KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENGADILI ISBAT NIKAH PADA PERKAWINAN YANG DILAKSANAKAN PASCA BERLAKUNYA UU PERKAWINAN (Studi Analisis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146Pdt.P2014PA.Mkd) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Sy

  

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM

MENGADILI ISBAT NIKAH PADA PERKAWINAN YANG

DILAKSANAKAN PASCA BERLAKUNYA UU PERKAWINAN

(Studi Analisis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Mungkid

Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh

Widodo

NIM : 21111039

  

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  

MOTTO

نم مكريخ ت هملعو نارقلا ملع

  

(Rasulullah saw)

“SEBAIK-BAIK MANUSIA

ORANG YANG SELALU

MENEBAR KEBAIKAN

DAN MEMBERI MANFAAT

  

BAGI ORANG LAIN”

(Rasulullah saw)

“Teringat ku teringat akan janji-MU ku terikat

Hanya sekejap ku berdiri

  

Ku lakukan sepenuh hati

Peduli ku peduli siang dan malam yang berganti

Sedih ini tak ada arti

Jika KAU lah sandaran hati”

  

(Letto)

  

PERSEMBAHAN

Ayahanda & Ibunda Tercinta…

Karena dengan bimbingan, kasih sayang dan doa restu keduanyalah aku mampu melangkah

ke depan dengan penuh optimis untuk meraih cita-citaku

Bapak KH. Abdullah Hanif & Ibu Nyai Hj. Anis Thoharoh Pengasuh PP. Bustanu

  

Usysyaqil Qur’an

Yang saya nanti-nantikan berkah & ridhonya

Rektor IAIN Salatiga beserta segenap sivitas akademika IAIN Salatiga, yang telah banyak

memberikan ilmu, dukungan, dan bantuannya.

  

Ibu Heni Satar Nurhaida, M.Si selaku dosen pembimbing, yang telah dengan senang hati

membimbing saya hingga berhasil menyelesaikan skripsi ini

Ketua Pengadilan Agama Mungkid beserta seluruh Hakim dan jajaran pegawai Pengadilan

Agama Mungkid, yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian di instansinya.

  

Teman-teman seperjuangan AS 2011

Segenap Pengurus Putra & Putri PP. Bustanu Usysyaqil Qur’an

Semua santri Putra & Putri PP. Bustanu Usysyaqil Qur’an

Terima kasih atas persahabatan yang indah ini

  

Semua pihak yang membantu selama penulisan skripsi ini.

  

KATA PEGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

  Alhamdulillahi Robbil ‘Aalamien, segala puji syukurku hanya bagi Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang tampak maupun tersembunyi, karena atas rahmat, hidayah, dan inayah serta taufiq-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

  Lantunan Shalawat beriring salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rosulullah Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman Jahiliah menuju zaman Islamiah atau zaman kegelapan menuju zaman terang benderang, semoga pada ahir kelak kita diakui oleh umatnya dan mendapat syafa’atnya, Amin. Alhamdulillah, dengan rasa syukur penulis skripsi dengan judul “KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENGADILI ISBAT NIKAH PADA PERKAWINAN YANG DILAKSANAKAN PASCA BERLAKUNYA UU PERKAWINAN (Studi Analisis Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd )” ini telah selesai.

  Skripsi ini merupakan salah satu karya guna memperoleh gelar Sarjana Syariah Ahwal Al-Syakhshiyyah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Hasil karya ini tidak lepas dari peran dan bantuan segala pihak yang dengan tulus tanpa pamrih memperlancar penulisan ini. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat berhasil dan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Ag sebagai Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah.

  3. Bapak Sukron Makmun, M. Si, selaku Ketua Jurusan AS.

  4. Ibu Heni Satar Nurhaida, M.Si selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya semata-mata untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun hingga terselesainya skripsi ini.

  5. Seluruh Bapak, Ibu Dosen IAIN Salatiga.

  6. Drs. Lanjarto, MH, besrta stafnya di Pengadilan Agama Mungkid yangberkenan memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di sana.

  7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberikan doa serta motivasinya, baik moral maupun spiritual.

