Siaga Perang Melawan Terorisme detase

SIAGA PERANG MELAWAN TERORISME

Tanggal 14 Januari 2016 adalah momentum bagi bangsa Indonesia menabuh
genderang perang melawan terorisme trans-nasional. Peristiwa ini membuka sejarah
baru peperangan modern melawan paham radikal yang berpotensi memecah integrasi
bangsa dan ideologi nasional. Kewaspadaan nasional sekarang sudah terbentuk dan
berbagai rencana serta metode pencegahan dan pendeteksian dini kini dilakukan oleh
semua elemen bangsa. Ancaman yang terjadi sudah sangat nyata bahkan darah korban
yang tidak berdosapun sudah tertumpah.

PENDAHULUAN
Kata "terorisme" pertama menjadi populer selama Revolusi Perancis, ketika
therégime de la terreur awalnya dipandang sebagai suatu sistem politik yang positif yang
digunakan untuk menakuti warga yang ada akan perlunya kebajikan moral. Penggunaan
kekerasan untuk "mendidik" masyarakat tentang isu-isu ideologis terus digunakan, tetapi
jelas telah bergeser pada konotasi negatif - dan telah menjadi dominan, menjadi taktik
yang dilakukan oleh mereka yang sebenarnya tidak memiliki kekuasaan politik di suatu
negara. Aksi teror biasanya dilakukan di tempat yang ramai dengan elemen kejutan
sehingga dengan tindakan teror tertentu diharapkan akan mendapat korban jiwa
sebanyak-banyaknya dan menjadi sorotan media dan dunia sebagai bentuk deklarasi,
promosi dan propaganda.

Terorisme, sesuai namanya, bertujuan untuk menebar teror, rasa takut, intimidasi
baik secara fisik maupun psikis, mengajarkan paham yang tidak menghormati nilai
persatuan bhineka tunggal ika dan kemanusiaan sehingga memecahbelah kerukunan
masyarakat, keharmonisan keluarga dengan menggunakan semua sumber daya yang
dipunyai untuk mencapai dan merebut tujuan politik tertentu. [1] Teroris bukan makhluk
astral, bukan pula benda langit ataupun entitas penghuni luar planet bumi. Teroris adalah
manusia sempurna yang sama dengan manusia normal lainnya. Dia dapat berada di
dalam lingkungan pergaulan dan bermasyarakat tanpa dapat teridentifikasi dan berbeda
dengan orang lain. Seorang teroris juga tidak bisa dibedakan menurut tingkat pendidikan,
bahkan seorang Abimael Guzmán merupakan seorang profesor ilmu filsafat terkenal
dapat menjadi gembong suatu organisasi teroris.[2] Bagaikan bom waktu yang siap
meledak kapan saja, hanya waktu saja yang bisa membuktikan identitas dan integritas
seseorang.

PENYEBAB LAHIRNYA TERORISME
Terorisme dapat muncul dari berbagai jenis alasan. Sosial-Ekonomi dalam hal ini
adalah Kemiskinan merupakan salah satu alasan kuat lahirnya gerakan terorisme.[3]

