Bersinergi Karakter Kunci pribadi Muslimahpreneu

Bersinergi: Karakter Kunci Muslimahpreneur untuk Hadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA)
Oleh: Putri Larasati

Indonesia ialah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tak
heran jika sistem atau serangkaian peraturan yang berada di dalamnya banyak
menginfiltrasi nilai-nilai Islam. Tidak terkecuali pada tatanan perekonomiannya.
Indonesia yang mengaku tidak menganut baik sistem ekonomi kapitalis maupun
sosialis seringkali merujuk pada sistem ekonomi Islam meskipun tidak secara
eksplisit dan komprehensif. Nilai-nilai Islam dalam perekonomian Indonesia
belum seluruhnya dipraktikkan, namun wacana penggalakkannya sudah dapat
dirasakan sekarang ini.
Perkembangan ekonomi Islam (ekonomi syariah atau ekonomi rabbani) di
Indonesia bisa dilihat dalam praktik-praktik Usaha Kecil Menengah (UKM) di
sekitar kita. Yang mana saat ini sudah banyak pebisnis yang menerapkan prinsip
syariah dalam praktik berniaganya. Tak terkecuali para pebisnis muslimah yang
kerap disebut dengan “Muslimahpreneur”, yang merupakan singkatan dari
muslimah entrepreneur. Betapa bisnis berbasis syariah mereka sangat ekspansif
dan dapat dirasakan kehadirannya. Mulai dari bisnis hijab, aksesoris muslimah,
makanan dan minuman, dan lain sebagainya kini hadir di tengah masyarakat
dengan membawa nilai-nilai keislaman.

Nilai-nilai

keislaman

yang

dipraktikkan

dalam

berbisnis

tidaklah

menyusahkan sama sekali. Justru Islam dan serangkaian peraturan serta nilai di
dalamnya merupakan solusi atas segala permasalahan yang rumit. Dalam kaidah
fikih, terdapat rumusan utama yang menjadi patokan para muslimahpreneur dalam
menjalankan bisnis syariahnya, yaitu “Al ashlu fi al asyya’ al ibahah hatta
yadulla ad dalilu ala at tahrimi” yang dapat didefinisikan bahwa sesuatu apapun
diperbolehkan untuk dilakukan selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.


Lantas, bagaimana jika muslimahpreneur belum mengetahui tentang
keberadaan dalil yang mengharamkan suatu praktik? Islam pun menjawab
kegelisahan tersebut dengan prinsip “Al yaqinu la yuzaalu bisysyaki” yang artinya
ambillah yang yakin dan buanglah yang ragu. Jika seorang muslimahpreneur
merasa belum yakin dengan suatu hukum dari aktivitas tertentu, maka sebaiknya
aktivitas tersebut tidak dilakukan.
Kesederhanaan prinsip-prinsip dasar tersebut mematahkan semua tuduhan
pihak yang berpendapat bahwa peraturan Islam dalam ekonomi, atau lebih
khususnya bisnis, dapat menyusahkan para pebisnis muslim. Nyatanya, para
muslimahpreneur tidak merasa terganggu dengan nilai-nilai keislaman yang
mereka implementasikan dalam bisnis mereka.
Dengan berbagai kemudahan tanpa harus melanggar aturan-aturan Islam,
tak heran jumlah pebisnis muslimah semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Berdasarkan data yang pernah dipublikasikan oleh Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), dari 52 juta pelaku UKM yang
tercatat, sebanyak 60% pengelolanya adalah perempuan. Yang tentunya dalam
60% tersebut pastilah ada muslimahpreneur yang memiliki bagian. Hal ini
membuat muslimahpreneur memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian
Indonesia.

Namun di tengah perkembangan bisnis syariah yang dilakukan oleh para
muslimahpreneur, Indonesia dihadapkan pada suatu rezim perekonomian baru.
Rezim perekonomian yang baru digencarkan pada awal 2016 inilah yang dikenal
sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada intinya, MEA ialah rezim
perekonomian yang diusung oleh negara-negara anggota ASEAN untuk semakin
membuka jalur perdagangan bebas lintas ASEAN dan melindungi regional
ASEAN.
Konsep yang diusung oleh MEA memang ada yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islam. Misalnya konsep tentang perdagangan bebas yang sangat
berkaitan dengan ekonomi kapitalis yang merupakan integral dari paham liberal.
Kapitalisme menurut catatan sejarah telah membentuk dunia menjadi berkelas-

kelas berdasarkan kepemilikan faktor produksi dan hartanya, yaitu kelas atas dan
kelas bawah. Hal itu berujung pada ketimpangan yang akan mengakibatkan situasi
yang konfliktual. Namun inilah yang memang sedang kita hadapi; dunia yang
sedang didominasi pemikiran-pemikiran liberal. Selanjutnya adalah bagaimana
agar ekonomi syariah tetap eksis meski rezim yang sedang dominan saat ini
adalah rezim liberal.
Indonesia tidak boleh menghindari perhelatan ini karena tidak semua yang
dibawa oleh rezim ini ialah suatu hal yang buruk. Namun Indonesia juga tidak

