Makalah Perkembangan Farmasi KATA PENGAN (1)

Makalah Perkembangan Farmasi KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan ke
Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami
dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah
ini kami akan membahas mengenai “Sejarah Perkembangan Farmasi”. Makalah ini berisikan
tentang sejarah perkembangan farmasi dari masa ke masa, dari zaman yunani hingga zaman
modern. Dan di dalamnya membahas tentang momentum, tokoh-tokoh, perkermbangan farmasi
di indonesia dan tren dunia farmasi ke depan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Palu, 19 Desember 2013 Penyusun DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... 1 Daftar
Isi ............................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN 1.1 Latar
Belakang................................................................................................................ 3 1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................................................... 3 1.3 Tujuan
Penulisan............................................................................................................ 3 1.4 Manfaat
penulisan.......................................................................................................... 3 PEMBAHASAN
2.1 Farmasi Jaman Pra Sejarah............................................................................................. 4 2.2
Farmasi Jaman Babylonia-Assyria....................................................................................4 2.3
Sejarah Dunia Farmasi.................................................................................................... 5 2.4

Sejarah Farmasi di Indonesia.......................................................................................... 7 2.5
Tokoh-Tokoh yang Berjasa dalam .................................................................................. 7
Pengembangan Kefarmasian.......................................................................................... ... 9
PENUTUP 3.1
Kesimpulan ................................................................................................................ 11 3.2
Saran...........................................................................................................................11 DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................12 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmasi merupakan salah satu bidang profesional
kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai
tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari
praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan
obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien
( patient care ) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan
penyediaan informasi obat. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Farmasi
dari zaman dahulu sampai sekarang? 2. Siapa saja tokoh dalam kefarmasian? 3. Bagaimana
perkembangan farmasi di Indonesia? 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan Makalah yang berjudul
“Sejarah Perkembangan Farmasi” ini tidak sekedar tulisan saja tetapi memiliki suatu tujuan
tertentu. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Mengetahui dengan jelas sejarah
perkembangan farmasi 2. Mengetahui apa momentum-momentum dalam farmasi 3. Memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Pengantar Farmasi 1.4 Manfaat

Penulisan Ketika penulis menulis makalah tersebut, penulis berharap makalah ini bisa
bermanfaat bagi para pembaca dan penulis berharap manfaat dari makalah tersebut adalah : 1.
Pembaca bisa mengetahui momentum - momentum dalam ke farmasian 2. Pembaca bisa
mengetahui sejarah perkembangan kefarmasian 3. Pembaca bisa mengetahui tokoh-tokoh yang
mengembangkan Ilmu kefarma BAB II PEMBAHASAN 2.1 Farmasi Jaman Pra Sejarah

Diantara beberapa karakteristik yang unik dari Homo sapiens adalah kemampuannya untuk
mengatasi penyakit, baik fisik maupun mental dengan menggunakan obat - obatan. Dari bukti
arkeologi didapatkan bahwa pencarian terhadap obat - obatan setua pencarian manusia terhadap
peralatan lain. Seperti halnya bebatuan yang digunakan untuk pisau dan kapak, obat - obatan pun
jarang sekali tersedia dalam bentuk siap pakai. Bahan - bahan obat tersebut harus dikumpulkan,
diproses dan disiapkan; kemudian digabungkan menjadi satu untuk digunakan dalam
pengobatan. Aktivitas ini, telah dilakukan jauh sebelum sejarah manusia dimulai dan sampai
sekarang tetap menjadi fokus utama praktek kefarmasian. Manusia purba belajar dari insting atau
naluri, dengan melakukan pengamatan terhadap hewan. Pertama kali mereka menggunakan air
dingin, sehelai daun, debu, bahkan lumpur untuk pengobatan. Naluri untuk menghilangkan rasa
sakit pada luka dengan merendamnya dalam air dingin atau menempelkan daun segar pada luka
tersebut atau menutupinya dengan lumpur, hanya berdasarkan kepercayaan. Manusia purba
belajar dari pengalaman dan mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain.
Dari sinilah permulaan terapi dengan obat dimulai. Mereka menularkan pengetahuan ini kepada

