Hukum Internasional UU Terorisme Antara

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

Subjek Hukum Internasional : Negara, Terorisme dan
UU Antiterorisme di Indonesia ; Antara Kebebasan dan
Keamanan Rakyat
Tugas ini di susun Untuk Mata Kuliah Hukum Internasional

Dosen Pengampu:
Setyo Widagdo, SH. M.Hum

Di Susun oleh :

Adhitia Pahlawan Putra
NIM. 105120407111010

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Hubungan Internasional
Universitas Brawijaya
Malang
2011


Tugas II Hukum Internasional

Page 1

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

BAB I Latar Belakang
Sebagai salah satu bagian dalam Hukum Internasional subjek
negara adalah hal yang utama, sebelum adanya subjek lain bukan negara.
Artinya, negara dipandang sebagai aktor utama dalam hubungan
internasional. Namun, hal tersebut tidak relevan lagi dengan peradaban
masa kini, dimana persoalan tidak lagi hanya pada negara dengan negara.
Akan tetapi juga pada negara dengan subjek lain bukan negara ataupun
subjek bukan negara satu sama lain.1
Sistem

modern

hukum


internasional

ini,

merupakan

hasil

perubahan yang besar di bidang politik yang menandai perpindahan dari
abad-abad pertengahan kekurun sejarah modern. Hal tersebut dapat
dipahami sebagai perubahan sistem feodal menjadi negara teritorial.
Karakter khas yang utama negara teritorial, yang membedakannya
dengan

yang

terdahulu

adalah


anggapan

pemerintah

tentang

kekuasaannya yang tertinggi di dalam wilayah negara. Yang terjadi
kemudian, dunia politik terdiri atas sejumlah negara yang didalam wilayah
masing-masing, secara hukum, mereka sama sekali terpisah satu dengan
lainnya. Dengan kata lain, mereka berdaulat. 2
Aturan-aturan hukum internasional yang menentukan hak dan
kewajibaan negara ini dikukuhkan pada tahun 1648, ketika Perjanjian
Westhphalia yaitu perjanjian untuk mengakhiri perang 30 tahun di eropa
dan menjadikan teritorial sebagai dasar negara modern.
Sementara itu, Terorisme sebagai salah satu subjek bukan negara
dalam hukum internasional merupakan fenomena yang sangat kompleks.
Sebagai fenomena politik kekerasan, kaitan antara terorisme dan aksi-aksi
teror tidak dapat mudah dirumuskan dengan mudah. Tindak kekerasan itu
dapat dilakukan oleh individu, kelompok, ataupun negara. Motivasi pelaku
1

2

Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. Buku 1. Hal 3
Hans J. Morgenthau. 1985. Politics among nations. Hal 316

Tugas II Hukum Internasional

Page 2

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

dapat bersumber pada alasan-alasan idiosinkratik, kriminal maupun politik.
Sasaran atau korban bukan merupakan sasaran sesungguhnya, tetapi
hanya bagian dari taktik intimidasi, koersi, ataupun propaganda untuk
mencapai tujuan-tujuan mereka. Kesamaan tindakan terorisme terletak
pada

penggunaan

kekerasan


secara

sistemik

untuk

menimbulkan

ketakutan yang meluas.
Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi,
menghadapi tantangan dalam mencari keseimbangan di antara security
dan Liberty. Hal ini karena Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi
tentang Hak Asasi Manusia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah
menetapkan

deklarasi mengenai HAM dalam Universal Declaration of

Human Rights 1948. Di dalam deklarasi PBB ini, diakui bahwa Manusia
adalah Individu yang menyandang status sebagai subjek hukum

internasional disamping negara. 3
Undang-undang merupakan salah satu dari upaya memberantas
terorisme.

Namun,

undang-undang

itu

sendiri

harus

menjamin

keseimbangan-keseimbangan di antara security dan Liberty.
Dalam konteks itu, maka melawan terorisme membutuhkan sebah
kebijakan penanggulangan terorisme yang bersifat komprehensif baik
dalam tataran anti maupun kontra terorisme.4


3

Indoensia telah meratifikasi konvensi mengenai HAM dalam Deklarasi Vienna 1993 dan
Covenant on Civil and Political Rights dan Covenant on Economics, Social, and Cultural Right
(1966)
4
Anti terorisme adalah segenap kebijakan yang dimaksud untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi tumbuhnya terorisme (preventif)... Kontra merupakan segenap instrumen yang
menitikberatkan pada aspek penindakan terhadap terorisme dan aksi-aksi teror (koersif)...

Tugas II Hukum Internasional

Page 3

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

BAB II Permsalahan
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan
dikemukakan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa saja unsur-unsur dari negara sesuai dengan ketentuan Hukum
Internasional ?
2. Apa yang menjadi hak dan kewajiban negara sesuai dengan Hukum
Internasional ?
3. Bentuk-bentuk terorisme itu seperti apa dan indikator apa saja
kemudian kegiatan terorisme menjadi skala internasional ?
4. Bagaimana kemudian negara melawan aksi terorisme tetapi tetap
menjaga ruang demokrasi serta HAM sesuai dengan ketentuan
perjanjian internasional ?

Tugas II Hukum Internasional

Page 4

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

BAB III Pembahasan
Negara menjadi subjek hukum internasional paling utama, karena
dapat mengadakan hubungan-hubungan hukum internasional dalam
segala bidang kehidupan dari masyarakat internasional. Sementara itu,

Unsur-unsur

yang membentuk negara sesuai dengan pasal 1 konvensi

Montevideo tahun 1933 menyatakan sebagai berikut :
The state as a person in international law should prosses the following
qualifications:
a. A permanent populations;
b. A defined territory;
c. Government;
d. Capacity to enter into the relations with the other states;5

Dari unsur-unsur diatas poin a, b, dan c adalah unsur faktual dari
negara. Sedangkan poin d adalah unsur non faktualnya.
Dengan

Hukum

Internasional


lah

kemudian,

negara-negara

mengetauhi di mana bata-batas wilayah mereka di darat, laut dan udara.
Mereka pun juga mengetauhi syarat-sayarat yang bagaimana mereka
dapat memperoleh pemilikan sah atas wilayah yang tidak ada pemiliknya
sama sekali (seperti halnya penemuan), atau yang dimiliki negara lain
(seperti halnya penyerahan atau aneksasi).
Negara juga kemudian mengetahui kekuasaan yang bagaimana
yang mereka miliki terhadap warga negara lain yang tinggal diwilayah
mereka dan terhadap warga negara mereka sendiri yang tinggal di negara
asing. Contoh lain adalah misalnya, ada kapal dagang yang membawa
bendera negara A memasuiki suatu pelabuhan negara B, maka hak-hak
apa yang dimiliki negara B terhadap hal tersebut? Dan bagaimana jika
kapal tersebut adalah kapal perang? Bagaimanakah hak-hak wakil
diplomatik yang ditugaskan pada pemerntahan tersebut? Atau apakah
5


Pasal 1 konvensi Montevideo tahun 1933

Tugas II Hukum Internasional

Page 5

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

suatu negara pada waktu perang dibolehkan dan diwajibkan berbuat
seenaknya terhadap para pejuang, penduduk sipil, tawanan, warga netral,
dilaut maupun didarat? Dengan syarat-syarat yang bagaimana suatu
perjanjian antara dua negara atau lebih mengikat dan syarat-syarat yang
bagaimana membuat perjanjian itu kehilangan kekuatan mengikatnya?
Dan jika suatu perjanjian atau aturan lain dari hukum internasional
dikatakan telah dilanggar, siapa yang berhak memastikan pelanggaran itu
dan siapa yang berhak mengambil langkah-langkah memberlakukan
dengan syarat-syarat yang bagaimana pula? Untuk itu, melalui hukum
internasional kemudian aturan-aturan itu dibuat supaya menentukan hakhak dan kewajiban bersama bagi negara-negara sebagai subjek hukum
internasional. Artinya, aturan-aturan yang telah dibuat menuntut kepada
negara-negara untuk meyepakati bersama sehingga terciptalah order.
Terlepas dari pemahaman tentang negara diatas, selanjutnya
adalah mengenai aktor bukan negara, yang dalam hal ini saya
mengangkat terorisme yang erat kaitannya dengan negara dan mencoba
menghubungkan dengan akibat yang ditimbulkan oleh UU antiterorisme di
Indonesia.
Terorisme sendiri terdiri dari dua bentuk. Pertama, state-sponsored