Januari 2016


Kesenjangan kesejahteraan sosial yang sangat lebar disuatu wilayah tertentu dapat
memicu gelombang amarah dari golongan miskin yang merasa diabaikan pemerintah
atau otoritas daerah. Keinginan untuk hidup lebih baik dan kesetaraan kesejahteraan
adalah bahan bakar yang dahsyat untuk melakukan sesuatu.
Diskriminasi atau Alienisasi suatu golongan atau kelompok tertentu dapat
menyebabkan gerakan terorisme.[4] Aspirasi untuk hidup bermasyarakat secara layak
dan normal tetapi tidak diberikan oleh otoritas setempat dengan berbagai alasan sungguh
sangat menyakitkan hati. Diskriminasi ini biasanya terjadi pada warga diaspora atau
warga migran dari negara konflik atau negara miskin yang merasa dikucilkan dan diisolasi
dari warga negara lokal lainnya dimana mereka menetap. [5]
Sistem pemerintahan yang terlalu eksklusif dapat memunculkan keluhan politik
yang mendorong gerakan terorisme.[3] Sistem politik yang terlalu sayap kanan atau terlalu
sayap kiri cenderung tidak dapat menampung aspirasi dari golongan politisi yang
berbeda. Negara tidak memberikan saluran aspirasi bagi warga negara yang
berpendapat berbeda dengan kebijakan pemerintah. Politisi-politisi yang tidak didengar
negara ini akhirnya akan bersatu untuk menuntut perbaikan sistem politik maupun produk
politik negara dengan cara yang dipandang sebagai tindakan terorisme.
Umumnya banyak orang akan merasa nyaman dengan orang lain yang
mempunyai banyak kesamaan. Kesamaan disini adalah kesamaan suku bangsa,
kesamaan budaya, kesamaan garis keturunan dan masih banyak lagi. Golongan orang

yang memiliki kesamaan ini menggunakan paham Ethno-nasionalis [6] untuk memaksa
pemerintah yang sah memberikan hak-hak istimewa tertentu bahkan mereka
menetapkan wilayah teritorial tertentu dalam sebuah negara yang berdaulat. Mereka
terus akan berjuang mendapatkan hak istimewa dan sebidang teritori dengan cara
apapun.
Kelompok-kelompok teroris tertentu dapat sengaja menyusup (bergerilya) ke
dalam suatu negera yang sistem pemerintahannya sedang lemah dengan tujuan
menghasut dan mengganggu stabilitas masyarakat setempat.[7] Penyusupan ini dapat
juga sebagai sarana untuk membantu pemberontak melawan pemerintahan yang ada
dan juga melaksanakan kampanye ideologi kelompok teroris tersebut. Dengan cara ini,
kelompok teroris akan mendapat tambahan relawan dan juga pasokan logistik dari
pemberontak lokal.
Isu yang paling sensitif adalah isu agama. Mungkin ini bukan alasan utama
memulai sebuah organisasi teroris, tetapi isu agama berperan sangat besar untuk
sekelompok orang melakukan tindakan apapun atas nama agama.[6] Ideologi atas nama
agama adalah yang paling banyak menjadi kedok teroris untuk kampanye dan operasi,
walaupun tujuan akhir sebenarnya sangat jauh berbeda dengan isu agama melainkan
masalah teritori dan sumber energi (sumur minyak). Gerakan terorisme dengan isu
agama ini juga relatif lebih sukar ditumpas habis dan seringkali muncul kembali dengan
nama dan bentuk kampanye yang berbeda.


Januari 2016

PENDANAAN ORGANISASI
Dalam melaksanakan kegiatannya, setiap organisasi apapun selalu bergantung
sepenuhnya kepada aset dan kondisi finansial mereka. Begitu juga dengan organisasi
teroris yang sudah tentu sangat banyak memerlukan dana untuk merekrut, membina,
melaksanakan operasi dan mengembangkan organisasi. Beberapa bentuk pendanaan
untuk organisasi teroris diantaranya; pencucian uang, perdagangan ilegal dan aktifitasaktifitas ilegal lainnya.
Pencucian uang dilakukan dengan melakukan bisnis ilegal, kemudian hasilnya
disimpan dalam lembaga keuangan resmi dan dipakai atau disalurkan ke dalam bentuk
donasi atau dana cadangan yang mendukung kegiatan organisasi.[8] Teroris biasanya
menggunakan metoda penipuan bernilai kecil tetapi bervolume besar untuk mendanai
aktifitas mereka. Bisnis hiburan dan industri keramahtamahan menjadi kunci pencucian
uang dan mengirimkan dananya dalam bentuk daring perbankan sehingga aktifitas
keuangan mereka menjadi lebih mudah dan lebih sukar terditeksi aparat keamanan dan
otoritas jasa keuangan.
Meskipun organisasi teroris mempunyai tujuan politik yang jelas, organisasi ini
juga dapat berperan ganda sebagai organisasi kriminal biasa yang bertujuan untuk
mencari keuntungan finansial semata. Organisasi teroris ini juga melakukan bisnis ilegal

