BAB III - Bahan kimia dari Batubara

BAB III
BAHAN KIMIA DARI BATUBARA

Kebanyakan bahan kimia dari batubara pada mulanya diperoleh
melalui proses distilasi destruktif, yang menghasilkan terutama
bahan-bahan aromatik. Beberapa tahun terakhir ini, sebagian besar
zat aromatik, terutama benzena, toluena, xilena, naftalena dan
metilnaftalena didapat dari pengolahan minyak bumi.

Dengan

semakin majunya penerapan konversi batubara secara kimia, lebih
banyak lagi jenis bahan kimia yang bisa dibuat dari batubara.
Batubara merupakan bahan bakar penting di Amerika Serikat, tetapi
petrokimia merupakan sumber bahan baku dasar penting di industri,
seperti industri zat warna, obat-obatan, pestisida dan elastomer serta
bahan plastik. Batubara merupakan cadangan bahan baku yang
mendapat perhatian dan terbesar di dunia. Batubara juga merupakan
bahan sumber energi yang murah untuk pemanasan maupun
pembangkit tenaga yang diperlukan untuk suatu proses.
3.1. DISTILASI DESTRUKTIF BATUBARA

Bila batubara dipirolisis atao didistilasi dengan memanaskannya
tanpa kontak dengan udara, ia akan terkonversi menjadi zat padat,
zat cair dan gas. Jumlah dan sifat produk yang dihasilkan bergantung
pada suhu pirolisis serta jenis batubara yang digunakan. Dalam
praktek biasa, suhu tanur kokas dijaga di atas 900 oC, tetapi bisa juga
berkisar antara 500oC sampai 1000oC. Produk utamanya (menurut
beratnya) adalah kokas. Jika unit itu menggunakan suhu antara 450
sampai 700oC, proses itu disebut karbonisasi suhu rendah (lowtemperature
karbonisasi

carbonization),
suhu

tinggi

jika

suhu

di


(high-temperature

atas

900oC

disebut

carbonization).

Pada

karbonitasi suhu rendah jumlah gas yang dihasilkan kecil, sedangkan

59

zat cairnya agak banyak, sedangkan karbonitasi suhu tinggi hasil gas
lebih banyak dan zat cairnya sedikit.
Karbonitasi suhu rendah menghasilkan zat cair yang sangat

berbeda dari yang dihasilkan pada karbonitasi suhu tinggi, walaupun
batubara yang digunakan sama. Zat cair

hasil karbonitasi suhu

rendah mengandung lebih banyak asam ter dan basa ter dari pada
zat cair karbonitasi suhu tinggi. Pada karbonitasi suhu tinggi, zat cair
yang dihasilkan adalah air, ter, dan minyak ringan mentah. Produk
gasnya berupa hidrogen, metana, etilena, karbon monoksida, karbon
dioksida, hidrogen sulfda, amonia dan nitrogen. Produk lain selain
kokas dikelompokkan sebagai bahan kimia batubara atau hasilsampingan.
Distilasi

destruktif

batubara

atau

karbonitasi


batubara,

merupakan contoh yang mencolok mengenai konversi kimia atau
proses pirolisis. Teori kimia pirolisis batubara menunjukkan langkahlangkah dekomposisi sebagai berikut :
1. Bila suhu dinaikkan, ikatan karbon-karbon alifatik putus lebih
dahulu. Reaksi ini mulai berlangsung pada suhu di bawah
200oC.
2. Berikutnya, hubungan karbon-hidrogen putus pada suhu kurang
lebih 600oC.
3. Eliminasi

kompleks

lingkar-hetero

dan

romatisasi


secara

berangsur merupakan reaksi penting yang berlangsung selama
dekomposisi dan proses karbonisasi.
4. Bobot molekul antara berkurang secara teratur bersamaan
dengan naiknya suhu. Air, karbonmonoksida, hidrogen, metana
dan hisrokarbon lainnya terbentuk.
5. Dekomposisi berlangsung maksimum pada suhu antara 600 dan
800oC. Selama reaksi di atas bervariasi bergantung pada laju
pemanasan dan suhu yang dicapai.

Bahan Ajar PIK I-60

Tabel 3.1. Bahan Kimia dari Batubara

Hill dan Lyon menyatakan bahwa batubara terdiri dari monomer in
heterosiklik yang mempunyai rantai samping alkil yang tersusun
dalam gugus C-C tiga dimensi dan mempunyai gugus oksigen
fungsional(Gambar 3.2).


Bahan Ajar PIK I-61

Gambar 3.1. Anak cucu sebongkah batubara (Koppert Co., Inc.)