  8. Kepada siapapun yang memberikan ilmunya padaku, semoga Allah memberikan pembalasan dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

  9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada semuanya atas bantuan yang diberikan, penulis berdoa semoga amal baik dari beliau semua mendapatkan balasan yang sesuai dan mendapatkan ridlo Allah SWT. Peneliti sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, peneliti membuka tangan yang selebar-lebarnya terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan peneliti pada khususnya. Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwamit Thorieq. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

  Salatiga, 13 Juli 2015 Penulis

  

ABSTRAK

  Widodo. 2015. Kewenangan Pengadilan Agama dalam Mengadili Isbat Nikah

  Pada Perkawinan yang Dilaksanakan Pasca Berlakunya UU Perkawinan (Studi Analisis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd).

  Skripsi Fakultas Syari’ah, Jurusan Ahwal al- Syakhshiyyah., Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing : Heni Satar Nurhaida, M.Si.

  Kata Kunci : Kewenangan, Pengadilan Agama, Isbat Nikah, Perkawinan, UU Perkawinan.

  Berdasarkan penjelasan dari pasal 49 huruf (a) angka 22 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 bahwa permohonan Isbat Nikah yang menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama adalah perkawinan yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Namun Pengadilan Agama Mungkid melalui penetapan Isbat Nikah Nomor: 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd mengabulkan permohonan Isbat Nikah yang perkawinan para pemohon dilakukan pada tahun 1989. Hakim Pengadilan Agama dalam mengabulkan permohonan Isbat Nikah pada perkawinan yang dilakukan setelah berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 berpedoman pada Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI (Inpres No. 1 Tahun 1991) dilihat dari kedudukannya, berada dibawah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006. Maka sesuai dengan asas lex superiori derogate lex inferiori, KHI tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang akan penulis kaji : Pertama, apa dasar hukum dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Mungkid mengabulkan permohonan Isbat Nikah perkara Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd. Kedua, bagaimana kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili Isbat Nikah menurut Undang- Undang No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam.

  Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian yang dilakukan perpaduan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi dokumentasi, wawancara, dan studi pustaka. Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif.

  Dasar hukum dan pertimbangan hakim mengabulkan permohonan tersebut adalah pasal 7 ayat (3) huruf (e) KHI, pengakuan dari para pihak serta pertimbangan maslahah bagi masyarakat. Kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili permohonan Isbat Nikah diatur dalam Penjelasan Pasal 49 huruf (a) angka 22 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama terbatas pada perkawinan yang dilakukan sebelum berlakunya UU Perkawinan. Namun

  pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam juga memberikan kewenangan Pengadilan Agama mengadili Isbat Nikah pada perkawinan yang dilakukan setelah berlakunya UU Perkawinan. Namun, tidak ada pertentangan antara kedua ketentuan tersebut. Penggunaan KHI sebagai dasar hukum oleh hakim adalah sebagai pengisi kekosongan hukum yang mengatur Isbat Nikah pada perkawinan paska UU Perkawinan.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i PENGESAHAN…………………………………………………………………..ii NOTA PEMBIMBING…………………………………………………………..iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……………………………………….iv MOTTO……………………………………………………………………………v PERSEMBAHAN………………………………………………………………...vi KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vii ABSTRAK………………………………………………………………………..ix DAFTAR ISI………………………………………………………………………x

  BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..………………………………………………….1 B. Rumusah Masalah………………………………………………………....6 C. Tujuan Penelitian.………………………………………………………....6 D. Kegunaan Penelitian……...…………………………………………….….7 E. Penegasan Istilah…………………………………………………………..8 F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………..9 G. Metode Penelitian………………………………………………………...11 H. Sistematika Penulisan…………………………………………………….15 BAB II ISBAT NIKAH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA A. Isbat Nikah……………………………………………….………………17 1. Pengertian Isbat Nikah…….…………………………………………17

2. Dasar Hukum Isbat Nikah …………….…………………………….18 3.

  Prosedur Isbat Nikah di Pengadilan Agama…………………………20 B. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Sistem Perundang-undangan

  Indonesia. ……………………………………………………………….22 1.