sesamanya. Walupun metode yang mereka gunakan masih kasar, akan tetapi banyak sekali obatobatan yang ada saat ini diperoleh dari sumbernya dengan metode sederhana dan mendasar
seperti yang telah mereka lakukan. 2.2 Farmasi Jaman Babylonia - Assyria Pada daerah selatan
kerajaan Babylonia ( sekarang Iraq ), bangsa Sumeria telah mengembangkan sistem tulis-menulis
sekitar tahun 3000 SM sehingga mereka telah memasuki periode sejarah. Bangsa Babylonia
melakukan observasi terhadap planet-planet dan bintang - bintang yang mendasari ilmu
astronomi dan astrologi saat ini. Kedudukan dan gerakan bintang - bintang diduga
mempengaruhi kejadian di bumi. Kepercayaan ini kemudian diadopsi oleh ilmu kedokteran dan
kefarmasian berikutnya. Bangsa Sumeria dan pewarisnya yakni bangsa Babylonia dan Assyria
telah meninggalkan ribuan tablet lempung dalam puing-puing peninggalan mereka sebagai salah
satu peninggalan peradaban manusia yang paling berharga. Sejarah mereka terkubur rapat - rapat
dalam tablet lempung tersebut hingga berabad - abad berikutnya sekelompok sejarahwan berhasil
mengungkap “bagian yang hilang” dari catatan - catatan kuno ini. Dari penelitian terhadap
catatan - catatan kuno tersebut disebutkan 3 aspek yang paling berpengaruh dalam ilmu
pengobatan Babylonia - Assyria yakni : ketuhanan ( divination ), pengusiran roh jahat/setan
( excorcism ) dan penggunaan obat-obatan. Tiga aspek tersebut merupakan satu - kesatuan yang
sulit untuk dipisahkan. Penyakit adalah kutukan atau hukuman Tuhan, sedangkan pengobatan
adalah pembersihan/pensucian dari kedua hal tersebut. Konsep tersebut dikenal sebagai katarsis
(catharsis). Konsep ini menjelaskan makna asli kata “pharmakon” (Yunani), yang merupakan
asal kata pharmacy (farmasi). Konsep pharmakon dijelaskan sebagai berbagai usaha
penyembuhan atau pensucian dengan cara mengeluarkan atau membersihkan. Yang menarik, di

dalam farmakologi (ilmu tentang obat dan mekanisme kerjanya) dikenal obat katartik atau
pencahar, yakni obat yang bekerja meningkatkan motilitas kolon (usus besar) sehingga
meningkatkan pengeluaran tinja (feses). Para pendeta di masa itu berperan sebagai rohaniwan
(diviner) dan pengusir setan, yang mendukung peran mereka sebagai penyembuh/dokter. Dalam
literatur lain disebutkan bahwa terdapat pemisahan profesi penyembuh di antara bangsa
Babylonia, yakni penyembuh empiris dan penyembuh yang spiritualis. Penyembuh spiritualis
dikenal sebagai asipu, yang menekankan pada penggunaan mantra/doa-doa bersama dengan
batu-batu bertuah/jimat-jimat dalam pengobatan. Pada salah satu tablet lempung tercatat adanya
mantra/doa yang tertulis di awal dan di akhir suatu formula obat. Mantra/doa tersebut diharapkan
memberi kekuatan menyembuhkan kepada obat-obatan yang telah dibuat. Fenomena ini
mungkin masih sering dijumpai di berbagai pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif

bangsa kita. Penyembuh empiris dikenal sebagai asu, yang menggunakan obat/ramuan tertentu
dalam bentuk sediaan farmasi yang sekarang masih digunakan seperti : pil, supositoria, enema,
bilasan, dan salep. Kedua penyembuh tersebut seringkali bekerjasama dalam menangani penyakit
yang berat/sulit disembuhkan. Selain kedua penyembuh tersebut terdapat sekelompok orang
yang juga meracik obat dan kosmetik yang disebut pasisu. Akan tetapi peranan dan kedudukan
mereka dalam pengobatan belum diketahui secara pasti. 2.3 Sejarah Dunia Farmasi Farmasi
dalam bahasa Inggris adalah pharmacy, bahasa Yunani adalah pharmacon, yang mempunyai arti
obat. Farmasi merupakan salah satu bidang ilmu profesional kesehatan yang merupakan

kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu fisika dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung jawab
memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi
sangat luas termasuk penelitian, pembuatan, peracikan, penyediaan sediaan obat, pengujian, serta
pelayanan informasi obat atau berhubungan dengan layanan terhadap pasien di antaranya
layanan kefarmasian. Sejak masa Hipocrates ( 460-370 SM ) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu
Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Saat itu seorang “Dokter” yang
mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang Apoteker yang menyiapkan obat.
Semakin berkembangnya ilmu kesehatan masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula
maupun cara pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada tahun
1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan
Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu
digarisbawahi adalah akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama. Kata farmasi berasal
dari kata farma ( pharma ). Farma merupakan istilah yang dipakai pada tahun 1400 - 1600an.
Sejarah Perkembangan Farmasi : 1. Claudius Galen ( 200 - 129 SM ) menghubungkan
penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. 2.
Hippocrates ( 459 - 370 SM ) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek
pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. 3. Ibnu Sina ( 980 - 1037 )
telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat
serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan
pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk

menghasilkan pengobatan yang lebih baik. 4. Paracelsus ( 1541 - 1493 SM ) berpendapat bahwa
untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat
dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya 5. Johann Jakob Wepfer ( 1620 - 1695 ) berhasil
melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia
mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to clarify the matter by experiment”. Ia
adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan
percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan
persyaratan sebelum obat diuji – coba secara klinik pada manusia. 6. Institut Farmakologi
pertama didirikan pada th 1847 oleh Rudolf Buchheim ( 1820 - 1879 ) di Universitas Dorpat
( Estonia ). Selanjutnya Oswald Schiedeberg ( 1838 - 1921 ) bersama dengan pakar disiplin ilmu
lain menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor obat, hubungan
struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep tersebut juga diperkuat oleh T. Frazer
( 1852 – 1921 ) di Scotlandia, J. Langley ( 1852 – 1925 ) di Inggris dan P. Ehrlich ( 1854 - 1915 )
di Jerman. Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan teknologi agar
mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan,
dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-industri obat,
sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di bidang penyedia atau
peracik obat. Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri

farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan

obat. dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan
bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA ( Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam ) yang merupakan kelompok ilmu murni ( basic science ) dan buku Pharmaceutical
handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat,
meliputi : isolasi atau sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan. Di Inggris,
sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi
yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri
secara utuh berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Clinical
Pharmacy ( Farmasi klinik ). Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan
profesional lain memerlukan informasi obat yang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan
tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat
yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat. Apoteker
yang berkualits dinilai amat jarang atau langka, bahkan dikatakan bahwa dibandingkan dengan
apoteker, medical representatif dari industri farmasi justru lebih merupakan sumber informasi
obat bagi para dokter. Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care”
yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah” pasien. Secara global
terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter
dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber
informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di
apotek, puskesmas atau dimanapun apoteker berada. 2.4 Sejarah Farmasi di Indonesia

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia ( 1997 ) dalam “informasi jabatan untuk standar
kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia Farmasi, ( yang tergolong sektor
kesehatan ) bagi jabatan yang berhubungan erat dengan obat-obatan, dengan persyaratan :
pendidikan Sarjana Teknik Farmasi. Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas
farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA
(Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni ( basic science
) sehingga lulusan S1-nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sain.
Bagaimana dengan perkembangan farmasi di Indonesia? Perkembangan farmasi boleh dibilang
dimulai ketika berdirinya pabrik kina di Bandung pada tahun 1896. Kemudian, terus berjalan
sampai sekitar tahun 1950 di mana pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa.
Perusahaan-perusahaan lokal pun bermunculan, tercatat ada Kimia Farma, Indofarma, Dankos,
dan lainnya. Di dunia pendidikan sendiri, sekolah tinggi atau fakultas farmasi juga dibuka di
berbagai kota. Tonggak sejarah munculnya profesi apoteker di Indonesia dimulai dengan
didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946, yang kemudian menjadi
Fakultas Farmasi UGM, dan di bandung tahun 1947. 2.5 Tokoh - Tokoh yang Berjasa dalam
Pengembangan Kefarmasian Dimulai pada abad ke-9, tanah Arab dan Islam berhasil membangun
jembatan ilmu yang menghubungkan antara sumbangan Yunani dengan dunia farmasi modern
sekarang ini. Tahap ilmu yang diperoleh dari Yunani terus ditingkatkan dan usaha ini diteruskan
hingga abad ke-13 melalui berbagai karya, Peningkatan ilmu pada zaman-zaman berikutnya.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, farmasi dipraktekkan secara terpisah dari profesi medis

yang lain. Puncak sumbangan dunia Arab-Islam dalam farmasi dicapai dengan siapnya satu
panduan cara meracik obat pada tahun 1260. 2.5.1 Ibnu Al-Baitar Lewat risalahnya yang
berjudul Al-Jami fi Al-Tibb ( Kumpulan Makanan dan Obat-obatan yang Sederhana ), beliau
turut memberi kontribusi dalam dunia farmasi. Di Dalam kitabnya itu, dia mengupas beragam
tumbuhan berkhasiat obat ( sekarang lebih dikenal dengan nama herbal ) yang berhasil

