BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Dian Rahmawati BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang berbeda tetapi berlangsung sama, saling berkaitan sehingga sulit dipisahkan. Perkembangan anak yang kurang akan berakibat kualitas SDM yang buruk

  dimasa mendatang. Kualitas perkembangan anak terutama ditentukan pada usia batita (bayi usia tiga tahun) yang usia kisarannya 0 - 3 tahun (Suherman, 2010).

  Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Perkembangan adalah bertambah kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya termasuk emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Soetjiningsih & Ranuh, 2014).

  1 Peran aktif orang tua terhadap perkembangan anak-anaknya sangat diperlukan terutama pada saat mereka masih berada dibawah lima tahun (balita). Orang tua salah satunya adalah ibu berperan sebagai pendidik merupakan tokoh sentral dalam tahap perkembangan anak. Peran seorang ibu sangat penting karena ibu merupakan orang yang sangat dekat dengan anak dan mempunyai tanggung jawab dalam pembentukan kepribadian dan memberikan pendidikan pada anak (Raifudin, 2004).

  Jumlah balita di Indonesia tahun 2011 diperkirakan mencapai 30% dari 259 juta jiwa penduduk Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional tahun 2012, diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB (Buang Air Besar) dan BAK (Buang Air Kecil) diusia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena yang terjadi di masyarakat, akibat dari konsep toilet training yang tidak diajarkan secara benar dapat menyebabkan anak tidak dapat secara mandiri mengontrol buang air besar dan buang air kecil (Marlina, dkk, 2013).

  Kebiasaan mengompol pada anak usia di bawah 2 tahun masih dianggap sebagai hal yang wajar. Beberapa hasil penelitian dan literatur menyebutkan kira-kira setengah dari anak usia 3 tahun masih mengompol. Kasus yang ditemukan di Indonesia anak usia 6 tahun yang masih mengompol sekitar 12% (Asti, 2008).

  Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar

  mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Latihan ini mulai dilakukan pada anak usia 1 - 3 tahun, karena pada usia tersebut kemampuan

sfingter uretra untuk mengontrol rasa ingin buang air mulai berkembang.

  Latihan ini dapat dilakukan oleh sebagian besar anak secara mandiri pada akhir periode prasekolah (Hidayat, 2008).

  Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang

  sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak (Hidayat, 2008). Menurut teori Erikson (1963) dalam Riendravi (2013), anak yang berada pada fase otonomi dan malu-malu atau ragu terlihat dengan berkembangnya kemampuan anak yaitu dengan belajar makan atau berpakaian sendiri, buang air besar dan buang air kecil pada tempatnya, apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu atau rasa ragu akan kemampuannya. Sigmund Freud (1939) dalam Fromm (2009) teori perkembangannya mengatakan bahwa anak usia toddler (1 - 3) tahun termasuk dalam fase anal yaitu ditandai dengan berkembangnya kepuasan (kateksis) dan ketidakpuasan (anti keteksis) diseputar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses (buang air besar) timbul perasaan lega, nyaman dan puas. Kepuasan tersebut bersifat egosentrik yaitu anak mampu mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya.

  Tahap usia toddler anak menghadapi konflik antara tuntutan orang tua dengan keinginan dan kemampuan fisik anak. Orang tua menuntut anak untuk mengendalikan keinginan BAB dan BAK serta melakukan buang air pada tempatnya, sementara anak ingin mengeluarkan begitu terasa ingin BAB dan BAK (Marlina, dkk, 2013). Masalah yang terjadi pada anak ketika melakukan

  toilet training adalah anak merasa takut dengan toilet. Sebagian orang tua

  tidak membangunkan anaknya pada malam hari untuk buang air sehingga anaknya mengompol. Anak menolak ke kamar mandi dan memilih menggunakan popok. Orang tua yang sibuk bekerja membiarkan anaknya menggunakan popok daripada membiarkan anak pergi ke kamar mandi (Gilbert, 2006).

  Keberhasilan toilet training memberikan beberapa keuntungan bagi anak seperti dapat mengontrol BAB dan BAK awal terbentuknya kemandirian sehingga anak bisa melakukan sendiri BAB atau BAK dan juga mulai mengetahui beberapa bagian tubuh dan fungsinya. Toilet training juga penting dalam perkembangan kepribadian anak, karena toilet training merupakan latihan moral pertama kali yang diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral selanjutnya (Suherman, 2010).

  Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program toilet training antara lain motivasi orang tua dan kesiapan anak secara fisik, psikologis, maupun secara intelektual (Hidayat, 2008). Motivasi orang tua dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor Intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri seorang yaitu berupa pengetahuan, sikap, keadaan mental, dan kematangan usia sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berupa sarana, prasarana, dan lingkungan (Subagyo, dkk, 2010).

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan, informasi, budaya, pengalaman, sosial ekonomi (Notoatmodjo, 2007).

  Berdasarkan penelitian Pusparini dan Arifah (2010) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam melatih toilet training pada anak usia toddler. Pengetahuan seorang ibu tentang toilet training berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik tentang manfaat dan dampak dari toilet training sehingga ibu akan mempunyai sikap yang positif terhadap konsep toilet training .

  Pemberian informasi kesehatan dapat dilakukan melalui penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku individu, keluarga, kelompok, masyarakat dibidang kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat. Keberhasilan suatu penyuluhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan masyarakat, media dalam penyuluhan, ketersediaan waktu di masyarakat (Zulaekah, 2012).

  Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas, anak usia toddler berjumlah 123 anak dan ibu yang memiliki anak usia toddler berjumlah 121 ibu. Dari hasil wawancara dengan ibu yang memiliki anak usia toddler didapatkan hasil sebanyak 70% ibu belum mengajari anaknya untuk latihan

  toilet training , belum mengerti dan memahami tentang toilet training, 30%

  ibu sudah mengajarkan toilet training pada anaknya tetapi masih belum tahu cara mengajarkan toilet training dengan benar.

  Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan mengingat pentingnya

  toilet training

  bagi anak, maka menarik untuk diteliti tentang “Efektifitas pemberian informasi tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu yang memiliki anak usia toddler (1

  • – 3 tahun) di Desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul pertanyaan penelitian : Apakah ada perubahan pengetahuan tentang toilet training pada ibu yang memiliki anak usia toddler (1

  • – 3 tahun) di Desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan pengetahuan ibu yang memiliki anak usia toddler (1

  • – 3 tahun) di Desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, tingkat pendidikan, pekerjaan) dan sarana prasarana (jumlah toilet) b. Mengetahui pengetahuan ibu sebelum pemberian informasi tentang toilet training .

  c. Mengetahui pengetahuan ibu setelah pemberian informasi tentang toilet training .

  D. Manfaat Penelitian

  1. Bidang Keperawatan Anak Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam rangka mengembangkan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang toilet training pada anak usia

  toddler.

  2. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

  a. Menambah pengetahuan tentang gambaran pengetahuan ibu yang memiliki anak usia toddler tentang toilet training. b. Menambah pengetahuan tentang gambaran efektifitas pemberian informasi toilet training terhadap pengetahuan ibu yang memiliki anak usia toddler.

  3. Bidang penelitian Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya khususnya penelitian- penelitian tentang toilet training.

E. Penelitian Terkait

  1. Prabowati (2014) dengan judul pengaruh pendidikan kesehatan tentang

  toilet training anak usia 1 - 3 tahun terhadap pengetahuan ibu di Desa

  Sambon Banyudono Boyolali. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan pra eksperimen dengan menggunakan pre test dan post-test. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu sebelum pendidikan kesehatan mempunyai kategori kurang baik, pengetahuan ibu sesudah pendidikan kesehatan mempunyai kategori baik, dan ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang toilet training anak usia 1

  • 3 tahun terhadap pengetahuan ibu di Sambon Banyudono Boyolali (p=0,000)

  Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel independent yaitu pengetahuan ibu. Sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitian dan waktu penelitian.

  2. Ningsih (2012) dengan judul hubungan pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tanggerang. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan deskriptif analitik. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 82 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu adalah 33 tahun dengan rata-rata usia anak prasekolah yaitu 4 tahun 5 bulan dan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki, tingkat pendidikan terakhir paling banyak adalah SMA, status pekerjaan ibu paling banyak adalah ibu rumah tangga, gambaran umum pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tanggerang adalah berpengetahuan baik, gambaran umum perilaku ibu dalam menerapkan toilet training adalah berperilaku baik, gambaran umum kebiasan mengompol pada anak prasekolah menunjukkan masih banyak anak usia prasekolah yang mengompol.

  Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti pengetahuan ibu tentang toilet training. Sedangkan perbedaannya adalah dari variabel independent, variabel dependent, sampel penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian.