ACP 104 INVESTIGASI TIPIKOR KLP 3

ANALISIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN PERIKATAN AUDIT

  

INVESTIGASI KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SIMULATOR

SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) KORPLANTAS POLRI

Ketua Kelompok : Martin Kurniawan (12015000793 // 2015012453)

Anggota Kelompok : 1. Frans Chen (12014000599 // 2014012219)

  2. Agustinus David (12015000624// 2015012235)

  3. Achmad Tauhid (12015000633 // 2015012246)

  4. I Dewa Ayu Nadya D. (12015000769 // 2015012421)

  5. Angelina Tri P. (12015000771 // 2015012424)

  6. Rana Putri Dianika (12015000846 // 2015012513)

I. Kronologis Kejadian

  Kasus korupsi yang dilakukan dengan mengadakan proyek untuk penyediaan simulator SIM ini mulai terbongkar sejak pengawas lapangan proyek menganggap PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) tidak mengerjakan proyeknya dengan baik dan tidak memenuhi target. Lalu, PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) melaporkan Sukotjo S. Bambang, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, atas ketidakmampuannya untuk mengerjakan proyek. Merasa diperlakukan tidak adil, Bambang melaporkan kembali kepada pihak kepolisian bahwa telah adanya kejanggalan dari proyek ini, ia mengaku bahwa PT CMMA memenangi tender seharga Rp196.870.000.000, yang mana PT CMMA membeli dari PT ITI sebesar Rp83.000.000.000,-. Bambang juga membongkar bahwa adanya settingan pada saat pemilihan tender agar PT CMMA memenangkan proyek. Dari 5 perusahaan yang ikut serta dalam pemilihan tender, 4 pesaing yang terlibat dalam tender hanya sebagai pelengkap saja (fiktif), sehingga PT CMMA dapat dengan mudah memenangkan tender simulator SIM. Selain itu, KPK juga memulai penyelidikkan dan pengumpulan bukti terkait suap terhadap POLRI dan menemukan dugaan mark-up harga simulator SIM untuk proyek, yang kerugiannya sekitar Rp90–100 Milyar. Pada pertangahan tahun 2012, KPK menetapkan mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka beserta wakilnya Brigjen Didik Purnomo, Direktur Utama PT CMMA Budi Susanto, dan Direktur Utama PT ITI Sukotjo S. Bambang.

II. Modus Operandi

  1. Awal mula kasus ini terjadi yakni adanya penunjukan perusahaan penggarap proyek melalui lelang. Dalam upaya meloloskan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) yang dimiliki oleh Budi Santoso sebagai pemenang lelang maka dilakukanlah pelelangan fiktif, dimana seolah-olah dilakukan pelelangan secara terbuka. Pada bulan Januari 2011 Budi Santoso atas sepengetahuan Teddy Rusmawan selaku ketua panitia pengadaan, memerintahkan Sukotjo S. Bambang selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) agar menyiapkan perusahan-perusahaan yang akan dijadikan sebagai peserta pendamping. Dalam proses pelelangan tersebut PT.

  ITI dijanjikan akan mendapatkan imbalan sebesar Rp5.000.000,- setiap perusahaanya. Pada akhirnya PT. ITI berhasil mendapatkan 4 nama perusahaan yang bersedia untuk dicantumkan namanya dalam lelang fiktif ini, antara lain: PT Bentina Agung, PT Digo Mitra Slogan, PT Kolam Intan Prima, dan PT Pharma Kasih Sentosa. PT CMMA pun meminta bantuan kepada PT ITI dalam penyusunan dokumen tender dan menjadikan PT ITI menjadi subkontrakor dalam proyek pengadaan tersebut.

  2. Pada 17 Februari 2011 oleh panitia pengadaan PT CMMA ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan simulator SIM. Kemudian Teddy Rusmawan melaporkan pada Djoko Susilo bahwa pada saat proses pelelangan, tidak ada perusahaan-perusahaan lain yang memasukan dokumen penawaran kecuali perusahaan-perusahaan yang dikondisikan oleh Budi Santoso. Djoko Susilo selaku Dirlantas Polri menyetujui PT CMMA sebagai rekanan melalui proses kongkalikong yang dilakukan bersama dengan Brigjen Didik Purnomo yang saat itu menjabat sebagai penjabat Pembuat Komitmen (PPK).