dikumpulkannya di sepanjang pantai Mediterania. Lebih dari dari seribu tanaman obat
dipaparkannya dalam kitab itu. Seribu lebih tanaman obat yang ditemukannya pada abad ke-13
M itu berbeda dengan tanaman yang telah ditemukan ratusan ilmuwan sebelumnya. Tak heran
bila kemudian Al-Jami fi Al-Tibb menjadi teks berbahasa Arab terbaik yang berkaitan dengan
botani pengobatan. Capaian yang berhasil ditorehkan Al-Baitar melampaui prestasi Dioscorides.
Kitabnya masih tetap digunakan sampai masa Renaisans di Benua Eropa. 2.5.2 Abu Ar-Rayhan
Al-Biruni (973 M – 1051 M) Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu
pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ilmuwan
Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyyah itu turut
memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmasi. Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, AlBiruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi
perkembangan farmasi itu diselesaikannya pada tahun 1050 M – setahun sebelum Al-Biruni
tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga
meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang farmasis. 2.5.3 Abu
Ja’far Al-Ghafiqi (wafat 1165 M) Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi

dalam pengembangan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang
komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami‟ AlAdwiyyah Al-Mufradah. Kitab tersebut memaparkan tentang pendekatan metodologi
eksperimen, serta observasi dalam bidang farmasi. 2.5.4 Al-Razi Sarjana Muslim yang dikenal di
Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan bidang farmasi. Al-Razi
memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan obat - obatan seperti pada obatobatan kimia sekarang. 2.5.5 Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M) Ibnu Sahal adalah dokter pertama
yang mempelopori pharmacopoeia ( farmakope ). Dia menjelaskan beragam jenis obat-obatan.
Sumbangannya untuk pengembangan farmasi dituangkannya dalam kitab Al-Aqrabadhin. dalam
kitabnya beliau memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat, tindakan
farmakologisnya dan dosisnya untuk setiap penggunaan. formula ini ditulis untuk ahli - ahli
farmasi selama hampir 200 tahun. 2.5.6 Ibnu Sina Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of
Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmasi. Ia menjelaskan lebih kurang 700 cara
pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang obat-obatan yang
sederhana. 2.5.7 Al-Zahrawi Bapak ilmu bedah modern ini juga ikut andil dalam membesarkan
farmasi. Dia adalah perintis pembuatan obat dengan cara sublimasi dan destilasi. 2.5.8 Yuhanna
Ibnu Masawayh (777 M – 857 M) Orang Barat menyebutnya Mesue. Ibnu Masawayh merupakan
anak seorang apoteker. Kontribusinya juga terbilang penting dalam pengembangan farmasi.
Dalam kitab yang ditulisnya, Ibnu Masawayh membuat daftar sekitar 30 macam aromatik. Salah
satu karya Ibnu Masawayh yang terkenal adalah kitab Al-Mushajjar Al-Kabir. Kitab ini
merupakan semacam ensiklopedia yang berisi daftar penyakit berikut pengobatannya melalui
obat-obatan serta diet. 2.5.9 Abu Hasan ‘Ali bin Sahl Rabban at-Tabari At-Tabari lahir pada

tahun 808 M. Pada usia 30 tahun, dia dipanggil oleh Khalifah Al-Mu‟tasim ke Samarra untuk
menjadi dokter istana. Salah satu sumbangan At-Tabari dalam bidang farmasi adalah dengan
menulis sejumlah kitab. Salah satunya yang terkenal adalah Paradise of Wisdom. Dalam kitab ini
dibahas mengenai pengobatan menggunakan binatang dan organ-organ burung. Dia juga
memperkenalkan sejumlah obat serta cara pembuatannya. 2.5.10 Zayd Hunayn b. Ishaq al-Ibadi
(809-873) Beliau adalah anak dari seorang apoteker. Hunayn diantar ke Baghdad, yang pada
masa itu merupakan pusat pendidikan Islam terpenting untuk mengikuti pendidikan dalam
perawatan. Hunayn memainkan peranan yang penting dalam penterjemahan atau penentuan
ketepatan terjemahan yang dilakukan (termasuk penulis Hippocrate, Gelen dan penulis Yunani

