Biodegradable Foam Derived from Musa acuminate and Ipomoea batatas L. as an Environmentally Friendly Food Packaging
Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara sebagai ….Chairul Irawan, Aliah, Ardiansyah
Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara sebagai Kemasan
Makanan yang Ramah LingkunganBiodegradable Foam Derived from Musa acuminate and Ipomoea batatas L. as an Environmentally Friendly Food Packaging a a a Chairul Irawan *, Aliah , Ardiansyah a
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Jl. Ahmad Yani Km. 35,5 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70714
- E-mail: cirawan@ulm.ac.id Diterima 18 September 2018 Disetujui 05 Desember 2018 Diterbitkan 28 Desember 2018
ABSTRAK
Biodegradable foam merupakan bahan kemasan nabati yang ditujukan sebagai
pengganti styrofoam. Penelitian ini menggunakan bonggol pisang mahuli (Musa
acuminate) dan ubi nagara (Ipomoea batatas L.) dengan tujuan untuk mengetahui
komposisi yang paling tepat terhadap karakter fisik biodegradable foam. Sebelum digunakan dalam proses pembuatan biodegradable foam, bonggol pisang mahuli dan ubi nagara dihaluskan hingga ukurannya 100 mesh. Perbandingan komposisi bonggol pisang mahuli dan ubi nagara yang digunakan pada penelitian ini yaitu, 60:40, 70:30, 80:20 dan sebagai kontrol digunakan bahan tanpa campuran. Perlakuan lainnya adalah dengan penambahan PVA (polyvinyl alcohol) sebanyak 10%v/v dan tanpa penambahan PVA (UNPVA). Proses pembuatan biodegradable foam diawali dengan proses plastisasi
o
menggunakan hotplate stirrer pada suhu 150 C selama 3 menit dan dilakukan
thermopressing kemudian dimasukkan ke dalam microwave. Pengujian karakter
biodegradable foam yang dilakukan adalah kekerasan, DSC, SEM dan biodegradasi.
Hasil uji kekerasan, DSC, SEM dan biodegradasi diperoleh komposisi 60:40 dengan PVA merupakan komposisi paling tepat, sedangkan uji kekerasan dengan PVA diperoleh nilai sebesar 4,02 MPa, dan yang UNPVA sebesar 3,59 MPa. Hasil uji DSC dengan PVA
o
diperoleh nilai titik leleh yaitu 166,50 C dengan heatflow -12,38 MW, dan yang UNPVA
o
sebesar 166,45 C dengan heatflow -16,07 MW. Hasil uji SEM biofoam dengan PVA memiliki rongga udara yang lebih kecil dibandingkan yang UNPVA. Struktur dengan ukuran rongga yang kecil menghasilkan biodegradable foam dengan kuat tekan yang tinggi. Hasil uji biodegradasi menunjukkan bahwa kedua sampel terdegradasi sempurna setelah ± 2 bulan ditimbun dalam tanah.
Kata kunci: biodegradable foam, pisang mahuli, ubi nagara, PVA, biodegradasi.
ABSTRACT Biodegradable foam is a packaging material intended as a substitute for styrofoam.
Materials used in this study were mahuli banana (Musa acuminata) stem and nagara
tubers (Ipomoea batatas L) with aim to find out the best composition material for the best
physical characteristics of biodegradable foam. Prior to use in the process of making
biodegradable foam, mahuli banana stem and nagara tuber were firstly pulverized to a
size of 100 mesh. Then, the mahuli banana stem and nagara tubers powders were mixed
with compositions of 60:40, 70:30, and 80:20;; and as controls pure material was utilized.