terrorism, yaitu tindakan terorime yang dilakukan oleh suatu negara untuk
mencapai tujuannya. Misalnya

Amerika

Serikat

mengidentifikasikan

beberapa negara untuk hal ini seperti Kuba, Iran, Sirya, Libya, Irak, dan
Korea Utara. Kedua, privately-based terrorism, yaitu tindakan terorisme
yang dilakukan oleh suatu kelompok terorisme privat , seperti Al-Qaeda,
Jamaah Islamiyah, dan sebagainya. 6

6

Conway W. Henderson. 1998. International Relations: Terrorism, Conflict and Cooperation at
the Turn of 21st Century. New York: hal. 153-154

Tugas II Hukum Internasional

Page 6

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

Sementara

itu,

kegiatan

terorisme

dapat

menjadi

berskala

internasional apabila. Pertama, diarahkan kepada warga negara asing atau
target

luar

negeri.

Kedua,

dilakukan

secara

bersama-sama

oleh

pemerintah atau faksi dari lebih satu negera. Ketiga, diarahkan untuk
mempengaruhi kebijakan dari pemerintahan asing.7
Adalah kewajiban negara (state duty) untuk mencegah dan
memerangi terorisme. Ini didasarkan pada komitmen nasional dan
internasional. Yang sepakat bahwa terorisme mempunyai jaringan yang
luas sehingga merupakan ancaman perdamaian dan keamanan nasional
maupun internasional. Selain itu, perkembangan teknologi dan globalisasi
telah menjadikan ancaman terorisme semakin serius dan kompleks karena
ketersediaan sumber daya dan atau metoda baru.
Tidak hanya itu saja, komitmen masyarakat internasional dalam
mencegah dan memberantas terorisme sudah diwujudkan dalam berbagai
konvensi internasional yang menegaskan bahwa terorisme merupakan
kejahatan yang bersifat internasional yang mengamcam perdamaian dan
keamanan umat manusia sehingga seluruh anggota Perserikatan BangsaBangsa termasuk Indonesia wajib mendukung dan melaksanakan resolusi
Dewan Keamanan PBB yang mengutuk dan menyerukan seluruh anggota
PBB untuk mencegah dan memberantas terorisme melalui pembentukan
peraturan perundang-undangan nasional negaranya.8
Namun, disisi lain Indonesia adalah negara demokrasi. Prinsipprinsip tatanan demokrasi menuntut mengutamakan cara-cara persuasif,
negosiasi, dan toleransi ketimbang cara-cara koersif, pemaksaan, dan
penggunaan kekerasan. Secara prosedural, kewajiban ini menimbulkan
dilema antara keniscayaan pemberian diskersi kewenangan pada institusi

7

Paul Wilkinson. 1977. Terrorism and the Liberal State. New York: hal. 174
Komitmen pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Pasal 3 Convention Aganist Terrorist
Bombing (1997) dan Convention on the Suppression of Financing Terrorism (1999)
8

Tugas II Hukum Internasional

Page 7

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

negara disatu pihak dan keharusan negara untuk tetap melindungi
kebebasan sipil (civil liberties), terutama yang termasuk ke dalam rumpun

non-derogable rights.9 Oleh karena itu, kebijakan untuk memerangi
terorisme harus senatiasa bertolak dari beberapa prinsip, antara lain:
 Perlindungan

kebebasan

sipil

serta

penghargaan

dan

perlindungan hak-hak individu. Pembatasan terhadap hak-hak
demokratik seperti itu hanya dapat dilakukan terhadap hak yang
TIDAK termasuk dalam non-derogable rights.
 Pembatasan dan pencegahan penyalahgunaan kekuasaan oleh
negara. ini dapat dilakukan dengan menerapkan sepenuhnya
prisnip

checks and balances dalam proses pengambilan

keputusan.
Selain itu, beberapa LSM juga mengkritik UU Antiterorisme.
Misalnyanya saja, terkait memperlakukan ketentuan pidana terorisme
berlaku surut (retroactive) adalah bertentangan dengan hak sipil.