  3. Pada tanggal 25 Februari, Didik Purnomo (PPK) dan Budi Santoso (PT CMMA) menandatangani SPJB pengadaan Driving Simulator dengan nilai kontrak sebesar Rp 54.500.000.000,-,

  4. Budi Santoso selaku Direktur PT CMMA mengajukan pencairan anggaran untuk pembayaran pengadaaan Driving Simulator Uji Klinik Pengemudi R-2 dan R-4 kepada Kolantas Polri sebesar 100% meskipun pekerjaan pengadaan belum diselesaikan seluruhnya. Dengan persetujuan oleh Djoko Susilo tersebut anggaran dicairkan sebesar Rp48,7 Miliar untuk R-2 dan Rp127,526 Miliar untuk R-4. Seminggu setelah pencairan anggaran tersebut Budi Santoso meminta Wahyudi selaku staff dari Budi Santoso untuk menitipkan 4 kardus yang berisi uang Rp30.000.000.000,- untuk diberikan kepada Djoko Susilo.

  5. Sekitar bulan Maret 2011 sampai Mei 2011, tim pemeriksaan dan penerima barang yang dibentuk berdasarkan Surat Perintah dari Djoko Susilo melakukan pengecekan barang yang ternyata banyak kotak penyimpanan yang sudah jadi namun tidak ada isinya. Setelah peristiwa tersebut dilakukan rapat yang dipimpin oleh Budi Setyadi yang bersepakat untuk melaporkan Sukotjo S. Bambang ke polisi dengan sangkaan melakukan tindak pidana penggelapan guna melindungi Djoko Susilo, yang telah memerintahkan melakukan pencairan anggaran pembayaran pekerjaan pengadaan Driving Simulator sebesar 100% padahal pekerjaan belum selesai.

  6. Dalam melakukan proyek tersebut, terdapat 3 modus utama yang dilakukan Budi Santoso dalam mark-up Harga Simulator, yaitu:

  a. PT CMMA menuliskan komponen yang sebenarnya tidak digunakan dalam perakitan simulator. Misalnya: Pencantuman harga untuk kursi penumpang di sebelah kiri pengemudi dan sabuk pengamannya yang sebenarnya itu tidak perlu dan memang sebenarnya tidak ada.

  b. Harga komponen-komponen yang ditulis ulang. Tujuan penulisan ulang, katanya, agar ada penggelembungan dana pada jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk proyek pengadaan c. Memisahkan harga komponen-komponen kecil dari komponen utamanya.

  Misalnya: Harga sebuah alat control (komponen utama) pada satu unit simulator ditulis terpisah dari harga komponen penyusunnya (komponen kecil), seperti sistem sensor, aktuator, dan alat pengendali gerak. Sedangkan harga satu kompoten utama seharusnya sudah termaksud komponen penyusun didalamnya.

  7. Didik Purnomo selaku pejabat pembuat komitmen dan Teddy Rusmawan selaku ketua panitia pengadaan serta bersama sama dengan Budi Santoso selaku Direktur PT CMMA dan Sukotjo S. Bambang selaku Direktur PT ITI telah menguntungkan Djoko Susilo sebesar Rp32.000.000.000,- serta menguntungkan Didik Purnomo sebesar Rp50.000.000,- , Budi Susanto sebesar Rp88.400.000.000,- dan Sukotjo sebesar Rp3.900.000.000,-. Penyalahgunaan kewenangan jabatan tersebut telah merugikan uang negara sebesar Rp145.000.000.000,-.

III. Analisa Kasus

  Analisa fraud “Kasus Simulator Sim” yang terjadi dalam kasus tahun 2011 yaitu fraud penyalahgunaan asset, dikarenakan terdapat permainan harga yang di

  markup harga sekitar 121,8 miliar dengan modus operandinya yaitu adanya indikasi persekongkolan rekayasa dalam persiapan tender / lelang yang diatur.

  Oleh karena itu telah kami persiapkan metode analisis 6W + 1H :  WHAT (Apa yang menjadi indikasi masalah fraud?)

  Berdasarkan kasus diatas, indikasi adanya mark up harga atau kenaikan harga yang tidak sesuai dengan harga pasar.

   WHO (Siapa yang diduga melakukan fraud?) Diantaranya yaitu, Kakorlantas Irjen Djoko Susilo beserta wakil Korlantas Brigjen Didik Purnomo, Direktur PT CMMA Budi Santoso, Sukotjo S.

  Bambang Dirut PT ITI sebagai tersangka, dan 33 orang penyelenggara pengadaan simulator sim sebagai saksi.