Bahan Ajar PIK I-62

Gambar 3.2. Contoh pirolisis batubara (menurut Fuchs dan
Sanhoff)
3.1.1. Sejarah
Kokas menjadi barang dagangan dari Cina lebih dari 2000 tahun
yang lalu, dan pada Zaman Tengah digunakan untuk keperluan
rumah tangga. Namun, pembuatan kokas dalam tanur baru pertama
kali dilakukan pad tahun 1620. Sampai pertengahan abad ke-19, ter
batubara dan produk yang berasal dari ter batubara masih dianggap
sebagai limbah. Sintesis zat warna dari ter batubara oleh Sir William
Perkins (1956) menyebabkan permintaan ter batubara melonjak
sehingga bahan itu menjadi komersial dan nilainya terus meningkat.
Dengan penemuan zat warna ungu cerah (mauve) pada waktu
mencoba melakukan sintesis membuat kinina zat warna ter batubara.
Pada tahun 1972, percobaan untuk membuat gas dari batubara

pertama kali berhasil dilakukan oleh William Murdoch, sehingga
penerangan jalan di London dapat dilakukan dengan gas pada tahun
1812. Tanur-baterai semet solvay yang pertama dibangun pada tahun
1883 di Syracause, New York.
3.1.2. Penggunaan dan Ekonomi
Kokas

merupakan produk

yang tersebar tonasenya hasil

distilasi batubara. Kebutuhan akan kokas bergantung pada kebutuhan
akan baja. Kira-kira 98% produk ter batubara didapat dari tanur hasil
Bahan Ajar PIK I-63

sampingan (by-product oven). Tabel 4.2 merupakan data mengenai
bahan aromatik mentah dari batubara dan migas (petroleum). Sampai
beberapa tahun terakhir

ini bahan aromatik mentah dan senyawa-


senyawa murni yang didapat dari bahan aromatik itu hampir
seluruhnya berasal dari ter batubara. Dewasa ini, dengan banyaknya
aromatik yang dihasilkan industri migas, hasil utama dari distilasi
batubara beralih menjadi penyediaan kokas untuk industri baja.
Produk-produk cairnya, yang terdiri dari ter batubara dan cairan
amonia, jumlahnya tidak sebesar jumlah zat padat dari distilasi
batubara, namun penting untuk tanur pemulihan bahan kimia.
Sebagian ter batubara itu masih digunakan sebagai bahan bakar,
pelapis atap dan jalan. Bahan aromatik dari migas dan batubara
dibuat menjadi

zat warna, bahan antara, bahan obat-obatan,

penyedap bau, wangi-wangian, resin, bahan kimia karet serta ribuan
produk lain yang banyak digunakan di zaman kita.
3.2. PROSES KOKAS BATUBARA
Ada dua macam prosedur pengokasan batubara, yaitu proses
sarang tawon (bee-hive) dan proses hasil sampingan (by product).
Proses sarang tawon merupakan proses yang sangat kuno. Pada

tanur hasil sampingan, muatan berupa batubara, yang campurannya
diatur dengan teliti, dipanaskan dari dua sisi sehingga kalor mengalir
ke tengah, dengan demikian menghasilkan kokas yang lebih kecil dan
lebih padat dari yang dihasilkan pada tanur sarang tawon. Batubara
diisolasi dari warna sehingga tidak ada pembakaran yang terjadi di
dalam tungku, kalor yang didapatkan seluruhnya didapat dari gas
asap yang dialirkan pada sisinya. Kira-kira 40% dari gas, setelah hasil
sampingnya

dikeluarkan,

dikembalikan

dan

digunakan

untuk

pembakaran di bawah baterai tanur kokas sebagian gas itu juga

digunakan sendiri. Pengokasan sarang tawon sudah tidak digunakan
lagi di Amerika Serikat karena hasilnya kecil, dilakukan secara
tumpak dan menyebabkan pencemaran besar. Di beberapa Negara
lain proses ini masih digunakan.
Bahan Ajar PIK I-64

3.2.1. Proses Kokas Hasil Sampingan
Tanur kokas hasil sampingan berupa ruang sempit, panjangnya
kira-kira 11-12m, tingginya 4m, dengan lebar yang sempit dari 0,4
sampai 0,6m pada satu ujungnya dan 0,35 sampai 0,4 pada ujung
yang satu lagi. Tanur ini diisi dengan 15-25 t (t=1000 kg) batubara
dan digunakan untuk mengkarbonisasi batubara dalam jumlah besar
dan disusun seperti baterai 10 sampai 100 buah tanur. Susunan
umum operasi tanur kokas hasil-sampingan dengan perlengkapannya
dan peralatan pengolahan awal hasil sampingnya, disajikan pada
Gambar 3.3.
Tabel

3.2.


Produksi

Ter

dan

ter

mentah

di

Amerika

Serikat(dalam jutaan)

Bahan Ajar PIK I-65

Gambar 3.3. Proses tanur kokas hasil sampingan
Tanur kokas hasil sampingan merupakan salah satu bangunan
bata

yang

paling

rumit

dan

paling

mahal.

Pembangunannya

memerlukan perhatian yang teliti atas rincian tekniknya. Tanur itu
harus

mampu

menahan

tegangan

yang

diembannya

selama

pemakaian dan harus tetap kedap gas setelah berekspansi besar
karena pemanasan. Dinding tanur terbuat dari batu tahan api, saluran
gas pemanas terdapat diantara tanur-tanur, sebagaimana dijelaskan
dalam Gambar 3.4.

