Makalah filsafat kel. 6 finish

MAKALAH
“SARANA BERFIKIR ILMIAH”
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M. Pd

Disusun Oleh:
DIAN SETYOWATI, S. Pd

15713251009

SAN PUTRA, S. Pd

15713251001

BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hadiratkan kepada Allah SWT Tuhan yang maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
sebaik baiknya.
Ucapan terimakasih kami kepada dosen kami Bapak Prof. Dr. Edi Purwanta, M. Pd
yang telah banyak membantu dan membimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami khususnya teman-teman satu
kelompok kami di mata kuliah Filsafat Ilmu ini karena telah sama-sama saling membantu
demi terselesaikannya Makalah Filsafat Ilmu dengan judul “Sarana Berfikir Ilmiah”.
Dalam penyelesaian tugas ini kami menyadari masih banyak kesalahan serta
kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila ada kesalahan serta kekhilafan. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua terkhusus pada diri kami sendiri.

Hormat kami,

Kelompok 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sering disebut sebagai Homo faber: makhluk yang membuat alat; dan
kemampuan membuat alat itu dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan
tersebut juga memerlukan alat-alat.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya
sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.
Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi
seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat
dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana merupakan alat yang membantu kita dalam
mencapai suatu tujuan tertentu; atau dengan perkataan lain, sarana ilmiah mempunyai fungsifungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana berpikir ilmiah ini, dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi
tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajari
berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal. Pertama, sarana
ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan
kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui salah
satu karakteristik dari ilmu umpamanya adalah penggunaan berpikir induktif dan deduktif.
Dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini
dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih tuntas dapat dikatakan bahwa sarana

berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang
berbeda dengan metode ilmiah.
Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan
untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah
kita dalam sehari-hari. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam
melakukan fungsinya secara baik. Fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode
ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.

BAB II

PEMBAHASAN
I. SARANA BERPIKIR ILMIAH
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana
yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat
berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.
Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan
berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika
deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir

deduktif ini sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses
pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah
yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak
hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh
penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah pengusaan itu
adalah mengetahui degan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam
keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.
Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah menurut para ahli :
1. Menurut Salam (1997:139): Berfikir ilmiah adalah proses atau aktivitas manusia
untuk menemukan/mendapatkan ilmu. Berfikir ilmiah adalah proses berpikir untuk
sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2. Menurut Jujun S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal untuk memperoleh
pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan
induksi dan deduksi.
II. BAHASA
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya
melainkan terletak pada kemampuan berbahasa. Dalam hal ini maka Ernst Cassirer
menyebut manusia sebagai Animal symbolicum, yaitu makhluk yang menggunakan
simbol. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara
sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan. Lebih lanjut lagi, tanpa kemampuan

berbahasa ini maka manusia tak mungkin mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa
mempunyai bahasa maka hilang pulalah kemampuan untuk meneruskan nilai-nilai budaya
dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya.
Manusia dapat berpikir dengan baik karena manusia mempunyai bahasa. Tanpa
bahasa maka manusia tidak akan berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita

lakukan dalam kegiatan ilmiah. Demikian juga tanpa bahasa maka kita tak dapat
mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada orang lain. Binatang tidak diberkahi dengan
bahasa yang sempurna sebagaimana kita miliki, oleh sebab itu maka binatang tidak dapat
berpikir dengan baik dan mengakumulasikan pengetahuannya lewat proses komunikasi
seperti kita mengembangkan ilmu.
Bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti
tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu obyek
tertentu umpamanya saja gunung atau seekor burung merpati. Bahasa diperkaya oleh
seluruh lapisan masyarakat yang mempergunakan bahasa tersebut: para ilmuwan,
pendidik, ahli politik, remaja dan bahkan tukang copet. Adanya lambang-lambang ini
memungkinkan manusia dapat berpikir dan belajar dengan baik.
Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
1. Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu,
yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibagi menjadi dua

yaitu: bahasa isyarat dan bahasa biasa.
2. Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan
dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau bahasa
simbolik.
Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah sebagai berikut:
1. Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar
kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif
(bisikan hati) dan pernyataan langsung.
2. Bahasa buatan antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas
dasar pemikiran akal karena bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati,
diskursif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.
Kalimat secara garis besar dibedakan menjadi 2 macam yakni kalimat bermakna dan
kalimat tidak bermakna. Kalimat bermakna dibedakan antara kalimat berita dan bukan
kalimat berita. Kalimat berita ialah kalimat yang dapat dinilai benar atau salah, sedang
kalimat bukan berita ada 4 macam yakni kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru,
dan kalimat harapan.

Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk
menyampaikan pikiran perasaan dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik berpendapat

bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat. Walaupun tampak
perbedaan, namun secara umum dapat dinyatakan bahwa bahasa pada dasarnya
merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Sebagai
pernyataan pikiran atau perasaan dan alat komunikasi manusia, bahasa mempunyai 3
fungsi pokok yaitu:
1. Fungsi ekspresif atau emotif tampak pada pencurahan rasa takut serta takjub yang
dilakukan serta-merta pada pemujaan-pemujaan, demikan juga pencurahan seni
suara maupun seni sastra.
2. Fungsi afektif atau praktis tampak jelas untuk menimbulkan efek psikologis
terhadap orang lain dan sebagai akibatnya mempengaruhi tindakan-tindakan
mereka ke arah kegiatan atau sikap tertentu yang diinginkan.
3. Fungsi simbolik dipandang dalam artian yang luas meliputi fungsi logik atau
komunikatif, karena arti itu dinyatakan dalam simbol bukan hanya untuk
menyatakan fakta saja, melainkan juga untuk menyampaikan kepada orang lain.
III. MATEMATIKA
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat
“artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa
itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping

pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa,
proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk kekuasaan. Fungsi matematika
menjadi sangat penting dalam perkembangan macam-macam ilmu pengetahuan.
Matematika dalam perkembangannya memberikan masukan-masukan pada bidangbidang keilmuan yang lainnya. Konstribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam
lebih ditandai dengan pengunaan lambang-lambang bilangan untuk menghitung dan
mengukur, objek ilmu alam misal gejala-gejalah alam yang dapat diamati dan dilakukan
penelaahan secara berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek
penelaahan yang kompleks dan sulit melakukan pengamatan. Disamping objeknya yang
tak terulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang
bilangan.

Matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan
lainnya serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika merupakan
alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui
abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah.
Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan.
Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis,
dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan
bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan
pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan

masalah baik pada matematika maupun dalam bidang.
a. Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk
melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila kita
membandingkan dua obyek yang berlainan umpamanya gajah dan semut maka kita
hanya bias mengatakan gajah lebih besar dari semut. Kalau kita ingin menelusur
lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut maka kita mengalami
kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu. Kemudian jika sekiranya kita ingin
mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut maka
dengan bahasa verbal kita tidak dapat mengatakan apa-apa.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan bersifat kualitatif.
Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa
verbal semuanya bersifat kualitatif. Untuk mengatasi masalah ini matematika
mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran, maka kita dapat
mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan
panjangnya kalau logam itu dipanaskan.
b. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif
Pengetahuan bias didapatkan secara deduktif dengan mempergunakan
matematik. Seperti diketahui berpikir deduktif adalah proses pengambilan

kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah
ditentukan. Untuk menghitung jumlah sudut dalam segitiga tersebut kita

mendasarkan kepada premis bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudutsudut yang dibentuk kedua garis sejajar tersebut dengan garis ketiga sama.
Jadi deduktif matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan
premis-premis yang tertentu. Pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya hanyalah
merupakan konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang telah kita temukan
sebelumnya.
c. Perkembangan Matematika
Ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu:
1. Sistematika,
Pada tahap sistematika maka ilmu mulai menggolong-golongkan obyek empiris
ke dalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini memungkinkan kita untuk
menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi
kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum ini merupakan pengetahuan bagi
manusia dalam mengenali dunia fisik.
2. Komparatif,
Melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain,
kategori yang satu dengan kategori yang lain, dan seterusnya. Lalu mulai
mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara di berbagai

obyek yang kita kaji.
3. Kuantitatif,
Tahap kuantitatif di mana kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi
berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari
obyek yang sedang kita selidiki.
IV. STATISTIKA
Sekitar tahun 1645, seorang ahli matematika amatir, Chevalier de Mere,
mengajukan beberapa permasalahan mengenai judi kepada seorang ahli matematika
Prancis Blaise Pascal (1623-1662), Pascal, seorang jenius dalam bidang matematika,
dalam umur 16 tahun telah menghasilkan karya-karya ilmiah yang mengagumkan. Pascal
kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya Pierre de
Fermat (1601-1665), dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang.
Peluang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak
dikenal dalam pemikirn Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad
pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang

dikembangkan sarjana Muslim namu bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasardasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.
Di indonesia sendiri kegiatan yang sangat meningkat dalam bidang penelitian,
baik merupakan kegiatan akademik maupun untuk pengambila keputusan, memberikan
momentum yang baik untuk pendidikan statistika. Pengajaran filsafat ilmu dibeberapa
perguran tinggi, terutama pada pendidikan pascasarjana, memberi landasan yang lebih
jelas tentang hakikat dan peranan statistika.
a. Statistika dan Cara Berpikir Induktif
Ilmu secara sederhana dapat didefenisikan sebagai pengetahuan yang telah
teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana
konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun
dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut.
Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum
dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita igin mengetahui
berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat maka nilai tinggi ratarata yang dimaksudkan itu merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik dalam
kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Jadi dalam hal ini kita menarik
kesimpulan berdasarkan logika induktif.
Di pihak lain maka penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan
yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat umum dengan mempergunaan
dedukasi. Kedua penarikan kesimpulan ini tidak sama dan tidak boleh
dicampuradukan. Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana
penalaran penarikan kesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada
statistika. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan
induktif secara lebih seksama.
Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar
sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meskipn premispremisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka
kesimpulan itu belum tentu benar. Yang dapat dikatakan adalah bahwa kesimpulan itu
mempunyai peluang untuk benar. Statistika merupakan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak.
Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat
umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan.

Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan
yang ditarik, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni
makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian
kesimpulan tersebut. Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk
mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat
kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat
empiris.
Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita untuk melakukan
kegiatan ilmiah secara ekonomis, di mana tanpa statistika hal ini tak mungkin dapat
dilakukan. Logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang sekali
dihubungkan dengan statistika, padahal hanya logika deduktif yang berkaitan dengan
matematika sedangkan logika induktif justru berkaitan dengan statistika. Secara
hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan
induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Demikian
juga penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan
yang sama pentingnya dalam penelaahan keilmuan.
b. Karakteristik Berpikir Induktif
Dalam kesimpulan yang ditarik secara induktif, meskipun premis yang
dipakainya

adalah

benar

dan

penalaran

induktifnya

adalah

sah,

namun

kesimpulaannya mungkin saja salah. Logika induktif tidak memberikan kepastian
namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik.
Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik
kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Dasar dari teori statistika
adalah teori peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan
statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya
statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoritis yaitu pengetahuan yang megkaji
dasar-dasar teori statistika, dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi, penaksiran
dan peluang. Sedangkan statistika terapan merupakan pengetahuan statistika teoritis
yang disesuaikan dengan bidang tempat penerapannya.

Peranan Statistika dalam tahap-tahap metode keilmuan:

1.

Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan diambil dari
populasi.

2.

Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen.

3.

Teknik untuk menyajikan data-data, sehingga data lebih komunikatif.

4.

Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.
Adapun hubungan statiska antara Sarana berfikir Ilmiah Bahasa, Matematika

dan Statistika, yaitu sebagaimana yang kita bahas sebelumnya, agar dapat melakukan
kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana bahasa, matematika dan
statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan
berpikir ilmiah, dimana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu
merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Matematika
mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika
mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Penalaran induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan yang memiliki ruang lingkup yang khas dan
terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum. Sedangkan deduktif, merupakan cara berpikir dimana dari pernyataan yang
bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan memakai pola
berpikir silogismus.

BAB III

KESIMPULAN
Berfikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai proses
bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan
berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kehidupan seharihari dari pengaruh alam sekelilingnya. Sedangkan berfikir ilmiah adalah pola penalaran
berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat. Adapun salah satu pendapat dari para
ahli mendefinisikan atau berpendapat bahwa berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan
empiris. Logis masuk akal, empiris dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan . Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada tiga yaitu : Bahasa
sebagai sarana berfikir ilmiah, Matematika sebagai sarana berfikir ilmiah,dan Statistika
sebagai sarana befikir ilmiah.
1. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran
seluruh proses berfikir ilmiah.
2. Matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif sehingga mudah
diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya.
3. Statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari konsepkonsep yang berlaku umum.

DAFTAR PUSTAKA

Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. 2013. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.