boleh 100% tenggelam di dalamnya. Maksudnya adalah ketika memang Indonesia
ingin menghadapi tantangan rezim ekonomi yang baru ini, Indonesia tidak perlu
ikut-ikutan menjadi liberal. Indonesia tetap dapat merepresentasikan nilai-nilai
keislaman di tengah rezim yang liberal dengan bantuan para muslimahpreneur.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang dapat dilakukan para muslimahpreneur
untuk merepresentasikan nilai-nilai keislaman dalam ekonomi syariah yang
mereka jalankan di dunia yang sudah didominasi oleh paham liberal ini?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, sebaiknya muslimahpreneur
mengetahui terlebih dahulu jenis tantangan apa saja yang mungkin mereka hadapi.
Tantangan yang paling mungkin muncul sebagai implikasi dari MEA terhadap
para muslimahpreneur adalah kompetisi yang sangat ketat. Jika sebelum rezim
MEA diusung para muslimahpreneur bersaing dengan muslimahpreneur dan
pebisnis lainnya di Indonesia, kini saat MEA dijalankan, mereka bersaing dengan
para pebisnis se-ASEAN.
Dalam memandang hambatan yang berupa persaingan ketat tersebut,
terdapat sebuah cerita kuno asal Cina yang sekiranya bisa dipelajari maknanya.
Cerita tersebut mengisahkan tentang seorang peternak yang menernak dombadombanya dengan penuh kasih sayang. Suatu hari, ia kedatangan tetangga baru
yang memelihara banyak anjing yang masih terbilang liar. Sejak saat itu, dombadomba milik peternak sering didapati terluka bahkan mati karena gigitan anjinganjing tetangganya tersebut. Peternak itu pun bingung harus berbuat apa.

Akhirnya peternak tersebut pergi mengunjungi orang terpercaya yang

berprofesi sebagai hakim yang adil. Peternak itu menanyakan solusi yang tepat
untuk menghadapi permasalahannya. Sang hakim pun tersenyum dan malah
menyuruh si peternak untuk berlaku baik pada tetangga barunya itu. Si peternak
dianjurkan oleh sang hakim agar memberikan beberapa ekor domba kepada anakanak tetangganya. Karena anak-anak tetangganya tersebut menyukai dombadomba itu, maka si tetangga mulai mengurung anjing-anjingnya ke dalam
kandang agar domba-domba itu tidak diserang. Sejak saat itu, hubungan antara
keluarga si peternak dan si tetangga baru semakin harmonis, serta tidak ada lagi
domba yang terbunuh oleh anjing.
Dari cerita tersebut, kemudian muncullah sebuah kutipan yang sarat akan
hikmah, yaitu “Cara terbaik untuk mengalahkan lawan adalah dengan melakukan
kebajikan” yang kemudian dapat pula dikaitkan dengan kutipan “Cara terbaik
untuk mengalahkan musuh adalah dengan menjadikannya seorang teman.”
Nampaknya hikmah tersebut bersifat multidimensional dan dapat diterapkan
dalam segala bidang yang menuntut adanya persaingan. Apa salahnya jika yang
dilakukan oleh si peternak dilakukan juga oleh para muslimahpreneur dalam
menghadapi “musuh” global?
“Menjadikan musuh sebagai teman” dalam dunia bisnis dapat disebut
dengan bersinergi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bersinergi
maksudnya adalah melakukan kegiatan atau operasi gabungan. Yang kemudian
dapat didefinisikan sebagai usaha untuk melakukan sesuatu bersama-sama demi
membuahkan hasil positif yang dapat menguntungkan berbagai pihak. Jadi,

seharusnya

MEA

ini

tidak

dijadikan

sebagai

wadah

bersaing

antar

muslimahpreneur, melainkan media untuk membangun sinergisitas untuk
melawan musuh yang lebih layak dilawan, yaitu sisi negatif dari rezim ekonomi

kapitalis.
Dalam dunia bisnis atau pekerjaan, terdapat tiga jenis hubungan yang
lumrah untuk diketahui. Yang pertama adalah jenis hubungan yang destruktif, di
mana seluruh pebisnis atau pekerja bekerja secara independen dan merahasiakan
asetnya dari pebisnis atau pekerja lain. Hubungan jenis ini akan berujung pada

rendahnya produktivitas dan munculnya konflik antar pebisnis atau pekerja. Tipe
hubungan ini diibaratkan dengan 1 + 1 < 2.
Jenis hubungan yang kedua adalah hubungan yang statis. Hubungan statis
terjadi ketika para pebisnis atau pekerja menjalin interaksi yang normal. Dalam
situasi yang stabil, jenis hubungan ini memang terbilang tidak akan menimbulkan
konflik. Namun dalam situasi yang transformasional seperti kehadiran rezim MEA
ini, hubungan ini akan berakibat pada tidak terpenuhinya kualitas dan kuantitas
faktor-faktor produksi yang sesuai dengan kebutuhan rezim. Tipe hubungan statis
dirumuskan dengan 1 + 1 = 2.
Kemudian tipe hubungan yang ketiga adalah hubungan yang sinergis.
Hubungan sinergis terjalin ketika para pebisnis atau pekerja berorientasi pada
kerjasama demi mencapai tujuan yang baik. Jenis hubungan ini dapat
menghasilkan efisiensi dan efektivitas produksi jika dilakukan secara kontinyu.
Menurut para ahli, hubungan inilah yang dapat menjadi solusi yang tepat untuk

menghadapi perubahan “iklim” di lingkungan bisnis atau lingkungan pekerjaan.
Hubungan sinergis diformulasikan dengan 1 + 1 > 2.
Dalam Islam sendiri, sinergi sangatlah diutamakan. Sebagaimana yang telah
kita ketahui bahwa dalam ritus Islam, misi utamanya adalah akuntabilitas sosial.
Atau dengan kata lain, segala praktik ibadah yang dianjurkan Allah pada dasarnya
harus memiliki efek sosial. Pernahkah kita berpikir mengapa pahala salat
berjamaah lebih besar daripada pahala salat sendirian? Karena Allah
menginginkan umat-Nya untuk menjunjung tinggi kebersamaan dan terus
bersinergi untuk memajukan Islam!
Allah Swt. berfirman dalam surat Ali Imran ayat 103: “Dan berpeganglah
kamu semua pada tali Allah dan janganlah kamu bercerai-berai.” Oleh Ibnu
Mas’ud Ra., ayat tersebut diriwayatkan memiliki pesan bahwasanya umat Islam
harus bersinergi untuk memajukan Islam dan tidak bermusuh-musuhan. Dengan
bersinergi, segala hal menjadi lebih mudah untuk dicapai. Termasuk kemajuan
ekonomi Islam di era MEA ini.

Atas dasar itu, mampu bersinergi menjadi karakter kunci muslimahpreneur
untuk dapat menghadapi MEA tanpa harus menanggalkan identitas sebagai pelaku
ekonomi rabbani. Bersinergi tak hanya berarti me-merger-kan perusahaanperusahaan secara legal. Bersinergi dapat berarti rela berbagi ilmu, keahlian, dan
pengalaman kepada perusahaan-perusahaan lain demi tujuan yang mulia.

Salah satu contoh nyata sinergisitas muslimahpreneur di Indonesia adalah
dengan lahirnya IPEMI (Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia) sebagai wadah
para muslimahpreneur untuk menghadapi tantangan global bersama. Semoga
untuk ke depannya, IPEMI dapat memfokuskan diri sebagai komunitas yang
menggencarkan bisnis syariah, bukan hanya bisnis konvensional yang
mengatasnamakan “muslimah”.
Masyarakat

Ekonomi

ASEAN

(MEA)

tidak

harus

membuat


muslimahpreneur takut. Justru dengan bergabungnya Indonesia dengan rezim
MEA, terbuka kesempatan lebar untuk menggaungkan ekonomi Islam di tataran
regional ASEAN maupun level internasional. Dan untuk dapat mewujudkan hal
tersebut, karakter kunci yang harus dimiliki oleh para muslimahpreneur adalah
mampu bersinergi. Kita bisa, jika kita bersama.

DAFTAR PUSTAKA
1. Chapra, M. Umar. 2001. The Future of Economics: An Islamic
Perspective. Jakarta: SEBI.
2. Conner,

Daryl.

2011.

The

Importance

of


Synergy

During

Transformational Change. Change Thinking Blog. Diakses dari
http://connerpartners.com/frameworks-and-processes/the-importance-ofsynergy-during-transformational-change, pada tanggal 9 Mei 2016,
pukul 08.07 WIB.
3. Mulawarman, Aji Dedi. 2013. Masa Depan Ekonomi Islam: Dari
Paradigma Menuju Metodologi. Imanensi Jurnal Ekonomi, Manajemen,
dan Akuntansi Islam. Vol. 1. No. 1.
4. Rasjid, Sulaiman. 2012. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
5. Yovanda, Riezqi Yanuar. 2016. Pengusaha Muslimah Tak Gentar
Hadapi Tantangan Ekonomi Global. SindoNews. Diakses dari
http://ekbis.sindonews.com/read/1105020/34/pengusaha-muslimah-takgentar-hadapi-tantangan-ekonomi-global-1461917971, pada tanggal 8
Mei 2016, pukul 07.55 WIB.