makalah eksperiment bu met revisi terakhir

TUGAS PRAKTIKUM EKSPERIMEN DALAM BELAJAR
PENGARUH PELATIHAN KEPERCAYAAN DIRI
TERHADAP KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM
PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MERCUBUANA YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Erlanno Rian Septa P
Aldi Widiyanto
Ayu Andriani
Nila Sari Fitriana
Endah Sulistiyo
Wening Nurfitri

Satrio Bayu Triatmojo
Amynda Belti Syaifudin

(14081069)
(14081095)
(14081101)
(14081129)
(14081137)
(14081187)
(14081237)
(14081295)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG


Mahasiswa sebagai individu yang mengenyam perguruan tinggi diharapkan memiliki
keahlian yang nantinya akan memudahkan mahasiswa mencapai apa yang dicita-citakan
(Sianturi,2013). Sehingga mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan berbicara di depan
umum, selain

keahlian

mengungkapkan pikirannya secara tertulis. Kemampuan

mengungkapkan pikiran secara lisan memerlukan kemampuan penguasaan bahasa yang baik agar
mudah dimengerti oleh orang lain dan membutuhkan pembawaan diri yang tepat. Kemampuan
mahasiswa berbicara di depan umum lebih banyak menggunakan metode diskusi kelompok
dan presentasi. Mahasiswa diharuskan mampu menjadi pembicara, pendengar dan pelaku media
yang kompeten dalam berbagai setting lingkungan, seperti situasi personal dan sosial, seperti di
dalam kelas, tempat kerja, maupun sebagai anggota masyarakat. Akan tetapi, mahasiswa
seringkali merasa cemas untuk mengungkapkan pikirannya secara lisan, baik pada saat diskusi
kelompok, saat mengajukan pertanyaan pada dosen, ataupun ketika harus berbicara di depan
kelas saat mempresentasikan tugas (Anwar, 2012)
Arismunandar (dalam


Diwsty, 2010) menyatakan bahwa Komunikasi dan interaksi di

dalam kelas sangat menentukan ekfektifitas dan mutu pendidikan. Dosen yang menjelaskan,
mahasiswa yang bertanya, berbicara dan mendengarkan yang terjadi silih berganti, semua itu
merupakan bagian penting dalam dunia pendidikan. Namun, kenyataan yang terjadi selama ini
berbeda, mahasiswa kurang memiliki kemampuan komunikasi yang baik, mereka masih takut
bila menyampaikan pendapat atau sekedar menjawab pertanyaan dari dosen, bahkan mahasiswa
takut bila mendapatkan kesempatan berkomukasi tampil di depan umum. Karena, semua
mahasiswa dapat berbicara dan komunikasi. Namun, tidak semua mahasiswa dapat berbicara
dengan baik dan komunikatif di depan umum. (Rahmat dalam Wahyuni, 2015)

Berbeda selama menjadi siswa, tingkat perguruan mahasiswa dihadapkan pada situasi
belajar yang menuntut mereka lebih mandiri, aktif dan berinisiatif dalam mencari informasi. Hal
ini untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi yang mandiri dan inovatif ketika terjun
kemasyarakat dan mengabdikan ilmunya. Mahasiswa di tuntut untuk memiliki kemampuan
berbicara di depan umum, selain mengungkapkan pikirannya secara tertulis, kemampuan
mengunggapkan secara lisan memelukan penguasaan bahas yang baik agar mudah di mengerti
oleh orang lain dan membutuhkan pembawaan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara
di depan umum lebih banyak menggunakan metode diskusi kelompok dan presentasi. Akan

tetapi, mahasiswa sering merasa cemas untuk mengendapkan pemikirannya secara lisan, baik
pada saat diskusi kelompok, saat mengajukan pertanyaan pada dosen, ataupun ketika harus
berbicara di depan kelas saat mempresentasikan tugas. (Wahyuni,2014).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2013) pada mahasiswa Universitas
Negeri Jakarta (UNJ) menghasilkan data 56% mahasiswa mempunyai kecemasan berbicara di
depan umum yang tinggi, 24,36% mahasiswa mempunyai kcemeasan berbicara di depan umum
sedang dan 19,64% mahasiswa mempunyai kecemasan berbicara di depan umum yang rendah.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Suwandi (2010) di Fakultas Teologi Universitas sanata
dharma, 32,8% mengalami kecemasan berbicara di depan umum sedang, 48,3% mahasiswa
mengalami kecemasan sangat tinggi dalam situasi berbicara di depan umum.
Corey (2009) menyatakan bahwa, gejala kecemasan berbicara di depan umum yang
disebabkan karena beberapa faktor antara lain ialah adanya pikiran-pikiran yang tidak irasional
pada diri seseorang dan rasa tidak percaya pada kemampuan diri sendiri. Karena pada dasarnya
emosi-emosi ialah produk dari pikiran manusia itu sendiri (Sianturi, 2014). Jika seseorang tidak
percaya dengan kemampuan yang ada pada dirinya maka akan sulit untuk melakukan hal yang

seharusnya karena rasa ketidakpercayaan diri tersebut Jika seseorang percaya diri, maka akan
mampu melakukan apapun (Wahyuni, 2013). Kecemasan yang dialami bukan karena persoalan
apa yang mereka alami melainkan pada persoalan keyakinan dan kepercayaan yang salah yang
menjadi penguat adanya kecemasan (Adler & Rodman dalam mutmainah,2005). Hal ini

didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Agustiar dan Asmi (2010), faktor yang
meyebabkan kecemasan berbicara di depan umum adalah rasa tidak percaya diri. Dan diperkuat
oleh penelitian lainnya (Wahyuni, 2014) yang mengatakan bahwa adanya hubungan negatif
antara kepercayaan diri dengan kecemasan berbicara di depan umum.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan
berbicara di depan umum antara lain adalah relaksasi, pencitraan perilaku, intervensi kognitif,
dan pelatihan kepercayaan diri. (Greenberger, 2014). Dan adapun intervensi yang peneliti
gunakan adalah pelatihan kepercayaan diri. Rasa percaya diri adalah pikiran yang tidak dapat
dibuktikan menimbulkan perasaan yang tidak enak (Ririn, 2013). pelatihan kepercayaan diri
terbukti efektif untuk menangani kecemasan berbicara di depan umum, hal ini senada dalam
penyataan Andhika & Rochman (2012) yang menyatakan bahwa dengan adanya masalah yang
terjadi karena dipertahankan oleh disfungsional kognisi dan keyakinan tertentu terhadap diri
sendiri sehingga ini perlu dirubah. Hal ini pula diperkuat dengan pernyataan (Kusumawati, 2014)
menyatakan bahwa pelatihan kepercayaan diri adalah mengenai bagaimana seseorang
mempercayai dirinya sendiri bahwa dapat melakukan suatu tindakan. Dan di perkuat pula dengan
beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novita (2012) yang menunjukan bahwa
kepercayaan diri memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kecemasan berbicara di
depan umum.
Menurut Rini (dalam widyarini,2006) kepercayaan diri adalah sikap positif seseorang


individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan menurut
Komarudin (2013) kepercayaan diri berisi keyakinan seseorang terkai dengan kekuatan,
kemampuan diri, untuk melakukan dan meraih sukses serta bertanggung jawab terhadap apa
yang terlah ditetapkan oleh dirinya. Sedangkan, Pelatihan menurut Noe (dalam yuwono,2005)
adalah suatu usaha terencana yang dilakukan oleh suatu lembaga untuk memfasilitasi proses
pembelajaran bagi anggotanya meliputi pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku. Jewell &
Siegall (dalam Sianturi, 2013) menyebutkan bahwa pelatihan adalah pengalaman belajar yang
terstruktur dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan khusus dan
pengetahuan atau sikap tertentu.
Dengan kata lain, Pelatihan kepercayaan diri adalah sebuah program yang direncanakan
oleh peneliti untuk mencoba memberikan pengalaman baru bagi peserta pelatihan terkait untuk
meningkatkan keprcayaan diri mahasiswa. Pelatihan ini menekankan pada tiap individu agar
meyakini kemampuan yang ada dalam dirinya sehingga akan mampu mengeluarkan perfoma
terbaiknya ketika berbicara didepan umum karena adanya penekanan pada rasa kecemasan yang
mungkin muncul dalam diri mereka menjelang berbicara di depan umum. Sehingga nantinya di
harapkan mahasiswa dapat mengoptimalkan kemampuan untuk berbicara di depan umum.
Pelatihan kepercayaan diri cukup efektif untuk mengelola beberapa hal yang berkenaan dengan
permasalahan kecemasan berbicara di depan umum. Hal ini di perkuat oleh penelitian Rahayu
(2004) bahwa terjadi penurunan kecemasan berbicara di depan umum setelah diberikan

pelatihan kepercayaan diri. Sehingga untuk mengatasi permasalahan ini, peneliti menggunakan
pelatihan kepercayaan diri.

Menurut Rakhmat (2009), apabila orang merasa tidak percaya diri, ia akan mengalami
kesulitan untuk mengkomunikasikan gagasannya pada orang lain, dan menghindar untuk
berbicara di depan umum, karena takut orang lain menyalahkannya. Kecemasan dalam interaksi
sosial lebih sering dikarenakan adanya pikiran-pikiran negatif dalam diri individu. Individu
merasa orang lain tidak dapat menerima dirinya karena perbedaan-perbedaan yang dimilikinya,
seperti perbedaan status sosial, status ekonomi dan tingkat pendidikan. Kepercayaan diri
mahasiswa diasumsikan dapat mempengaruhi tingkat kecamasan mereka di dalam berbicara di
depan umum. Mahasiswa dengan memiliki kepercayaan diri yang memadai akan dapat
meminimalisir kecemasan yang terjadi pada diri mereka saat mengadakan sebuah presentasi, dan
mahasiswa tersebut dapat menyikapi sebuah proses presentasi dengan respon yang positif.
Mahasiswa tidak akan menganggap presentasi sebagai sebuah ancaman yang harus di hindari,
tetapi mahasiswa dapat menyikapi hal tersebut sebagai sebuah proses belajar dan tantangan.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan oleh peneliti di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti ini adalah apakah ada Pengaruh Pelatihan kepercayaan diri Terhadap Penurunan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Universitas Mercubuana Yogyakarta?
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh dari pelatihan kepercayaan diri

terhadap penurunan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Universitas
Mercubuana Yogyakarta.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam Eksperimen ini adalah dapat menambah pembendaharaan ilmu
pengetahuan terutama dalam bidang psikologi. Dan dapat dijadikan bahan kajian

penelitian-penelitian

selanjutnya,

khususnya

psikologi

klinis

dan

psikologi


pendidikan
2. Manfaat Praktis.
Manfaat praktis dalam Eksperimen ini adalah hasil penelitian ini jika hipotesis
penelitian terbukti, maka diharapkan pelatihan berpikir positif

ini dapat

direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam
kaitannya berbicara di depan umum.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum
1. Pengertian Kecemasan Berbicara Di Depan Umum.
Kecemasan berasal dari kata anxius (latin) yang menurut Calhoun dan Acocella (1990) yaitu
ketakutan yang tidak nyata, suatu perassaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang
sebenarnya tidak mengancam. Freud (dalam Suryabrata, 2005) mengemukakan kecemasan
adalah suatu pengalaman yang menyakitkan dan ditimbulkan oleh ketegangan– ketegangan
dalam tubuh. Ketegangan ini adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan
dikuasai oleh susunan urat syaraf yang otonom. Kondisi psikologis seseorang yang cemas antara
lain adanya perasaan was-was, gelisah, khawatir, merasa tidak tenang, tertekan dan merasa

jiwanya terancam, merasa tidak berdaya.
Neale dkk (2001) mengartikan kecemasan sebagai perasaan takut dan tidak menyenangkan,
yang dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis. Walaupun sebagai orang normal,
seseorang dapat mengalami kecemasan, namun kecemasan orang normal berlangsung dalam