Retroactive

hanya

dimungkinkan

terhadap

kejahatan

HAM

berat

sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa 1949. 10
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah wajib
memelihara dan menegakan kedaulatan dan melindungi setiap warga
negaranya dari setiap ancaman atau tindakan destruktif baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri. Namun, harus tetap ada keseimbangan
dalam kewajiban terhadap kebebasan sipil , hak asasi korban dan saksi,
serta hak asasi tersangka yang erat kaitannya dengan nilai-nilai HAM.

9

Misalnya, perlindungan terhadap hak-hak sipil terlihat bahwa UU anti terorisme, mengancam
kebebasan pers dan kebebasan mengungkapkan pendapat. Pasal 20 misalnya, digunakan sebagai
alasan pembatasan terhadap media massa ataupun mereka yang memberikan komentar atas
suatu proses hukum atas tindak pidana terorisme.
10
Kritikan ini berasal dari LSM Imparsial (The Indonsian Human Rights Watch) dan Koalisi Untuk
Keselamatan Masyarakat Sipil.

Tugas II Hukum Internasional

Page 8

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

BAB IV Kesimpulan
Negara sebagai subjek hukum internasional adalah aktor aktor
yang rasional yaitu mengikuti prinsip

mengejar, melindungi, dan

mempertahankan

dengan

kekuasaan

sesuai

kemampuan

dan

keterbatasannya di dunia internasional. 11 Kemampuan disini adalah
kemampuannya berhubungan dengan negara lain atau suubjek bukan
negara yang lain, sedangkan keterbatasan adalah karena negara dibatasi
oleh

moral

dan

pengendalian

kekuasaan

yang

berasal

hukum

internasional.
Sementara itu, perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi
yang dikemas melalui globalisasi maka hal ini dibutuhkan kerjasama
dengan negara lain karena hal ini tidak dapat dilakukan hanya satu negara
saja, melainkan oleh semua negara untuk menjaga kemanan global
(global security).
Dan terakhir adalah, UU antiterorisme di Indonesia sebagai respon
dan komitmen internasional, terjadi dilema antara kebebasan dan
keamanan rakyat. Disatu sisi hal ini adalah untuk menjaga keamanan
tetapi dsisi lain hal ini bisa saja menjadi bumerang karena melanggar nilainilai HAM. Oleh karena itu, hal ini harus senantiasa bertolak pada
beberapa prinsip diatas.

11

Holsti, K.J. 1983. International politics. Page 97

Tugas II Hukum Internasional

Page 9

[HUKUM INTERNASIONAL] December 12, 2011

Daftar Pusataka
Conway W. Henderson. 1998. International Relations: Terrorism, Conflict
and Cooperation at the Turn of 21st Century. New York: McGraw- Hill
Internasional.
Hans J. Morgenthau. 1985. Politics among nations. Penerbit: Buku Obor.
Holsti, K.J. 1983. International Politics : a framework for analysis (4th ed).
London: Prentice-Hall.
Kusumaatmadja, Mochtar. Pengantar Hukum Internasional. Buku 1.
Penerbit: Putra Abardin.
Pasal 1 Konvensi Montevideo. 1993. The state as a person in international

law should prosses the following qualifications.
Paul Wilkinson. 1977. Terrorism and the Liberal State. New York: The
Macmillian Press.
www.imparsial.org

”Berbeda adalah Keunggulan”

Tugas II Hukum Internasional

Page 10