lain) di samping menulis buku-bukunya sendiri. Antara buku dan tulisan Hunayn adalah tentang
aspek kebersihan mulut, pecuci dan penggunaan bahan-bahan pergigian. Mereka adalah para
tokoh Islam yang sangat berjasa pada dunia kesehatan khususnya Ilmu kefarmasian dan
kedokteran, hasil penemuan dan buku-buku yang ditulis merupakan cikal bakal penelitian bidang
farmasi setelah zaman mereka sampai sekarang. Semoga bermanfaat MOMENTUM
PERKEMBANGAN KEFARMASIAN · Pada tahun 1240, Kaisar Frederick II mengeluarkan
maklumat ( Magna Carta ) untuk memisahkan ilmu farmasi dan kedokteran, sehingga masingmasing ahli mempunyai kesadaan, standar etik, pengetahuan dan keterampilan sendiri. · Pd thn
1453 Konstantinopel ( Istambul ) jatuh ke tangan Turki  akademisi Yunani kuno ke Barat dgn
membawa buku2 & pengetahuannya · Obat2 baru dari dunia baru ( Columbus & Vasco da
Gama ) mulai masuk · Mesin cetak  Johann Gutenberg  meningkatnya studi ttg tanaman obat
· Valerius Cordus ( 1515 - 1544 ) menulis Dispensatorium  standar yg resmi u/ pembuatan obat
- obatan di Nuremberg  farmakope ( pharmacopoeia ) yg pertama TREN DUNIA FARMASI
KE DEPAN Pengembangan obat baru Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau
isolasi dari berbagai sumber yaitu dari tanaman ( glikosida jantung untuk mengobati lemah
jantung ), jaringan hewan ( heparin untuk mencegah pembekuan darah ), kultur mikroba
( penisilin G sebagai antibiotik pertama ), urin manusia ( choriogonadotropin ) dan dengan teknik
bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari
hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan
ilmu baru yaitu kimia medisinal dan farmakologi molekular. Setelah diperoleh bahan calon obat,
maka selanjutnya calon obat tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang
panjang dan biaya yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan pemberi izin.
Biaya yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai diperoleh obat baru
lebih kurang US$ 500 juta per obat. Uji yang harus ditempuh oleh calon obat adalah uji praklinik
dan uji klinik. Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh
informasi tentang efikasi ( efek farmakologi ), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat.
Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor
dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada
hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci,
marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat
berjasa bagi pengembangan obat. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui
apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau aman. Penelitian toksisitas
merupakan cara potensial untuk mengevaluasi : · Toksisitas yang berhubungan dengan
pemberian obat akut atau kronis · Kerusakan genetik ( genotoksisitas, mutagenisitas ) ·
Pertumbuhan tumor ( onkogenisitas atau karsinogenisitas ) · Kejadian cacat waktu lahir
( teratogenisitas ) Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik
obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil pengamatan pada
hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada manusia. Ahli farmakologi bekerja
sama dengan ahli teknologi farmasi dalam pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk bentuk sediaan obat yang akan diuji pada manusia. Di samping uji pada hewan, untuk
mengurangi penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk
menentukan khasiat obat contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji
anti mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain - lain untuk
menggantikan uji khasiat pada hewan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji
toksisitas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan, belum ada metode lain
yang menjamin hasil yang menggambarkan toksisitas pada manusia, untuk masa yang akan

datang perlu dikembangkan uji toksisitas secara in vitro. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1.
Perkembangan ilmu farmasi dari zaman ke zaman berkambang sangat pesat sesuai dengan
perkembangan zaman. 2. Ada banyak tokoh yang berjasa dalam bidang farmasi diantaranya Abu
Ar-Rayhan Al-Biruni, Al-Razi, Ibu Sina, Yuhanna Ibnu Massawayh, Ibnu Al-Albaitar, Abu Ja‟far
Al-ghafiqi, Sabur Ibnu Sahl, Al-Zahrawi, Abu Hasan „Ali bin Sahl Rabban at-Tabari, Zayd
Hunayn b. Ishaq al-Ibadi 3. Perkembangan farmasi boleh dibilang dimulai ketika berdirinya
pabrik kina di Bandung pada tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai sekitar tahun 1950 di
mana pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa.
Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