intensitas atau durasi yang tidak berkepanjangan sehingga individu dapat tetap memberikan
respon yang adaptif. Sedangkan menurut Maramis (dalam Sianturi,2013) kecemasan adalah
ketegangan, rasa tidak aman, khawatir yang ditimbulkan karena dirasakan akan mengalami
keadaan yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, kecemasan dapat digunakan untuk
menunjukkan suatu perubahan yang luas yang disebabkan oleh beberapa faktor psikologis atau
faktor fisik atau gabungan dari keduanya. Kecemasan tidak sebabkan oleh sesuatu yang terdapat
diluar individu, namun lebih diakibatkan oleh cara berpikir inidividu tersebut tentang apa yang
akan terjadi pada dirinya.
Sedangkan kecemasan berbicara di depan umum pada mulanya dikenal dengan “Demam
Panggung” dan difokuskan pada kecemasan berbicara di depan umum. McCroskey (dalam
Sianturi, 2013) menyebutkan kecemasan berbicara didepan umum sebagai “communication
apprehension”. Burgoon dan Ruffner (dalam Fatwa, 2012) mendefinisikan kecemasan berbicara
di depan umum sebagai kecemasan yang timbul dalam upaya untuk mengatasi situasi berbicara
di depan umum. Kecemasan berbicara di depan umum adalah suatu hal yang normal, bahkan
dapat dikatakan sehat apabila kecemasan tersebut mendorong seseorang untuk mempersiapkan

diri sebaik mungkin untuk mengantisipasi apa yang ditakutkannya, namun kecemasan yang
terlalu tinggi pada saat berbicara di depan umum akan menghambat seseorang untuk
menunjukkan kapasitas dirinya.
Apollo (dalam Wahyuni, 2015) menyebut kecemasan berbicara didepan umum dengan istilah
reticence, yaitu ketidakmampuan individu untuk me–ngembangkan percakapan yang bukan
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya ketidakmampuan
menyampai–kan pesan secara sempurna, yang ditandai dengan adanya reaksi secara psikologis
dan fisiologis.

2. Komponen-komponen Kecemasan Berbicara Di Depan Umum
Rogers (dalam Astrid, 2010) membagi kompenen kecemasan berbicara di depan umum
menjadi 3 bagian, yaitu :
a.

Komponen Fisik, biasanya dirasakan jauh sebelum memulai pembicaraan. Gejala
fisik tersebut dapat berbeda-beda pada setiap individu. Beberapa contoh gejala fisik
yang dimaksud adalah detak jantung semakin cepat, suara yang bergetar atau kaki
gemetar, kejang perut, sulit untuk bernapas dan hidung berlendir.

b.

Komponen proses mental, misalnya sering mengulang kata atau kalimat, hilang
ingatan secara tiba-tiba sehingga sulit untuk mengingat fakta secara tepat dan
melupakan hal-hal yang sangat penting. Selain itu juga tersumbatnya

pikiran

membuat individu yang sedang berbicara tidak tahu apa yang harus diucapkannya
selanjutnya.
c.

Komponen emosional, yang termasuk komponen emosional ialah adanya rasa tidak
mampu, rasa takut yang bisa muncul sebelum individu tampil dan rasa kehilangan
kendali. Biasanya secara mendadak muncul rasa tidak berdaya seperti anak yang
tidak mampu mengatasi masalah, munculnya rasa panik dan malu setelah
berakhirnya pembicaraan.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Berbicara Di Depan Umum

Dan adapun menurut Adler & Rodman (1991) menyatakan terdapat dua hal yang
menyebabkan seseorang mengalami kecemasan, yaitu :
a. Pengalaman negatif dimasa lalu, yaitu adanya suatu pengalaman yang tidak
menyenangkan dimasa lalu mengenai suatu peristiwa yang dapat terulang kembali
di masa mendatang apabila individu tersebut menghadapi kejadian dan situasi
yang sama dan juga tidak menyenangkan.
b. Pikiran yang tidak rasional, para ahli psikologi memperdebatkan bahwa pada saat
terjadi kecemasan bukan kejadiannya yang membuat individu cemas tetapi
kepercayaan atau keyakinan tentang itulah yang menjadi penyebab kecemasan.
4. Cara Menangani Kecemasan Berbicara Di Depan Umum.
Berdasarkan beberapa penelitian, diketahui ada beberapa cara atau tekhnik yang dapat
digunakan dalam mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan berbicara di depan umum
(Utami,1998). Cara atau tekhnik tersebut adalah :
a. Teknik Positive Words
Kemampuan menerapkan positive words merupakan salah satu solusi mengurangi
kecemasan berbicara di depan umum. Namun kemampuan ini harus ditanamkan
sejak dini (pada anak-anak) baik orang tua, pengajar dan orang dewasa lainnya.
Hal ini bertujuan agar tercipta keselaran antara pikiran dan hati individu sehingga
kata-kata positif yang diucapkan dengan hati akan menghasilkan yang baik
(Urban, 2007)
b. Teknik Kognitif

Menurut pendekatan kognitif, secara konsisten

individu mengalami distorsi

terhadap realistis sehingga individu membuat kesimpulan yang tidak masuk akan
sehubungan dengan kemampuan menghadapi lingkungannya. Oleh karena itu
tujuan dari teknik kognitif ini adalah memodifikasi pikiran, premis, asumsi dan
sikap yang ada pada individu (Meichenbaum dalam Utami dan Purnamaningsih,
1998)
c. Teknik Relaksasi Otot
Relaksasi merupakan salah satu teknik atau metode di dalam terapi perilaku yang
dapat digunakan untuk merelaksasikan otot-otot yang tegang ketika individu
mengalami kecemasan berbicara di depan umum. Dengan belajar melemaskan
otot-otot yang tegang dalam badan, maka rasa takut dapat di kontrol. Individu
yang melakukan relaksasi ketika mengalami kecemasan berbicara di depan
umum, maka reaksi-reaksi fisiologis yang dirasakan individu akan berkurang,
sehingga akan merasakan rileks. Dalam keadaan rileks, individu dapat berpikir
dengan tenang dan berkonstrasi, akibatnya individu mampu berbicara dengan
lancar (Bower dalam Utami dan Purnamaningsih, 1998)
d. Pelatihan Kepercayaan ciri
Pelatihan Kepercayaan diri merupakan salah satu tekhnik atau metode dalam
meningkan rasa percaya diri seseorang yang dapat digunakan agar sesorang yakin
dpada kemampuan yang ia miliki. Sehingga mereka dapat merealisasikan
kemampuanya ketika berbicara didepan umum. Dengan percaya pada diri sendiri