Bahan Ajar PIK I-66

Gambar 3.4. Kombinasi oven batuhan diferensial rendah
underjet Kopper buka dengan sirkulasi gas buang.
Masing-masing tanur kokas hasil sampingan bekerja secara
rindik (intermittent), tetapi setiap tanur memulai dan berhenti pada
waktu yang berbeda, sehingga keseluruhan blok menghasilkan gas
secara kontinyu dengan komposisi rata-rata sesuai dengan yang
dikehendaki. Masukan yang terdiri dari batubara halus di angkut oleh
kereta lori melalui

lubang pemuat di bagian atasnya (biasanya 4

buah, tetapi pada Gambar 3.3. hanya terlihat dua) dan masuk ke
dalam tanur yang dindingnya berada pada suhu sekitar 1100 oC.
Permukaan batubara di dalam tungku itu diratakan lalu lubang
pemuatnya ditutup. Pemanasan berlangsung dan muatan dibiarkan di
dalam tanur sampai mengkokas seluruhnya, sehingga tidak ada lagi
zat yang menguap keluar. Suhu rata-rata di pusat muatan pada akhir
pada akhir pemanasan sampai 980oC dan suhu gas pemanas rata-rata
adalah 1290oC. Suhu ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi operasi,
waktu pengokasan, lebar tanur, jenis batubara, kandungan air dan
kehalusan butiran. Tanur kokas hasil sampingan sekarang tidak lagi
dioperasikan untuk membuat kokas berkualitas tinggi untuk pabrik
baja. Pada akhir waktu pengokasan (biasanya 17 jam) pintu-pintu
pada ujung tanur dibuka, dan seluruh massa yang merah panas itu
didorong keluar melalui tanur dari ujung yang satu ke ujung yang lain
dalam waktu kurang dari satu menit dengan alat pendorong
bertenaga listrik. Kokas lalu jatuh ke dalam kereta pendingin yang
Bahan Ajar PIK I-67

masing-masing dapat menampung muatan dari satu tungku. Kokas
itu didinginkan mendadak, dengan siraman air, sehingga menjadi
dingin dan tidak terbakar. Di Uni Soviet dan Jepang ada juga pabrik
menggunakan dingin-kejut kering atau kuens kering (dry quenching)
yang dapat memulihkan sebagian dari kalor sensibel.
Gas hasil distilasi destruktif batubara, beserta partikel zat cair
yang ikut terbawa, dialirkan melalui leher angsa yang terbuat dari
besi cor ke pipa baja horisontal, yang dihubungkan ke semua tanur
dalam susunan seri. Pipa ini dikenal sebagai induk pengumpul
(collecting main) atau kadang-kadang disebut juga induk hidrolik
(hydroulic main).

Ketika keluar dari tanur, gas itu disiram dengan

campuran encer amonia-air. Operasi ini menyebabkan sebagian ter
dan amonia terkondensasi dari gas ke zat cair. Zai cair itu bergerak di
dalam pipa induk bersama gas dan masuk ke dalam tangki
pengendap tempat terjadinya pemisahan berdasarkan berat jenis.
Sebagian dari cairan amonia itu dipompa kembali ke pipa untuk
membantu kondensasi, selebihnya ke pemasak amonia (Gambar 3.5.)
tempat melepaskan amonia untuk penggabungan kimia kembali di
dalam saturator (penjenuh). Seluruh ter itu dialirkan ke tangki
penimbun untuk dimasukkan ke distilator (penyuling) ter atau sebagai
bahan bakar. Beroperasi menggunakan suatu saluran dari tanur
rendah yang dibuka secukupnya untuk mencegah penumpukan
larutan bahan di tempat ini. Saluran dari tanur tinggi untuk larutan
kapur dalam keadaan tertutup, kecuali jika dibersihkan.

Bahan Ajar PIK I-68

Gambar 3.5. Diagram penyulingan amonia
Gambar 3.3 dapat dibagi menjadi beberapa langkah, yang
masing-masing menunjukkan aliran bahan ke berbagai peralatan
yang kemudian dilakukan perlakuan fsika atau konversi kimia.
Gambar 3.3 lalu dibagi atas urutan berkut :
-

batubara diangkut, dihancurkan dan diayak

-

batubara dimuat ke dalam tanur panas yang kosong

-

batubara mengalami transformasi kimia menjadi kokas dan
bahan menguap melalui proses pirolisis

-

kokas panas disorong keluar dari tanur didinginkan mendadak
(kuens), lalu diangkut.

-

produk

distilasi

yang

dapat

dikondensasi

dicairkan

dan

dikumpulkan di dalam induk hidrolik.
-

gas busuk didinginkan, diekstraksi, amonia dipisahkan dari gas
sebagai amonium sulfat

-

gas

didinginkan

dan

kandungan

benzena

dan

toluennya

dipisahkan dengan jalan absorpsi dengan minyak jerami.
-

hidrogen sulfda disingkirkan

-

gas yang telah dimurnikan diukur dan disalurkan kepada
pelanggan.