seperti bisnis narkotika dan obat-obatan psikotropika. Organisasi teroris yang juga
berbisnis narkotik disebut Narcoterrorism yang awalnya adalah sebutan untuk teroris
yang sering menyerang polisi anti narkotika.[9] Sekarang ini teroris menggunakan bisnis
narkotika untuk mendanai kegiatan mereka. Sehingga perlu disinyalir bahwa jaringan
perdagangan narkotika di Indonesia mempunyai hubungan kuat dengan suatu organisasi
teroris tertentu.
Organisasi teroris juga mendapat dukungan dana dari simpatisan dan pendukung
perjuangan mereka. Dana donasi atau hibah ini jumlahnya sangat fantastis mencapai
lebih dari ratusan juta dollar tiap tahunnya.[10] Dengan dukungan dana yang begitu besar,
tidak sulit untuk sebuah organisasi teroris mempersiapkan dan membeli semua
perlengkapan dan senjata untuk mendukung aktifitas organisasi melalui pasar gelap
maupun penyeludupan.

STRUKTUR ORGANISASI DAN ANGGOTA
Setiap organisasi teroris mempunyai susunan anggota yang bervariasi. Masingmasing konfigurasi struktur organisasi mempunyai karakteristik [4] yang mempengaruhi
nilai keamanan dan efisiensi komando. Terdapat empat jenis struktur organisasi yang
diadopsi oleh organisasi teroris pada umumnya, yaitu; Hirarki Konvensional, Selular,
Jaringan dan Resistansi Tanpa Pemimpin. Bentuk yang paling umum adalah Hirarki
Konvensional. Bentuk hirarki kinvensional ini adalah bentuk garis komando layaknya
organisasi militer di dunia.[11] Bentuk piramida adalah simbol dari populasi organisasi ini


Januari 2016

dimana pada bagian bawah adalah prajurit dengan populasi paling banyak, lalu perwira
menengah pada bagian tengah piramida, dan hanya 1 orang jenderal pada bagian pucuk
sebagai panglima tertinggi. Bentuk hirarki konvensional ini menjamin efisiensi kebijakan
panglima sampai kepada prajurit di tingkat paling bawah, tetapi kualitas keamanannya
sangat rendah karena apabila panglima tertangkap atau gugur, maka organisasi
langsung bubar dan hancur. Kelompok Irish Republican Army (IRA) mula-mula dan
kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) adalah contoh yang sempurna untuk
bentuk ini. Dengan demikian bentuk Hirarki Konvensional mempunyai nilai keamanan =
1 dan nilai efisiensi = 4.

Panglima

Perwira
Menegah

Prajurit


Gambar 1. Bentuk struktur Hirarki Konvensional.

Bentuk Selular adalah bentuk modifikasi dari Hirarki Konvensional. Disini setiap
tingkat diisi oleh kelompok-kelompok sel berisi 3 – 10 personil yang dikoordinasi oleh
seorang ketua.[12] Hanya ketua sel yang bisa berhubungan langsung dengan tingkat
komando yang lebih tinggi. Bentuk selular seperti ini membuat komando yang diberikan
panglima akan diterima berbeda oleh setiap sel dan berakibat berbeda pemahaman dan
berbeda pula pelaksanaan operasi. Komandan yang lebih tinggi harus tetap menjalin
hubungan komunikasi dengan setiap sel di bawah pembinaannya dan meskipun
panglima tertinggi hilang kontak dengan organisasi, organisasi masih dapat bertahan
sambil menunggu pemimpin baru. Penyerangan 9/11 dilakukan oleh salah satu sel dari
Al Qaeda. Walaupun Amerika ingin menghancurkan seluruh jaringan Al Qaeda,
penyerangan 9/11 tersebut belum tentu adalah perintah langsung dari pemimpin tertinggi.
Bentuk Selular mempunyai nilai keamanan = 2 dan nilai efisiensi = 3.

Januari 2016

Gambar 2. Bentuk struktur Selular

Struktur organisasi teroris berikutnya adalah bentuk Jaringan.[13] Dalam bentuk ini,

garis komando berpindah dari satu sel kepada sel yang lain dengan berbagai macam
cara yang menghasilkan nilai keamanan dan efisiensi yang beragam. Jaringan Rantai:
Sebuah garis lurus A – B – C – D – E. Apabila sebuah pesan dari Sel A ingin sampai ke
sel E, maka pesan itu harus melalui B, C, dan D terlebih dahulu. Jaringan Hub
(Penghubung): Sel A menghubungkan sel B, C dan D. Sel E ada diluar jaringan Hub,
maka apabila sel B mengirim pesan ke sel E harus melewati sel A terlebih dahulu. Ini
tidak berarti sel A adalah ketua jaringan tetapi sel A hanya sekedar jaringan penghubung.
Jaringan Bintang: Dengan cara kerja yang hampir sama dengan jaringan hub, setiap sel
dapat memiliki hubungan sebanyak 2 sel tetangga selain dengan sel A sebagai jaringan
pusat. Sehingga setiap sel mempunyai 3 lengan yang 1 lengan terpusat ke sel A. B
terkoneksi dengan E & C; C dengan B & D; D dengan C & E, E dengan D & B. Jaringan
Semua Terhubung: Semua jaringan dapat terhubung satu dengan yang lain: A terhubung
dengan B, C, D & E; B ke A, C, D, E; C ke A, B, D, E; dan seterusnya. Dengan bentuk
seperti ini, pengambilan keputusan dilakukan secara tidak terpusat. Setiap sel diberikan
keleluasaan untuk menjalankan operasi sendiri. Bentuk struktur seperti ini terkesan
bentuk organisasi tanpa pemimpin atau multi-pemimpin. Akan sangat sulit menyebarkan
perintah yang sama, menjaga kesatuan organisasi dan komitmen strategi bersama dalam
bentuk jaringan seperti ini, disisi lain keamanan organisasi akan terjamin lebih baik
karena kehilangan salah satu sel tidak langsung menghancurkan seluruh organisasi.
Apabila bentuk jaringan hub, maka sel A menjadi sasaran utama dan titik lemah

organisasi. Bentuk Jaringan memiliki nilai keamanan = 3 dan nilai efisiensi = 2.

Januari 2016

A

B

C

D

E
A

E

(a)
C


B
D

(b)
E

A

C

B

(c)

D

D

C


E

A

B

(d)

Gambar 3. Bentuk struktur Jaringan Rantai (a), Jaringan Hub (b), Jaringan Bintang (c) dan
Jaringan Semua Terhubung (d)

Bentuk yang terakhir dari struktur organisasi teroris adalah struktur Resistansi
Tanpa Kepala.[14] Struktur seperti ini tidak mempunyai pusat komando tertentu. Setiap sel
adalah anonim. Setiap sel tidak saling berhubungan dan beroperasi sendiri.
Penggalangan anggota dan kampanye misi tertentu dilakukan lewat internet. Sulit untuk
mengetahui media daring mana yang dipergunakan untuk menyebarkan video latihan
dan ajakan bergabung. Setiap penonton yang mempunyai aspirasi yang sama akan
segera terpancing dan ikut serta dalam skenario besar organisasi. Anggota baru dapat
juga mengajak anggota baru yang lain dan mengikuti petunjuk yang disebarluaskan lewat
internet. Setiap operasi yang melibatkan anggota dan sel dengan metode pelaksanaan
dan biaya sendiri-sendiri. Dari penjelasan ini, bentuk struktur Resistansi Tanpa Kelapa
mempunyai nilai keamanan = 4 dan nilai efisiensi = 1.

