Pengaruh Pola Aliran dan Penggerusan Lokal Di Sekitar Pilar Jembatan Dengan Model Dua Dimensi.
i Universitas Kristen Maranatha
PENGARUH POLA ALIRAN DAN
PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR
JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI
Lajurady NRP: 0921054
Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl.H.E.
ABSTRAK
Pada saat ini sering terjadi kerusakan pilar jembatan oleh gerusan lokal di sekitar pilar. Gerusan diakibatkan aliran air yang terhambat oleh pilar itu sendiri yang bisa merubah pola aliran dan membentuk pusaran di sekitar pilar. Sehingga terjadi penggerusan dasar sungai yang semakin lama semakin dalam, lalu pilar tersebut runtuh dan terbawa oleh aliran air, akhirnya jembatan akan hancur.
Penelitian ini bertujuan supaya penggerusan yang terjadi di sekitar pilar sedangkal mungkin dan tidak membahayakan pilar itu sendiri. Penelitian menggunakan saluran terbuka model 2 dimensi yang berada di Laboratorium Hidraulika Universitas Kristen Maranatha dengan panjang saluran 9 m, lebar 1 m dan tinggi 0,62 m. Penelitian menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yang berukuran 0,06 x 0,24 m. Ukuran dan model pilar mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Tison (1940). Bentuk pilar yang digunakan ada 2 jenis, yaitu tipe A berbentuk segi empat dan tipe B berbentuk lenticular. Untuk pilar tipe B dicoba dengan sudut terhadap arah aliran, yaitu 5° dan 10°. Material dasar saluran yang digunakan yaitu pasir Galunggung. Aliran tanpa mengandung pasokan sedimen (clear water flow). Pengujian dilakukan selama ±30 menit setelah aliran konstan.
Pola gerusan memberi gambaran tentang gerusan lokal di sekitar pilar jembatan yang mungkin terjadi. Pola gerusan berupa kontur yang didapat dari hasil percobaan yang digambar setiap penurunan 1 cm. Kedalaman gerusan maksimum dengan menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yang terjadi pada pilar tipe A yaitu 4,7 cm dan 6,5 cm. Kedalaman gerusan maksimum untuk pilar tipe B dengan menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yaitu 1,6 cm dan 2,2 cm. Kedalaman gerusan maksimum untuk pilar tipe B dengan 2 pilar yang bersudut yaitu 4,5 cm untuk sudut 5° dan 5,9 cm untuk sudut 10°. Pilar yang terbaik adalah tipe B.
Kata kunci: gerusan lokal, pilar jembatan, pola gerusan, kedalaman geusan, pola aliran.
(2)
ii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Pernyataan Orisinalitas Laporan Penelitian Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian Kata Pengantar
Abstrak ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... v
Daftar Notasi ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 2
1.4 Sistematika Penulisan ... 3
BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Penggerusan ... 4
2.2 Pola Aliran dan Mekanisme Gerusan Lokal ... 5
2.3 Faktor Penggerusan ... 7
2.3.1 Gradasi Sedimen ... 7
2.3.2 Ukuran Pilar ... 7
2.3.3 Kedalaman Aliran ... 8
2.3.4 Bentuk Pilar ... 9
2.3.5 Arah Pilar ... 9
2.4 Hasil Penelitian Tison (1940) ... 10
2.5 Debit Aliran ... 11
2.6 Kecepatan Aliran ... 11
2.7 Analisis Ayak ... 13
2.7.1 Standar Acuan ... 13
2.7.2 Maksud dan Tujuan ... 13
2.7.3 Dasar Teori ... 13
