ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN CAMPURAN ASPAL BETON DITINJAU DARI ASPEK PROPERTIS MARSHALL.

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN CAMPURAN ASPAL
BETON DITINJ AU DARI ASPEK PROPERTIES MARSHALL

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Sebagai Per syar atan Dalam Memper oleh
Gelar Sarjana Teknik (S1)

Disusun Oleh :
RONA ARINING RUBITYA AGUSTIKA
NPM. 0853010084

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


ABSTRAK

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN CAMPURAN ASPAL BETON
DITINJ AU DARI ASPEK PROPERTIS MARSHALL

Oleh :
RONA ARINING RUBITYA AGUSTIKA
Npm : 0853010084

Pada tahun 1999 Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah
mengeluarkan spesifikasi baru tentang Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas
dengan Pendekatan Mutlak. Salah satu spesifikasi baru yang dikeluarkan adalah asphalt
concrete – wearing course (AC – WC) sebagai lapis aus kedua dalam lapisan jenis aspal
beton merupakan lapisan yang paling atas dalam perkerasan lentur. Pada campuran AC – WC
yang biasanya menggunakan filler abu batu dalam penelitian ini akan dicampur dengan
menggunakan filler semen portland. Semen portland yang digunakan adalah semen Portland
tipe-I yang biasa digunakan sebagai bahan campuran pada konstruksi beton dan banyak
dijumpai di pasaran.
Karakteristik Marshall ditentukan oleh proses pemadatannya. Proses pengujian
Marshall untuk mencari karakteristik Marshall menggunakan sampel utuh sesuai prosedur.

Selanjutnya dilihat perbedaan distribusi void dan orientasi agregat pada sampel utuh.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5%,
5,5%, 6% dan 6,5% terhadap total berat agregat. Karakteristik Marshall yang dicari adalah
VIM, VFWA, stabilitas, flow dan Marshall Quotient (MQ) pada sampel utuh diperoleh dari
hasil Marshall Test. Distribusi void dan orientasi agregat ditinjau berdasarkan sampel utuh.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :
1. VIM dengan kadar aspal 4,5% = 4,1%, 5% = 3,2%, 5,5% = 4,7%, 6% = 3,8%,
6,5% = 3,4%.
2. VFMA dengan kadar aspal 4,5% = 49,84%, 5% = 59,90%, 5,5% = 69,12%, 6% =
75,79%, 6,5% = 79,24%.
3. Stabilitas dengan kadar aspal 4,5% = 1829,59 kg, 5% = 1893,21 kg, 5,5% =
1927,10 kg, 6% = 1958,92 kg, 6,5% = 1811,76 kg.
4. Flow dengan kadar aspal 4,5% = 3,1 mm, 5% = 3,33 mm, 5,5% = 3,38 mm, 6% =
3,48 mm, 6,5% = 3,53 mm.
5. MQ dengan kadar aspal 4,5% = 590,85 kg/mm, 5% = 576,27 kg/mm, 5,5% =
575,22 kg/mm, 6% = 569,73 kg/mm, 6,5% = 516,10kg/mm

Kata kunci : AC- WC (Asphalt Concrete – Wearing Course), Distibusi Void, Karakteristik
Marshall, Orientasi Agregat


i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT dan Rasullah
Muhammad SAW karena atas berkah dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan
tugas akhir ini dengan judul ”ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN
CAMPURAN

ASPAL

BETON

DITINJAU

DARI


ASPEK

PROPERTIES

MARSHALL”. Sebagai kelengkapan tugas akademik dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini saya berusaha semaksimal mungkin
menerapkan ilmu yang didapatkan pada perkuliahan dan ditunjang dengan literatur
yang sesuai. Selain itu, saya menyadari tugas akhir ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari setiap pembaca akan
saya terima demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Dalam tugas akhir ini, saya banyak mendapatkan bimbingan dan dorongan
hingga terselesainya tugas akhir ini. Untuk itu saya ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada :
1.

Alm. Ayah Bambang Kintjoko, ST, Ibu Sulistiyawati dan adik – adik saya (dek
Rizqa dan dek Anky) atas curahan kasih sayang, doa dan dorongan baik moril
maupun materil dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


2.

Ibu Ir. Naniek Ratni JAR., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.

Bapak Ibnu Sholichin, ST, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, dan Dosen
Pembimbing Utama yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi,
sehingga selesai dalam mengerjakan tugas akhir ini dengan baik.

4.

Bapak Sumaidi Wijaya, ST, selaku dosen wali yang telah banyak membimbing

selama kuliah di Program Studi Teknik Sipil hingga selesai mengerjakan tugas
akhir ini dengan baik.

5.

Bapak Nugroho Utomo, ST, selaku Dosen Pembimbing Pendamping, Program
Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,
yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi, sehingga selesai dalam
mengerjakan tugas akhir ini dengan baik.