Ter yang dipisahkan dari induk pengumpul dan ekstraktor ter, atau
presipitator listrik diendapkan dari cairan amonia dan bersama
minyak ringan, mendapat perlakukan berikutnya sesuai denga skema
(Gambar 3.6). Pemasak jenis pipa yang digunakana adalah yang
Bahan Ajar PIK I-69

menggunakan pemanasan radiasi. Pipa pemasukan ter mentah dapat
dilihat pada bagian kanan bawah. Ter itu disaring dan dipompa
melalui penukar kalor uap-ter, ekonomisator, penukar kalor pitch
(gala) ter dan ke puncak bagian sepertiga bawah kolom distilasi dan
keluar di bawah, lalu masuk melalui pompa sirkulasi ke pemasak pipa
itu lagi (di mana ter mentah digabung denga 4 sampai 5 bagian pitch
daur ulang dan terakhir ke puncak kolom distilasi). Uap hasil distilasi
dipanasi dipanasi lebih lanjut, lalu keluar dari puncak kolom distilasi
jenis piring dan masuk ke dasar kolom fraksinasi jenis sungkup
gelembung dan dipisah menjadi empat fraksi, 1, 2, 3, 4 dan residu 5
yang keluar di bawah kolom distilasi. Pitch hasil 6 mengalir berjenjang
dari puncak kolom distilasi melalui bagian yang mendapat perlakuak
uap (steaming) yang dipanasi lebih lanjut sehingga diperoleh pitch
dengan kekerasan yang diinginkan dan untuk mengeluarkan minyak
yang dapat menguap dengan titik didih tinggi, dari pitch itu. Pitch itu
ditarik dari atas bagian tengah kolom distilasi dan dibawa ke
penimbunan, melalui penukar kalor pitch-ter.

Produknya ialah :

Untuk menjaga kemungkinan gagalnya pompa motor, disediakan
pompa uap cadangan. Prinsip resirkulasi Wilton pitch panas pada
350oC, dicampur dengan ter mentah pada 120 oC, menyebabkan suhu
ter-pitch yang keluar dari pemasak pipa berkisar 350 oC saja, dengan
Bahan Ajar PIK I-70

demikian mencegah terjadinya perengkahan termal dan penguapan
di dalam pipa pemasak.
Tanur koppers-Becker merupakan tanur cerobong vertikal yang
paling banyak digunakan di Amerika Serikat. Gambar penampang
tegaknya terlihat pada Gambar 3.4. Semua tanur ini berjenis
regenerasi

dan

masing-masing

mempunyai

regenerator

kalor,

biasanya dari sisi ke bawah dari sisi yang satu lagi dan keluar melalui
regenerator bawah. Aliran udara dan gas buang di bolak-balik dari sisi
yang satu ke yang lain setiap setengah jam.
Kokas dan arang-char dapat dibuat dengan proses kontinu,
tetapi produk cair dan kokas yang terbentuk sangat berbeda dari
hasil sampingan tanur. Karbonisasi suhu rendah pernah dianggap
sebagai cara yang cukup potensial untuk menghasilkan gas bahan
bakar dan arang-char reaktif, yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar tak berasap untuk pemanasan rumah tangga. Beberapa proses
kontinu, misalnya reaktor Lurgi-Spulgas, sering berhasil digunakan di
Eropa. Di Amerika Serikat, kebutuhan akan cairan karbonisasi suhu
rendah tidak pernah besar dan arang charnya pun tidak banyak
dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga. Karena itu proses ini
tidak pernah berkembang. Karbonisasi suhu tinggi kontinu biasanya
dilakukan untuk menghasilkan gas sintesis dengan sedikit hasil kokas.
Kokas halus suhu tinggi dapat dihasilkan oleh reaktor gas sintesis dan
kemudian dikompakkan menjadi briket kokas metalurgi (formcoke)
untuk tanur tinggi, tetapi pada saat ini tidak menguntungkan.

Bahan Ajar PIK I-71

Gambar 3.6. Diagram alir dari penyulingan batubara-ter yang berkesinambungan (tanpa dehidrasi
ter)
Bahan Ajar PIK I-72

3.2.2. Pengumpulan Bahan Kimia Batubara
Campuran gas yang keluar dari tanur terdiri dari gas permanen
yang menjadi gas batubara tanur kokas murni yang dijadikan bahan
bakar, bersama uap air yang dapat dikondensasi, ter, minyak ringan,
aprtikel padat, debu batubara, hidrokarbon berat dan senyawa karbon
kompleks. Produk-produk penting yang dapat diambil dari uap,
seperti benzena, toluena, xilena, minyak kreosot, kresol, asam
kresilat, naftalena, fenol, xilol, piridina, kuilonina dan pitch sedang
dan keras yang dapat digunakan sebagai bahan perekat (bider)
elektrode, terjalan, atau pitch untuk atap. Masih banyak lagi bahan
kimia

yang

penggunaan

terkandung
yang

dalam

jumlah

penggumpulannya

besar

dan

menunggu

memungkinkan

secara

ekonomis. Gas mentah dari saluran induk dilewatkan ke kondensor
primer dan pendingin

pada suhu kira-kira 75 oC. Di sini gas itu

didinginkan dengan air sampai suhunya menjadi 30 oC. Gas itu dibawa
ke kipas pembuang yang lalu memapatkan gas itu. Pada waktu
kompresi, suhu gas naik sampai 50oC. Gas itu lalu dialirkan ke
ekstraktor gas, tempat gas itu terlempar keluar karena bertumbukan
dengan

permukaan

logam.

