PENERAPAN LATIHAN ROM (RANGE OF MOTION) TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT STROKE DI RSUD dr. R GOETHENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Stroke

1. Definisi

  Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau global yang munculnya secara mendadak, progresif, dan cepat.

  Gangguan fungsi syaraf pada stroke di sebabakan oleh gangguan perdarahan otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain : kelumpuhan pada wajah atau anggota badan, bicara tidak jelas (pelo),gangguan penglihatan, perubahan kesadaran serta lainnya (Rikesda,2013).

  Stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (World Health Organization).

  Stroke adalah penyakit serebrovakuler yang menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural, yang di sebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh darah otak yang menimbulkan pengaruh bersifat sementara atau permanent (Doengoes, Moorhouse & Geisher, 2000).

  6

2. Anatomi Fisiologi

  Anatomi Sistem Saraf Pusat Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon, pons, dan Medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan, di bawahlapisan arachnoid mater kranialis dan piamater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Lauralee Sherwood, 2011)

Gambar 2.1 Bagian-bagian Otak (Sumber:Centers for Disease Control and Prevention(CDC), 2004). Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

  a. Serebrum (Otak Besar) Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari Empat lobus.Bagian lobus yang menonjol disebut gyrusdan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing- masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal.

  1) Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian).

  Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik. 2) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dibagian paling depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.

  3) Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan 10 pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara

  4) Lobus oksipital berada dibelakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

  b. Serebelum (Otak Kecil) Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang 11 batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagianatas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasiotot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintudan sebagainya.

  c. Batang Otak Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagiandasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, sertapola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejalayang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun (CDC,2004). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu : 1) Mesensefalon atau otak tengah disebut juga (mid brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,12 pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran (Moore &Argur,2007).

  2) Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara

  

midbraindan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial

  posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons (Moore&Argur,2007).

  3) Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan

  XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla (Moore & Argur, 2007).

3. Etiologi Stroke

  Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari:

  a. Trombosis Serebral Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan darah yang menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah trombosis;

  b. Hemorag

  i

  Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak membengkak, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak; c. Hipoksia Umum

  Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat aritmia ; d. Hipoksia Setempat Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

  4. Klasifikasi Stroke

  Klasifikasi stroke dalam (Tarwoto, Wartonah & Suryati, 2007) berdasarkan keadaannya dibedakan menjadi dua macam yaitu : a. Stroke Iskemia (Non Hemoragik)

  Stroke Iskemia adalah stroke yang terjadi akibat suplay darah ke jaringan otak bekurang, hal ini disebabkan karena obstruksi total atau sebagian pembuluh darah ke otak. Penyebab stroke iskemia adalah thrombosis dan emboli; b. Stroke Hemoragik

  Stroke Hemoragi adalah stroke yang terjadi karena perdarahan pada subarachoid, yang mungkin disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak tertentu. Biasnya terjadi saat pasien sedang melakukan aktivitas atau saat bergerak aktif,namun juga terjadi pada kondisi istirahat.

  5. Patofisiologi

  Suplai darah ke otak dapat berubah (semakin lambat atau semakin cepat), pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan radang jantung). Thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi tuberlensi. Tombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah. Trombus mengakibatkan adanya iskemia serta edema dan kongesti disekitar area (Muttaqin, 2008).

  Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena thrombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen selama 1 menit pada otak dapat mengarah pada gejala kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan adanya infark, iskemia serta kesukaran untuk bernafas.

  Stroke karena embolus merupakan akibat dari adanya pembekuan darah, udara serta fragmen lemak pada otak. Jika terjadi stroke haemoragi, itu disebabkan oleh faktor hipertensi, serta adanya abnormalitas vaskuler,aneurisma serabut dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan haemoragic. Sedangkan pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan infark yang sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) serta kematian pada area yang luas (Putri, 2013).