6.

Segenap Dosen dan Staf Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan
Nasional ”Veteran Jawa Timur atas segala pelayanan yang diberikan.

7.

Ibu Masliyah, ST., MT., Bapak Iwan Wahjidijanto, ST, MT. dan Bapak Ir.
Hendrata Wibisana, MT, selaku dosen penguji Tugas Akhir.


8.

Bapak Sudarman dan seluruh staf dan karyawan Laboratorium Bahan Jalan PT.
Merakindo Mix Driyorejo – Gresik atas segala pelayanan yang diberikan dan
banyak membantu membimbing dalam penelitian untuk menyelesaikan tugas
akhir ini.

9.

My Beloved mas Sanggra Umar Dani yang banyak membantu menyemangati
dalam mengerjakan tugas akhir ini.

10.

Seluruh teman-teman program studi Teknik Sipil khususnya angkatan 2008,
mas Febri Ary, Andik, dek Metha, dek Arum, dek Ambar, Rani, Wenny, Maria

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


dan Nova yang selalu mendorong saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir
ini.
11.

Rekan-rekan BEM FTSP, Hima (Sipil, Arsitektur, DKV dan Lingkungan) dan
kelompok KKN 32 UPN “veteran” Jawa Timur, terima kasih atas segala
dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

12.

Mas Albat dan Om Yunus atas bimbingannya dan memberi materi yang
bermanfaat dalam penelitian sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini
dengan baik.

13.

Keluarga besar dari ayah dan ibu saya atas curahan kasih sayang, doa dan
dorongan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


14.

Semua pihak yang mustahil saya sebutkan satu per satu, yang telah berjasa
kepada saya.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan

membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu saya
dalam penyusunan laporan ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Surabaya, Juni 2012

Penyusun

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI


Abstrak

...............................................................................

i

Kata Pengantar

...............................................................................

ii

Daftar Isi

...............................................................................

v

Daftar Gambar


...............................................................................

ix

Daftar Tabel

...............................................................................

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN .....................................................................

1

1.1

Latar Belakang ..............................................................

1

1.2

Rumusan Masalah .........................................................

2

1.3

Tujuan Penelitian...........................................................

3

1.4

Batasan Masalah ............................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................

6

2.1

Umum ...........................................................................

6

2.2

Jenis – Jenis Aspal Beton ..............................................

7

2.3

Karakteristik Aspal Beton ..............................................

8

2.4

AC – WC (Asphalt Concrete – Wearing Course) ...........

11

2.5

Agregat .........................................................................

14

2.5.1

Agregat Kasar ..................................................

15

2.5.2

Agregat Halus ..................................................

18

2.5.3

Bahan Pengisi (Filler) ......................................

20

2.6

Semen Portland .............................................................

21

2.7

Penggunaan dan Sifat Aspal Beton ................................

22

2.7.1

22

Lapis Perkerasan Aspal Beton ..........................
v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III

2.7.2

Gradasi Agregat ...............................................

23

2.7.3

Kekuatan Agregat ............................................

24

2.7.4

Kepadatan Agregat ..........................................

24

2.7.5

Kestabilan Lapisan Perkerasan .........................

24

2.7.6

Rongga Kosong ...............................................

25

2.8

Perencanaan Campuran Aspal Beton .............................

25

2.9

Marshall Test ................................................................

26

2.10

Persamaan – persamaan Marshall ..................................

27

2.11

Karakteristik Campuran .................................................

29

2.11.1

Stabilitas ..........................................................

29

2.11.2

Flow ................................................................

30

2.11.3

Marshall Quotient............................................

31

2.11.4

Skid Resistance ................................................

31

2.11.5

Densitas ...........................................................

31

2.11.6

Specific Gravity Campuran ..............................

32

2.11.7

Porositas (Void In Mix) ....................................

33

2.11.8

Durabilitas .......................................................

33

2.11.9

Workability ......................................................

34

2.11.10 Fleksibelitas .....................................................

34

2.11.11 Kuat Tekan ......................................................

34

2.12

Pencampuran dan Pengujian Benda Uji .........................

35

2.13

Penelitian Yang Pernah Dilakukan.................................

41

METODOLOGI PENELITIAN .................................................

43

3.1

Umum ...........................................................................

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

43

BAB IV

3.2

Studi Literatur ...............................................................

44

3.3

Bahan Penelitian ............................................................

44

3.4

Peralatan Penelitian .......................................................

44

3.5

Identifikasi Benda Uji ....................................................

45

3.6

Flow Chart ....................................................................

47

ANALISA DAN PEMBAHASAN .............................................

49

4.1

Hasil Perencanaan Gradasi Agregat ...............................