akan kemampuan yang ia miliki maka rasa taku ataupun cemas ketikan berbicara
di depan umum dapat terkontrol dengan baik (Edward dalam Yusinta, 2011)
Berdasarkan beberapa cara atau teknik menangani atau mengurangi kecemasan berbicara
di depan umum yang di telah dikemukankan beberapa para ahli diatas, peneliti memilih pelatihan
kepercayaan diri dalam

mengurangi tingkat kecemasan berbicara di depan umum. Alasan

dipilihnya pelatihan kepercayaan diri dalam penelitian ini karena teknik ini terbukti efektif untuk
menangani kecemasan berbicara di depan umum. Ramond (2008) menyatakan bahwa pelatihan
kepercayaan diri adalah mengenai keyakinan pada diri individu atas kemampuan yang ia miliki..
Hal ini senada dalam
menyatakan

pernyataan Cooper dan

Duffy (Andhika & Rochman, 2012) yang

bahwa dengan adanya masalah yang terjadi karena dipertahankan oleh

disfungsional kognisi dan keyakinan tertentu sehingga hal yang perlu dirubah melalui perasaan
percaya dirinya terlebih dahulu. Hal ini pula diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuni (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara pelatihan kepercayaan
diri dengan kecemasan berbicara di depan umum. Dan penelitian lainnya dilakukan oleh Prakoso
(2014) yang mengatakan ada hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan
berbicara di depan umum.

B. Pelatihan Kepercayaan Diri
Menurut kamus bahasa Indonesia (Purwodarminto, 1976) , pelatihan adalah pelajaran untuk
membiasakan/memperoleh suatu kecakapan. Jewell & Siegall (dalam Sianturi, 2013)
menyebutkan bahwa pelatihan adalah pengalaman belajar yang terstruktur dengan tujuan untuk
mengembangkan kemampuan, keterampilan khusus dan pengetahuan atau sikap tertentu.

Kemampuan itu meliputi potensi fisik dan mental sedangkan keterampilan merupakan potensi
khusus. Sedangkan Goldstain (dalam Hartati,2003) mengatakan bahwa pelatihan adalah suatu
usaha yang terencana untuk mencapai keterampilan, peraturan, konsep atau sikap yang di
hasilkan dari perkembangan perfomance (kinerja) dalam lingkungan yang lain, artinya pelatihan
merupakan usaha terencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan keterampilan,
pengetahuan, dan sikap-sikap yang sesuai dengan tujuan tertentu.
Wheelen (dalam Wulandari, 2005) menjelaskan bahwa pelatihan adalah salah satu metode
untuk mendidik seseorang sehingga menguasi kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk
lebih efektif dalam melakukan aktivitas. Individu yang telah mengikuti pelatihan akan dituntut
dapat berlatih mengenai materi yang di sampaikan dalam pelatihan. Pelatihan merupakan salah
satu metode yang cukup efektif untuk mengembangkan sumber daya manusia (Parcek dalam
Harjana, 2002). Menurut Thana (2001) menandaskan bahwa metode pelatihan saat ini telah
menjadi sarana pendidikan yang penting, karena pendidikan tidaklah cukup dengan mengubah
pengetahuan semata, melainkan juga harus merubah aspek lain seperti keterampilan, keyakinan,
orientasi serta pengalaman lapangan dengan mengubah metode, suasana dan waktu.
Sedangkan kepercayaan diri menurut adalah Lauster (1978), rasa percaya diri bukan
merupakan sifat yang diturunkan (bawaan) melainkan diperoleh dari pengalaman hidup, serta
dapat diajarkan dan ditanamkan melalui pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu dapat
dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya diri. Dengan demikian kepercayaaan
diri terbentuk dan berkembang melalui proses belajar di dalam interaksi seseorang dengan
lingkungannya. Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa
dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil seperti yang
diharapkan (Bandura, 1977).

Berdasarkan uraian diatas pelatihan kepercayaan diri merupakan usaha terencana yang
diselenggarakan guna mencapai kemampuan individu untuk lebih percaya pada kemampuan diri
sendiri yang diperoleh pada suatu keyakinan yang dimilki seseorang bahwa dirinya mampu
berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil seperti yang di harapkan.
C. Ciri-ciri kepercayaan diri
Teori Lauster (2003) tentang kepercayaan diri mengemukakan ciri-ciri orang yang percaya
diri, yaitu:
a. Percaya pada kemampuan sendiri yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala
fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta
mengatasi fenomena yang terjadi tersebut.
b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan yaitu dapat bertindak dalam mengambil
keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain
dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.
c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri
sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif
terhadap diri dan masa depannya.
d. Berani mengungkapkan Pendapat, Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan
sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa
yang dapat menghambat pengungkapan tersebut.
Mahasiwa yang memiliki tingkat percaya diri yang tinggi akan lebih dapat mengoptimalkan
kemampuannya ketika berbicara di depan umum sehingga dapat menekan rasa cemas ketika

harus berbicara di depan umum. Oleh sebab itu, diharapkan pelatihan kepercayaan diri ini dapat
menurunkan kecemasan ketika berbicara didepan umum.
B. Hipotesis
 adanya pengaruh pemberian pelatihan kepercayaan diri terhadap penurunan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Universitas Mercu Buana
Yogyakarta.

METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional.
a.




Variabel
Variabel Bebas
: Pelatihan Kepercayaan Diri
Variabel Terikat
: Kecemasan Berbicara Di depan Umum
Variabel Ekstrane
:
 Lingkungan (suhu ruangan, cahaya, suara, jendela)
 Cara mengontrol: suhu ruangan diatur dengan cukup menyesuaikan
keadaan, suara diatur agar tidak terjadi kebisingan ataupun kegadukan
ketika pelatihan dan cahaya diatur menyesuaikan keadaan dan kebutuhan
dan menutup jendela agar konsentrasi subyek tidak terganggu.