6. Pathway

Gambar 2.2 Pathway (Sumber : Aplikasi NANDA NIC-NOC 2015)

  Arteroskelerosis , Hipertensi Hipoksia Trombosis

  Perdarahan Intrakranial

  Iskemia Edema pada otak

  Stroke Non Haemoragic Perdarahan Subarchnoid

  Stroke Haemoragic Proses metabolisme dalam otak terganggu

  Vasospasme Cerebral

  Hemiparase Hemiparase Kanan Penurunan suplai darah ke otak tidak adekukat

  Peningkatan TIK Ketidakefektifan Perfusi Jaringan

  Serebral tidak adekuat Gangguan Mobilitas Fisik

  ADL terhambat Defisit Perawatan Diri

  Kerusakan pada area broca Gangguan Komunikasi

  Verbal

  7. Manifestasi Klinis

  Manifestasi klinis pada pasien stroke (Tarwoto, Wartonah, Suryati: 2007) yakni : a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan badan separo

  b. Tiba-tiba hilang rasa peka

  c. Gangguan penglihatan

  d. Gangguan bicara (Bicara cedal atau pelo)

  e. Mulut mencong,tidak simetris

  f. Nyeri kepala hebat (Vertigo)

  g. Kesadaran menurun

  h. Gangguan fungsi otak

  8. Pemeriksaan Diagnostik

  Berikut adalah Pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke (Tarwoto,Wartonah dan Suryati, 2007) adalah :

  a. Ct-Scan (Computerized Tomografi Scaning) Untuk mengetahui area infark, edema, hematoma, serta struktur dan ventrikel otak.

  b. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena.

  c. EEG (Elektro Enchephalogi) Untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi. d. Angiografi Serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.

  e. Pungsi Lumbal Menunjukkan adanya tekanan normal, jika tekanan meningkat dan cairan mengandung darah mennjukkan hemoragik subarachnoid atau perdarahan intrakranial. Kontraindikasi pada peningkatan tekanan intrakranial.

  f. Sinar X tengkorak Mengetahui adanya klasifikasi karotis interna pada trombosis cerebral.

9. Faktor Resiko Stroke

  Faktor resiko stroke dalam Tarwoto, Wartonah & Suryati, ( 2007), adalah sebagai berikut.

  Faktor yang dapat dirubah (reversible) :

  a. Hipertensi

  b. Penyait jantung

  c. Kolestrol tinggi

  d. Obesitas

  e. Diabetes Melitus

  f. Polisetemia

  g. Stress emosional

  Faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible) :

  a. Jenis kelamin (pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding dengan wanita) b. Usia (makin tua usia makan akan lebih besar kemungkinan terkena stroke) c. Keturunan (adanya riwayat dari keluarga yang terkena stroke). Kebiasaan hidup :

  a. Merokok

  b. Peminum beralkohol

  c. Obat-obatan terlarang d. Aktivitas yang kurang sehat (kurang olahraga, makan berkolestrol).

10. Penatalaksanaan

  Penatalaksanan yang dilakukan pada pasien stroke (Wijaya dan Putri, 2013) adalah sebagai berikut :

  a. Penatalaksanan umum 1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat , posisi lateral 2) Dekubitus bila disertai muntah.

  3) Boleh di mulai mobilisasi 4) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila 5) Perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil AGD.

  6) Kosongkan kandung kemih dengan kateter bila penuh. 7) Kontrol tekanan darah dipertahankan normal. 8) Suhu tubuh harus dipertahankan.

  9) Nutrisi perorfal hanya boleh di berikan setelah tes fungsi 10) Menelan baik bila terdapat gangguan menlan atau pasien yang kesadarannya menurun dianjurkan pasang NGT.

  11) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.

  b. Penatalaksanaan Medis 1) Trombolitik (streptokinase) 2) Anti platelet/anti trombolitik (asetosol,mticlopidin, cilostazol, dipiridamol).

  3) Antikoagilan (heparin) 4) Hemorrhagea (pentoxyfilin) 5) Antagonis serotonin (Noftidrofuryl) 6) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam).

  c. Penatalaksanaan Khusus/Komplikasi 1) Atasi Kejang 2) Atasi TIK yang meninggi manitol, gliserol, furosemid, intubasi, stroid dll).