49

4.2

Hasil Pengujian Material ...............................................

53

4.2.1

Agregat Kasar ..................................................

53

4.2.2

Agregat Halus ..................................................

54

4.2.3

Filler ...............................................................

56

4.2.4

Aspal ...............................................................

57

4.3

Penentuan Berat Jenis, Penyerapan Aspal Dan Perkiraan
Kadar Aspal Rencana ....................................................

58

4.4

Hasil Analisa Marshall Pada Kadar Aspal Rencana .......

59

4.5

Hasil Analisa Marshall Pada Kondisi Kadar Optimum
Dengan 2x75 Tumbukan................................................

4.6

Hasil Analisa Marshall pada Kondisi Kadar Optimum
Dengan 2x400 Tumbukan ..............................................

4.7

BAB V

70

80

Hubungan Antara Sifat – Sifat Marshall dengan
Pemelihan Material........................................................

89

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................

92

5.1

Kesimpulan ...................................................................

92

5.2

Saram ............................................................................

98

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Daftar Pustaka

...............................................................................

Lampiran

viii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

99

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Alat Marshall .....................................................................

27

Gambar 2.2

Benda Uji Aspal Beton .......................................................

36

Gambar 3.1

Bagan Alir Penelitian .........................................................

48

Gambar 4.1

Kurva Gradasi Agregat Campuran......................................

52

Gambar 4.2

Grafik Hubungan Parameter Kepadatan (Gmb) dengan Kadar
Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan ...........

Gambar 4.3

Grafik Hubungan Parameter Stabilitas dengan Kadar Aspal
Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan .....................

Gambar 4.4

63

Grafik Hubungan Parameter Kelelehan dengan Kadar Aspal
Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan .....................

Gambar 4.5

62

64

Grafik Hubungan Parameter Hasil Bagi Marshall (MQ)
dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75
Tumbukan ..........................................................................

Gambar 4.6

65

Grafik Hubungan Parameter Rongga Antara Mineral Agregat
(VMA) dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan
2x75 Tumbukan .................................................................

Gambar 4.7

66

Grafik Hubungan Parameter Rongga Dalam Campuran
(VIM) dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75
Tumbukan ..........................................................................

Gambar 4.8

67

Grafik Hubungan Parameter Rongga Terisi Aspal (VFA)
dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75
Tumbukan ..........................................................................

ix
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

68

Gambar 4.9

Pemilihan Kadar Aspal Optimum pada 2x75 Tumbukan ....

Gambar 4.10

Grafik Hubungan Parameter Kepadatan (Gmb) dengan Lama

69

Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x75
Tumbukan ..........................................................................
Gambar 4.11

Grafik

Hubungan

Parameter

Stabilitas

dengan

72

Lama

Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x75
Tumbukan ..........................................................................
Gambar 4.12

73

Grafik Hubungan Parameter Kelelehan dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x75
Tumbukan ..........................................................................

Gambar 4.13

74

Grafik Hubungan Parameter Hasil Bagi Marshall (MQ)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
2x75 Tumbukan .................................................................

Gambar 4.14

75

Grafik Hubungan Parameter Rongga Antara Mineral Agregat
(VMA) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x75 Tumbukan .........................................

Gambar 4.15

76

Grafik Hubungan Parameter Rongga Dalam Campuran
(VIM) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x75 Tumbukan .........................................

Gambar 4.16

77

Grafik Hubungan Parameter Rongga Terisi Aspal (VFA)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
2x75 Tumbukan .................................................................

x
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

78

Gambar 4.17

Grafik Hubungan Parameter Kepadatan (Gmb) dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x400
Tumbukan ..........................................................................

Gambar 4.18

Grafik

Hubungan

Parameter

Stabilitas

dengan

82

Lama

Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x400
Tumbukan ..........................................................................
Gambar 4.19

83

Grafik Hubungan Parameter Kelelehan dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x400
Tumbukan ..........................................................................

Gambar 4.20

84

Grafik Hubungan Parameter Hasil Bagi Marshall (MQ)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
2x400 Tumbukan ...............................................................

Gambar 4.21

85

Grafik Hubungan Parameter Rongga Antara Mineral Agregat
(VMA) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x400 Tumbukan .......................................

Gambar 4.22

86

Grafik Hubungan Parameter Rongga Dalam Campuran
(VIM) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x400 Tumbukan .......................................

Gambar 4.23

87

Grafik Hubungan Parameter Rongga Terisi Aspal (VFA)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
2x400 Tumbukan ...............................................................

xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

88

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapisan Aspal Beton ....

13

Tabel 2.2

Ketentuan Sifat – Sifat Campuran ......................................

14

Tabel 2.3

Berat dan Gradasi Benda Uji ..............................................

16

Tabel 2.4

Pengujian Persyaratan Agregat dan Filler ...........................