Di

pabrik-pabrik

yang

lebih

baru,

ekstraktor ter gas itu membawa tiga perempat dari amonia dan 95
persen dan minyak ringanyang semula ada di dalam gas yang keluar
dari tanur.
Gas dimasukkan ke dalam saturator atau penjenuh (Gambar
3.3) yang berisi larutan asam sulfat 5 sampai 10%, tempat amonia
diserap dan membentuk kristal amonia sulfat. Gas itu masuk ke
saturator melalui distributor yang yang ditempatkan di bawah
permukaan cairan asam. Saturatur itu terbuat dari bejana tertutup
dari baja berlapis kaca. Konsentrasi asam juga dijaga dengan
menambahkan asam sulfat 60oBe’ dan suhunya dijaga 60 oC dengan
menggunakan pemanas ulang dan kalor netralisasi. Kristal amonium
sulfat dikeluarkan dari dasar saturator dengan ejektor udara mapat,
atau pompa sentrifugal dan dikeluarkan airnya di meja penetas,
cairan induk dikembalikan ke dalam saturator. Garam itu dikeringkan
Bahan Ajar PIK I-73

di dalam alat sentrifugasi, dimasukkan ke dalam kantong-kantong
yang beratnya 50 kg.
Gas yang keluar dari saturator suhunya kira-kira 60 oC dan
dibawa ke pendingin atau kondensor akhir, tempat gas itu dibasuh
dengan air sampai suhunya menjadi 25 oC. Selama pendinginan itu,
selama naftalena terpisah dan terbawa oleh air buang, kemudian
dikumpulkan kembali. Gas itu lalu dimasukkan ke dalam pembasuh
dengan minyak ringan atau bensol (Gambar 3.3) dengan medium
absorbennya, suatu fraksi minyak berat yang dikenal sebagai minyak
jerami (straw oil) atau kadang-kadang minyak ter batubara, dan
disirkulasi pada 25oC. Minyak jerami disemprotkan dari puncak
menara absorpsi sedangkan gas mengalir dari bawah ke atas.
Pembasuh (scrubber) biasanya mempunyai isian (packing) logam
yang fungsinya untuk memperluas permukaan kontak, di masa lalu
untuk itu digunakan kisi-kisi kayu. Minyak jerami menyerap minyak
ringan sebanyak 2 sampai 3 persen beratnya dengan efesiensi
penyingkiran kira-kira 95% dari uap minyak ringan yang terdapat di
dalam gas.
Minyak jerami yang sudah kaya dengan minyak ringan, setelah
dipanaskan di dalam penukar kalor dengan uap dari pemasak minyak
ringan dan kemudian dengan minyak panas yang sudah keluar
bensolnya yang berasal dari pemasak, dilewatkan ke dalam kolom
pelucut di mana minyak jerami, yang mengalir ke bawah, dikontakkan
dengan uap aktif. Uap minyak ringan dan uap (steam) mengalir ke
atas dari pemasak melalui penukar kalor ke kondensor dan separator
air, Minyak jerami kurus (sudah dilucuti) dibawa kembali ke dalam
penukar kalor, lalu ke pembasuh. Gas yang sudah dilucuti amonia dan
minyak ringgannya, dibersihkan lagi kandungan belerangnya di
dalam kotak-kotak pemurni berisi oksida besi di atas serutan kayu
atau dengan larutan etanolamonia di dalam menara pembasuh.

Bahan Ajar PIK I-74

Prosedur lain menggunakan amonium fosfat untuk menyerap
amonia NH4H2PO4 menyerap ammonia dan membentuk fosfat yang
lebih

basa

seperti

(NH4)2HPO4

dan

(NH2)3PO4

yang

kemudian

dikembalikan ke bentuk semula denga uap air yang membebaskan
amonia. Cara ini dilakukan dalam proses Phosam. Dalam siklus
absorpsi yang representatif, larutan fosfat 40% kurus (ratio molar
NH3/H3PO4 kurang dari 1,5) akan menyerap semua NH 3 yang ada,
kecuali barang kali seangin. Larutan amonium fosfat itu didihkan
kembali di dalam menara distilasi tempat uap NH3 dan larutan
amonium fosfat ringan dipisahkan untuk digunakan kembali.
3.2.3. Karbonisasi Suhu Rendah
Dewasa ini sudah banyak dilakukan penelitian dan percobaan
yang dilakukan mengenai karbonisasi batubara pada suhu antara 400
sampai 600oC dengan tujuan untuk menghasilkan produk cairan yang
maksimum serta produk semikokas (char) yang mengandung 8-20%
bahan yang dapat menguap (volatile). Disini jumlah dan produknya
tergantung pada jenis batubara, suhu dan perlakuannya. Pada Tabel
3.3 dan Tabel 3.4 ditunjukkan perbedaan antara kandungan gas dan
hasil produk pada sistem suhu tinggi dan suhu rendah. Pabrik Disco di
McDonald, Pa. (Amerika Serikat) menggunakan proses karbonisasi
suhu rendah yang kapasitas hariannya untuk mengkonversi yang
kadar bahan menguapnya tinggi menjadi 800 t Disco chart yang
merupakan

bahan

bakar

rumah

tangga.