1. Kecemasan Berbicara Di Depan Umum
kecemasan berbicara didepan umum dengan istilah reticence, yaitu ketidakmampuan
individu untuk me–ngembangkan percakapan yang bukan disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan akan tetapi karena adanya ketidakmampuan menyampai–kan pesan secara
sempurna, yang ditandai dengan adanya reaksi secara psikologis dan fisiologis.
Kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa diukur menggunakan skala
kecemasan berbicara di depan umum berdasarkan dari aspek kecemasan berbicara di depan
umum dari Rogers (dalam Astrid, 2010) yakni komponen fisik, komponen proses mental, dan
komponen emosional. Nilai skala yang diperoleh subyek merupakan dasar untuk menentukan
tinggi rendahnya kecemasan berbicara di depan umum. Skor skala yang tinggi menunjukan
kecemasan berbicara di depan umum yang tinggi.
2. Pelatihan Kepercayaan Diri

pelatihan kepercayaan diri merupakan usaha terencana yang diselenggarakan guna
mencapai kemampuan individu untuk lebih percaya pada kemampuan diri sendiri yang diperoleh
pada suatu keyakinan yang dimilki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang
dibutuhkan untuk memperoleh hasil seperti yang di harapkan.
Dalam pelatihan ini akan menerapkan metode-metode yang ada dalam pelatihan dan juga
akan menerapkan aspek-aspek yang ada pada kepercayaan diri yang diungkapkan oleh Lauster
(2003) Percaya pada kemampuan sendiri,

Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan,

Berani mengungkapkan Pendapat, Berani mengungkapkan Pendapat yang digabungkan dengan
metode dalam pelatihan agar tingkat kecemasan berbicara didepan umum yang dialami oleh
mahasiswa dapat menurun.
B. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Karakteristik subyek adalah :
a. Mahasiswa berusia 18-22 tahun
Menurut Rakhmat (2013) Mahasiswa harus dapat berkomunikasi dengan baik terutama di
depan umum, agar mahasiswa dapat menyampaikan dan mengabdikan ilmu yang didapatkannya
selama menjadi mahasiswa kepada masyarakat.
b. Mahasiswa dengan skor kecemasan berbicara di depan umum sedang- tinggi.
Mahasiswa yang memiliki skor kecemasan berbicara didepan umum sedang-tinggi lebih
membutuhkan pelatihan ini agar dapat menjadi mahasiswa yang berpikiran positif ketika harus
berbicara di depan umum.

Seleksi subyek dilakukan dengan memberikan skala kecemasan berbicara di depan umum
kepada 14 mahasiswa yang di lakukan secara purposive sampling. Setelah data keseluruhan
terkumpul, skor subyek penelitian diurutkan untuk mengetahui subyek yang mengalami
kecemasan berbicara di depan umum dari kategori rendah sampai tertingg. Sebanyak 10
mahasiswa yang memenuhi syarat dengan tingkat kecemasan berbicara di depan umum sedang
sampai tinggi yang akan di pilih untuk dijadikan subyek penelitian. Yang kemudian akan diberi
pelakuan berupa pelatihan kepercayaan diri. Dalam penelitian ini akan menggunakan one shoot
pretest posttest control group design yang dimana seluruh subyek yang terpilih akan diberikan
pelatihan kepercayaan diri.
D. Rancangan Eksperimen
Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest posttest
control group design. Desain tersebut digunakan karena dalam penelitian ini efek suatu
perlakuan terhadap variabel tergantung diuji dengan cara membandingkan keadaan kelompok
eksperimen setelah dikenai perlakuan, dengan kelompok control yang tidak dikenai perlakuan.
Kelompk eksperimen adalah kelompok yang akan diberikan pelatihan relaksi otot. Sedangkan
kelompok control adalah kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan sama sekali.
Penempatan subjke pada masing masing kelompok dilakukan dengan random assigment
yaitu penempatan subjke kedalam kelompok yang dilakukan secara random (Azwar 2003).
Adapun bentuk rancangan prestest posttest control group design seperti pada table dibawah ini :

Tabel
Rancangan Eksperimen
P
KE
KK

Pre-test

Perlakuan

Post-test

T1
T1

X
-

T2
T2

Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
P : Purposive Assigment
T1 : PEngukuran kecemasan berbicara didepan umum
T2 : pengukuran kecemasan berbicara didepan umum
X : pelatihan kepercayaan diri
- : tanpa perlakuan
Melalui desain eksperimen pretest post test control design, peneliti dapat mengetahui
penurunan kecemasan berbicara dimuka umum pada mahasiswa yang mendapatkan perlakuan
pelatihan relaksasi otot, dengan membandingkan skor kecemasan berbicara di depan umum
sebelum (pretest) dan setelah (posttest) diberikan perlakuan pelatihan kepercayaan diri. Apabila
hasil post test lebih rendah dari hasil pretest pada kelompok eksperimen, maka terjadi penurunan
tingkat kecemasan setelah diberika perlakuan. Apabila hasil post test kelompok eksperimen lebih

rendah sedangkan hasil post test kelompok control tidak terjadi penurunan, maka eksperimen
tersebut dinyatakan berhasil serta perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen memang
disebabkan oleh perlakuan (Sugiyono, 2009).
Kelompok eksperimen akan di berikan pelatihan berupa pelatihan kepercayaan diri selama
satu hari dan 5 kali sesi dengan durasi waktu adalah 120 menit yang akan di lakukan oleh
Trainner dan Co-Trainner. Sedangkan kelompok control akan diajak untuk menonton film
biografi yang akan di saksikan bersama-sama dengan jumlah durasi film 120 menit. Dan selama
dilakukan penelitian subyek akan diobeservasi oleh peneliti untuk data tambahan.
Setelah diberi pelatihan dalam waktu 2 hari kemudian subyek akan diberikan post kepada
kelompok control ataupun kelompok eksperiment untuk mengetahui adanya pengaruh pelatihan
kepercayaan diri terhadap penurunan kecemasan berbicara di depanumum yang dialami oleh
subyek. pretest dan Posttest di lakukan menggunkan skala pengukuran kecemasan berbicara
didepan umum.
Rangkaian Kegiatan Pelatihan Kepercayaan Diri
No