D

C

E

A

B

Gambar 4. Bentuk struktur Resistansi Tanpa Kepala

Januari 2016

Menilik dari peran anggota organisasi teroris, maka dapat dibedakan menjadi 4
Pemimpin, Kurir, Bagian Logistik dan Pencari Dana.[16] Peran Pemimpin
bertugas menetapkan arah kebijakan dan menerjemahkannya ke dalam bentuk penduan
operasi. Kurir berfungsi untuk menyampaikan pesan dan juga eksekutor aksi teror.
Pembelian senjata, persiapan dan kelengkapan dalam menjalankan misi adalah di bawah
tanggung jawab bagian Logistik dan kondisi finansial organisasi sepenuhnya bergantung
kepada bagian Pencari Dana dan juga merekrut anggota-anggota baru yang potensial.

besar;[15]

Pemimpin

Dana

Logistik
Kurir
Kurir
Gambar 5. Peran anggota organisasi Teroris

Saat misi operasi dijalankan, ada 3 golongan anggota yang berperan dalam
kesuksesan misi tersebut yang dikenal dengan Model Kulit Bawang yaitu: Pengintai
(termasuk anggota inti dan aktif), Massa (Pendukung Aktif), dan Pendukung Pasif.[17]
Pengintai menentukan lokasi operasi, target vital, kondisi lingkungan dan dukungan
sarana prasarana yang akan dibutuhkan. Massa disini adalah anggota-anggota
organisasi yang ikut bersama dalam misi untuk memberi efek gentar dan mencekam di
lokasi operasi. Sedangkan Pendukung Pasif berperan memberi semangat kepada
Massa, membentuk opini publik dan meningkatkan reputasi organisasi sehingga akan
meningkatkan aliran donasi kepada organisasi.

INTI

Gerbang
MASSA
PENDUKUNG
PASIF

Gambar 6. Golongan anggota Model Kulit Bawang (Onion Skin)

Januari 2016

DERADIKALISASI
Untuk melemahkan ancaman yang ditimbulkan oleh individu teroris secara
permanen, terdapat 4 tahap dalam proses deradikalisasi dan dievaluasi melalui penilaian
Sikap (inside) dan Perilaku (outside) yaitu: Radikalisasi, Perjanjian, Pelepasan dan
akhirnya Deradikalisasi.[18] Perlu diingat bahwa lamanya proses rehabilitasi seorang
teroris relatif lebih lama dari waktu yang diperlukan saat dia mulai bergabung ke dalam
organisasi teroris. Hasil yang diharapkan seringkali tidak bisa dijamin kesuksesan dan
tidak bertahan lama tanpa pengawasan terus menerus atas individu tersebut.
Radikalisasi

Tahap

Evaluasi

(Radicalization)

Sikap
(Attitude)

Perjanjian
(Engagement)

Perilaku
(Behaviour)

Pelepasan
(Disengagement)

Deradikalisasi
(Deradicalization)

Perilaku
(Behaviour)

Sikap
(Attitude)

Gambar 7. Tahapan Deradikalisasi

Cronin dalam bukunya menyebutkan enam skenario berakhirnya kampanye
sebuah organisasi teroris [19] yaitu:







Tangkap atau bunuh pemimpin kelompok (Decapitation).
Masuknya organisasi ke dalam proses politik yang sah (Negotiation).
Tujuan politik organisasi tercapai (Success).
Perpecahan internal organisasi atau kehilangan dukungan publik (Failure).
Kekalahan dan eliminasi melalui kekerasan melalui angkatan bersenjata dengan
operasi militer (Repression).
Transisi dari terorisme menjadi bentuk organisasi kekerasan lainnya yang
disebabkan oleh kelelahan karena sudah berjuang sangat lama dan tujuan
organisasi sudah tidak relevan lagi (Reorientation).
Menurut PBB, ada 5D strategi komprehensif untuk kontra-terorisme:[20]

(1) Dissuade, menghalangi setiap gerak-gerik dan strategi terorisme.
(2) Deny, menutup seluruh akses sumber daya ataupun aliran dana. Uang merupakan
oksigen bagi terorisme. Colin Powell pernah menyatakan bahwa tanpa dukungan
dana dan pergerakan uang, terorisme tidak akan berfungsi.[21]
(3) Deter, tidak akan bernegosiasi dan mendukung sedikitpun.
(4) Develop, mengembangkan strategi pencegahan ancaman terorisme.