   WHERE (Dimana indikasi suatu fraud terjadi?) Terjadinya fraud diindikasikan terjadi didalam ruang lingkup korlantas polri sebagai penyelenggara pengadaan simulator sim tahun 2011.

   WHEN (Kapan pelaku melakukan fraud?) Saat ditentukannya nominal pengadaan simulator hingga transaksi atau pembelian alat simulator sim kepada PT ITI.

   WHY (Mengapa fraud dapat terjadi?) Karena kurangnya survey langsung oleh instansi khusus terhadap besarnya dana terhadap harga jual per unit simulator sim, kurang ikut sertanya lembaga pemerintah khusus untuk melakukan pengawasan langsung serta pengecekan dokumen peserta tender.

   WHOM (Siapa yang dirugikan?) Dalam hal ini yang dirugikan adalah pemerintah dengan nominal senilai Rp90-100 miliar rupiah.

   HOW (Bagaimana fraud bisa terjadi?) Fraud ini terjadi karena sangat kurangnya pengawasan dari pemerintah secara langsung dalam proses penyelengaraan pengadaan simulator sim ini dimana yang seharusnya dibuat tim khusus untuk memantau berjalannya proses ini karena ini adalah salah satu proyek besar Negara Indonesia.

IV. Sanksi

  Sanksi terhadap pihak-pihak yang terlibat :

  1. Djoko Susilo  Jenis TIPIKOR : Tindak Pidana Pencucian Uang a. Dakwaan : Primair : Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijo. Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

  b. Subsidiar : Pasal 3. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1.

  Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

  c. Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

  d. Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

  e. Pasal 3 ayat (1) huruf C Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 202 tentang Tindak Pidana

  Pencucian Uang. Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

   Putusan/Sanksi : a. Pidana Penjara : 18 (delapan belas) tahun.

  b. Denda : Rp1,000,000,000,- subsidiair 1 (satu) tahun kurungan.

  c. Uang Pengganti : Rp32,000,000,000,- dan apabila tidak dibayar dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun.

  d. Menghukum Terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

  e. Menetapkan Terdakwa tetap ditahanan.

  2. Didik Purnomo  Jenis TIPIKOR : Merugikan Keuangan Negara  Dakwaan :

  a. Primair : Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 UU No 31 Th 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Th 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Th

  1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1). Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

  b. Subsidiar : Pasal 3. Pasal 18 UU No 31 Th 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Th 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Th 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

   Putusan/Sanksi : a. Pidana penjara : 5 (lima) tahun, dikurangi masa tahanan.

  b. Denda : Rp250.000.000,- subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.

  c. Uang Pengganti : Rp50.000.000,-subsidair 6 (enam) bulan penjara.

  3. Budi Susanto  Jenis TIPIKOR : Pengadaan barang dan jasa  Dakwaan : Pasal 2 Ayat (1). Pasal 18 UU No. 31 Th. 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Th. 2001 tentang Perubahan UU No. 31

  Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

   Putusan/Sanksi : a. Pidana Penjara: 8 (delapan) tahun dikurangi masa tahanan.

  b. Denda: Rp 500.000.000,- subsidair 6 (enam) bulan kurungan. c. Uang Pengganti: Rp 17.136.912.198,- subsidair 2 (dua) tahun kurungan.

  4. Sukotjo Sastronegoro Bambang  Jenis TIPIKOR : Penyuapan  Dakwaan :

  a. Primair : Pasal 2 ayat (1). Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

  b. Subsidiar : Pasal 3. Pasal Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

   Putusan/Sanksi :

  a. Pidana Penjara : 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi masa tahanan.

  b. Denda : Rp200.000.000,- Subsidair 6 (enam) bulan kurungan.

  c. Uang Pengganti : Rp3.993.003.000,- Subsidair 1 (satu) tahun penjara.

V. Rekomendasi

  1) Melakukan pencegahan dengan mengidentifikasi kerawanan seperti melaporkan jika ada peserta tender yang melakukan penyuapan untuk memenangkan tender. 2) Whistleblowing system, yaitu menyediakan sarana bagi pihak yang ingin melaporkan kecurangan yang dilakukan pejabat POLRI, seperti menerima suap/sogokan dari peserta tender. 3) Adanya pihak ketiga yang bersifat netral untuk mengawasi proses pemilihan tender.

  4) Pemilihan tender harus bersifat terbuka dengan membuka pendaftarannya untuk umum.

  5) Perlu dilakukannya surprise audit atau pemeriksaan mendadak apabila sudah mendapatkan indikasi adanya tindakan korupsi.