  3) Atasi dekompresi (kraniotomi) 4) Untuk penatalaksanaan factor resiko 5) Atasi hipertensi 6) Atasi hiperglikemia Atasi hiperurisem

A. Asuhan Keperawatan Pasien Stroke

1. Pengkajian

  Berikut adalah pengkajian stroke (Wijaya dan Putri, 2013):

a. Pengkajian

  1) Identitas klien Umur,jenis kelamin, ras suku, bangsa dll.

  2) Keluhan Utama Keluhan klien adalah kelemahan pada anggota gerak dan kelemahan otot ekstremitas.

  3) Riwayat kesehatan dahulu Riwayat hipertensi,riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, kolestrol,obesitas,, hipertensi, riwayat DM, serta konsumsi alkohol. 4) Riwayat kesehatan sekarang

  Kehilangan komunikasi, gangguan persepsi ,kehilangan motorik ,merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi dan paralisis (hemiplagia), merasa mudah lelah, susah beristirahat. 5) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga.

b. Pemeriksaan dasar

  1) Aktivitas/istirahat Merasa kesulitan untuk aktivitas karena kelemahan, kehilangan atau paralisis, merasa mudah lelah, susah beristirahat nyeri kejang otot, ganggan tonus, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran;

  2) Sirkukasi Adanya penyakit jantung, hipotensi arterial berhubungan dengan embolisme, frekuensi nadi berubah karena ketidakefektifan jantung;

  3) Integritas ego Perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi labil, kesulitan untk mengekspresikan diri;

  4) Eliminasi Perubahan pola berkemih seperti inkotinensia urine, distensi abdomen, bising usus (-);

  5) Neurosensori Adanya sinkope/pusing, sakit kepala, kelemahan kesemutan, penglihatan menurun, hilangnya rangsangan sensori kontra lateral pada wajah, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, status mental, kehilangan kemampuan motorik;

  6) Nyeri Sakit kepala dengan intensitas berbeda, gelisah;

  7) Pernafasan Merokok,batuk, hambatan jalan nafas, suara tambahan;

  8) Interaksi sosial Masalah berbicara tidak mampu berinteraksi.

c. Pemeriksaan fisik

  1) B1 (Breathing)

  a) Inspeksi Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesaknapas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.Pada klien dengan tingkat kesadaran, compos mentis, pengkajian inspeksipernapasannya tidak ada kelainan

  b) Auskultasi Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

  c) Palpasi Palpasi toraks didapatkan taktil premitusseimbang kanan dan kiri.

  2) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadipeningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200mmHg).

  3) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 4) B4 (Bladder)

  Pada saat mengalami stroke pasien juga mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

  5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan dasar nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkotinensia urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 6) B6 (Bone)

  Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dengan otak.

d. Pemeriksaan diagnostik

  Pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke (Tarwoto, Wartonah, Suryati, 2007) adalah: 1) Hasil rontgen kepala dan medula spinallis; 2) Ct –Scan (mengetahui area infark, edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel otak); 3) EEG (Elektro Encephalogi) mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi secara spesifik;

  4) Lumbal pungsi yang menunjukkan adanya tekanan normal; 5) MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan daerah yang mengalami infark hemoragik, malformasi arteriovena;

2. Diagnosa keperawatan

  Diagnosa Keperawatan pada pasien stroke (Tarwoto, Wartonah, Suryati, 2007) adalah :

  a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah arteri terhambat; b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan; c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot; d. Gangguan komunikasi verbal/ non verbal berhubungan dengan neuromuskuler, kelemahan umum kerusakan pada area broca.

3. Intervensi (Perencanaan)

  Intervensi keperawata pada pasien stroke (Rendy & Margareth, 2012) adalah :

  a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah arteri terhambat; Kriteria hasil: Tekanan darah dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, tidak terjadi penurunan kesadaran Intervensi: 1) Monitor tekanan darah setiap 4 jam sekali 2) Pertahankan tirah baring dan posisi semi fowler 3) Pantau hasil lab dan creatinin 4) Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin 5) Kolaborasi pemberian anti hipertensi b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.