Januari 2016

(5) Defend, semua tindakan yang diambil semata-mata untuk menjaga dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan kehidupan masyarakat yang lebih banyak.

APA YANG DAPAT DILAKUKAN?
TIDAK MENYEBARLUASKAN PESAN
Publikasi adalah makanan yang paling disukai teroris.[22] Jenjang peran
komunikasinya bertahap mulai dari Rasa Takut, lalu Provokasi, kemudian Menginspirasi
dan akhirnya tahap Promosi. Jangan biarkan rasa takut menyebar dan memberi teroris
kesempatan untuk naik ke tahap selanjutnya. Rasa panik sebenarnya tidak perlu, tingkat
kewaspadaan yang tinggi dari adalah kunci dari titik lemah pergerakan teroris. Apapun
yang mereka lakukan jangan ikut terpancing untuk menyebarluaskan pesan mereka
kepada lingkungan yang lebih luas. Peran media massa sangat penting untuk membantu
membatasi publikasi aksi teror agar organisasi terorisme tidak cukup mendapat reputasi
untuk melanjutkan ke misi-misi berikutnya. Media good practice: Get it first or Get it right?

AGEN-AGEN KEAMANAN NASIONAL
Setiap warga negara dapat berfungsi sebagai mata dan telinga untuk pemerintah.
Masyarakat dapat mengetahui sesuatu yang dipandang tidak normal di lingkungan
sendiri jauh lebih cepat daripada mata-mata intelijen terhebat sekalipun. Peran serta
masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah sangat membantu untuk
mengebiri terorisme. Mekanisme pelaporan dan tindakan preventif lainnya perlu segera
dirumuskan kemudian disosialisasi sesuai dengan kearifan lokal yang ada. Pengerahan
tim reaksi cepat tanggap ancaman ditingkat kecamatan dapat memotong rantai komando
dan pergerakan teroris di wilayah-wilayah rawan seperti perbatasan negara, wilayah
pesisir dan pemukiman dekat hutan.
Aparat daerah di lingkungan RT dan RW berperan sangat vital untuk sistem
peringatan dini. Lebih jauh lagi, peran tokoh masyarakat, tokoh adat dan pemuka agama
mengambil tempat strategis dalam upaya pencegahan dan pendeteksian gerakan
terorisme. Kehadiran Bintara Pembina Desa (BABINSA) sangat berjasa untuk menjaga
keamanan dan dapat memberi pendidikan dan pengetahuan tentang semangat
kebangsaan, rasa cinta tanah air dan bela negara bagi putra-putri bangsa di daerah
terdepan NKRI.

KERJASAMA ANTAR-LEMBAGA
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik
Indonesia mengawasi dan mengoordinasi setidaknya 13 lembaga pemerintah.
Kementerian/Lembaga yang dikoordinasikan:

Januari 2016

• Kementerian Dalam Negeri
• Kementerian Luar Negeri
• Kementerian Pertahanan
• Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
• Kementerian Komunikasi dan Informatika
• Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
• Kejaksaan Agung Indonesia
• Tentara Nasional Indonesia
• Kepolisian Negara Republik Indonesia

Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang dikoordinasikan
• Badan Intelijen Negara
• Lembaga Sandi Negara
• Badan Koordinasi Keamanan Laut
• Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

Dengan kerjasama antar lembaga negara ini, diharapkan dapat dirumuskan
strategi komprehensif yang terintegrasi, kesepakatan operasi bersama dan peningkatan
kapabilitas bersama untuk menumpas habis terorisme melalui Respon “Soft-Line” yaitu:
Model Criminal Justice [23] saat ancaman terorisme dan ekstrimis masih dianggap rendah,
kemudian meningkat menjadi Model ‘Enhanced’ Criminal Justice, dimana sudah terjadi
beberapa ancaman atau kejadian parah terorisme dan ekstrimis. Apabila respon “SoftLine” ini tidak cukup efektif meredam ancaman terorisme, maka kerangka strategi
ditingkatkan menjadi Respon “Hard-Line” yaitu Model Perang [24], dimana sudah terjadi
beberapa peristiwa parah dan terdapat ancaman teroris domestik maupun teroris
internasional. Model Perang ini diadopsi oleh banyak negara di dunia. Model yang paling
keras adalah Model Kontra-Teror, yang biasanyan diadopsi oleh rezim otoriter, diktator
dan negara dimana sistem demokrasi lemah dan aksi teror sudah sangat parah dan
marak terjadi.[25]

Januari 2016

Respon ͞Soft-Line͟

Model Criminal Justice

Model E ha ced Cri i al Justice

Model Perang

Model Kontra-Teror
Respon ͞Hard-Line͟
Gambar 8. Spektrum Kerangka Kerja Respon Kontra-terorisme

KERJASAMA INTERNASIONAL
Terorisme adalah musuh bersama internasional, oleh karena itu perlu adanya
kerjasama antar bangsa dalam kampanye global anti-terorisme. Koordinasi yang efektif
diluar pemerintahan nasional yang melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Praktisi dan Pakar Akademisi serta Non-governmental organizations (NGO) baik dari
dalam maupun luar negeri sangat diperlukan. Peran perusahaan swasta domestik
maupun multi-nasional dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Daerah (BUMD)
perlu semakin ditingkatkan untuk memberikan kontribusi dan aspirasi dalam
merumuskan doktrin perlawanan terhadap terorisme ini.
Kerjasama internasional bidang keamanan dan pertahanan semakin memegang
kunci suksesnya penanggulangan terorisme di tanah air. Negara-negara Islam dengan
mayoritas penduduk beragama Islam masih dianggap ancaman nyata bagi dunia barat.
Oleh karena itu, negara-negara ini harus ikut bergabung dalam usaha dan kampanye
global anti-terorisme. Kerjasama internasional ini akan menelurkan kebijakan jangka
panjang yang multi-dimensi meliputi antar-lembaga yang komprehensif dan dinamis.
Selain itu, menjaga moralitas warga negara dan integritas bangsa adalah salah satu
faktor penting.

PENUTUP
Ancaman terorisme dan tindakan melawan hukum lainnya tidak dapat lagi
dianggap rendah. Dengan mengetahui jati diri organisasi teroris, strategi
penanggulannya dapat diharapkan efektif berhasil. Kerjasama semua eleman bangsa,
Januari 2016

sipil-militer, antar-lembaga negara dan internasional membuat negara mampu mengatasi
masalah besar ini. Tidak ada satu metode sakti untuk menyelesaikan semua
permasalahan, dengan demikian siklus pelaporan, perencanaan, implementasi kebijakan
dan evaluasi akan terus berputar.
Nilai satu nyawa untuk aksi teror sungguh terlampau mahal harganya. Kita harus
menjaga agar tidak perlu dan tidak boleh ada korban lagi untuk aksi teror apapun di negeri
khatulistiwa ini. Saatnya kita bangkit, kita bersatu bergandengan tangan, merapatkan
barisan dan tetap waspada untuk menjaga keamanan teritorial kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada dan tidak pernah akan ada negara lain seindah
dan senyaman di Indonesia tercinta.
Salam perdamaian dan persatuan. Merdeka!