Ternyata

dijual

dan

dimurnikan untuk menghasilkan minyak asam ter (tar-acid oil), asam
ter, kreosot dan pitch bahan bakar. Gasnya, sesudah zat cairnya
dipisah,

digunakan

untuk

pembakaran

di

dalam

tanur.

Suhu

maksimum pada proses itu adalah 570oC.

Bahan Ajar PIK I-75

Tabel

3.3. Hasil karbonisasi batubara per ton metrik
(tergantung pada batubara dan kondisi yang
digunakan)
Suhu

tinggi, Suhu

kg

rendah,

kg

Kokas tanur
Kokas halus
Semikokas (12% atsiri)
Ter
Amonium sulfat
Minyak ringan
Gas

715
46,5
39
10
10
1750

720
75
9
8
125

Tabel 3.4. Perbedaan gas hasil karbonisasi batubara suhu
rendah dan suhu tinggi

3.3. DISTILASI TER BATUBARA
Batubara

adalah

campuran

dari

berbagai

unsur

kimia,

kebanyakan aromatik, yang komposisinya sangat bervariasi (Gambar
3.2 dan Gambar 3.7). Ter ini merupakan hasil samping dari distilasi
destruktif atau pirolisis batubara. Kebanyakan ter yang dihasilkan di
Amerika Serikat kebanyakan adalah hasil pembuatan kokas pada
suhu tinggi. Kualitas dan kuantitas ter yang berasal dari operasi ini
bermacam-macam,bergantung

pada

laju

produksi

tanur

dan

karakteristik batubara yang digunakan. Gravitas spesifknya berkisar
antara 1,15 sampai 1,2 dan kuantitasnya berkisar antara 30-45 L
ter/ton metrik batubara. Contoh ter komposisi ringan terlihat pada
Gambar 3.7. Produk akhir distilasi (Gambar 3.6) ter batubara adalah
pitch biasanya lebih dari 60% ter mentah. Distilasi dilakukan untuk
membuat produk akhir yang dapat dijual dan memisahkan bahanbahan yang bernilai menjadi produk yang berguna. Pabrik yang
Bahan Ajar PIK I-76

modern yang dilengkapi dengan kolom fraksionasi (Gambar 3.6 dan
3.8)

untuk

distilasi

pertama.

Hasilnya

biasanya

masih

harus

difraksionasi secara lebih tajam dengan tumpang tindih yang
minimum. Proses ini juga harus ekonomis dari segi termal dan
tanurnya (Gambar 3.6 dan Gambar 3.9 ) dirancang dan dikonstruksi
sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan perbaikan kecil,
demikian pula penggunaan bahan bakarnya. Produknya kecil-kecil,
tidak ada yang lebih dari 0,5 % ter mentah.

Gambar 3.8. Kolom distilasi fraksionasi (tinggi 45 m) di
Clairton, Penn., untuk memproduksi benzena, toluena dan
xilena berkualitas tinggi.
3.3.1. Metode Distilasi
Selama bertahun-tahun ini distilasi ter betubara mengalami
banyak pernyempurnaan. Metode distilasinya dapat dibagi menjadi
tiga kelompok besar :
Bahan Ajar PIK I-77

1. Pemasak tumpak (batch still) 10.000 sampai 30.000 L (kuno, tetapi
masih

ada

beberapa

yang

beroperasi),

penyempurnaan dan digunakan untuk

banyak

mengalami

produk akhir khusus,

seperti email pipa (Gambar 3.9).
2. Pemasak kontinu, dengan satu kolom distilasi dan menggunakan
arus samping (Gambar 3.9).
3. Pemasak kontinu dengan beberapa kolom dengan pendidih ulang
(reboiler,

Gambar

3.8).

Operasinya

disempurnakan

dengan

mengadakan sirkulasi residu.

Gambar 3.9. Pemasak distilasi ter proses tumpak beraduk
(Reily Tar and Chemical Co.).

Bahan Ajar PIK I-78

Gambar 3.7. Produk-produk utama dari ter batubara.