1. Zaman Permulaan

Suatu zaman yang sangat awal, belasan maupun puluhan abad sebelum masehi. Alam lebih
dahulu tercipta dari manusia, alam menyediakan berbagai sumber hayati, hewani serta mineral
mineral serta zat kimiawi lainnya yang pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh manusia. pada
masa
zaman prasejarah (awal mula kehidupan) manusia dan penyakit adalah 2 hal yg berkait, dulu
untuk mengobati penyaki mereka menggunakan insting dalam mengobati penyakit misal luka
manusia membubuhkan daun-daun segar diatas luka, atau menutupinya dengan lumpur, mereka
melakukan pencarian obat secara acak, dan ini merupakan awal mula pngetahuan dan ilmu
farmasi.
Selanjutnya penemuan arkeologi mengenai tulisan-tulisan mengenai farmasi yang terkenal
adalah penemuan catatan-catatan yang disebut 'Papyrus Ebers', papyrus ebers ini merupakan
suatu kertas yang berisi tulisan yang panjangnya 60 kaki (kurang lebih 20 meter) dan lebarnya 1
kaki (sekitar sepertiga meter) berisi lebih dari 800 formula atau resep, disamping itu disebutkan
juga 700 obat-obatan yang berbeda antara lain obat yang berasal dari tumbuh tumbuhan seperti
akasis,biji jarak (castrol), anisi dll serta mineral seperti besi oksida, natrium bikarbonat, natrium
klorida dan sulfur.
Dokumen ini ditemukan george ebers, seorang ahli sejarah mesir berkebangsaan jerman.
sekarang dokumen ini disimpan di universitas of leipzig, Jerman.
2. Awal masehi
Sejarah farmasi dan kedokteran juga dipengaruhi tokoh tokoh seperti hippocrates (450-370 SM),
Dioscorides (abad ke-1 M), dan Galen (120-130 M)
Hippocrates (450-370 SM) merupakan seorang dokter yunani yang dihargai karna
memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah, ia membuat sistematika dalam
pengobatan, serta menyusun uraian tentang beratus-ratus jenis obat-obatan, ia juga dinobatkan
sebagai bapak dari ilmu kedokteran.
Dioscorides (abad ke-1 M), seorang dokter yunani yang merupakan seorang ahli botani, yang
merupakan orang pertama yang menggunakan ilmu-tumbuh tumbuhan sebagai ilmu farmasi
terapan, hasil karyanya berupa De Materia Medika. selanjutnya mengembangkan ilmu
farmakognosi. obat obatan yang dibuat dioscoridaes antara lain napidium, opium, ergot,
hyosciamus,
dan
cinnamon..
Galen (120-130 M), seorang dokter dan ahli farmasi bangsa yunani berkewarganegaraan
romawi, yang menciptakan suatu sistim pengobatan, fisiologi, patologi yang merumuskan kaidah
yang banyak diikuti selama 1500 tahun, dia merupakan pengarang buku terbanyak dizamannya,
ia telah meraih penghargaan untuk 500 bukunya tentang ilmu kedokteran-farmasi serta 250 buku
lainnya tentang falsafal, hukum, maupun tata bahasa. hasil karyanya dibidang farmasi uraian
mengenai banyak obat, cara pencampuran dsb, sekarang lazim disebut farmasi 'galenik'.
3.
Abad
kegemilangan
Farmasi
di
peradaban
Arab-Islam
Setelah abad pertama masehi terlewati, perlahan-lahan kemajuan dibidang pengetahuan termasuk
farmasi di barat mengalami kemunduran, dikenal dengan abad kegelapan (Dark Age).
Kebangkitan di dunia farmasi selanjutnya diilhami dengan turunnya Al-Qur'an seiiring dengan
kemajuan bangsa arab yang merupakan pusat peradaban dunia termaju saat itu, dimana ilmuan
ilmuan islam berpatokan pada Al-Qur'an dan Metode pengobatan nabawi (Nabi), disamping
penelitian
dan
pengembangan
lainnya.
Mulai Abad ke-9 terus berkembang hingga abad ke-13 melalui berbagai karya asli dan
terjemahan, dunia arab telah menjembatani ilmu yang menghubungkan yunani dengan dunia