  Sejarah Lahirnya KHI……………………………………………….22 2. Sistematika KHI……………………………………………………..23 3. Kedudukan KHI dalam Sistem Perundang-undangan di Indonesia…25

  BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA MUNGKID DAN PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd A. Peradilan Agama…………………………………………………………27 1.

  Pengertian Peradilan Agama…………………………………………27 2. Sejarah Peradilan Agama…………………………………………….28 3. Kewenangan Peradilan Agama………………………………………33 B. Profil Pengadilan Agama Mungkid………………………………………44 1.

  Lokasi Pengadilan Agama Mungkid…………………………………44 2. Sejarah Pengadilan Agama Mungkid………………………...………45 3. Visi dan Misi Pengadilan Agama Mungkid…………………….……46 4. Wewenang dan Fungsi Pengadilan Agama Mungkid………….…….47 5. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Mungkid……………………51 6. Prosedur Berperkara di Pengadilan Agama Mungkid………………..52 C. Penetapan Isbat Nikah Pengadilan Agama Mungkid Nomor :

  0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd

  1. Duduk Perkara Penetapan Isbat Nikah Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd…………………………………..56 2.

  Penyelesaian Penetapan Isbat Nikah Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd…………………………………..57 3. Dasar Hukum Penetapan Isbat Nikah Pengadilan Agama Mungkid

  Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd…………………………………..60

  BAB IV ANALISIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR : 0146/PDT.P/2014/PA.Mkd A. Analisis Hukum Acara (Hukum Formil) Penetapan Hakim Pengadilan Agama Mungkid N omor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd……………………64

  1. Pihak-Pihak dalam Perkara…………………………………………..64 2.

  Prosedur Administrasi Permohonan Isbat Nikah…………………….64 3. Proses Persidangan…………………………………………………...66 4. Format Penetapan…………………………………………………….70 B. Analisis Dasar Pertimbangan Hukum (Hukum Materil) terhadap

  Penetapan Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd……………………………………………….73

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………………78 B. Saran-Saran………………………………………………………………80 C. Penutup…………………………………………………………………...81 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………82 LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi sunnatullah jika segala sesuatu diciptakan

  berpasang-pasangan, demikian halnya dengan manusia yang diciptakan berpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Hikmah yang terkandung adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia di dunia melalui perkawinan yang sah.

  Dengan perkawinan yang sah, akan terjalin hubungan yang terhormat dan harmonis antara laki-laki dan perempuan. Sehingga dari pergaulan harmonis tersebut akan terbina rumah tangga yang damai dan tenteram. Perkawinan yang sah menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Mengingat kedudukan hukum perkawinan sangat penting menurut Islam, maka tidak salah jika Islam mengatur masalah perkawinan dengan sangat rinci.

  Negara juga turut campur dalam menangani masalah yang berkaitan seputar perkawinan dengan diterbitkannya peraturan yang mengatur perkawinan. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Sipil (BW), Ordonasi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelyks Ordonansi voor de Christenen Indonesiers), Staatsblad 1933 No. 74, Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde

  

Huwelyken), Staatblad 1898 No. 158 dan Undang-undang Pencatatan

  Nikah, Talak dan Rujuk, Lembaran Negara 1954 No. 32 serta Peraturan- peraturan Menteri Agama mengenai pelaksanaannya. (Basyir, 1980:7) Kemudian pada tanggal 2 Januari 1974 diterbitkanlah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan diterbitkannya undang- undang tersebut, maka peraturan-peraturan sebelumnya sejauh telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku.

  Menurut pasal 1 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam pasal 2 (1) Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa ”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Dalam pasal 2 (2) undang-undang ini disebutkan “Bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku”.

  Pencatatan perkawinan sebagaimana diatur dalam pasal 2 (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak mempengaruhi keabsahan perkawinan menurut hukum Islam. Namun pencatatan ini hanya bersifat administratif guna memperoleh akta nikah sebagai bukti otentik telah dilakukannya suatu perkawinan. Dengan memiliki akta nikah berarti pernikahan tersebut secara yuridis telah diakui negara dan memperoleh perlindungan serta kepastian hukum dari negara.