  Kriteria hasil: Tidak ada kontrtaktur, klien berpartisipasi dalam program latihan klien mencapai keseimbangan saat duduk, kekuatan otot otot meningkat .

  Intervensi: 1) Berikan posisi yang benar 2) Berikan posisi tidur yang tepat 3) Berikan papan kaki

  4) Cegah adduksi bahu 5) Atur posisi tangan dan jari diposisikan sedikit fleksi lengan ditempatkan agar supinasi 6) Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali 7) Siapkan pasien untuk ambulasi

  c. Gangguan komunikasi verbal (Menurut Tarwoto,Wartonah,Suryati, 2007).

  Kriteria hasil: Mampu menggunakan metode komunikasi yang efektif baik secara verbal maupun non verbal, mampu mengkomunikasikan kebutuhan dasar dan mengekspresikan diri sendiri dan orang lain. Intervensi: 1) Kaji kemampuan komunikasi adanya gangguan bahasa dan bicara 2) Pertahankan kontak mata dengan pasien 3) Berikan respon terhadap perilaku non verbal 4) Konsul dengan terapist wicara

  d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot Kriteria hasil : Dapat menampilkan aktivitas perawatan secara mandiri, serta dapat mendemonstrasikan perubahan dalam merawat diri : mandi, bab, bak, makan, berpakaian. Intervensi: 1) Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri

  2) Pantau kebutuhan klien 3) Berikan bantuan sepenuhnya hingga pasien dapat melakukan mandiri 4) Dukung klien untuk mellakukan aktivitas 5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.

4. Implementasi (Pelaksanaan)

  Implementasi yang dilakukan pada pasien stroke (Tarwoto, Wartonah, Suryati, 2007) adalah :

  a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah arteri terhambat: 1) Mengkaji status neurologik 2) Mengkaji tingkat kesadaran pasien 3) Memonitor tanda-tanda vital 4) Menghitung irama denyut nadi 5) Mempertahankan posisi pasien bedrest 6) Membantu pasien untuk pemeriksaan diagnostik

  b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot 1) Mengkaji kemampuan motorik 2) Mengajarkan pasien melakukan ROM 3) Mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi 4) Membantu melakukan aktivitas

  c. Gangguan komunikasi verbal 1) Mengkaji kemampuan berbicara pasien 2) Mempertahankan kontak mata dengan pasien

  3) Memberikan respon komunikasi non verbal 4) Mengkonsultasikan dengan terapis wicara

5. Evaluasi

  Evaluasi keperawatan yang membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat (Dermawan, 2012).

  a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Peningkatan GCS menjadi composmentis, Tekanan darah dalam ambang normal b. Hambatan mobilitas fisik

  Terdapat peningkatan kekuatan otot ekstremitas, berupa kemampuan untuk menggenggam.

  c. Gangguan komunikasi verbal Peningkatan kemampuan bicara meningkat, pelo berkurang.

B. Penerapan Latihan ROM (Range Of Motion) pada pasien dengan penyakit stroke.

1. Pengertian Range Of Motion (ROM)

  ROM (Range of motion) merupakan kumpulan pergerakan maksimum yang dapat dilakukan pada sendi dengan berlatihan melakukan beberapa gerakan untuk meningkatkan kekuatan otot (Perry & Potter, 2010)

  ROM (Range Of Motion) adalah gerakan dalam keadaan normal yang dapat dilakukan oleh sendi bersangkutan (Suratun,2008).

  2. Jenis Range Of Motion

  Klasifikasi ROM (Suratun,Heryati,Manurung,& Raenah,2008) adalah sebagai berikut: a. ROM aktif adalah Latihan yang di berikan kepada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.

  b. ROM pasif adalah Latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan. Indikasi ROM aktif adalah semua pasien yang dirawat dan mampu melakukan ROM sendi dan kooperatif.