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum ... 15
3.2 Perencanaan Model Pilar ... 18
3.3 Analisis Ayak ... 20
3.4 Lengkung Debit Thompson ... 23
3.5 Kecepatan Aliran ... 25
3.6 Penggerusan Lokal Di Sekitar Pilar Tipe A ... 27
(3)
iii Universitas Kristen Maranatha
BAB IV HASIL ANALISIS PENELITIAN
4.1 Analisis Ayak ... 47
4.2 Lengkung Debit Thompson ... 51
4.3 Kecepatan Aliran Di Udik Pilar ... 53
4.4 Pola Aliran ... 55
4.5 Kedalaman Gerusan Maksimum ... 57
4.6 Pola Gerusan ... 58
4.7 Gambar Pola Aliran dan Gerusan ... 60
BAB KESIMPULAN Kesimpulan ... 67
Saran ... 67
(4)
iv Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel 2 Hasil penelitian Tison pada tahun 1940 ... 10
Tabel 3.1 Peralatan yang digunakan untuk analisis ayak ... 20
Tabel 3.2 Peralatan yang digunakan untuk debit Thompson ... 23
Tabel 3.3 Peralatan yang digunakan untuk kecepatan aliran ... 25
Tabel 3.4 Peralatan yang digunakan untuk penggerusan lokal ... 27
Tabel 3.5 Bahan yang digunakan untuk penggerusan lokal pilar tipe A ... 28
Tabel 3.6 Bahan yang digunakan untuk penggerusan lokal pilar tipe B ... 35
Tabel 4.1 Analisis ayak ... 47
Tabel 4.2 Klasifikasi tanah ... 50
Tabel 4.3 Debit Thompson ... 51
Tabel 4.4 Kecepatan aliran ... 53
(5)
v Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gerusan di sekitar pilar ... 1
Gambar 2.1 Pola aliran dan gerusan lokal di pilar ... 6
Gambar 2.2 Hubungan antara kedalaman gerusan dengan waktu ... 6
Gambar 2.3 Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran 6
Gambar 2.4 Bentuk gerusan untuk pilar searah aliran dan pilar bersudut ... 9
Gambar 2.5 Alat ukur Thompson ... 11
Gambar 2.6 Grafik Hubungan antara kecepatan dan diameter butir ... 12
Gambar 3.1 Tampak atas saluran ... 15
Gambar 3.2 Saluran ... 16
Gambar 3.3 Posisi pilar ... 16
Gambar 3.4 Diagram alir pelaksanaan ... 17
Gambar 3.5 Pilar tipe A ... 18
Gambar 3.6 Pilar tipe B ... 19
Gambar 3.7 Model pilar ... 19
Gambar 3.8 Sampel tanah ... 21
Gambar 3.9 Mesin pengguncang ... 22
Gambar 3.10 Tanah tertahan yang ditimbang ... 22
Gambar 3.11 Meteran taraf ... 24
Gambar 3.12 Pintu air ... 24
Gambar 3.13 Current Meter ... 26
Gambar 3.14 Segmen untuk kecepatan ... 26
Gambar 3.15 Percobaan kecepatan ... 27
Gambar 3.16 Pasir pada saluran ... 29
Gambar 3.17 Pilar A1 pada saluran ... 29
Gambar 3.18 Rip-rap dan saringan ... 30
Gambar 3.19 Aliran air pada saluran untuk pilar A1 ... 30
Gambar 3.20 Kondisi aliran air di sekitar pilar A1 ... 31
Gambar 3.21 Aliran di udik pilar A1 ... 31
Gambar 3.22 Aliran di hilir pilar A1 ... 31
Gambar 3.23 Tampak samping aliran air di sekitar pilar A1 ... 31
Gambar 3.24 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe A1 ... 32
Gambar 3.25 Tampak atas pilar tipe A2 ... 32
Gambar 3.26 Posisi pilar A2 ... 33
Gambar 3.27 Aliran air pada saluran untuk pilar A2 ... 33
Gambar 3.28 Kondisi aliran air di sekitar pilar A2 ... 33
Gambar 3.29 Aliran di udik pilar A2 ... 34
Gambar 3.30 Aliran di hilir pilar A2 ... 34
Gambar 3.31 Tampak samping aliran air di sekitar pilar A2 ... 34
Gambar 3.32 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe A2 ... 34
Gambar 3.33 Pilar B1 pada saluran ... 36