21

Tabel 2.5

Viscositas Penentu Suhu “Titik Lembek” ...........................

38

Tabel 3.1

Identifikasi Benda Uji ........................................................

46

Tabel 4.1

Hasil Perhitungan Penyesuaian Proporsi Agregat Campuran

51

Tabel 4.2

Hasil Pengujian Agregat Kasar ...........................................

54

Tabel 4.3

Hasil Pengujian Agregat Halus ...........................................

55

Tabel 4.4

Hasil Pengujian Filler ........................................................

56

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Aspal ........................................................

57

Tabel 4.6

Hasil Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Aspal..........

58

Tabel 4.7

Hasil Pengujian Marshall Kadar Aspal Rencana dengan
Tumbukan 2x75 Tumbukan................................................

Tabel 4.8

61

Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum
dengan 2x75 Tumbukan dan Masa Perendaman .................

71

Tabel 4.9

Hasil Perendaman pada 2x75 Tumbukan ............................

79

Tabel 4.10

Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum

Tabel 4.11

dengan 2x400 Tumbukan dan Masa Perendaman ...............

81

Hasil Perendaman pada 2x400 Tumbukan ..........................

89

xii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Prasarana transportasi berupa jalan merupakan salah satu unsur
pengembangan wilayah yang mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Guna menghasilkan kondisi jalan yang seperti yang diharapkan, maka
diperlukan bahan – bahan pembentuk jalan yang mempunyai mutu yang baik.
Masalah transportasi saat ini merupakan masalah yang sering dihadapi oleh
berbagai negara, baik negara yang sudah maju maupun negara berkembang
seperti Indonesia, maka setiap negara ingin menciptakan transportasi yang
dapat menjamin pergerakan manusia atau barang secara lancar, aman, teratur,
mudah, cepat dan nyaman. Proses pembuatan perkerasan juga dipengaruhi
dan didukung dari berbagai aspek. Perkerasan jalan sudah sangat mudah
dibuat karena didukung oleh media, bahan material dan sumber daya alat
yang memadai.
Dalam perkerasan jalan ada tahapan untuk proses pemadatan.Proses
pemadatan aspal beton (asphalt concrete) menggunakan peralatan pemadatan
berupa tandem roller dan pneumatictire roller, setelah proses penghamparan
material. Kedua alat di atas pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam pemadatannya, karena hanya digunakan dalam area atau lahan yang
luas, tetapi dalam pengujian ini untuk mengetahuinya dilakukan di
laboratorium.

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Karakteristik dari Marshall test ditentukan oleh proses pemadatannya.
Dimana alat pemadat juga sangat mendukung untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Proses pengujian Marshall untuk mencari karakteristik Marshall
menggunakan sampel utuh sesuai prosedur yang telah ada. Selanjutnya dilihat
perbedaan distribusi void dan orientasi agregat pada sampel utuh.
Pengujian ini dilakukan dengan maksud mengetahui seberapa besar
kekuatan daya dukung benda uji terhadap deformasi atau tekanan jika
diaplikasi ke lapangan. Karena bila dirunut, banyak kondisi jalan yang rusak
diakibatkan rapuhnya konstruksi jalan akibat tidak sesuai standar yang
ditentukan. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini, dengan
menggunakan pengujian Marshall akan dapat mengetahui karakteristik
Marshall pada sampel utuh, mengetahui perbedaan void dan orientasi agregat
pada sampel utuh.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik Marshall pada sampel utuh untuk variasi kadar
aspal optimum antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2
x 75 tumbukan dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24,
48, 72 dan 96 jam?
2. Bagaimana besar nilai density, VIM, VFMA, jika dipadatkan dengan
Marshall Hammer pada sampel utuh untuk variasi kadar aspal optimum
antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2 x75 tumbukan

2
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96
jam?
3. Bagaimana distribusi void dan orientasi agregat jika dipadatkan dengan
Marshall Hammer pada sampel utuh untuk variasi kadar aspal optimum
antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2 x 75 tumbukan
dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96
jam?

1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik Marshall pada sampel utuh untuk variasi kadar
aspal optimum antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2
x 75 tumbukan dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24,
48, 72 dan 96 jam.
2. Mengetahui besarnya nilai density, VIM, VFMA, pada campuran asphalt
concrete bila dipadatkan dengan Marshall Hammer pada sampel utuh
untuk variasi kadar aspal optimum antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5%
bila dibandingkan 2 x 75 tumbukan dengan 2 x 400 tumbukan dengan
lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96 jam.
3. Mengetahui bagaimana distribusi void dan orientasi agregat pada
campuran asphalt concrete bila dipadatkan dengan marshall hammer
pada sampel utuh untuk variasi kadar aspal optimum antara 4,5%, 5%,
5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2 x 75 tumbukan dengan 2 x 400
tumbukan dengan lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96 jam.