Bahan Ajar PIK I-79

Distilasti ter batubara mentah sebagaimana biasanya diperoleh dan
produk-produk yang didapatkan. Persen hasil yang dinyatakan dalam
ukuran kotak menunjukkan nilai rata-rata atas dasar ter semula. Hasil
ini berbeda-beda tergantung pada kondisi dan jenis batubara.
Batubara lain yang mempunyai graftas spesifk 1.1 sampai 1.2
menghasilkan analisis sebagai berikut : benzol dan toluol (benzena
dan toluena mentah) 1%, minyak ringan lain 0,7%, fenol 0,3%,
naftalena 4,3%, minyak kreosot 28,3%, antarasena 0,3% dan pitch
64,8%.
3.3.2. Produk Distilasi
Praktek modern, misalnya penggunaan pemasak pipa dan
kolom fraksionasi, dapat menghasilkan fraksi dengan potongan tajam
yang biasanya tidak memerlukan pemurnian lagi. Gambar 3.6
menunjukkan fraksi yang diperoleh dari distilasi biasa, yang sesuai
dengan ter batubara dan kondisinya.
1. Minyak ringan biasanya mengandung fraksi sampai 200 oC.
Mula-mula difraksionasi secara kasar dan kocok pada suhu
rendah dengan asam sulfat pekat, dinetralisasi dinetralisasi
dengan soda kaustik, didistilasi ulang, sehingga menghasilkan
benzena, toluena dan homolognya (Tabel 3.5).
2. Minyak tengahan atau minyak kreosot, biasanya adalah fraksi
dari 200 sampai 205oC, yang mengandung naftalena, fenol dan
kresol. Naftalena diendapkan keluar dengan mendinginkannya,
dipisahkan

dengan

sentrifugasi

dan

dimurnikan

dengan

sublimasi. Setelah naftalena dikeluarkan, fenol dan asam ter
lainnya diperoleh melalui ekstraksi dengan larutan soda kaustik
10% dan netralisasi atau dengan mengeluarkannya (springing)
dengan karbon dioksida. Produk-produk itu lalu difraksionasi
dengan distilasi.
3. Minyak berat, yaitu fraksi 250 sampai 300 oC, atau bisa juga
dibelah menjadi minyak tengahan dan minyak antarasena.
Bahan Ajar PIK I-80

4. Minyak antarasena, biasanya fraksi dari 300 samapi 350 oC.
Minyak ini dicuci dengan berbagai pelarut untuk memisahkan
fenantrena dan karbazol, zat padat yang tersisa adalah
antarasena.
Tabel 3.5. Contoh komposisi minyak ringan dari gas.

3.2.3. Berbagai Penggunaan Ter Batubara
Sebagian besar ter batubara yang dihasilkan masih digunakan
sebagai bahan bakar. Ter batubara juga digunakan untuk jalan dan
atap. Untuk itu, ter didistilasi sampai mulai terjadi komposisi termal.
”Ter dasar” (base tar) ini diminyaki kembali (diencerkan) dengan
minyak kreosot sehingga mengering dengan cepat. Ter itu juga
dipakai untuk impregnasi lahan dan kertas agar kedap air.
Tabel 3.6. Beberapa penyusun penting dalam ter batubara
Eropa.

Bahan Ajar PIK I-81

3.2.4. Fraksionasi dan Pemurnian Bahan Kimia Ter Batubara
Karena ketatnya persaingan bahan kimia aromatik yang berasal
dari migas, minat terhadap bahan aromatik batubara sementara ini
agak berkurang. Pada waktu yang lalu ter batubara merupakan satusatunya sumber piridina, tetapi naiknya permintaan dewasa ini
banyak dipenuhi dengan proses sintesis yang menggunakan aldehid
dan amonia. Hal yang sama terjadi pula pada fenol. Di Eropa tempat
yang banyak mengandung batubara dan sedikit migas, perhatian
terhadap bahan padat yang bisa diperoleh dari ter batubara. Produk
yang berpotendi paling besar adalah fenantrena (bahan yang nomor
dua terbanyak terdapat di dalam ter batubara) yang menurut
perkiraan Franck ada 250.000 t yang dapat dipulihkan setiap tahun di
dunia

barat

jika

cara

pemakaian

yang

menguntungkan

bisa

ditemukan. Perkiraan ini didasarkan atas pemulihan total 10 7 t ter
batubara denagn hasil 50%. Antarakuinon adalah bahan dasar zat
warna, tetapi sekarang lebih murah bila disentesis dari ftalax anhidrid
daripada mengoksidasi antarasena.
3.4. BATUBARA MENJADI BAHAN KIMIA
Pada bagian ini akan ditinjau proses-proses yang masih tersisa,
kecuali yang telah direncanakan untuk dibahas pada bab lain.
Ekstraksi batubara dan lignit dengan pelarut sudah pernah dicoba
pada suhu di atas dan di bawah 300 oC dengan atau tanpa hidrogenasi
ringan. Ekstrasi sederhana batubara pada suhu rendah hampir tidak
menghasilkan produk bernilai apapun, kecuali lilin montan (montan
wax) dan ini bisa diperoleh dari lignit dengan lebih murah. Istilah
”Ekstraksi

dengan

disalahpahami

untuk

pelarut”

(solvent

menyatakan

Extraction)

perlakuan

suhu

biasanya

tinggi

sekaligus mendepolimerisasi dan hidrogenasi batubara.

yang

Mestinya

proses batubara yang menggunakan solven dinamakan solvolisis
(batubara

yang

dimurnikan

dengan

solvent).