Gambar 3.34 Aliran air pada saluran untuk pilar B1 ... 36
Gambar 3.35 Kondisi aliran air di sekitar pilar B1 ... 37
Gambar 3.36 Aliran di udik pilar B1 ... 37
Gambar 3.37 Aliran di hilir pilar B1 ... 37
Gambar 3.38 Tampak samping aliran air di sekitar pilar B1 ... 37
(6)
vi Universitas Kristen Maranatha
Gambar 3.40 Tampak atas pilar tipe B2 ... 38
Gambar 3.41 Posisi pilar B2 ... 39
Gambar 3.42 Aliran air pada saluran untuk pilar B2 ... 39
Gambar 3.43 Kondisi aliran air di sekitar pilar B2 ... 39
Gambar 3.44 Aliran di udik pilar B2 ... 40
Gambar 3.45 Aliran di hilir pilar B2 ... 40
Gambar 3.46 Tampak samping aliran air di sekitar pilar B2 ... 40
Gambar 3.47 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe B2 ... 40
Gambar 3.48 Tampak atas pilar tipe B2 sudut 5° ... 41
Gambar 3.49 Posisi pilar B2 sudut 5° ... 41
Gambar 3.50 Aliran air pada saluran untuk pilar B2 sudut 5° ... 42
Gambar 3.51 Kondisi aliran air di sekitar pilar B2 sudut 5° ... 42
Gambar 3.52 Aliran di udik pilar B2 sudut 5° ... 42
Gambar 3.53 Aliran di hilir pilar B2 sudut 5° ... 43
Gambar 3.54 Tampak samping aliran air di sekitar pilar B2 sudut 5° ... 43
Gambar 3.55 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe B2 sudut 5° ... 43
Gambar 3.56 Tampak atas pilar tipe B2 sudut 10° ... 44
Gambar 3.57 Posisi pilar B2 sudut 10° ... 44
Gambar 3.58 Aliran air pada saluran untuk pilar B2 sudut 10° ... 45
Gambar 3.59 Kondisi aliran air di sekitar pilar B2 sudut 10° ... 45
Gambar 3.60 Aliran di udik pilar B2 sudut 10° ... 45
Gambar 3.61 Aliran di hilir pilar B2 sudut 10° ... 46
Gambar 3.62 Tampak samping aliran air di sekitar pilar B2 sudut 10° ... 46
Gambar 3.63 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe B2 sudut 10° ... 46
Gambar 4.1 Kurva distribusi ukuran butir ... 48
Gambar 4.2 Lengkung debit Thomposn ... 52
Gambar 4.3 Diamter butir yang hanyut ... 54
Gambar 4.4 Aliran air di sekitar pilar tipe A ... 55
Gambar 4.5 Aliran air di sekitar pilar tipe B ... 55
Gambar 4.6 Aliran air di sekitar pilar tipe B sudut 5° ... 56
Gambar 4.7 Aliran air di sekitar pilar tipe B sudut 10° ... 56
Gambar 4.8 Pola gerusan pilar tipe A1 ... 58
Gambar 4.9 Pola gerusan pilar tipe A2 ... 58
Gambar 4.10 Pola gerusan pilar tipe B1 ... 59
Gambar 4.11 Pola gerusan pilar tipe B2 ... 59
Gambar 4.12 Pola gerusan pilar tipe B2 sudut 5° ... 60
Gambar 4.13 Pola gerusan pilar tipe B2 sudut 10° ... 60
Gambar 4.14 Pola aliran dan gerusan pilar tipe A1 ... 61
Gambar 4.15 Pola aliran dan gerusan pilar tipe A2 ... 62
Gambar 4.16 Pola aliran dan gerusan pilar tipe B1 ... 63
Gambar 4.17 Pola aliran dan gerusan pilar tipe B2 ... 64
Gambar 4.18 Pola aliran dan gerusan pilar tipe B2 sudut 5° ... 65
(7)
vii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR NOTASI
(a) : Ayakan no. (a) (b) : Ayakan no. (b) b : Lebar pilar (cm) (c) : Ayakan no. (c)
c : Koefisien aliran (1,39) Cc : Koefisien gradasi Cu : Koefisien keseragaman
D10 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan (mm) D30 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan (mm) D60 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan (mm) ds : Kedalaman gerusan (cm)
Fi : Persentase lolos saringan no. i h : kedalaman aliran (cm)