3
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1.4.

Batasan Masalah
Supaya tidak terjadi perluasan dalam pembahasan, maka diberikan
batasan – batasan secara teknis sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Jalan PT. MERAKINDO
MIX, Driyorejo - Gresik.
2. Perkerasan lentur yang digunakan adalah Asphalt Concrete – Wearing
Course (AC - WC).
3. Aspal yang digunakan adalah aspal SHELL dengan penetrasi 60/70
dengan suhu pencampuran aspal terendah adalah 150 ºC.
4. Variasi untuk menentukan kadar aspal optimum yaitu antara 4,5%, 5%,
5,5%, 6% dan 6,5% terhadap total berat agregat pada masing-masing
sampel.
5. Gradasi yang digunakan dari Standar Nasional Indonesia (SNI03-17371989).
6. Pengujian menggunakan metode Marshall.
7. Distribusi void dan orientasi agregat pada sampel utuh.
8. Agregat kasar, diperoleh dari hasil pemecahan batu (stone crusher) dari
AMP PT. MERAKINDO MIX, Driyorejo - Gresik.
9. Bahan pengisi campuran (filler) yang digunakan adalah abu batu sebesar
32% dari setiap sampel yang diuji, diperoleh dari hasil pemecahan batu
(stone crusher) dari AMP PT. MERAKINDO MIX, Driyorejo - Gresik.
10. Agregat halus, diperoleh dari hasil pemecahan batu (stone crusher) dari
AMP PT. MERAKINDO MIX, Driyorejo - Gresik.

4
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11. Filler lain adalah semen portland sebesar 2% dari setiap sampel yang
diuji, yang biasa digunakan untuk berbagai macam konstruksi bangunan
dan terdapat di pasaran.
12. Uji Marshall standar dengan 2x75 kali tumbukan.
13. Uji Marshall dengan kepadatan mutlak dengan 2x400 kali tumbukan.
14. Uji durabilitas modifikasi dengan lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96
pada kadar aspal optimum (KAO).
15. Pembuatan sampel uji coba masing – masing variasi kadar aspal optimum
yaitu 3 buah.

5
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Umum
Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat

dengan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan, yang dicampur, dihamparkan dan
dipadatkan pada suhu tertentu. Campuran beraspal menggunakan aspal semen yang
dicampur pada suhu 140 ºC - 160 ºC dan dihampar dan dipadatkan dalam kondisi
panas disebut aspal campuran panas (Hot Mix Asphalt). Campuran beraspal yang
menggunakan aspal cair dan dicampur pada suhu ruang dikenal sebagai aspal
campuran dingin (Cold Mix Asphalt). Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON)
dimaksdukan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder)
pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang
terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi
dibawahnya (Bina Marga, 1987).
Aspal beton merupakan campuran panas atau hotmix yang bergradasi
tertutup atau menerus, sehingga aspal beton mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Sebagai pendukung beban lalu lintas.
b. Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya dari kerusakan akibat pengaruh air
dan cuaca.
c. Sebagai lapisan aus.
d. Menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin.

6

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Serta mempunyai sifat :
a. Tahan terhadap keausan akibat beban lalu lintas.
b. Kedap air.
c. Mempunyai nilai struktural.
d. Mempunyai stabilitas yang tinggi.

2.2.

J enis – J enis Aspal Beton
Saat ini, di Indonesia terdapat berbagai macam jenis beton aspal campuran

panas yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. Perbedaannya terletak pada
jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal
yang akan digunakan di suatu lokasi, sangat ditentukan oleh jenis karakteristik beton
aspal yang lebih diutamakan. Sebagai contoh, jika perkerasan jalan direncanakan
akan digunakan untuk melayani lalu lintas kendaraan berat, maka sifat stabilitas lebih
diutamakan. Ini berarti jenis beton aspal yang paling sesuai adalah beton aspal yang
sesuai adalah beton aspal yang memiliki agregat campuran bergradasi baik. Jenis
beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk
beton aspal, dan fungsi beton aspal.
Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, beton
aspal dapat dibedakan atas :
a. Beton aspal campuran aspal (hot mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140 OC.
b. Beton aspal campuran sedang (warm mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60OC.

7

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

c. Beton aspal campuran dingin (cold mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 25OC.
Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat dibedakan atas :
a. Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan
roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis
dibawahnya dari rembesan air.
b. Sebagai lapis pondasi atas.
c. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika di pergunakan pada pekerjaan
peningkatan atau pemeliharaan. Sesuai dengan fungsinya maka lapis aspal
beton mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis
aus, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat
memberikan lapis yang kedap air. Agregat yang di pergunakan lebih halus
dibandingkan dengan aspal beton yang berfungsi sebagai lapis pondasi.
Berdasarkan metode pencampurannya, aspal beton dapat dibedakan atas:
a. Aspal beton Amerika, yang bersumber kepada Asphalt Institute.
b. Aspal beton durabilitas tinggi, yang bersumber pada BS 594, Inggris, dan
dikembangkan oleh CQCMU, Bina Marga, Indonesia.