Another treatment was the addition of PVA (polyvinyl alcohol) as much as 10%v/v and no
addition of PVA (UNPVA). The process of making biodegradable foam began with o
plasticizing on a hotplate at 150 C for 3 minutes, thermopressing, and drying in a
microwave. The biodegradable foam (bio-foam) characteristics were tested with DSC and
SEM as well as for its hardness and biodegradation. Based on the results of hardness
test, DSC, SEM and biodegradation, the best physical characteristic was obtained from
60:40 composition with the addition of PVA. The hardness test of bio-foam with PVA and Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.10, No.1, Jun 2018: 33 - 42 34
UNPVA was 4.02 MPa and 3.59 MPa, respectively. The melting point of bio-foam with the
addition of PVA was 166.50 oC with heating flow of -12.38 MW whereas the melting point of bio-foam without UNPVA addition was 166.45 o
C with heating flow of -16.07 MW. The
result of SEM test showed that bio-foam mixed with PVA had a smaller pore compared to
UNPVA. The structure of bio-foam with a smaller pore produced biodegradable foam with
higher compressive strength. Biodegradation test results showed that both samples were
completely degraded after ± 2 months of being deposited in the soil.Keywords: biodegradable foam, Musa acuminata, Ipomoea batatas L, PVA,
biodegradationI. PENDAHULUAN
Meningkatnya kebutuhan kemasan makanan akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan ekonomi masyarakat, serta pertumbuhan pada berbagai sektor industri terutama makanan. Kemasan makanan menjadi kendala lingkungan berskala global saat ini karena penggunaan tempat penyimpanan makanan sementara ini oleh sebagian masyarakat dinilai belum ramah lingkungan. Kemasan makanan juga mempermudah proses transportasi, distribusi, penyimpanan hingga penjualan barang sampai ke konsumen. Selain itu kemasan juga menjadi sarana untuk menyampaikan komunikasi dari penjual ke konsumen (Amadori et al., 2015). Hampir semua barang yang dibeli konsumen dalam kehidupan sehari-hari dibeli dengan kemasan yang memenuhi setidaknya satu dari fungsi berikut: memberikan perlindungan dari kerusakan fisik, kontaminasi dan kerusakan, memberikan daya tarik penjualan, memastikan identitas produk ini mudah dikenali, memberikan informasi tentang produk, mengoptimalkan biaya distribusi dan penyimpanan, dan memberikan kenyamanan konsumen dan keamanan (Preechawong, Peesan, Rujiravanit, & Supaphol, 2016;; Sek & Kirkpatrick, 2001).
Styrofoam merupakan salah satu jenis kemasan makanan yang sering kita jumpai (Sulchan & Nur, 2007). Styrofoam memiliki kemampuan daya tahan terhadap panas dan dingin yang sangat baik sehingga digunakan sebagai insulator. Kemampuan menahan suhu yang baik, ringan dan praktis mendorong penggunaan
styrofoam sebagai bahan pengemas
makanan dan minuman (Khairunnisa, 2016). Umumnya kemasan styrofoam hanya digunakan sekali pakai, selanjutnya dibuang hingga sering menimbulkan tumpukan sampah yang banyak karena
styrofoam tidak bisa terdegradasi.
Pembakaran limbah styrofoam tidak memberikan solusi dalam mengurangi limbah, tetapi justru menimbulkan masalah lain karena hasil pembakaran menimbulkan gas berbahaya seperti styrene, polyaromatic hydrocarbons (PAHs), hydrochlorofluorocarbon (HCFC), dan karbon monoksida (Fikri & Veronica, 2018). Pada proses produksi styrofoam itu sendiri akan dihasilkan limbah yang tidak sedikit, sehingga dikategorikan sebagai penghasil limbah berbahaya kelima terbesar di dunia oleh EPA (Enviromental Protection
Agency) USA. Salah satu pilihan untuk
pengganti polimer berbasis minyak bumi dan sintetis adalah menggunakan polimer alam seperti pati dan kitosan (Sarka et al., 2011). Pati merupakan salah satu hasil pertanian yang amat potensial menjadi bahan pembuatan barang sekali pakai karena biaya yang murah dan ketersediaannya berlimpah (Nofar, Ameli, & Park, 2015).
Bahan berpati yang berpotensial dikembangkan di Indonesia menjadi
biodegradable foam adalah pemanfaatan
bonggol pisang mahuli dan ubi nagara Kalimantan Selatan yang tidak terpakai sebagai bahan dasar. Bonggol pisang dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk diambil patinya. Produksi pisang di Indonesia sebesar 7,01 juta ton/tahun dan merupakan komoditas ekspor buah terbesar setelah manggis (BPS, 2017). Pati dari bonggol pisang ini serupa dengan pati tepung sagu dan tepung tapioka, dimana bonggol pisang memiliki komposisi yang
Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara sebagai
2,5 menit, kemudian dimasukkan ke dalam
Analisis mutu tepung bonggol pisang mahuli dan tepung ubi nagara yang dilakukan pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat tepung bonggol pisang mahuli dan tepung ubi nagara disajikan pada Gambar 1. Nilai analisis kadar air menunjukkan bahwa tepung bonggol
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Proksimat Tepung Bonggol Pisang Mahuli dan Ubi Nagara
mengetahui titik leleh biodegradale foam, serta uji biodegradasi untuk mengetahui kecepatan penguraian biodegadable foam di tanah.