Waktu

Sesi

Tujuan

1

08.00 – 08.20

Opening session

Pembukaan, do’a, perkenalan dan kontrak belajar guna
peserta

memahami

rangkaian

pelatihan

dan

menyepakati tentang hal-hal yang ingin dicapai dalam

2

08.21 – 08.30

Ice Breaking

pelatihan
Peserta dapat menjadi lebih akrab dengan yang lain

08.31 – 09.45

Materi

Peserta mengetahui pengertian berpikir positif yang di

Kepercayaan diri

dalamnya

terdapat

games

sesuai

dengan

aspek

3

4

09.46 – 09.55

09.556 – 10.00

kepercayaan diri.
Ice breaking dan Peserta mengikuti instruksi dari fasilitator untuk
Relaksasi

melakukan relaksasi sehingga menjadi lebih rileks dan

Evaluasi

terjadi proses internalisasi dalam diri peserta
Peserta dan fasilitator mengulas kembali materi yang
telah disampaikan dan melakukan evaluasi mengtahui
sejauh mana peserta mengerti dan memahami materi

5

10.00 – 10.05

Closing session

yang disampaikan
Peserta dapat mengontrol pikiran dan benar benar
mengerti tentang materi yang telah disampaikan dan
penutup

E. Pelaksanaan Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Mercubuana Yogyakarta. Sebelum melakukan
penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan persiapan berupa persiapan administrasi yaitu
peminjaman ruangan yang akan digunakan untuk pelakukan pelatihan berpikir positif. Dengan
mengajukan surat peminjaman ruangan kepada BOP kampus 3. Kemudian eksperimenter akan
menyiapkan ruangan dan mengatur ruangan akan tidak ada variabel ekstrane ketika melakukan
pelatihan kepercayaan diri yaitu dengan cara mengatur suhu, mengatur cahaya. Dan mengatur
posisi tempat duduk. Baik yang akan digunakan untuk kelompok kontrol ataupun kelompok
eksperimen.
Setelah persiapan administrasi dan persiapan ruangan selesai dan mendapatkan ruangan
306 yang digunakan untuk kelompok ekperiment dan ruangan 304 yang digunakan untuk
kelompok kontrol. peneliti akan membagi dua kelompok yang sudah terpilih dengan kriteria

yang memiliki kecemasan berbicara didepan umum dari sedang ke tinggi. Pembagian kelompok
dilihat dari hasil skor pretest, skor tertinggi di letakkan di kelompok ekpseriment dan skor
sedang diletakkan di kelompok kontrol. 5 orang akan di arahkan untuk keruangan ekperiment
dan 5 orang akan diarahkan untuk keruangan control. Namun ketika pelatihan dimulai yang hadir
hanya 4 mahasiswa di kelompok eksperimen dan 4 di kelompok control. Kemudian setiap
subyek di persilahkan untuk menempati kursi yang telah di sediakan dan kemudian kelompok
ekperimen akan di mulai di beri pelatihan Kepercayaan diri yang dilakukan oleh Trainner dan di
bantu oleh co-Trainner. Dan kelompok kontrol akan di beri film biografi dan menonton film
bersama-sama. Pelatihan ini akan berlangsung selama 120 menit.
Selama diberikan perlakuan subyek yang berada di kelompok control ataupun ekperiment
dilakukan observasi, di kelompok eksperiment terlihat penurunan kecemasan berbicara di depan
umum ketika pelatihan kepercayaan diri berlangsung hal ini dilihat ketika subyek berani dan
mampu untuk berbicara di depan umum dan menjalankan pelatihan kepercayaan diri dengan
baik. Namun, di kelompok control subyek tidak terlihat perubahan yang terjadi. Dalam pelatihan
kepercayaan diri ini semua berjalan dengan baik hanya saja trainer datang sedikit terlambat
namun tidak mempengaruhi jalannya kegiatan yang sudah di atur. Dalam pelatihan ini ada
beberapa variabel ekstranee yang tidak tertangani yaitu jendela yang memperlihatkan orangorang berlalu lalang membuat focus subyek tidak hanya kepada trainer dan co-trainner saja, dan
ketika jalannya penelitian eksperimenter sering keluar masuk karena ada beberapa kendaa yang
harus di selesaikan dan hal tersebut juga membuat subyek tidak focus hanya dalam pelatihan
yang sedang berlangsung saja.
Setalah diberi pelatihan kepercayaan diri dan evaluasi, maka subyek akan dipersilahkan
untuk beristirahat dan menikmati makanan yang telah disediakan kemudian subyek di

persilahkan pulang kerumah masing-masing. Setalah diberi jeda dua hari dari pelatihan tersebut
subyek diminta kembali untuk mengisi posttest, post test dilakukan berjarak dua hari agar
jawaban yang dipilih oleh subyek tidak terjadi bias sehingga hasilnya akan sesuai dengan yang
dirasakan subyek. Kemudian setelah post test dilakukan maka peneliti akan mengalisis data yang
telah dilakukan subyek dan melihat apakah ada pengaruh yang terjadi setelah dilakukan pelatihan
berpikir positif terhadap kecemasan berbicara di depan umum yang dialami oleh subyek.
F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala dan observasi.
Menurut Azwar (2013) skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkap
atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut. Skala digunakan untuk mengungkap
atribut psikologi mencakup afektif dan kognitif seperti kemampuan potensial umum (inteligensi),
kemampuan potensial khusus (bakat) maupun kemampuan aktual (prestasi).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala kecemasan berbicara di depan umum
dengan validitas 0,250 yang disusun berdasarkan aspek kecemasan berbicara di depan umum
dari Rogers (dalam Sianturi, 2013). Adapun aspek kecemasan berbicara di depan umum yang di
maksud meliputi komponen fisik, komponen proses mental, dan komponen emosional adalah :
a. Komponen Fisik, biasanya dirasakan jauh sebelum memulai pembicaraan. Gejala fisik
tersebut dapat berbeda-beda pada setiap individu. Beberapa contoh gejala fisik yang
dimaksud adalah detak jantung semakin cepat, suara yang bergetar \, kaki gemetar,
kejang perut, sulit untuk bernapas dan hidung berlendir.
b. Komponen proses mental, misalnya sering mengulang kata atau kalimat, hilang ingatan
secara tiba-tiba sehingga sulit untuk mengingat fakta secara tepat dan melupakan hal-hal

yang sangat penting. Selain itu juga tersumbatnya pikiran membuat individu yang
sedang berbicara tidak tahu apa yang harus diucapkannya selanjutnya.
c. Komponen emosional, yang termasuk komponen emosional ialah adanya rasa tidak
mampu, rasa takut yang bisa muncul sebelum individu tampil dan rasa kehilangan
kendali. Biasanya secar mendadak muncul rasa tidak berdaya seperti anak yang tidak
mampu mengatasi masalah, munculnya rasa panik dan malu setelah berakhirnya
pembicaraan.
Aitem-aitem dalam skala ini hanya dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok favourable
dan