  Dengan demikian, pasca terbitnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menjadi sebuah keharusan perkawinan supaya dicatatkan ke Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Untuk melegitimasi perkawinan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, dapat mengajukan permohonan Isbat Nikah ke Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam atau ke Pengadilan Negeri bagi non-muslim.

  Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dijelaskan kewenangan dan kekuasaan mengadili yang menjadi beban tugas Pengadilan Agama. Dalam pasal 49 ditentukan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah dan ekonomi syariah. (Djalil, 2006:142)

  Salah satu kompetensi absolut Pengadilan Agama yang diberikan undang-undang tersebut dalam bidang perkawinan adalah permohonan Isbat Nikah. Dalam penjelasan dari pasal 49 huruf (a) angka 22 Undang- Undang No. 3 Tahun 2006 dinyatakan yang dimaksud Isbat Nikah adalah “Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yan g lain”. Dari ketentuan tersebut, dapat dirumuskan bahwa permohonan

  Isbat Nikah yang menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama adalah perkawinan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No.

  1 Tahun 1974. Namun dalam prakteknya, Isbat Nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama sebagian besar adalah perkawinan yang dilakukan setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Salah satu contoh adalah penetapan Isbat Nikah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Mungkid Nomor: 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd yang perkawinan para pemohon dilakukan pada tahun 1989.

  Dasar hukum yang sering digunakan oleh hakim di Pengadilan Agama dalam mengabulkan permohonan Isbat Nikah pada perkawinan yang dilakukan setelah terbitnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam pasal 7 (2) disebutkan “Dalam perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama”. Pasal 7 (3) berbunyi :

  Isbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan : a)

  Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;

  b) Hilangnya Akta Nikah;

  c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; d)

  Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan;

  e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang

  No. 1 Tahun 1974 Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) dilihat dari kedudukannya, tidak ditemukan dalam hierarki perundang-undangan yang diatur Undang-Undang No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, posisi KHI berada dibawah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006. Maka sesuai dengan

  

stufenbau teori yang disampaikan oleh Hans Kelsen, peraturan perundang- undangan terbawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berada di atasnya. (Farkhani, 2009:44-45) Jika Inpres (KHI) bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, maka KHI tidak dapat dijalankan. Hal ini sesuai dengan asas lex superiori derogate

  

lex inferiori (hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum di

bawahnya).

  Berdasarkan paparan di atas, seharusnya hakim Pengadilan Agama menolak permohonan Isbat Nikah pada perkawinan yang dilakukan setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Dikhawatirkan dengan diterimanya permohonan Isbat Nikah pada perkawinan yang dilakukan setelah berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, berakibat semakin maraknya nikah sirri karena pada akhirnya dapat diisbatkan di Pengadilan Agama.

  Dari uraian di atas, peneliti bermaksud meneliti kasus tersebut dengan judul “KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENGADILI ISBAT NIKAH PADA PERKAWINAN YANG DILAKSANAKAN PASCA BERLAKUNYA UU PERKAWINAN” (Studi Analisis terhadap Penetapan Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd)”.

B. Rumusan Masalah

  Dari uraian latar belakang di atas ada beberapa masalah yang akan penulis kaji, yaitu :

  1. Apa dasar hukum dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Mungkid mengabulkan permohonan Isbat Nikah perkara Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd? 2. Bagaimana kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili Isbat

  Nikah menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam? C.

   Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan fokus penelitian yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui dasar hukum dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Mungkid mengabulkan permohonan Isbat Nikah pada perkara Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd.

  2. Untuk mengetahui bagaimana kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili Isbat Nikah menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam.

D. Kegunaan Penelitian

  Adapun manfaat penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Secara Teoritis a.

  Dapat menambah pengetahuan dalam mempelajari dan mendalami ilmu hukum khususnya tentang permohonan Isbat Nikah di Pengadilan Agama.

  b.

  Untuk pengembangan ilmu hukum dan penelitian hukum serta berguna sebagai masukan bagi praktik penyelenggara di bidang Hukum Perkawinan terutama terkait dengan masalah Isbat Nikah masa kini dan masa yang akan datang.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : a.