N : Jumlah putaran baling-baling
n : Jumlah putaran baling-baling per detik Q : Debit aliran (m3/dt)
Ri : Persentase kumulatif tertahan saringan no. i t : Waktu pengamatan (dt)
v : Kecepatan aliran (m/dt)
v1 : Kecepatan aliran pada segmen 1 (m/dt) v2 : Kecepatan aliran pada segmen 2 (m/dt) v3 : Kecepatan aliran pada segmen 3 (m/dt) v4 : Kecepatan aliran pada segmen 4 (m/dt) v5 : Kecepatan aliran pada segmen 5 (m/dt) α : Sudut pada alat ukur Thompson (90°)
(8)
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jembatan merupakan suatu sarana transportasi yang digunakan untuk menghubungkan jalan yang terhalang oleh sungai, lembah, atau selat. Jembatan berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga jembatan harus kokoh. Rusaknya sebuah jembatan akan menyebabkan putusnya jaringan transportasi, dengan demikian terganggu juga kegiatan ekonomi. Salah satu penyebab kerusakan itu biasanya terjadi dikarenakan gerusan lokal di sekitar pilar jembatan.
Pada saat ini sering terjadi kerusakan pilar jembatan oleh gerusan lokal di sekitar pilar. Gerusan diakibatkan aliran air yang terhambat oleh pilar itu sendiri yang bisa merubah pola aliran dan membentuk pusaran di sekitar pilar, sehingga terjadi penggerusan dasar sungai yang semakin lama semakin dalam, lalu pilar tersebut runtuh dan terbawa oleh aliran air, akhirnya jembatan akan hancur (collapse) seperti Gambar 1.
Gambar 1 Gerusan di sekitar pilar
(Sumber: http://www.wordpress.com)
Gerusan lokal di sekitar pilar harus diperhatikan, terutama pada kondisi dasar sungai dengan partikel sedimen yang ringan dan tanpa lapisan yang keras. Tison (1940), telah melakukan penelitan tentang gerusan lokal di sekitar pilar. Tison menyimpulkan bahwa model yang memiliki lebar saluran 0,7 m debit Q = 0,03 m3/det, kedalaman air 0,05 m, kecepatan rata-rata 0,41 m/det dan memakai pasir d50 = 0,48 mm dengan dimensi 0,06 x 0,24 m terjadi gerusan lokal 8,17 cm sampai 11,4 cm. Data-data hasil penelitian yang dilakukan Tison (1940) tersebut
(9)
2 Universitas Kristen Maranatha akan menjadi acuan ukuran model dalam percobaan ini dengan melakukan modifikasi pada bentuk pilar.
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui pola aliran akibat adanya bangunan yang berupa pilar. Untuk mempelajari bentuk penggerusan lokal di sekitar pilar.
Tujuan dari penelitian ini supaya penggerusan yang terjadi di sekitar pilar sedangkal mungkin dan tidak membahayakan pilar itu sendiri.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian menggunakan saluran terbuka model 2 dimensi yang berada di Laboratorium Hidraulika, Universitas Kristen Maranatha.
Pengujian analisis ayak untuk mengetahui distribusi ukuran butir.
Analisis ayak dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Universitas Kristen Maranatha.
Penelitian menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yang berukuran 0,06 x 0,24 m. Pilar terbuat dari tripleks dan kayu borneo yang diberi lapisan cat.
Bendung di udik pilar. Tinggi pasir adalah 0,33 m.
Aliran tanpa mengandung pasokan sedimen (clear water flow).
Ukuran dan model pilar mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Tison (1940).