farmasi modern saat sekarang ini. Puncak sumbangan dunia Arab-islam dalam perkembangan
farmasi dapat dikatakan ketika adanya suatu panduan praktek kefarmasian pada tahun 1260
yang disusun oleh seorang ahli kefarmasian berpengalaman dari mesir (Abu'l-Muna Al-Kohen
al-Attar), dalam panduan praktek kefarmasian tersebut attar menuliskan pengalaman hidupnya
serta ilmu dalam seni apotek atau seni dalam meracik obat, yang sebagiab besar juga
menguraikan etika farmasis sebagai profesi kesehatan. Ilmuan Farmasi yang terkenal pada zaman
ini antara lain :Yuhanna bin Masawayah (777-875), Abu Hasan Ali Bin Sahl Rabban Al-tabari
(808), Sabur bin Sahl, Zayd Hunayn bin Ishaq al ibadi (809-873), dan lain lainnya.
Pembahasan mengenai abad kegemilangan farmasi didunia Arab akan dibahas pada artikel
selanjutnya.
4.
Menjelang
Abad
pertengahan
dan
Abad
ke
20
Seiring meningkatnya jenis obat-obatan, rumitnya ilmu mengenai obat dan penanganan serta
penggunaannya, yang dulunya pekerjaan ini masih dipelajari dan dikerjakan dalam kedokteran.
Pada tahun 1240 raja jerman frederick II secara resmi memisahkan ilmu farmasi dari
kedokteran, sehingga sekarang dikenal ilmu farmasi dan ilmu kedokteran.
Tokoh selanjutnya yang berpengaruh adalah Philippus Aureolus Theopharastus Bombastus
von hoheaheim, panjang dan ribet namanya hahaha, ia juga dikenal dengan nama paracelcus
(1493-1542 M) seorang dokter dan ahli kimia, yang merubah paradigma ilmu farmasi yang
mulanya berdasarkan ilmu tumbuhan menjadi profesi yang berkaitan erat dengan ilmu kimia,
paracelcus juga berhasil menyiapkan obat kimiawi yang dipakai sebagai obat internal untuk
melawan
penyakit
tertentu.
Menjelang abad ke-20 Penelitian farmasi awal mulai banyak dilakukan :
Karl Wilhelm (1742-1786) seorang ahli farmasi swiss berhasil menemukan zat kimia seperti
asam laktat, asam sitrat, asam oksalat, asam tartrat dan asam arsenat.
Scheele juga berhasil mengidentifikasi gliserin, menemukan cara baru membuat calomel, dan
asam
benzoat
serta
menemukan
oksigen.
Friedrick seturner merupakan ahli farmasi jerman (1783-1841) berhasil mengisolasi morpin
dari opium, pada tahun 1805, seturner juga menganjurkan suatu seri isolasi dari tumbuhan
lainnya
juga.
Joseph Caventou (1795-1877) dan joseph pelletier (1788-1842) menggabungkan keahlian
mereka
dalam
mengisolasi
kina
dan
sinkonin
dari
sinkona.
Joseph pelletier (1788-1842) dan pirre robiquet (1780-1840) mengisolasi kafein dan robiquet
sendiri memisahkan kodeina dari opium. secara metode satu persatu zat kimia diisolasi dari
tanaman, serta diidentifikasi sebagai zat yang bertanggung jawab terhadap aktifitas medis
tanamannnya. dieropa abad ke18 dan 19 M mereka berdua sangat dihargai karna
kemampuannya. mereka juga menerapkan kemampuan ilmu farmasi pada pembuatan produkproduk obat yang mempunyai standar kemurnian, keseragaman, dan khasiat yang tinggi daripada
yang sebelumnya dikenal. ekstraksi dan isolasi ini merupakan keberhasilan yang sangat besar
dibidang sediaan yang dipekatkan, sehingga saat itu banyak ahli farmasi yang membuat sediaan
obat
dari
tanaman
meski
dalam
skala
yang
kecil.
Pada awal abad ke-19 obat diamerika umumnya diimpor dari eropa, walaupun banyak obat asli
amerika
yang
berasal
dari
suku
indian
yang
diambil
oleh
pendatang.
Seiring terjadi peningkatan kebutuhan masyarakat, muncul 3 perusahaan farmasi pertama
diketahui telah berdiri sebelum tahun 1826 dan 22 perusahaan muncul setengah abad kemudian.
pada tahun 1821 sekolah farmasi pertama didirikan di philadelphia.

Sejak   masa   Hipocrates   (460­370   SM)   yang   dikenal   sebagai   “Bapak   Ilmu
Kedokteran”,   karna   pada   saat   itu   belum   dipisahkan   dan   belum   dikenalkan   profesi
Farmasi,   jadi   pada   saat   itu   dokter/tabib   menjadi   dokter   sekaligus   apoteker   artinya
 seorang   dokter   yang   mendignosis   penyakit,   juga   sekaligus   merupakan   seorang
“Apoteker” yang menyiapkan obat.  Semakin lama masalah penyediaan obat semakin
rumit,   baik   formula   maupun   pembuatannya,   sehingga   dibutuhkan   adanya   suatu
keahlian tersendiri.
Pada   tahun   1240   M,   Raja   Jerman   Frederick   II   memerintahkan   pemisahan
secara   resmi   antara   Farmasi   dan   Kedokteran   dalam   dekritnya   yang   terkenal
“Two   Silices”.   Dari   sejarah   ini,   satu   hal   yang   perlu   direnungkan   adalah
bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.
Dampak   revolusi   industri   merambah   dunia   farmasi   dengan   timbulnya
industri­industri   obat,   sehingga   terpisahlah   kegiatan   farmasi   di   bidang
industri   obat  dan  di  bidang   “penyedia/peracik”   obat  (apotek).Dalam  hal  ini
keahlian   kefarmasian   jauh   lebih   dibutuhkan   di   sebuah   industri   farmasi   dari
pada   apotek.   Dapat   dikatakan   bahwa   farmasi   identik   dengan   teknologi
pembuatan obat.
Pendidikan   farmasi   berkembang   seiring   dengan   pola   perkembangan
teknologi   agar   mampu   menghasilkan   produk   obat   yang   memenuhi
persyaratan   dan   sesuai   dengan   kebutuhan.   Kurikulum   pendidikan   bidang
farmasi   disusun   lebih   ke   arah   teknologi   pembuatan   obat   untuk   menunjang
keberhasilan para anak didiknya dalam melaksanakan tugas profesinya.