Scanning Calorimeter (DSC) untuk
struktur morfologi permukaan dan ketebalan biodegradable foam, Differential
texture analyzer (TA), Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui
Karakterisasi yang dilakukan diantaranya sifat kekerasan yaitu untuk mengetahui uji tekan biodegradable foam menggunakan
biodegradable foam yang dihasilkan.
Karakterisasi bahan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dari
2.2. Karakterisasi Biodegradable Foam
100°C selama 10 menit. Eksperimental dilakukan masing-masing sebanyak 3 (tiga) kali dengan mengambil nilai rata-rata dari hasil yang terbaik.
microwave selama 10 menit pada suhu
thermopressing pada suhu ±120°C selama
….Chairul Irawan, Aliah, Ardiansyah
plastisasi di atas hotplate dengan suhu 150°C, selama 3 menit. Campuran kemudian dicetak dengan alat
biodegradable foam diawali dengan proses
terhadap karakter fisik biodegradable foam. Sebelum digunakan dalam proses pembuatan biodegradable foam, bonggol pisang mahuli dan ubi nagara dihaluskan hingga ukurannya 100 mesh. Perbandingan komposisi bonggol pisang mahuli dan ubi nagara yang digunakan pada penelitian ini yaitu, 60:40, 70:30, 80:20 dan sebagai kontrol digunakan bahan tanpa campuran. Perlakuan lainnya adalah dengan penambahan PVA sebanyak 10% dan sampel yang tidak ditambahkan PVA. Proses pembuatan
biodegradable foam yang paling tepat
, n-heksana, NaOH, aseton, etanol, dan akuades. Penelitian ini menggunakan bonggol pisang mahuli dan ubi nagara dengan tujuan untuk mengetahui komposisi
4
pisang mahuli dan ubi nagara yang diperoleh dari Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan dan sekitarnya. Polivinil alkohol dan NaCl digunakan sebagai bahan aditif untuk memperbaiki sifat mekanis biodegradable foam, disamping bahan-bahan kimia lainnya diantaranya H
biodegradable foam terdiri atas bonggol
Bahan baku pembuatan
II. BAHAN DAN METODE 2.1. Pembuatan Biodegradable Foam
terutama dalam mengurangi sifat menyerap air (Mali, Debiagi, Grossmann, & Yamashita, 2010). Dengan meningkatnya kesadaran terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya minyak bumi pada masa yang akan datang, maka penting untuk menggunakan proses alternatif dan bahan baku dari sumber daya terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi paling tepat dari bonggol pisang mahuli dan ubi nagara terhadap karakter fisik biodegradable foam sebagai kemasan makanan yang ramah lingkungan.
biodegradable foam yang dihasilkan
terdiri dari 76% pati, 20% air (Yuanita & Rahmawati, 2008). Sedangkan ubi nagara (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu ubi lokal Kalimantan Selatan yang tumbuh pada lahan rawa lebak dengan sentra di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Produksi ubi nagara mencapai 44-45 ton/ha dengan rata-rata produksi berkisar 10-11 ton per hektar. Ubi nagara disamping mengandung pati (19,79%), juga vitamin C (13,3%), protein (1,42%), dan serat kasar (0,94%) (Qomariah & Hasianto, 2015). Kandungan pati sangat penting dalam menentukan karakteristik fisikokimia dari biodegradable film yang dihasilkan (Luchese, Spada, & Tessaro, 2017), sedangkan penambahan PVA terbukti meningkatkan kualitas
2 SO
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.10, No.1, Jun 2018: 33 - 42 36
Karbo hidra t Serat K asar
70
60
50
40
30
20
10
P roksi m at (% )
A bu Lemak Protein
Gambar 1. Grafik Uji Proksimat Tepung Bonggol Pisang Mahuli dan Tepung Ubi Nagara
Kandungan
Kadar A ir KadarGambar 3. Berdasarkan Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa sampel dengan perbandingan 60:40 dengan penambahan PVA memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi yaitu sebesar 4,02 MPa. Nilai kekerasan untuk sampel dengan perbandingan 60:40 dengan penambahan PVA berkisar dari 3,49 MPa sampai 4,02 MPa, sedangkan yang UNPVA berkisar dari 3,42 MPa sampai 3,59 MPa. Nilai kekerasan pada biodegradable foam ini lebih tinggi dibanding nilai styrofoam komersial yang berkisar antara 1,3 MPa sampai 1,39 MPa (Shogren, Lawton, & Tiefenbacher, 2002).