Perhitungan pengolahan data hasil dari penelitian di Laboratorium Hidraulika Universitas Kristen Maranatha.
Gambar hasil dari penelitian di Laboratorium Hidraulika, Universitas Kristen Maranatha.
(10)
3 Universitas Kristen Maranatha
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian ini berdasarkan urutan kegiatan yang dibagi menjadi beberapa bab, sehingga dapat memberikan pengertian yang jelas dan mudah untuk dipahami, yaitu:
Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Literatur, menguraikan tentang dasar teori penelitian, dan rumusan-rumusan yang digunakan.
Bab III Metodologi Penelitian, menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan, data-data yang digunakan dalam penelitian, dan data hasil dari penelitian.
Bab IV Hasil Analisis Penelitian, menguraikan tentang perhitungan hasil penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan hasil analisis yang dilaksanakan, juga saran-saran yang mendukung.
(11)
67 Universitas Kristen Maranatha
BAB
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Bentuk pilar berpengaruh terhadap kedalaman gerusan. Dalam percobaan penggerusan lokal yang dilakukan, bentuk pilar B mempunyai kedalaman gerusan yang lebih dangkal dibanding dengan pilar A. Hal ini membuktikan bahwa bentuk muka pilar yang dibulatkan dapat mengurangi kedalaman gerusan lokal dibanding dengan bentuk muka pilar yang segi empat.
Bentuk pilar yang terbaik adalah pilar tipe B dengan kedalaman gerusan yang sangat dangkal dan tidak akan membahayakan pilar itu sendiri. Gerusan yang terjadi pada pilar tipe B, yaitu 1,6 cm untuk 1 pilar, 2,2 cm untuk 2 pilar, 4,5 cm untuk 2 pilar dengan sudut 5°, dan 5,9 cm untuk 2 pilar dengan sudut 10°. Sedangkan pilar tipe A menghasilkan gerusan yang sangat dalam, yaitu 4,7 cm untuk 1 pilar, dan 6,5 cm untuk 2 pilar.
Jumlah pilar mempengaruhi pola aliran air dan gerusan lokal. Dengan menggunakan 2 pilar dapat menambah terjadinya turbulensi di bagian tengah antara pilar dengan pilar.
Arah pilar yang bersudut dapat menyebabkan gerusan lokal semakin melebar ke arah samping dan hilir pilar. Pilar yang bersudut menghasilkan gerusan yang sangat dalam.
Saran
Perlu dilaksanakannya penelitian dengan bentuk pilar yang lebih variatif agar mendapatkan perbandingan kedalaman gerusan lokal dari setiap bentuk pilar dan mendapatkan bentuk pilar yang paling efektif dalam penggerusan lokal. Arah memanjang pilar sebaiknya sejajar dengan arah aliran air.
Masih banyak parameter yang dapat diteliti lebih lanjut, contohnya pasir, debit aliran, kemiringan dasar saluran, dan lain-lain.
(12)
68 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
1. Annuals Book of ASTM Standards D-2487-98, 1998, Unified Soil Classification, USA.
2. Breusers, H.N.C., 1977, Local Scour Around Cylindrical Piers, Journal of Hydraulic Research 15(3) pp. 211-252.
3. Breuser, H.N.C. dan Raudkivi, A.J., 1991, Scouring, IAHR Hydraulic Structure Design Manual., AA Balkema, Rotterdam.
4. Melville, B.W. dan Coleman, S.E., 2000., Bridge Scour, Water Resources Publications, LLC, Colorado.
5. SNI 03-1968-1990, 1990, Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar, Balitbang PU.
6. Sundborg, A., 1956, The River Klarålven: Chapter 2. The morphological activity of flowing water—erosion of the stream bed: Geografiska Annaler, p. 165-221.
7. Tison, L.J., 1940, Erosion Autour des Piles de Ponts En Riviere, Annales des Travaux Publics de Belgique, 41(6), 813-817.