Dicky Ronny Martinez Nainggolan
Defense Management
Indonesia Defense University
Bogor, Indonesia
dickronez@gmail.com

Januari 2016

REFERENSI
[1] Paraskevas, A. (2013). Aligning strategy to threat: a baseline anti-terrorism strategy for
hotels. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 25(1), 140-162.
[2] Ross, J. I. (2014). Alfredo Schulte-Bockholt: Corruption as Power: Criminal Governance in Peru During
the Fujimori Era (1990–2000). Critical Criminology, 22(3), 451-453.
[3] Ömer Taşpınar (2009), Fighting Radicalism, Not “Terrorism”: Root Causes of an International Actor
Redefined. SAIS Review of International Affairs, Volume 29, Number 2, Summer-Fall 2009. pp. 75-86
[4] Marc Sageman (2004), Understanding Terror Networks. University of Pennsylvania Press
[5] Robert S. Leiken (2005), Europe's Angry Muslims. Foreign Affairs.
[6] Bruce Hoffman (2006), Inside Terrorism. Columbia University Press [7]
[7] David Kilcullen (2011), The Accidental Guerrilla: Fighting Small Wars in the Midst of a Big One. Oxford
University Press.
[8] Force, F. A. T. (2012). International standards on combating money laundering and the financing of
terrorism & proliferation: the FATF recommendations (pp. 90-93). FATF/OECD.
[9] Parra, M. W. (2012). Twenty Years after the Killing of the King of Kingpins Pablo Escobar: Lessons
Learned from Narco-Terrorism. Trauma & Treatment, 2012.
[10] Mazur, R. (2013). How to halt the terrorist money train. The New York Times.
[11] Cronin, A. K. (2006). How al-Qaida ends: The decline and demise of terrorist groups. International
Security, 31(1), 7-48.
[12] Comas, J., Shrivastava, P., & Martin, E. C. (2015). Terrorism as Formal Organization, Network, and
Social Movement. Journal of Management Inquiry, 24(1), 47-60.
[13] Arquilla, J., & Ronfeldt, D. (2001). Networks and netwars: The future of terror, crime, and militancy.
Rand Corporation.
[14] Michael, G. (2012). Lone wolf terror and the rise of leaderless resistance. Vanderbilt University Press.
[15] Byman, D. (2014). The Intelligence War on Terrorism. Intelligence and National Security, 29(6), 837863.
[16] Belli, R., Freilich, J. D., Chermak, S. M., & Boyd, K. A. (2015). Exploring the crime‒terror nexus in the
United States: a social network analysis of a Hezbollah network involved in trade diversion. Dynamics of
Asymmetric Conflict, 8(3), 263-281.
[17] Abbas, H. (2014). ISIS Eyes Influence in Pakistan: Focus, Fears & Future Prospects.
[18] Silke, A. (2014). Prisons, terrorism and extremism: critical issues in management, radicalisation and
reform. Routledge.
[19] Cronin, A. K. (2009). How terrorism ends: understanding the decline and demise of terrorist
campaigns. Princeton University Press.
[20] Annan lays out detailed five-point UN strategy to combat terrorism,
http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=13599
[21] Warde, I. (2007). The price of fear: Al-Qaeda and the truth behind the financial war on terror. IB
Tauris.

Januari 2016

[22] Nacos, B. L. (2007). Mass-mediated terrorism: The central role of the media in terrorism and
counterterrorism. Rowman & Littlefield.
[23] Braithwaite, J. B. (2002). Thinking critically about the war model and the criminal justice model for
combating terrorism. Available at SSRN 330500.
[24] Campbell, C., & Connelly, I. (2003). A model for the ‘war against terrorism’? Military intervention in
Northern Ireland and the 1970 Falls Curfew. Journal of law and society, 30(3), 341-375.
[25] Davis, F. F., & De Londras, F. (2013). Counter-Terrorist Judicial Review: Beyond
Dichotomies. Critical Debates on Counter-Terrorist Judicial Review (2014, CUP), Forthcoming, 2014-17.

Januari 2016