2.3.

Karakter istik Aspal Beton
Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran

yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan atau
fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance), kekesatan permukaan
atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workability). Di bawah
ini adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut.
8

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bledding.
Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas
yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas
kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah:
a.

Gesekan internal yang dpat berasal dari kekerasan permukaan butirbutir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi
agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

b.

Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya
lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir
agregat.

2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan
dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuasa dan
iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal
dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam
campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.
3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk
menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan
dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat
dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan
yang dibuat di atas tanah asli.

9

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatigue Resistance) adalah kemampuan beton
aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa
terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika
menggunakan kadar aspal yang tinggi.
5. Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama
pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga
kendaraan

tidak

tergelincir

apapun

atau

slip.

Faktor-faktor

untuk

mendapatkan kesesatan jalan sama udengan untuk mendapatkan stabilitas
yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang
kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan
tebal film aspal.
6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air
ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari
permukaan agregat.
7. Workability adalah kemampuran campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan atau dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat
effisensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan
pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan
temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.
Ketujuh sifat campuran aspal beton ini tidak mungkin dapat dipenuhi
sekaligus oleh satu campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih
diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu
diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu lintas
10

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ringan seperti mobil penumpang sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal yang
mempunyai sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada memilih jenis
beton aspal dengan stabilitas tinggi.
Sehingga untuk menghasilkan campuran aspal beton yang bermutu baik
maka aspal beton tersebut harus mempunyai sifat – sifat sebagai berikut:
a. Memiliki kadar aspal yang cukup tinggi untuk menjamin keawetan
campuran.
b. Memiliki nilai stabilitas yang cukup untuk mampu memikul beban lalu
lintas.
c. Kadar rongga yang cukup untuk menampung penambahan kekuatan.
d. Workability yang cukup untuk memudahkan pekerjaan.

2.4.

AC – WC (Asphalt Concr ete – Wear ing Course)
Material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya dua

macam, yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal dan agregat bisa
menjadi bermacam – macam, tergantung kepada metode dan kepentingan yang dituju
pada penyusun suatu perkerasan.
Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah AC – WC (Asphalt
Concrete – Wearing Course) atau Lapis Aus Aspal Beton. AC – WC adalah salah
satu dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC – WC, AC – BC (Asphalt
Concrete – Binder Course) dan AC – Base. Ketiga jenis laston tersebut merupakan
konsep spesifikasi campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga

11

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

bersama- sama dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru
tersebut menggunakan pendekatan kepadatan mutlak.
Penggunaan AC – WC yaitu untuk lapisan permukaan paling atas dalam
perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis
laston lainnya. Pada campuran laston bergradasi menerus tersebut mempunyai sedikit
rongga dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi
senjang. Hal tersebut menyebabkan campuran AC – WC lebih peka terhadap variasi
dalam proporsi campuran.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC – WC yang mempunyai
gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat agregat, harus memenuhi
batas – batas dan harus berada di luar daerah larangan (restriction zone) yang
diberikan dalam Tabel 2.1. di bawah ini dengan membandingkan dengan AC – BC
yang mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25 mm atau 1” dan AC – Base
37,5 mm atau 1½”. Sedangkan AC – WC mempunyai ukuran butir agregat
maksimum 19 mm atau ¾”.

12

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.1. Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapis Aspal Beton
Ukuran Ayakan

% Berat Yang Lolos

ASTM

(mm)

1½"

37,5

-

1'

25

¾"

19

½"
⅜"

12,5
9,5

WC

BC

Base

-

100

90 - 100

100

90 - 100

maks. 90

90 - 100

maks. 90

100

maks. 90

-

no. 8

2,36

28 - 58

23 – 49

19 -45

no. 16

1,18

-

-

-

no. 30

0,6

-

-

-

no. 50

0,3

-

-

-

no. 100

0,15

-

-

-

no. 200

0,075

4 = 10

4=8

3=7

no. 4

4,75

-

-

39,5

no. 8

2,36

39,1

34,6

26,8 - 30,8

no. 16

1,18

25,6 - 31,6

22,3 - 28,3

18,1 - 24,1

no. 30

0,6

19,1 - 23,1

16,7 - 20,7

13,6 - 17,6

Daerah Larangan

no. 50
0,3
15,5
13,7
11,4
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)

Tabel 2.2. di bawah ini merupakan ketentuan sifat – sifat campuran beraspal
di Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen permukiman dan Prasarana Wilayah.
Hal tersebut merupakan acuan dalam penelitian ini.