8. Tison, L.J., 1961, Local Scour in Rivers, Journal of Geophysical Research, vol. 66.
(1)
vii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR NOTASI
(a) : Ayakan no. (a) (b) : Ayakan no. (b) b : Lebar pilar (cm) (c) : Ayakan no. (c)
c : Koefisien aliran (1,39) Cc : Koefisien gradasi
Cu : Koefisien keseragaman
D10 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan (mm)
D30 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan (mm)
D60 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan (mm)
ds : Kedalaman gerusan (cm)
Fi : Persentase lolos saringan no. i
h : kedalaman aliran (cm) N : Jumlah putaran baling-baling
n : Jumlah putaran baling-baling per detik Q : Debit aliran (m3/dt)
Ri : Persentase kumulatif tertahan saringan no. i
t : Waktu pengamatan (dt) v : Kecepatan aliran (m/dt)
v1 : Kecepatan aliran pada segmen 1 (m/dt)
v2 : Kecepatan aliran pada segmen 2 (m/dt)
v3 : Kecepatan aliran pada segmen 3 (m/dt)
v4 : Kecepatan aliran pada segmen 4 (m/dt)
v5 : Kecepatan aliran pada segmen 5 (m/dt)
α : Sudut pada alat ukur Thompson (90°)
(2)
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jembatan merupakan suatu sarana transportasi yang digunakan untuk menghubungkan jalan yang terhalang oleh sungai, lembah, atau selat. Jembatan berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga jembatan harus kokoh. Rusaknya sebuah jembatan akan menyebabkan putusnya jaringan transportasi, dengan demikian terganggu juga kegiatan ekonomi. Salah satu penyebab kerusakan itu biasanya terjadi dikarenakan gerusan lokal di sekitar pilar jembatan.
Pada saat ini sering terjadi kerusakan pilar jembatan oleh gerusan lokal di sekitar pilar. Gerusan diakibatkan aliran air yang terhambat oleh pilar itu sendiri yang bisa merubah pola aliran dan membentuk pusaran di sekitar pilar, sehingga terjadi penggerusan dasar sungai yang semakin lama semakin dalam, lalu pilar tersebut runtuh dan terbawa oleh aliran air, akhirnya jembatan akan hancur (collapse) seperti Gambar 1.
Gambar 1 Gerusan di sekitar pilar (Sumber: http://www.wordpress.com)
Gerusan lokal di sekitar pilar harus diperhatikan, terutama pada kondisi dasar sungai dengan partikel sedimen yang ringan dan tanpa lapisan yang keras. Tison (1940), telah melakukan penelitan tentang gerusan lokal di sekitar pilar. Tison menyimpulkan bahwa model yang memiliki lebar saluran 0,7 m debit Q = 0,03 m3/det, kedalaman air 0,05 m, kecepatan rata-rata 0,41 m/det dan memakai pasir d50 = 0,48 mm dengan dimensi 0,06 x 0,24 m terjadi gerusan lokal 8,17 cm
(3)
2 Universitas Kristen Maranatha akan menjadi acuan ukuran model dalam percobaan ini dengan melakukan modifikasi pada bentuk pilar.
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui pola aliran akibat adanya bangunan yang berupa pilar. Untuk mempelajari bentuk penggerusan lokal di sekitar pilar.
Tujuan dari penelitian ini supaya penggerusan yang terjadi di sekitar pilar sedangkal mungkin dan tidak membahayakan pilar itu sendiri.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian menggunakan saluran terbuka model 2 dimensi yang berada di Laboratorium Hidraulika, Universitas Kristen Maranatha.
Pengujian analisis ayak untuk mengetahui distribusi ukuran butir.
Analisis ayak dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Universitas Kristen Maranatha.
Penelitian menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yang berukuran 0,06 x 0,24 m. Pilar terbuat dari tripleks dan kayu borneo yang diberi lapisan cat.
Bendung di udik pilar. Tinggi pasir adalah 0,33 m.
Aliran tanpa mengandung pasokan sedimen (clear water flow).
Ukuran dan model pilar mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Tison (1940).