  Bagi Hakim Dapat menerapkan kaidah-kaidah hukum secara benar dan tepat dalam mempertimbangkan dan menetapkan dasar hukum yang dipakai dalam mengadili permohonan Isbat Nikah.

  b.

  Bagi Para Pihak Dapat menambah wawasan dan pengetahuan berkaitan dengan masalah Isbat Nikah. Serta dapat menjadi rujukan terkait permohonan Isbat Nikah.

E. Penegasan Istilah

  Kata “kewenangan” di sini sering disebut juga dengan “kompetensi”. Kompetensi (kewenangan) Pengadilan Agama terdiri atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Isbat Nikah merupakan salah satu kompetensi absolut dari Pengadilan Agama.

  Pengertian kompetensi absolut adalah “kewenangan suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh ba dan pengadilan lain”. (Mahkamah Agung RI, 2014:69)

  Pengadilan Agama “merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang- undang”. (Mahkamah Agung RI, 2014:55)

  Mengadili artinya “memeriksa, menimbang, dan memutuskan (perkara, persengketaan dsb)”. (Poerwadarminta, 1982:16)

  Isbat Nikah adalah pengesahan perkawinan yang tidak dicatatkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) oleh Pengadilan Agama. (KHI pasal 7) Menurut pasal (1) UU No. 1 tahun 1974 (2006:40), Perkawinan ialah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

F. Tinjauan Pustaka

  Sebagaimana diketahui bahwa judul skripsi ini adalah “Kewenangan Pengadilan Agama dalam Mengadili Permohonan Isbat Nikah Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Analisis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd)”. Melalui Penelitian ini, Penulis ingin mengungkapkan bagaimana kewenangan yang menjadi kompetensi absolut dari Pengadilan Agama dalam mengadili permohonan Isbat Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam. Serta bagaimana pendapat hakim Pengadilan Agama Mungkid dalam menyikapi terjadinya perbedaan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam dan dasar pertimbangan yang digunakan dalam mengabulkan permohonan Isbat Nikah.

  Untuk membedakan kajian ini dengan kajian sebelumnya, di bawah ini akan penulis sebutkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang Isbat Nikah : 1.

  Skripsi karya Asa Maulida Sulhah dengan judul “Pelaksanaan Isbat Nikah Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2009-

  2011)”. Dalam skripsi tersebut dipaparkan pelaksanaan Isbat Nikah di Pengadilan Agama Salatiga mulai pendaftaran perkara sampai pembacaan penetapan. Dijelaskan pula, bahwa faktor yang mendorong masyarakat Salatiga mengajukan Isbat Nikah adalah karena Akta Nikah mereka hilang. Untuk itu mereka mengajukan permohonan Isbat Nikah supaya KUA mengeluarkan Akta Nikah baru yang menjadi bukti otentik adanya perkawinan.

2. Skripsi karya Achmad Kurniawan dengan judul “Isbat Nikah dalam

  Rangka Poligami (Studi Putusan Pengadilan Agama Ambarawa Nomor: 0030/Pdt.G/2012/PA.Amb)”. Dari penelitian tersebut, diuraikan bahwa hakim mengabulkan permohonan pemohon yang mengajukan Isbat Nikah pada perkawinan kedua (poligami) pemohon meskipun perkawinan tersebut dilakukan secara sirri. Dasar pertimbangan hakim mengabulkan permohonan tersebut dikarenakan seluruh syarat dan rukun nikah pemohon tidak ada yang dilanggar dan tidak ada indikasi penyimpangan serta penyalahgunaan terhadap perkawinan tersebut. Sementara dasar hukum yang dipergunakan oleh hakim mengesahkan perkawinan dalam rangka izin poligami adalah karena perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agama dan kepercayaan sesuai bunyi pasal 2 ayat (1) Undang- Undang No. 1 Tahun 1974. Sehingga perkawinan yang sudah sesuai dengan bunyi undang-undang dianggap sah meskipun tidak dicatatkan.

G. Metode Penelitian

  Untuk memperoleh data yang akurat guna menjawab rumusan masalah yang diformulasikan, maka metode penelitian yang penulis gunakan adalah : 1.

  Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistif atau cara kuantifikasi lainnya. (Moleong, 2008:6)

  Penelitian yang dilakukan meliputi penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data dengan bahan atau materi salinan penetapan Isbat Nikah Pengadilan Agama Mungkid. Selanjutnya dilakukan penelitian lapangan untuk menggali lebih dalam alasan-alasan hakim Pengadilan Agama Mungkid dalam mengabulkan permohonan Isbat Nikah pada perkawinan yang dilaksanakan setelah berlakunya UU Perkawinan.

  Sedangkan pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif. Yaitu pendekatan untuk menemukan apakah suatu perbuatan hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Dengan pendekatan ini akan dapat mengetahui semua hal tentang kewenangan mengadili permohonan Isbat Nikah menurut perundang-undangan dan prakteknya di Pengadilan Agama.

  2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai instrumen sekaligus menjadi pengumpul data. Instrumen lain yang penulis gunakan adalah alat perekam, alat tulis, serta alat dokumentasi. Akan tetapi instrumen ini hanya sebagai pendukung. Oleh karena itu, kehadiran penulis di lapangan mutlak diperlukan. Kehadiran penulis di lokasi adalah untuk mencari dokumen salinan penetapan Isbat Nikah yang akan dijadikan bahan analisis serta untuk melakukan wawancara dengan hakim guna menggali keterangan yang diperlukan. Kehadiran penulis diketahui statusnya sebagai peneliti.

  3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Mungkid.

  Karena kasus yang sesuai dengan judul penelitian, penulis temukan di Pengadilan Agama Mungkid.

  4. Sumber Data Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah salinan penetapan Isbat Nikah Pengadilan Agama Mungkid. Sebagai sumber data tambahan, penulis juga melakukan wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Mungkid untuk lebih memperjelas data yang dibutuhkan. Selain itu, data juga diperoleh dari literatur yang mendukung dan berkaitan dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data a.

  Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik mencari data mengenai hal-hal yang variabel yang memungkinkan untuk dijadikan referensi berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. (Suharsimi, 1998:236) Dalam hal penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah berupa berkas salinan penetapan Isbat Nikah di Pengadilan Agama Mungkid.

  b.

  Wawancara Wawancara digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung. (Surakhmad,

  1990:170) Wawancara ini dilakukan untuk menggali keterangan tentang pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam mengadili permohonan Isbat Nikah. Sasaran wawancara adalah hakim Pengadilan Agama Mungkid.

  c.

  Studi Pustaka Studi pustaka yaitu penelitian yang mencari data dari bahan-bahan tertulis (M. Amirin, 1990:135) berupa catatan, buku, surat kabar, makalah, undang-undang dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku tentang hukum perkawinan di Indonesia maupun fiqh munakahat sebagai rujukan. Penulis juga menggunakan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan sebagai rujukan tambahan dan pembanding.

  6. Analisa Data Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif. Artinya, menggambarkan hasil penelitian dengan diawali teori atau dalil yang bersifat umum tentang Isbat Nikah, kemudian mengemukakan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil penelitian terhadap penetapan Pengadilan Agama Mungkid Nomor : 0146/Pdt.P/2014/PA.Mkd. Hasil penelitian kemudian dianalisa dengan menggunakan metode tersebut, sehingga mendapatkan gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti dalam penelitian ini.

  7. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa fakta. Fakta-fakta ini nanti digunakan penulis sebagai bahan pembahasan. Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan teknik-teknik kehadiran peneliti di lapangan, pelacakan kesesuaian dan wawancara. Jadi temuan data tersebut dapat diketahui keabsahannya.

  8. Tahap-tahap Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Mungkid untuk mencari data awal mengenai kasus Isbat Nikah. Kemudian penulis melakukan pengembangan desain dari data awal tadi dan selanjutnya penulis melakukan penelitian yang sebenarnya. Setelah itu penulis melakukan penulisan laporan hasil penelitian tersebut.