biodegradable foam ditunjukkan oleh
yang dikemas. Properties mekanik juga dipengaruhi oleh produk plasticizer yang dihasilkan (Isotton, Bernardo, Baldasso, Rosa, & Zeni, 2015). Hasil uji kekerasan
biofoam sehingga dapat melindungi produk
Biodegradable foam yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Uji kuat tekan (kekerasan) dilakukan untuk mengetahui kekuatan
3.2. Karakterisasi Uji Kekerasan, DSC, SEM dan Uji Biodegradasi
Dari Gambar 1 juga terlihat bahwa kadar air pada tepung ubi nagara hanya sebesar 9,44%. Selain itu, nilai kadar abu pada tepung ubi nagara hanya sebesar 3,32%. Selain kadar air dan abu, pada analisis proksimat ini juga diperoleh kadar lemak dan protein yang masing-masing senilai 0,51% dan 4,37%. Kadar karbohidrat mencapai 53,56% dan serat kasarnya 11,89%.
pisang mahuli memiliki kadar air sebesar 7,65 %. Kadar abu digunakan untuk mengetahui bahan anorganik yang terkandung dalam pati yang dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya. Abu yang terdapat dalam pati dapat berasal dari mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan hasil analisis proksimat, terdapat kandungan abu sebanyak 0,37 % di dalam tepung bonggol pisang mahuli.
80 Bonggol Pisang Ubi Negara
Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara sebagai ….Chairul Irawan, Aliah, Ardiansyah
Gambar 2. Biodegradable Foam dengan PVA dan UNPVA 4.2 3.8 4.0 UNPVA PVA
a) 3.6 Tekanan (MP 3.2 3.4
3.0 60 : 40 70 : 30 80 : 20 100 : 0 0 : 100 Rasio Bonggol Pisang Mahuli : Ubi Nagara (% W)
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Komposisi Bonggol Pisang Mahuli dan Ubi Nagara terhadap Kekerasan Biodegradable Foam
o Temperatur ( o C) 50 100 150 200 250 300 350 Temperature ( C) 50 100 150 200 250 300 350
- -5
- -5 -10
- -15 -20
- -20
mW)
-10 DSC (mW) -15SC (
D
(a) PVA
UNPVA (b) -25
Gambar 4. Grafik Hubungan (a) 60:40 UNPVA (b) 60:40 PVA terhadap Uji DSC
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.10, No.1, Jun 2018: 33 - 42 38
Pengukuran analisis termal dilakukan dengan menggunakan DSC analysis untuk mengetahui titik transisi gelas (Tg) dan titik leleh (Tm) dari material. Hasil uji termal dengan differential scanning calorimeter
Gambar 5. Hasil Uji SEM (a) 60:40 UNPVA (b) 60:40 PVA
foam 60:40 dengan menggunakan PVA
PVA yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Bagian dalam biodegradable foam memiliki sel udara di dindingnya, dimana hal ini juga dilaporkan dalam penelitian Sarka et al. (2011). Dari penelitian ini diperoleh ukuran pori-pori untuk komposisi biodegradable
biodegradable foam dengan maupun tanpa
perbedaan yang signifikan antara
biodegradable foam. Tidak tampak
Hasil uji SEM yang ditunjukkan oleh Gambar 5 menunjukkan struktur lapisan
(kiri perbesaran 1000x, kanan 100x)
(DSC) ditunjukkan oleh Gambar 4.