Perhitungan pengolahan data hasil dari penelitian di Laboratorium Hidraulika Universitas Kristen Maranatha.
Gambar hasil dari penelitian di Laboratorium Hidraulika, Universitas Kristen Maranatha.
(4)
3 Universitas Kristen Maranatha
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian ini berdasarkan urutan kegiatan yang dibagi menjadi beberapa bab, sehingga dapat memberikan pengertian yang jelas dan mudah untuk dipahami, yaitu:
Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang Latar Belakang, Maksud dan
Tujuan Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Literatur, menguraikan tentang dasar teori penelitian, dan rumusan-rumusan yang digunakan.
Bab III Metodologi Penelitian, menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan, data-data yang digunakan dalam penelitian, dan data hasil dari penelitian.
Bab IV Hasil Analisis Penelitian, menguraikan tentang perhitungan hasil penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan hasil analisis yang
(5)
67 Universitas Kristen Maranatha
BAB
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Bentuk pilar berpengaruh terhadap kedalaman gerusan. Dalam percobaan penggerusan lokal yang dilakukan, bentuk pilar B mempunyai kedalaman gerusan yang lebih dangkal dibanding dengan pilar A. Hal ini membuktikan bahwa bentuk muka pilar yang dibulatkan dapat mengurangi kedalaman gerusan lokal dibanding dengan bentuk muka pilar yang segi empat.
Bentuk pilar yang terbaik adalah pilar tipe B dengan kedalaman gerusan yang sangat dangkal dan tidak akan membahayakan pilar itu sendiri. Gerusan yang terjadi pada pilar tipe B, yaitu 1,6 cm untuk 1 pilar, 2,2 cm untuk 2 pilar, 4,5 cm untuk 2 pilar dengan sudut 5°, dan 5,9 cm untuk 2 pilar dengan sudut 10°. Sedangkan pilar tipe A menghasilkan gerusan yang sangat dalam, yaitu 4,7 cm untuk 1 pilar, dan 6,5 cm untuk 2 pilar.
Jumlah pilar mempengaruhi pola aliran air dan gerusan lokal. Dengan menggunakan 2 pilar dapat menambah terjadinya turbulensi di bagian tengah antara pilar dengan pilar.
Arah pilar yang bersudut dapat menyebabkan gerusan lokal semakin melebar ke arah samping dan hilir pilar. Pilar yang bersudut menghasilkan gerusan yang sangat dalam.
Saran
Perlu dilaksanakannya penelitian dengan bentuk pilar yang lebih variatif agar mendapatkan perbandingan kedalaman gerusan lokal dari setiap bentuk pilar dan mendapatkan bentuk pilar yang paling efektif dalam penggerusan lokal. Arah memanjang pilar sebaiknya sejajar dengan arah aliran air.
Masih banyak parameter yang dapat diteliti lebih lanjut, contohnya pasir, debit aliran, kemiringan dasar saluran, dan lain-lain.
(6)
68 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
1. Annuals Book of ASTM Standards D-2487-98, 1998, Unified Soil Classification, USA.
2. Breusers, H.N.C., 1977, Local Scour Around Cylindrical Piers, Journal of Hydraulic Research 15(3) pp. 211-252.
3. Breuser, H.N.C. dan Raudkivi, A.J., 1991, Scouring, IAHR Hydraulic Structure Design Manual., AA Balkema, Rotterdam.
4. Melville, B.W. dan Coleman, S.E., 2000., Bridge Scour, Water Resources Publications, LLC, Colorado.
5. SNI 03-1968-1990, 1990, Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar, Balitbang PU.
6. Sundborg, A., 1956, The River Klarålven: Chapter 2. The morphological activity of flowing water—erosion of the stream bed: Geografiska Annaler, p. 165-221.
7. Tison, L.J., 1940, Erosion Autour des Piles de Ponts En Riviere, Annales des Travaux Publics de Belgique, 41(6), 813-817.
8. Tison, L.J., 1961, Local Scour in Rivers, Journal of Geophysical Research, vol. 66.