Dilihat   dari   sisi   pendidikan   Farmasi,   di   Indonesia   mayoritas
farmasi   belum   merupakan   bidang   tersendiri   melainkan   termasuk   dalam   bidang
MIPA   (Matematika   dan   Ilmu   Pengetahuan   Alam)   yang   merupakan   kelompok   ilmu
murni (basic science) sehingga lulusan S1­nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi
melainkan Sarjana Sains.
Departemen   Tenaga   Kerja   Republik   Indonesia   (1997)   dalam   “informasi
jabatan   untuk   standar   kompetensi   kerja”   menyebutkan   jabatan   Ahli   Teknik
Kimia   Farmasi,   (yang   tergolong   sektor   kesehatan)   bagi   jabatan   yang
berhubungan   erat   dengan   obat­obatan,   dengan   persyaratan   :   pendidikan
Sarjana Teknik Farmasi.
Buku   Pharmaceutical   handbook   menyatakan   bahwa   farmasi   merupakan
bidang   yang   menyangkut   semua   aspek   obat,   meliputi   :   isolasi/sintesis,
pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.
Silverman   dan   Lee   (1974)   dalam   bukunya,   “Pills,   Profits   and   Politics”,
menyatakan bahwa :
1. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu
dokter menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang
tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien
tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan
atau tanpa resep dokter.
2. Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal
produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk
mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani
baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.

3. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah
penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep
yang irrasional.
Sedangkan   Herfindal   dalam   bukunya   “Clinical   Pharmacy   and   Therapeutics”
(1992)   menyatakan   bahwa   Pharmacist   harus   memberikan   “Therapeutic
Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Melihat hal­hal di atas, maka nampak adanya suatu kesimpangsiuran tentang
posisi  farmasi. Dimana sebenarnya  letak  farmasi ? di jajaran teknologi, Ilmu
murni, Ilmu kedokteran  atau  berdiri sendiri ? kebingungan dalam  hal posisi
farmasi   akan   membingungkan   para   penyelenggara   pendidikan   farmasi,
kurikulum   semacam   apa   yang   harus   disajikan   ;   para   mahasiswa   bingung
menyerap   materi   yang   semakin   hari   semakin   “segunung”   ;   dan   yang
terbingung   adalah   lulusannya   (yang   masih   “baru”),   yang   merasa   tidak
“menguasai “ apapun.
Di   Inggris,   sejak   tahun   1962,   dimulai   suatu   era   baru   dalam   pendidikan
farmasi, karena pendidikan farmasi yang  semula menjadi bagian dari MIPA,
berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi
berkembang   ke   arah   “patient   oriented”,   memuculkan   berkembangnya   Ward
Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).
Di   USA   telah   disadari   sejak   tahun   1963   bahwa   masyarakat   dan   profesional   lain
memerlukan   informasi   obat   tang   seharusnya   datang   dari   para   apoteker.   Temuan
tahun   1975   mengungkapkan   pernyataan   para   dokter   bahwa   apoteker   merupakan
informasi   obat   yang   “parah”,   tidak   mampu   memenuhi   kebutuhan   para   dokter   akan
informasi   obat   Apoteker   yang   berkualits   dinilai   amat   jarang/langka,   bahkan

dikatakan   bahwa   dibandingkan   dengan   apotekeer,   medical   representatif   dari
industri farmasi justru lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter.
Perkembangan   terakhir   adalah   timbulnya   konsep   “Pharmaceutical   Care”
yang   membawa   para   praktisi   maupun   para   “profesor”   ke   arah   “wilayah”
pasien.
Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya
semula   yaitu   sebagai   mitra   dokter   dalam   pelayanan   pada   pasien.   Apoteker
diharapkan   setidak­tidaknya   mampu   menjadi   sumber   informasi   obat   baik
bagi   masyarakat   maupun   profesi   kesehatan   lain   baik   di   rumah   sakit,   di
apotek atau dimanapun apoteker berada.