untuk sampel tepung bonggol pisang mahuli : tepung ubi nagara (60:40) dengan dan tanpa penambahan PVA yang ditunjukkan oleh Gambar 4.
microscope pada perbesaran 1000 kali
C. Morfologi biodegradable foam bertujuan untuk mengetahui struktur dan ketebalan pada biodegradable foam. Berikut ini adalah foto hasil uji scanning electron
o
C - 81,77
o
(2007), nilai titik leleh biodegradable foam menghasilkan nilai 73,70
Gambar 4 menunjukkan sampel dengan perbandingan 60:40 dengan penambahan PVA memiliki nilai titik leleh sebesar 166,50°C dengan heatflow -12,38 mW, sedangkan yang tanpa PVA nilai titik leleh sebesar 166,45°C dengan heatflow -16,07 mW. Menurut penelitian Sulchan & Nur
(a) (b)
Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara sebagai
….Chairul Irawan, Aliah, Ardiansyah
adalah antara 0,2-1,0 μm, sedangkan ukuran pori-pori untuk komposisi
biodegradable foam 60:40 tanpa
menggunakan PVA adalah antara 0,5-1,5 μm. Hal ini menunjukkan distribusi pati sepanjang PVA menunjukkan homogenitas material, dan proses ekspansi yang bagus diamati dengan terbentuknya sel udara yang kecil (Sarka et al., 2011).
Untuk mengetahui kecepatan penguraian biodegadable foam di tanah dilakukan uji biodegradasi. Semakin cepat
biodegradable foam diuraikan oleh tanah
maka biodegadable foam dapat dikatakan semakin baik (Onteniente, Abbes, & Safa, 2000). Adapun media yang digunakan adalah tanah. Berikut hasil pengujian biodegradasi pada sampel 60:40 PVA (A1B1) yang ditunjukkan oleh Gambar 6 dan sampel 60:40 UNPVA (A2B1) yang ditunjukkan oleh Gambar 7. Hasil dari pengujian biodegradasi pada sampel A1B1 pada bulan 0 karakteristik sampel A1B1 dari kondisi awal, bulan ke-1 karakteristik sampel A1B1 dari kondisi awal, dan bulan ke-2 sampel A1B1 telah terdegradasi oleh tanah. Hasil dari pengujian biodegradasi pada sampel A2B1 pada bulan 0 karakteristik sampel A2B1 dari kondisi awal, bulan ke-1 karakteristik sampel A1B1 dari kondisi awal, dan bulan ke-2 sampel A2B1 telah terdegradasi oleh tanah. Berdasarkan Standard European Union (EN 13432) tentang biodegradasi plastik, dimana plastik biodegradable harus mampu terdekomposisi menjadi karbondioksida, air, dan substansi humus dalam rentang waktu maksimal 6 sampai 9 bulan (Sarka et al., 2011). Artinya biodegradibilitas dari biodegradable foam yang dibuat sudah memenuhi standar.
Gambar 6. (a) Karakteristik Sampel A1B1 pada Bulan Ke-0;; (b) Sampel A1B1 pada Bulan Ke-1;; (c) Sampel A1B1 pada Bulan Ke-2
Gambar 7. (a) Karakteristik Sampel A2B1 pada Bulan Ke-0;; (b) Sampel A2B1 pada Bulan Ke-1;; (c) Sampel A2B1 pada Bulan Ke-2 Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.10, No.1, Jun 2018: 33 - 42 40
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
S., Debiagi, F., Grossmann, M. V. E., & Yamashita, F. (2010). Starch, Sugarcane Bagasse Fibre, And Polyvinyl Alcohol Effects on Extruded Foam Properties: A Mixture Design Approach. Industrial Crops and
Design, 3(2), 253-268.
Luchese, C. L., Spada, J.C., & Tessaro, I.
C. (2017). Starch Content Affects Physicochemical Properties of Corn and Cassava Starch-Based Films.
Industrial Crops and Products, 109,
619-626. Mali
Products, 32(3), 353-359.
Isotton F. S., Bernardo G. L., Baldasso C., Rosa L. M., & Zeni M. (2015). The Plasticizer Effect on Preparation and Properties of Etherified Corn Starchs Films. Industrial Crops and Products, 76, 717–724.