  3. Tujuan Range Of Motion

  Tujuan range of motion(Johnson, 2005) adalah sebagai berikut:

  a. Mempertahankan tingkat fungsi yang ada dan mobilitas ekstermitas yang sakit.

  b. Mencegah Kontraktur dan pemendekan struktur muskuloskeletal.

  c. Mencegah Komplikasi vaskular akibat imobilitas.

  d. Memudahkan kenyamanan. Sedangkan tujuan latihan Range Of Motion(Suratun,Heryati,Manurung,& Raenah, 2008) adalah: a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot.

  b. Memelihara mobilitas persendian.

  c. Merangsang sirkulsi darah. d. Mencegah kelainan bentuk

  4. Manfaat Range Of Motion (ROM)

  Manfaat latihan ROM (Potter & Perry, 2005) adalah sebagai berikut :

  a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang otot dalam melakukan pergerakan.

  b. Mengkaji tulang sendi dan otot.

  c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi.

  d. Memperlancar sirkulasi darah e. Memperbaiki tonus otot.

  f. Meningkatkan mobilitas sendi.

  g. Memperbaiki kelemahan pada otot.

  5. Prinsip Range Of Motion

  Prinsip dasar latihanrange of motion(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008) yaitu :

  a. ROM harus di ulangi sekitar 8 kali dan di kerjakan minimal 2kali sehari b. ROM dilakukan Perlahan dan hati-hati sehinga tidak melelahkan pasien.

  c. Dalam Merencanakan program latihan ROM (range of motion), Memperhatikan umur pasien,diagnosis,tanda vital, dan lamanya tirah baring.

  d. ROM sering di programkan oleh dokter dan di kerjakan oleh ahli fisioterapi e. Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM (Range Of Motion) adalah jari, lengan,siku, bahu,tumit atau pergelangan kaki.

  f. Rom dapat dilakukan pada semua persendian yang di curigai mengurangi proses penyakit.

  g. Melakukan ROM (Range Of Motion) harus sesuai waktunya,misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.

6. Gerakan ROM :

Gambar 2.3 (Gerakan Lengan Tangan)Gambar 2.4 (Gerakan telapak tangan)Gambar 2.5 (Gerakan Pergelangan Tangan) Gambar 2.6(Gerakan jari-jari)Gambar 2.7 (Gerakan kaki)Gambar 2.8 (Gerakan telapak kaki)

C. Kekuatan otot

1. Definisi

  Kekuatan otot adalah kemampuan menggunakan tekanan maksimum yang berlawanan (Rusli, 2009).

  Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi dan menghasilkan gaya. Ada banyak hal yang bisa mempengaruhi kekuatan otot, seperti cedera, operasi, atau peyakit tertentu. Malas berolahrga juga dapat menurunkan kekuatan otot yang dapat membuat seseorang rentan mengalami cedera saat beraktivfitas (Carpenito, 2009).

  Smelthzer & Barre (2006) kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0-5 yaitu : Cara Pemeriksan kekuatan otot dengan memerintahkan pasien stroke mengangkat tangan setinggi-tingginya atau sekuat-kuatnya.

  Jika:

  Tabel 2.1

  Skala kekuatan otot MMT (Manual Muscle Testing) Skala Deskripsi

  5 Kekuatan utuh terdapat gerakan penuh, dapat melawan gaya berat (gravitasi) dan dapat melawan tahanan penuh dari pemeriksa

  4 Terdapat gerakan dapat melawan gaya berat (gravitasi) dan dapat melawan tahanan ringan yang diberikan.

  3 Terdapat gerakan normal, tetapi hanya dapat melawan gaya berat (gravitasi).

  2 Terdapat gerakan,tetap gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi).

  1 Tidak ada gerakan, tetapi terdapat kontrksi otot saat dilakukan palpasi atau kadang terlihat Paralisis total, tidak ada kekuatan sama sekali.

  Sumber : Smelthzer & Barre (2008).

  2. Faktor yang mempengaruhi kekuatan otot.

  a. Usia Sampai usia pubertas, kecepatan perkembangan kekuatan pria sama dengan wanita. Baik pria maupun wanita mencapai puncak pada usia kurang 25 tahun, kemudian akan menurun 65%-70% pada usia 65 tahun.

  b. Jenis Kelamin Perbedaan kekuatan otot pada pria dan wanita (rata-rata) kekuatan otot wanita 2/3 dari pria), disebabkan karena ada perbedaan otot dalam tubuh.

  c. Suhu Otot Kontraksi otot akan lebih cepat bila suhu otot sedikit lebih tinggi pada suhu normal .

