kelima diterima. Diterimanya penelitian ini dikarenakan dengan adanya kecerdasaan emosional mampu dalam menyelesaikan masalah yang ada. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian (Widyastary. dkk, 2014).

  Pengujian hipotesis keenam dilakukan untuk mengetahui kemampuan kecerdasan emosional dalam memoderasi pengaruh

  Yogantara,Adnantara-Perspektif Auditor mengukur kinerja dengan .....

  kelebihan peran terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian menunjukan nilai signifikansi (Sig.t) koefisien sebesar 0,011 lebih kecil dari α = (0,05), artinya kecerdasan emosional mampu memoderasi pengaruh kelebihan peran terhadap kinerja auditor. Sehingga hipotesis keenam diterima. Kecerdasan emosional memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif, berwawasan jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat orang tersebut dapat bekerja lebih baik (Isabella, 2011). Ketika seseorang mengalami pekerjaan yang terlalu banyak yang menyebabkan pada penurunan kinerja, maka dengan kecerdasan emosional seseorang dapatmengatasi dan mengontrol kelebihan peran tersebut.

  KESIMPULAN,

IMPLIKASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN

  Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: (1) Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja auditor. (2) Konflik peran mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja auditor. (3) Kelebihan peran mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja auditor. (4) Kecerdasan emosional memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan pada kinerjaauditor. (5) Kecerdasan emosionalmemoderasi pengaruhkonflik peran pada kinerja auditor. (6) Kecerdasan emosional memoderasi pengaruh kelebihan peran pada kinerja auditor.

  Keterbatasan dalam penelitian ini adalah ruang lingkup penelitian ini hanya di lakukan pada Kantor Akuntan Publik di Provinsi Bali sehingga terbatas generalisasinya. Keterbatasan dalam penelitian ini diharapkan dapat diperbaiki oleh penelitian selanjutnya: (1) Penelitian selanjutnya dapat menggunakan responden yang berbeda, seperti misalnya auditor internal dan auditor pemerintah. (2) Penelitian ini hanya dilakukan di Bali, akan menjadi lebih baik apabila penelitian selanjutnya menggunakan responden auditor dari KAP yang ada di kota besar yang memiliki kegiatan yang lebih kompleks. (3) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan variabel moderating yang berbeda.

  REFERENSI

  Agustina, Lidya. 2009. Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Kelebihan Peran terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Auditor (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik yang Bermitra dengan Kantor Akuntan Publik Big Four di Wilayah DKI Jakarta). Jurnal Akuntansi.

  Choiriah, Anis. 2013. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor Dalam Kantor Akuntan Publik

  (Studi Empiris Pada Auditor dalam Kantor Akuntan Publik di Kota Padang dan Pekanbaru). Universitas Negeri Padang. Fanani, Zaenal, Hanif, R. A, dan

  Dinamika Manajemen 3: 155-163.

  Widyastary, Ida Ayu Paramita, Geriantara Wirawan Yasa dan Wirakusuma, Made Gede. 2014.

  Akuntabilitas 10: 168.

  Influence of Role Conflict, Role Ambiguity and Role Overload toward Auditors Performance.

  Widyastuti, Tri dan Sumiati, Eti. 2011.

  Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

  Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan, dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Daerah Istimewa Yogyakarta).

  16-15 September 2015. Medan. Wibowo, Hian Ayu Oceani. 2009.

  Ulum, Roudhotul dan Purnamasari, Pupung. 2015. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Konflik Peran, Kelebihan Peran Terhadap Kinerja Auditor dengan Kecerdasan Spiritual Sebagai Variabel Pemoderasi. Simposium NasionalAkuntansi (SNA) XVIII.

  Universitas Udayana 10.3: 677- 690. ISSN: 2302-8556.

  Trisnawati, Meita dan Badera, I Dewa Nyoman. 2015. Pengaruh Ketidakjelasan Peran, Konflik Peran Pada Kinerja Auditor Dengan Struktur Audit Sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi

  Trisnaningsih, S,. 2007. Perbedaan Kinerja Auditor Dilihat dari Segi Gender. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.

  Akuntansi, Vol. 3, No. 2, Jakarta: Hal. 11-24.

  Septiawan, A., Ethika., dan Fauziati, P., 2012, Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Auditor, Jurnal Bisnis dan

  Sanjaya, Frangky. 2012. Peran Pemoderasi Kecerdasan Emosi pada Stress Kerja. Jurnal

  Subroto,

  Organizatinal Behaviour, New Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc.

  2012. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Robbins, Timothi A. Judge., 2011,

  Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Cetakan ke-9, Maret

  Rivai, V. dan Mulyadi, D. 2012.

  Marita. 2008. Kajian Empiris atas Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional dalam mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.

  Applied Economics: 3-14.

  Dollah, N.F,. 2009. Relationship between Occuptional Stress, Emotional Intelligence and Job Performance: An Empirical Study in Malaysia. Theoretical and

  Jurusan akuntansi. Semarang. Ismail, A., Suh-Suh, Y., Ajis, M.N.,

  emosional, Kecerdasan spiritual dan Kecerdasan intelektual terhadap kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik. Skripsi

  Isabella. 2011. Pengaruh kecerdasan

  Firdaus. 2007. Hubungan antara Mentoring, Tekanan Peran dan Kinerja Akuntan Pendidik. Jurnal Akuntansi & Manajemen.

  Akuntansi dan Keuangan Indonesia.

  B. 2008. Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, dan Ketidakjelasan Peran terhadap Kinerja Auditor. Jurnal

  Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran dan Kelebihan Peran padaKinerja Auditor dengan Kecerdasan EmosionalSebagai Variabel Pemoderasi (StudiEmpiris pada Kantor Akuntan Publik Se- Provinsi Bali).SNA 17 Mataram, LombokUniversitas Mataram 24- 27 Sept 2014.