Dow

Chem.

Co

melakukan percobaan dengan oksidasi kaustik dan menghasilkan
asam batubara aromatik polifungsional dengan berat molekul tinggi,
Bahan Ajar PIK I-82

yang juga digunakan sedikit di dalam resin termoset dan flm larutair. Pemulihan batubara dari belerang tidak mudah, namun makin
banyak dilakukan. Di negara-negara yang kekurangan belerang (H 2S
dari gas dan belerang dari kubah garam), melakukan pemulihan pirit
dari batubara dan hasilnya mencapai 10.000 t setahun di Inggris dan
Jerman. Sulfonasi digunakan secara terbatas untuk pembuatan resin
pertukaran ion dalam penukaran air.
3.4.1. Hidrogenolisis (Hidrogenasi Pirolisis)
Berbagai penelitian dilakukan di Amerika dan negara lain
mengenai hidrogenasi katalitik dan langsung terhadap batubara.
Kebanyakan

proses

ini

berupa

hidrogenolisis

atau

hidrogenasi

(metanasi) produk pirolisis batubara. Proses ini dirancang untuk
menghasilkan gas yangnilai kalornya bersaing dengan gas bumi atau
untuk membuat bahan bakar motor di negara-negara yang miskin
sumber daya migas. Proses ini berhasil, namun memerlukan biaya
yang tinggi dan sebagian besar batubara tersisa sebagai karbon.
Pembuatan bahan bakar motor ini kebanyakan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan di masa perang, kecuali Afrika Selatan. Dewasa
ini penggunaan batubara untuk membuat bahan kimia yang lebih
murah terutama melalui jalur hidrogenasi katalitik dan proses-proses
lain yang biasanya dikelompokkan sebagai ”pemurnian batubara”
(coal

refning)

dan

dilakukan

bersama

pemisahan

zat

cair,

pengkokasan, penghidrorengkahan (hydrocracking) dalam suasana
hidrogen, tanpa mengusahakan hidrogenasi total batubara karena
cara ini sudah pasti tidak ekonomis.

3.4.2. Penelitian Batubara
Usaha

penggalakan

penelitian

batubara,

baik

mengenai

penyiapan maupun menggunaannya, banyak dilakukan oleh berbagai
instansi pemerintah Amerika Serikat. Investasi di bidang ini mulai
Bahan Ajar PIK I-83

bergeser dari instansi pemerintah ke swasta setelah kekhawatiran
krisis energi mulai berkurang. Krisis energi pada tahun 1973 dan
1974,

meningkatnya

kebutuhan

AS

akan

bahan

bakar

dan

melonjaknya harga minyak sampai empat kali, telah memperbaiki
posisi batubara terhadap minyak sebagai bahan baku. Perubahan
ekonomi minyak ke batubara memerlukan investasi besar untuk
pabrik-pabrik yang jauh lebih besar dari investasi yang ada sekarang
di industri migas.
3.5. GALERI FOTO BAHAN KIMIA DARI BATUBARA

Bahan Ajar PIK I-84

Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Outdoor Study untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPA Materi Ciri-ciri Mahluk Hidup Kelas III SDN Semalang Kecmatan Kopang Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 17

Hubungan Antara Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe Dengan Tingkat Kejadian Perdarahan Pada Ibu Hamil Trimester III 2017

0 0 7

View of Afinitas Ikatan Senyawa Dalam Kulit dan Biji Buah Jeruk Keprok serta Adas Bintang terhadap sintase III 3-oksoasil-[asil-carrier-protein] dan Reduktase Enoyl-ACP (InhA) Myobacterium tuberculosis

0 0 6

30 Analisis Kekuatan Cement Treated Base (CTB) dengan Bahan Tambah Zat Aditif Menggunakan Variasi Kandungan Tanah

0 0 9

A. Latar Belakang Masalah - View of Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Desa, Dana Desa, Alokasi Dana Desa dan Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi Terhadap Belanja Desa Bidang Pekerjaan Umum dan Pertanian (Studi Empiris di Seluruh Desa Se-Kabupaten Sukoharjo)

0 0 7

View of Evaluasi Perilaku Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Ditinjau dari Faktor Predisposisi Kejadian Tuberkulosis di Puskesmas Selogiri, Wonogiri

0 0 9

Lumban Batu - Determination of residual oxytetracycline in fishes by high performance liquid chromatography

0 0 11

Lumban Batu - Effect of drug-metabolizing enzyme activity induced by polychlorinated biphenyl on the duration of

0 0 7

Masyarakat Iktiologi Indonesia Deskripsi ikan pantau janggut, Esomus metallicus Ahl 1924 (Cyprinidae) dari anak Sungai Siak dan kanal-kanal di Provinsi Riau

0 0 8

BAB III KLASIFIKASI ALAT UKUR LISTRIK A. Klasifikasi Alat Ukur Listrik Berdasarkan Sistem Kerjanya - Klasifikasi alat ukur listrik

0 0 9