Nofar, M. R., Ameli, A., & Park, C. B. (2015). Development of Polylactide Bead Foam with Double Crystal Melting Peak Structure. Polymer, 69(1), 83–94.
Onteniente, J.P., Abbes, B., & Safa, L.H. (2000). Fully Biodegradable Lubricated Thermoplastics Wheat Starch: Mechanical and Rheological Properties of An Injection Grade.
Starch, 52(4), 112–117.
Preechawong, D., Peesan, M., Rujiravanit, R., & Supaphol, P. (2004). Preparation and Properties of Starch/Poly (Vinyl Alcohol) Composite Foams. Macromolecular
Symposia, 216 (1), 217-228.
Qomarih, R., & Hasbianto, A. (2015). Ubi
Nagara, Sumber pangan potensial khas Kalimantan Selatan. BPTP
Khairunnisa, S. (2016). Pengolahan Limbah Styrofoam menjadi Produk Fashion. E-Proceeding of Art and
Ecological Engineering, 19(4), 1-6.
Karakteristik biodegradable foam dari bonggol pisang mahuli dan ubi nagara yang dihasilkan telah dilakukan pengujian kekerasan, DSC, SEM dan biodegradasi. Dari hasil uji kekerasan, DSC, SEM dan biodegradasi diperoleh komposisi 60:40 dengan PVA merupakan komposisi paling tepat. Untuk uji kekerasan dengan PVA diperoleh nilai yaitu sebesar 4,02 MPa, dan yang UNPVA sebesar 3,59 MPa. Hasil uji DSC dengan PVA diperoleh nilai titik leleh yaitu 166,50
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas hibah yang diberikan melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-PE) Tahun 2017 dan Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru yang memberikan kesempatan mempresentasikan sebagian penelitian ini dalam Seminar Nasional Teknologi dan Inovasi Industri Tahun 2018.
o
C dengan heatflow -12,38 MW, dan yang UNPVA sebesar 166,45
o
C dengan heatflow -16,07 MW. Hasil uji SEM dengan PVA memiliki rongga udara yang kecil dibandingkan yang UNPVA, struktur dengan ukuran rongga yang kecil menghasilkan biodegradable foam dengan kuat tekan yang tinggi. Hasil uji biodegradasi menunjukkan bahwa kedua sampel terdegradasi sempurna setelah dua bulan ditimbun dalam tanah.
UCAPAN TERIMAKASIH
DAFTAR PUSTAKA
Carbon Contact System in Burning Polysterene Foam. Journal of
Amadori, S., Torricelli P., Panzavolta, S., Parrilli, A., Fini, M., & Bigi, A. (2015). Highly Porous Gelatin Reinforced 3D Scaffolds for Articular Cartilage Regeneration. Macromolecular
Bioscience, 15(7), 941–952.
BPS. (2017). Statistik Tanaman Buah-
buahan dan Sayuran Tahunan Indonesia 2016. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. Fikri,
E., & Veronica,
A. (2018). Effectiveness of Carbon Monoxide Concentration Reduction on Active
Kalimantan Selatan. Retrieved from http://kalsel.litbang.pertanian.go.id/in
Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara sebagai
Tiefenbacher, K.F. (2002). Baked Starch Foams: Starch Modifications and Additives Improve Process Parameters, Structure and Properties.Industrial Crops and
Hidrogenasi Katalitik (Undergraduate Theses). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Library. Retrieved from http://digilib.its.ac.id/free/1870/Summ ary-ITS-Undergraduate- RSK%20664.11%20Yua%20p- 1870.pdf
Musa paradisiaca dengan Proses
Yuanita, V., & Rahmawati, Y. (2008). Pabrik Sorbitol dari Bonggol Pisang
Indonesia, 57(2), 54–59.
Sulchan, M. & Nur, W. E. (2007). Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam. Majalah Kedokteran
Products, 16(1), 69 – 79.
Technology, ISBN 1-86272-598-5. Shogren, R.L., Lawton, J.W., &
….Chairul Irawan, Aliah, Ardiansyah
Corrugated Cushion Design Handbook. Victoria University of
Sek, M., & Kirkpatrick, J., (2001).
Food Science, 29(3), 232–242.
A., Bubnik, Z., & Ruzkova, M. (2011). Application of Wheat B-Starch in Biodegradable Plastic Materials. Czech Journal of