H. Sistematika Penulisan

  Untuk mempeoleh gambaran yang jelas dan mudah dalam memahami penulisan penelitian ini, maka penulis akan memberikan gambaran singkat mengenai permasalahan yang akan dibahas, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

  Bab I merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II berisi kajian pustaka yang menjelaskan tinjauan umum tentang Wewenang Pengadilan Agama, Isbat Nikah, dan Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia.

  Bab III merupakan hasil temuan di lapangan yang meliputi profil Pengadilan Agama Mungkid, salinan Penetapan Isbat Nikah Nomor : 00146/Pdt.P/2014/PA.Mkd dan faktor-faktor yang melatarbelakangi dikabulkannya permohonan tersebut.

  Bab IV merupakan analisis data dan temuan di lapangan, yang meliputi analisis terhadap pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan oleh hakim dalam mengabulkan permohonan Isbat Nikah Nomor : 00146/Pdt.P/2014/PA.Mkd.

  Bab V adalah kesimpulan dari beberapa bab terdahulu. Di samping itu penulis akan memberikan saran dan diakhiri dengan penutup.

BAB II ISBAT NIKAH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Isbat berasal dari bahasa Arab yang berarti penetapan

  تابثلاا

  atau pengukuhan. Menurut pasal 7 KHI, Isbat Nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, yang tidak dicatatkan ke KUA oleh Pengadilan Agama.

  Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur bahwa tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Pencatatan ini memang tidak mempengaruhi keabsahan suatu perkawinan, karena pencatatan hanya untuk keperluan administratif. Dengan dicatatkannya suatu perkawinan, maka yang bersangkutan akan mendapat Akta Nikah yang merupakan bukti otentik suatu perkawinan. Sehingga perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum dan perlindungan dari negara.

  Bentuk jaminan kepastian dan perlindungan hukum itu bagi suami-isteri adalah, jika salah satu dari suami atau isteri melalaikan kewajibannya maka pihak yang dirugikan dapat menggugat ke pengadilan. Anak-anak yang lahir dalam perkawinan yang dicatatkan akan memperoleh hak-haknya berupa biaya hidup dan biaya pendidikan dari ayahnya jika ayah dan ibunya bercerai. Atau jika ayahnya meninggal dunia maka anak tersebut berhak untuk mendapatkan warisan.

  Untuk melegitimasi perkawinan yang dilakukan sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dapat diajukan permohonan Isbat Nikah ke Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam. Isbat Nikah atau penetapan perkawinan adalah pengesahan perkawinan yang dicatatkan kepada PPN oleh Pengadilan Agama.

  Pengadilan Agama hanya diperbolehkan mengabulkan permohonan Isbat Nikah sepanjang perkawinan memenuhi syarat dan rukun yang ditetapkan Islam dan tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana diatur dalam pasal 8 s/d 10 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan pasal 39 s/d 44 Kompilasi Hukum Islam. Dengan penetapan dari Pengadilan Agama itu, pemohon dapat mengajukan pencatatan perkawinannya ke KUA.

2. Dasar Hukum Isbat Nikah

  Kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili permohonan Isbat Nikah diatur dalam pasal 49 ayat (2) angka 22 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Pasal tersebut berbunyi “Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan lainnya”.

  Pasal 7 ayat (2) dan (3) Kompilasi Hukum Islam juga menjelaskan kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili Isbat Nikah. Dalam pasal 7 ayat (2) disebutkan “Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan Isbat Nikahnya ke Pengadilan Agama

  ”. Dan pasal 7 ayat (3) berbunyi : Isbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan : a.

  Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; b.

  Hilangnya Akta Nikah; c. Adanya keraguan tentang sah tidaknya salah satu syarat perkawinan; d.

  Adanya perkawinan yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974; e.

  Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halanganmenurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Berdasarkan penjelasan pasal 49 ayat (2) angka 22 Undang-

  Undang No. 3 Tahun 2006, permohonan Isbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama hanya pada perkawinan yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Sementara Kompilasi Hukum Islam pasal 7 ayat (3) huruf a, b, c, dan e membuka peluang bagi Pengadilan Agama untuk mengisbatkan perkawinan yang dilakukan setelah berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

3. Prosedur Isbat Nikah di Pengadilan Agama

  Proses pengajuan, pemeriksaan dan penyelesaian permohonan Isbat Nikah sebagaimana diatur pada Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (2014:143-146) harus memedomani hal-hal sebagai berikut : a.