13

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.2. Ketentuan Sifat – sifat Campuran
Laston

Sifat - Sifat Campuran
WC
Penyerapan Aspal %

max

Base

1,2

Jumlah tumbukan peerbidang
Rongga dalam campuran %

BC
75

min

112
3,5

max

5,5

Rongga dalam agregat (VMA) ( %)

min

15

14

13

Rongga terisi aspal (%)

min

65

63

60

Stabilitas Marshall (kg)

min

800

1500

Kelelehan (mm)

min

3

5

Marshall Quotient (kg/mm)
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman

min

250

300

selama 24 jam, 60ºC

min
75

Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
membal (refusal)
min
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)

2.5.

2,5

Agregat
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan

campuran yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk di
dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, dan terak dapur tinggi.
Agregat adalah suatu kombinasi dari pasir, kerikil, batu pecah atau
kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran beton aspal. Proporsi
agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) didasarkan kepada spesifikasi
dan gradasi yang tersedia. Jumlah agregat di dalam campuran aspal biasanya 90
sampai 95 persen dari berat, atau 75 sampai 85 persen dari volume. Agregat dapat
diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi secara alami adalah pasir,
kerikil, dan batu.

14

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Kebanyakan agregat memerlukan beberapa proses seperti dipecah, dicuci
sebelum agregat tersebut bisa digunakan dalam campuran aspal. Shell (1990)
mengelompokkan agregat menjadi 3 (tiga), yaitu :

2.5.1.

Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm

(No.8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian
harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran
- ukuran normal. Henny Fannisa dan Moh. Wahyudi (UNDIP Semarang) agregat
kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahanan
terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat
kasar yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan
proses pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut
(angular) sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar
harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran
wearing course, untuk itu nilai Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi. Agregat
yang biasa digunakan adalah batu pecah atau kerikil yang kering, kuat, awet dan
bebas dari bahan yang mengganggu seperti lempung atau zat kimia serta memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada putaran (PB
0206 – 76) harus mempunyai nilai maksimum 40%. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk

menentukan ketahanan agregat kasar

terhadap

keausan dengan

menggunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan
perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan nomor 12 terhadap berat
15

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

semula, dalam persen ( % ). Berat dan gradasi benda uji dapat dilihat pada Tabel
2.3 berikut :
Tabel 2.3 Berat dan Gradasi benda uji
Ukuran saringan

Berat dan gradasi benda uji ( gram )

Lewat

Tertahan

( mm )

( mm )

76.2

63.5

........ ........

63.5

50.8

50.8

A

F

G

........ ........ 2500

........

........

........ ........

........ ........ 2500

........

........

38.1

........ ........

........ ........ 5000

5000

........

38.1

25.4

1250 ........

........ ........ ........

5000

5000

25.4

19.05

1250 ........

........ ........ ........

........

5000

19.05

12.7

1250 2500

........ ........ ........

........

........

12.7

9.51

1250 2500

........ ........ ........

........

........

9.51

6.35

........ ........

2500 ........ ........

........

6.35

4.75

........ ........

........ ........ ........

........

........

4.75

2.36

........ ........

........ 5000 ........

........

........

12

8

12

12

Jumlah Bola

B

11

C

D

6

E

12

5000 4584

3330 2500 5000

5000

5000

± 25

± 20

± 25

± 25

Berat bola (gram )
± 25

± 15

± 25

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Peraturan Tentang Berat dan
Gradasi pada Agregat (2004)

Setelah dilakukan pemeriksaan hitung keausan agregat dengan rumus:
c=a–b
16

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Keausan =

x 100%

dimana :
a = benda uji awal ( gram )
b = benda uji tertahan saringan No.12 ( gram )
c = benda uji lolos saringan No. 12 ( gram )
2. Kelekatan terhadap aspal ( PB 0205 – 76 ) harus lebih besar dari 95%.
3. Indeks kepipihan agregat maksimum 25% ( B.S ).
4. Minimum 50% dari agregat kasar harus mempunyai sedikitnya satu
bidang pecah.
a. Peresapan agregat terhadap air (PB. 0202 – 76) maksimum 3%.
pemeriksaan

penyerapan

agregat

kasar

dimaksudkan

untuk

mengetahui persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat
agregat kering. Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat
diserap pori terhadap agregat kering.
Penyerapan =

x 100 %

dimana :
Bk

= berat benda uji kering oven, (gram)

Bj

= berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram)

b. Berat jenis semu (apparent) (PB. 0202 – 76) agregat minimum 2.50.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk),
berat jenis kering – permukaan jenuh (saturated surface dry), berat
jenis semu (apparent), dari agregat kasar. Sedangkan untuk berat jenis
17

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

(bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat
kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis kering permukaan
(saturated surface dry) adalah perbandingan antara berat agregat
kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan
isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis semu
(apparent specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat
kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan kering pada suhu tertentu.
Berat Jenis (bulk specific gravity) =

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD) =

Berat Jenis Semu (apparent specific gravit ) =
dimana :
Bk

= berat benda uji kering oven, (gram)

Bj

= berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram)

Ba

= berat benda uji dalam air, (gram)

5. Gumpalan lempung agregat maksimum 0.25 %.
6. Bagian – bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5 %.

2.5.2.