kelompok unfavourable, karena peneliti menginginkan kecemasan berbicara di depan

umum pada diri subyek lebih dapat diketahui. Skala kecemasan berbicara di depan umum
disusun berdasarkan model skala Lkiert dengan empat alternatif pilihan jawaban yaitu sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Jawaban netral pada
pernyataan skala tidak digunakan karena jawaban netral akan berpengaruh pada baik tidaknya
suatu pernyataan mengungkap aspek-aspek tertentu (Azwar, 2013). Pernyataan favorable diberi
bobot nilai: (SS) = 4, (S) = 3, (TS) = 2 dan (STS) = 1. Dan sebaliknya pernyataan Unfavourable
diberi bobo nilai (SS) = 1 , (S) = 2, (TS) = 3 dan (STS) = 4. Setiap pernyataan diberi skor sesuai
dengan nilai skala kategori jawaban yang diberikan pada pernyataan kemudian di jumlahkan
sehingga terdapat skor total pada skala (Azwar, 2013). Semakin tinggi skor subyek maka
semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum yang dialami oleh mahasiswa, demikian
pula semakin rendah skor subyek maka semakin rendah kecemasan berbicara di depan umum
yang dialami oleh mahasiswa. Distribusi aitem kecemasan berbicara di depan umum dapat di
lihat pada tabel :
Tabel skala Kecemasan Berbicara di depan umum pretest

No

Aspek

.
1.
2.

Komponen fisik
Komponen
proses

3.

mental
Komponen emosional

Jumlah Item

Total

Fav

Unfav

8, 13, 16
9, 17

1,5,15
2, 6, 17

6
5

3, 7, 12

7
18

4, 10, 14, 18
TOTAL

Tabel skala Kecemasan Berbicara di depan umum posttest
No

Aspek

.
1.
2.

Komponen fisik
Komponen proses

3.

mental
Komponen emosional

Jumlah Item

Total

Fav

Unfav

1,12,10
6,7

5,11,8
16,4,14

6
5

9, 13,14

7
18

17,18,2,3
TOTAL

Alat ukur dikatakan valid apabila mengukur apa yang harus diukur. Suatu aitem memiliki
validitas tinggi apabila hasil pengukuran validitasnya lebih dari 0,300. Berdasarkan analisa hasil
uji coba Skala kecemasan berbicara di depan umum yang terdiri dari 30 aitem, keseluruhan aitem
berada pada angka lebih dari 0,250. Koefisien validitas aitem Skala kecemasan berbicara didepan
umum berkisar antara 0,312 sampai dengan 0,912.

G. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah dengan
menggunakan teknik analisis data Independent Sample T-test dan teknik Paired Sample T-test.
Independent sample T-test digunakan untuk menganalisis perbedaan gained score (selisih nilai
pretestt dan posttest) antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, untuk mengetahui
apakah pelatihan kepercayaan diri mampu menurunkan kecemasan berbicara di depan umum
yang dialami oleh mahasiswa; sedangkan teknik Paired Sample T-test digunakan untuk
menganalisis perbedaan skor pretestt dan posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol, untuk
mengetahui perbedaan kecemasan berbicara di depan umum subjek sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan.
C. Alat Penelitian
 Skala Kecemasan berbicara di depan umum
 Observasi
 Alat tulis
 Modul eksperiment
 Informed consent

\

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian
Data yang digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis adalah data yang diperoleh dari
hasil pretest dan posttest Skala kecemasan berbicara di depan umum. Dari hasil analisis data
berikut diperoleh, Rerata hipotetik sebesar (1 x 18) + (4 x 18) : 2 = 45 dengan standar deviasi
sebesar (72-18) : 6 = 9. Data empirik dari skor variabel kecemasan berbicara di depan umum
diperoleh skor terendah 36 dan skor tertinggi 54.
Hasil pengumpulan data pretest menunjukan skor kecemasan berbicara di depan umum pada
kelompok eksperimen terendah sebesar 58 dan skor tertinggi 64. Sedangkan pada kelompok
kontrol pretest dengan skor terendah 45 dan tertinggi 52. Hasil pengumpulan postest
menunjukkan kecemasan berbicara di depan umum pada kelompok eksperimen setelah di beri
perlakuan menunjukan terendah 40 dan skor tertinggi 42. Sedangkan kelompok kontrol hasil
posttest dengan skor terendah 41 dan 52.

Subyek

KE

KK

1
2
3
4

Skor Pretest
64
63
58
58

Skor Posttest
41
42
40
42

1
2

47
45

48
45

3
4

45
52

46
53

a. Kategori subyek
Azhar (2013) mengemukakan bahwa kategorisasi bertujuan untuk menempatkan individu
kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum
berdasarkan atribut yang diukur. Didalam penelitian ini menggunakan 3 kategori yaitu tinggi,
sedang dan rendah. Deskripsi data kategorisasi kecemasan berbicara didepan umum dapat dilihat
pada dibawah ini:

Kategori data pretest Skor kecemasan berbicara di depan umum (kelompok eksperimen)
No

Batasan

Skor

Pretest

Posttest

Frekuensi

Persentase (%)

Kategori

Frekuensi

Persentase
(%)

Kategori

1

Z ≥ µ + 1.α

Z ≥ 54

4

100

Tinggi

0

0

tinggi

2

(µ - 1. α) ≤ Z

36 ≤ Z < 53

0

0

Sedang

4

100

sedang

3

< (µ - 1 + α)
Z ≤ 36

0

0

Rendah

0

0

rendah

Z < µ - 1. Α

Keterangan : Z = Z-skor subyek; µ = Mean (rerata); α = standar deviasi

Berdasarkan sajian kategori pada tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan skor
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa antara pretest dan posttest subyek
eksperimen. Pada saat pretest tidak terdapat subyek yang berada dikategori rendah-sedang
melainkan subyek sebanyak 4 orang berada pada kategori tinggi. Sedangkan hasil posttest tidak

tedapat subyek yang berada pada ktegori tinggi dan rendah melainkan subyek 4 mahasiswa
berada di kategori sedang. Berdasarkan kategorisasi tersebut dapat diketahui bahwa terjadi
penurunan skor kecemasan berbicara di depan umum pada kelompok eksperimen setelah diberi
pelakuan berupa pelatihan kepercayaan diri.