  Permohonan Isbat Nikah dapat dilakukan oleh suami-isteri atau salah satu dari suami atau isteri, anak, wali nikah, dan pihak lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah dalam wilayah hukum pemohon bertempat tinggal, dan permohonan Isbat Nikah harus dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas serta konkrit.

  b.

  Proses pemeriksaan permohonan Isbat Nikah yang diajukan oleh suami dan isteri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan tersebut menolak permohonan Isbat Nikah, maka para pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi.

  c.

  Proses pemeriksaan permohonan Isbat Nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau isteri bersifat kontensius, dengan mendudukkan suami atau isteri yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak termohon. Produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.

  d.

  Jika dalam proses pemeriksaan permohonan Isbat Nikah dalam huruf (b) dan (c) diketahui bahwa suami masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka isteri terdahulu harus dijadikan pihak dalam perkara. Jika pemohon tidak bersedia merubah permohonannya dengan memasukkan isteri terdahulu sebagai pihak, permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.

  e.

  Permohonan Isbat Nikah yang dilakukan oleh anak, wali nikah, dan pihak lain yang berkepentingan harus bersifat

  kontensius, dengan mendudukkan suami dan isteri dan/atau ahli waris lain sebagai termohon.

  f.

  Suami atau isteri yang telah ditinggal mati oleh isteri atau suaminya, dapat mengajukan permohonan Isbat Nikah secara kontensius dengan mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak termohon. Produknya berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diupayakan banding dan kasasi.

  g.

  Dalam hal suami atau isteri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan Isbat Nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan. Jika permohonan tersebut ditolak, maka pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi.

  h.

  Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan Isbat Nikah tersebut dalam huruf (b) dan (f), dapat melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang memeriksa perkara Isbat Nikah tersebut selama perkara belum diputus. i.

  Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan Isbat Nikah tersebut dalam huruf (c), (d), dan (e), dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang memeriksa perkara Isbat Nikah tersebut selama perakara belum diputus. j.

  Pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan Isbat Nikah tersebut dalam huruf (c), (d), dan (e), sedangkan permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, dapat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut. k.

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS BERPINDAHNYA WALI NASAB KEPADA WALI HAKIM DALAM PERKAWINAN (Studi Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor : 80/PDT.P/2009/Pa.Jr)

0 3 17

KAJIAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENGADILI PERKARA PERMOHONAN PERWALIAN BAGI ANAK-ANAK DIBAWAH USIA 18 (Delapan Belas) TAHUN (Studi Penetapan Pengadilan Agama Jember No. 29/Pdt.P/2004/PA.Jr)

0 5 89

KAJIAN YURIDIS TENTANG WALI ADLAL DALAM PERKAWINAN ISLAM (Studi Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor : 0037/Pdt.P/ 2009/PA.Jr)

0 5 17

KAJIAN YURIDIS TENTANG WALI ADLAL DALAM PERKAWINAN ISLAM (Studi Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor : 0037/Pdt.P/ 2009/PA.Jr)

0 3 17

IMPLEMENTASI UNDANG UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009 PADA ITSBAT NIKAH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Mungkid Terhadap Penetapan Nomor0011Pdt.P2016PA.Mkd)

2 32 142

PELAKSANAAN ITSBAT NIKAH PASCA BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA

0 0 27

ANALISIS YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PEMBERIAN IJIN MELAKUKAN PERKAWINAN BEDA AGAMA (Studi Kasus Penetapan Nomor 185Pdt.P2013PN.Ska, Nomor 85Pdt.P2014PN.Pti, Nomor 210Pdt.P2013PN.Jr)

0 0 12

PEMBATALAN PERKAWINAN SAUDARA SEIBU DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO (Studi Analisis Penetapan PA Nomor : 978Pdt.G2011PA.Sda) PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 SKRIPSI

0 1 13

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 26

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 16