  3. Pemeriksaan kekuatan otot.

  Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual dengan acuan skala MMT (manual

  

muscle testing). Pemeriksaan ini ditunjukkan untuk mengetahui

  kemampuan peningkatan otot sebagai respon motorik. Salah satu hasil evaluasi dari latihan rentang gerak ROM (Range Of Motion) adalah kekuatan otot, hal ini karena kekuatan otot merupakan hal yang paling dominan yang mengalami penurunan fungsi pada ekstremitas pasien stroke di bandingkan dengan gerakan otot. Kekuatan otot dapat dievaluasi secara aktif melawan gravitasi dan melawan tahanan yang diberikan pemeriksa (Yanti,2011).

  Marlina (2011) mengungkapkan bahwa pelaksanaan latihan ROM (Range Of Motion) pada pasien stroke secara intens, terarah, dan teratur, maka dapat mempengaruhi kemampuan motorik pasien untuk meningkatkan kemandirian. Setelah latihan ROM dilakukan maka pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari sehingga pasien pulang tidak lagi ketergantungan pada perawat dan keluarga ataupun orang lain.

  Dalam penelitian Mutaqin (2008) latihan ROM dilakukan selama 1 minggu dan 2 minggu, 1 hari 2 kali yaitu pagi dan sore selama 1-15 menit latihan ini memberikan kemajuan yang signifikan dalam peningkatan kekuatan otot.

  Penelitian yang dilakukan Astrid (2008) menerapkan latihan ROM pada pasien stroke dengan frekuensi 4 kali sehari, dan didapatkan peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional klien.

  Begitupun dengan Claudia ET al (2013) dalam penelitiannya latihan range of motion dilakukan sebanyak 5 kali sehari dalam waktu 10 menit dan dilakukan sebanyak 8 kali latihan. Sementara itu Puspitawati (2010) melakukan penelitian dengan membandingkan latihan ROM 1 kali sehari dengan 2 kali sehari, dari hasil penelitian didapatkan bahwa latihan ROM 2 kali sehari lebih efektif meningkatkan kekuatan otot di bandingkan dengan range of motion 1 kali sehari.

  Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan secara rutin dengan melakukan pengkajian minimum kekuatan otot berupa kemampuan pasien dalam menggenggam dan mendorong. Untuk pemeriksan secra lengkap pada ekstremitas atas dapat dilalukan dengan melakukan pemeriksaan berupa fleksi dan ekstensi siku, fleksi dan ekstensi jari- jari, adduksi dan abduksi jari tangan (Orlando Health, 2009).

D. Kekuatan Genggam Tangan

  1. Definisi

  Kekuatan genggam tangan adalah metode yang umum digunakan untuk memperkirakan kekuatan otot ekstremitas atas. Ini telah digunakan secara sukses untuk memperkirakan komplikasi dan kematian pasca operasi dan secara langsung berhubungan dengan status nutrisi (Pieterse, 2008).

  2. Fisiologi genggam tangan

  Karakteristik bentuk tangan disesuaikan dengan salah satu fungsinya sebagai alat penggenggam. Kemampuan menggenggam ini dapat dilakukan dengan posisi ibu jari berlawanan dengan posisi jari- jari yang lain, sementara jari-jari berfleksi penuh. Jari-jari tersebut bekerja sebagai sepasang alat mencengkram dan telapak tangan kemudian dibutuhkan sebagai dasar, sehingga sebuah benda dapat di genggam (Kamarul et, al, 2006).

  3. Pengukuran Kekuatan Genggam Tangan

  Pengukuran kekuatan genggam tangan menggunakan alat, yaitu dengan menggunakan Handgrip Dynamometer. Dynamometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan genggam otot tangan dan lengah bawah (Brown, Miller & Eason,2006).

  4. Nilai Normal Kekuatan Genggam Tangan

  Standar kekuatan genggam tangan berdasarkan pada usia dan BB adalah sebagai berikut.