Kriteria dan distribusi skor pretest dan posttes subyek pada kelompok control pada tebel berilkut
ini :
Kategori data pretest Skor kecemasan berbicara di depan umum (kelompok eksperimen)
No

Batasan

Skor

Pretest

Posttest

Frekuensi

Persentase

Kategori

Frekuensi

Persentase
(%)

Kategori

Tinggi

0

0

Tinggi

100

Sedang

1

Z ≥ µ + 1.α

Z ≥ 54

0

(%)
0

2

(µ - 1. α) ≤

36 ≤ Z < 53

4

100

Sedang

4

3

Z < (µ - 1 +
Z ≤ 36

0

0

Rendah

0

α)
Z < µ - 1.

0

rendah

Α

Keterangan : Z = Z-skor subyek; µ = Mean (rerata); α = standar deviasi

Berdasarkan katagorisasi pada tabel diatas, diketahui bahwa tidak ada perbedaan skor
kecemasan berbicara didepan umum pada mahasiswa antara pretest dan posttest sbyek kelompok
control. Pada saat pretest tidak terdapat subyek yang berada pada kategor tinggi ataupun rendah
melainkan subyek berada pada kategori sedang. Sedangkan hasil posttest sama dengan hasil

pretest. Berdarkan dalam kategorisasi tersebut dapat diketahui bahwa tidak terjadi penurunan
skor kecemasan berbicara di depan umum pada kelompok kontrol.

B. Analisis Uji Data
Langkah awal yang dilakukan untuk menganalisis data adalah dengan menggunakan dan
independent sampel T-test dan Teknik paired T-test. Teknik ini digunakan untuk menguji adanya
perubahan sebelum diberi perlakuan dan sesudah di beri perlakuan dan untuk melihat apakah ada
perbedaan antara kelompok eksperimen yang diberi pelakuan dengan kelompok kontrol yang
tidak diberi perlakuan.
1. Uji Homogenitas dan Independent Sampel T-Test..
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian mempunyai varians
yang homogen atau tidak. Berdasarkan hasil uji homogenitas menunjukkan nilai F levene
terhadap data pretest dan posttest sebesar 0,150 (p > 0,050) menunjukkan data tersebut memiliki
varians yang homogen. Sedangkan untuk independent sampel T-test di peroleh p = 0,11 dengan
kaidah p< 0,050 berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperiment dengan
kelompok control. Berdasarkan kaidah tersebut ada perbedaan yang signifikan antara kelompok
eksperimen yang diberikan pelatihan kepercayaan diri dengan kelompok control yang diberikan
film biografi. Mahasiswa yang diberikan pelatihan kepercayaan diri memilki kecemasan
berbicara didepan umum lebih rendah (mean = 41,25) dibandingkan dengan kelompok control
yang hanya diberikan film biografi (mean = 48,00) . dengan data tabel sebagai berikut:

Group Statistics

Kelompok
Kecemasan

N

kelompok
eksperimen
kelompok
kontrol

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

4

41.25

.957

.479

4

48.00

3.559

1.780

Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances

t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval

F
Kecemas

Equal variances

an

assumed

2.722

Equal variances not
assumed

Sig.
.150

t

df

Sig. (2-

Mean

Std. Error

tailed)

Difference

Difference

of the Difference
Lower

Upper

-3.663

6

.011

-6.750

1.843

-11.259

-2.241

-3.663

3.432

.028

-6.750

1.843

-12.218

-1.282

2. Uji paired sampel T-test.
Untuk kelompok eksperiment dengan p= 0,001 berarti ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok eksperiment sebelum dan setelah diberikan perlakuan pelatihan kepercayaan
diri. Kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa setelah diberikan pelatihan kepercayaan
diri lebih rendah daripada kecemasan berbicara di depan umum sebelum diberikan pelatihan
kepercayaan diri, dengan demikian pelatihan kepercayaan diri dapat menurunkan kecemasan
berbicara di depan umum.
Untuk kelompok control dengan p = 0,058 berati tidak ada perbedaan yang signifikan antara
sebelum dan setelah menonton film biografi. Berarti kecemasan berbicara didepan umum
mahasiswa tidak berpengaruh jika diberikan menonton film biografi.

Dengan tabel sebagai berikut :

Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1

Pair 2

N

Std. Deviation

Std. Error Mean

kecemasan pretest KE

60.75

4

3.202

1.601

kecemasan posttest KE

41.25

4

.957

.479

kecemasan pretest KK

47.25

4

3.304

1.652

kecemasan posttest KK

48.00

4

3.559

1.780

Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval of

Mean
Pair 1 kecemasan pretest KE kecemasan posttest KE
Pair 2 kecemasan pretest KK kecemasan posttest KK

Std.

Std. Error

Deviation

Mean

the Difference
Lower

Upper

t

df

Sig. (2-tailed)

19.500

3.109

1.555

14.553

24.447

12.544

3

.001

-.750

.500

.250

-1.546

.046

-3.000

3

.058

3. Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat kecemasan
berbicara di depan umum antara mahasiswa yang di beri pelatihan kepercayaan dri dan yang
tidak diberi pelatihan kepercayaan diri. Subyek yang mengikuti pelatihan kepercayaan diri akan

lebih rendah tingkat kecemasan berbicara di depan umumnya dibandikan subyek yang tidak
mengikuti pelatihan kepercayaan diri.
Pengujian hipotesisi dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data independent
sampel t-test. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan skor kecemasan
berbicara didepan umum pada mahasiswa yang diberikan pelatihan kepercayaan diri
dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak diberikan pelatihan kepercayaan diri. Mahasiswa
yang diberikan pelatihan kepercayaan diri (kelompok eksperimen) mengalami penurunan
kecemasan berbicara di depan umum dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak diberikan
pelatihan kepercayaan diri (kelompok control). Hasil uji t ditemukan koefisien perbedaan (nilai t)
sebesar -3.663 dengan p = 0,011 (p=