Agregat Halus
Agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan

tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah
18

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui
interlocking antar agregat. Untuk hal ini maka sifat eksternal yang diperlukan adalah
angularity (bentuk menyudut) dan particle surface roughness (kekasaran permukaan
butiran). Agregat halus mempunyai persyaratan sebagai berikut :
1. Nilai sand equivalent (AASHTO 1 – 176) dari agregat harus minimum
50.
2. Berat jenis semu (apparent) (PB. 0203 – 76) minimum 2.50. Pada
pemeriksaan berat jenis agregat halus maksud dan tujuan sama dengan
pemeriksaan berat jenis agregat kasar. Dimana dimaksudkan untuk
menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering – permukaan jenuh
(Saturated surface dry / SSD), berat jenis semu (apparent specific
grafity), dari agregat halus.
a. berat jenis (bulk specific gravity) =

(

b. berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =



)

(

c. berat jenis semu (apparent specific gravity) =



(

)



)

dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
B = berat piknometer berisi air, (gram)
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram)
3. Dari pemeriksaan Atterberg (PB. 0109 – 76), agregat harus non plastis.

19

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Peresapan agregat terhadap air (PB. 0202 – 76) maksimum 3%.
pemeriksaan penyerapan agregat kasar dimaksudkan untuk mengetahui
persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.
Penyerapan =

x 100 %

dimana :
Bk

2.5.3.

= berat benda uji kering oven, (gram)

Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan N0. 200 (0,075

mm). Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran,
namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan.
Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan
akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang
terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang
relatif tinggi.
Agergat yang digunakan sebagai campuran aspal harus memenuhi
persyaratan seperti tercantum pada Tabel 2.4, sebagai berikut :

20

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 2.4. Pengujian Persyaratan Agregat dan Filler
No. Pengujian

Metoda

Syarat

Agregat Kasar
1

Penyerapan air

SNI 03-1969-1990

≤3%

2

Berat jenis

SNI 03-1970-1990

≥2,5%

3

Keausan / Los Angeles Abration Test SNI 03-2417-1991

≤40%

4

Kelekatan agregat terhadap aspal

SNI 06-2439-1991

≥95%

5

Partikel pipih dan lonjong

ASTM D-4791

Maks 10%

Agregat Halus
1

Penyerapan air

SNI 03-1970-1990

≤3%

2

Berat jenis

SNI 03-1970-1990

≥2,5%

3

Ekivalent pasir

AASTHO T-176

≥50%

Berat jenis

SNI 15-2531-1999

0,5-9 gr/m³

Filler
1

Sumber : Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya, SNI 03 – 1737 – 1989

2.6.

Semen Portland
Menurut Krebs, R.D. and Walker, R.D., (1971) definisi dari semen yang

dalam hal kegunaan dari spesifikasi ini semen portland, adalah produk yang
didapatkan dengan membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok, yaitu
kalsium silikat hidrolik.
Sedangkan menurut Harold N. Atkins, PE. (1997) material yang terpenting
dan mempunyai cost yang paling tinggi dalam pembuatan beton adalah semen
portland. Semen portland dibuat dari batu kapur (limestone) dan mineral yang
21

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

lainnya, dicampur dan dibakar dalam sebuah alat pembakaran dan sesudah itu
didapat bahan material yang berupa bubuk. Bubuk tersebut akan mengeras dan
terjadi ikatan yang kuat karena suatu reaksi kimia ketika dicampur dengan air.
Kekuatan 100% dari semen dapat dilihat pada campuran beton semen yang mengeras
pada hari 28 setelah bereaksi dengan air. Proses kimia tersebut dinamakan proses
hidrasi. Ketentuan mineral yang paling pokok untuk memproduksi semen portland
adalah kapur atau lime (CaO), silica (SiO2), alumina (Al2o3) dan besi oksida
(Fe2O3).

2.7.

Penggunaan dan Sifat Aspal Beton

2.7.1.

Lapis Per kerasan Aspal Beton
Lapisan perkerasan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar

yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban di
atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Lapis aspal beton
adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang tediri dari campuran aspal keras
dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan pana