  

Tabel 2.2

  Standar Normal Kekuatan Genggam Tangan Dalam Kg (CAMRY)

  Umur Pria Wanita (tahun)

  Weak Normal Strong Weak Normal Strong (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) 10 – 11 < 12.6 12.6 – 22.4 > 22.4 < 11.8 11.8 – 21.6 > 21.6

  12 – 13 < 19.4 19.4 – 31.2 > 31.2 < 14.6 14.6 – 24.4 > 24.4 14 – 15 < 28.5 28.5 – 44.3 > 44.3 < 15.5 15.5 – 37.3 > 27.3 16 – 17 < 32.6 32.6 – 52.4 > 52.4 < 17.2 17.2 – 29.0 > 29.0 18 – 19 < 35.7 35.7 – 55.5 > 55.5 < 19.2 19.2 – 31.0 > 31.0 20 – 24 < 36.8 36.8 – 56.6 > 56.6 < 21.5 21.5 – 35.3 > 35.3 25 – 29 < 37.7 37.7 – 56.5 > 56.5 < 25.6 25.6 – 41.4 > 41.4 30 – 34 < 36.0 36.0 – 55.8 > 55.8 < 21.5 21.5 – 35.3 > 35.3 35 – 39 < 35.8 35.8 – 55.6 > 55.6 < 20.3 20.3 – 34.1 > 34.1 40 – 44 < 35.5 35.5 – 55.3 > 55.3 < 18.9 18.9 – 32.7 > 32.7 45 – 49 < 34.7 34.7 – 54.5 > 54.5 < 18.6 18.6 – 32.4 > 32.4 50 – 54 < 32.9 32.9 – 50.7 > 50.7 < 18.1 18.1 – 31.9 > 31.9 55 – 59 < 30.7 30.7 – 48.5 > 48.5 < 17.7 17.7 – 31.5 > 31.5 60 – 64 < 30.2 30.2 – 48.0 > 48.0 < 17.2 17.2 – 31.0 > 31.0 65 – 69 < 28.2 28.2 – 44.0 > 44.0 < 15.4 15.4 – 27.2 > 27.2 70 – 99 < 21.3 21.3 – 35.1 > 35.1 < 14.7 14.7 – 24.5 > 24.5

  

Sumber: Electronic Hand Dynamometer Instruction Manual,

(CAMRY)

Dokumen yang terkait

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION PADA EKSTREMITAS ATAS DENGAN BOLA KARET TERHADAP KEKUATAN OTOT PASIEN STROKE NON HEMORAGI DI RUANG RAWAT STROKE RSSN BUKITTINGGI TAHUN 2012

2 2 6

PERBEDAAN PEMBERIAN KOMBINASI TERAPI CERMIN DAN ROM (MIRROR THERAPY & RANGE OF MOTION) DENGAN ROM TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS & TAHAP PENERIMAAN DIRI PADA KLIEN STROKE DENGAN HEMIPARESIS DI RUANG VII RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA Repository -

0 5 6

PERBEDAAN PEMBERIAN KOMBINASI TERAPI CERMIN DAN ROM (MIRROR THERAPY & RANGE OF MOTION) DENGAN ROM TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS & TAHAP PENERIMAAN DIRI PADA KLIEN STROKE DENGAN HEMIPARESIS DI RUANG VII RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA Repository -

0 0 161

TUGAS AKHIR - DIARE PADA AN. R DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DIRUANG CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15

GAMBARAN TINGKAT PRE EKLAMSI DENGAN KEJADIAN SEKSIO CAESARIA DI RSUD GOETHENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSEPSI IBU TERHADAP STRATEGI KOPING IBU PADA ANAK THALASEMIA YANG MENJALANI TRANSFUSI DI RSUD dr. R. GOETHENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 17

HIPERTERMI PADA AN. R DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 16

EFEKTIFITAS FREKUENSI PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 15

A. Latar Belakang Masalah - EFEKTIFITAS FREKUENSI PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 12

PENERAPAN LATIHAN ROM (RANGE OF MOTION) TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT STROKE DI RSUD dr. R GOETHENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15