PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBENTUK DIKTAT UNTUK SISWA SMK KELAS X PADA MATERI BARISAN DAN DERET DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Ajar

  1. Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar

  Depdiknas, 2008: 6). Menurut Widodo dan Jasmadi (2008: 40) bahan ajar merupakan seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisi materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Dikmenjur dalam Depdiknas (2008: 6) bahan ajar merupakan seperangkat materi pembelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar dapat didefinisikan sebagai seperangkat materi yang disusun dengan tampilan yang menarik dan sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa untuk belajar secara mandiri.

  2. Penyusunan Bahan Ajar Menurut Depdiknas (2008: 2) bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran, melalui bahan ajar siswa dapat lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar tidak hanya bermanfaat bagi

  6 siswa, namun juga bermanfaat bagi guru agar lebih sistematis dan terurut dalam melaksanakan pembelajaran. Bahan ajar harus dikembangkan sesuai dengan aturan-aturan pengembangan bahan ajar.

  Menurut Widodo dan Jasmadi (2008: 42) rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam pembuatan bahan ajar adalah: 1) Bahan ajar harus disesuaikan dengan siswa yang sedang mengikuti proses belajar mengajar.

  2) Bahan ajar diharapkan mampu mengubah tingkah laku siswa. 3) Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik diri siswa.

  4) Di dalam bahan ajar telah mencakup tujuan kegiatan pembelajaran yang spesifik.

  5) Bahan ajar harus memuat materi pembelajaran secara rinci, baik untuk kegiatan maupun latihan, untuk mendukung ketercapaian tujuan. 6) Terdapat evaluasi sebagai umpan balik dan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik.

  Proses penyusunan materi pembelajaran dalam penulisan bahan ajar, harus disusun secara sistematis sehingga bahan ajar tersebut dapat menambah pengetahuan dan kompetensi siswa secara baik dan efektif. Bahan ajar digunakan oleh guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

  Berdasarkan teknologi yang digunakan, media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat kategori sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 11-15):

  1) Bahan ajar cetak (printed), seperti: handout, buku diktat, lembar kegiatan siswa (LKS), brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan model/maket. 2) Bahan ajar dengar (audio), seperti: kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.

  3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual), seperti: video compact disk dan film.

  4) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material), seperti: CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interktif, dan bahan ajar berbasis web (web based

  learning materials ).

  Bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat beraneka ragam, maka pengajar dapat memilih salah satu atau beberapa diantaranya untuk digunakan dalam menyusun strategi pembelajaran. Bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian pengembangan ini adalah bahan ajar cetak berbentuk diktat.

B. Diktat

  Diktat adalah catatan tertulis suatu mata pelajaran atau bidang studi yang dipersiapkan guru untuk mempermudah/ memperkaya materi mata pelajaran/ bidang studi yang disampaikan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dapat dikatakan bahwa diktat adalah buku yang diedarkan dalam lingkup terbatas (umumnya hanya digunakan oleh guru yang membuat), dalam bentuk yang lebih sederhana, cakupan isinya lebih sedikit.

  Pada hakekatnya diktat adalah buku pelajaran yang masih mempunyai keterbatasan, baik dalam jangkauan penggunaannya maupun cakupan isinya.

  Yang membedakan diktat dengan buku pelajaran antara lain:

  1. Diktat umumnya disusun oleh guru untuk keperluan mengajarnya sendiri

  2. Diperbanyak dan diedarkan secara terbatas

  3. Cakupan isi diktat umumnya terbatas

  4. Cukup banyak diktat setelah disempurnakan pada akhirnya menjadi buku pelajaran. Sering dikatakan bahwa diktat adalah calon buku pelajaran.

  Dengan demikian kerangka isi diktat yang baik seharusnya tidak berbeda dengan buku pelajaran. Namun karena masih digunakan di kalangan sendiri, beberapa bagian isi seringkali ditiadakan. Bagian yang seharusnya tetap tersaji pada suatu diktat adalah sebagai berikut: a. Bagian Pendahuluan:

  1. Daftar Isi

  2. Penjelasan Tujuan Diktat Pelajaran

  b. Bagian Isi:

  1. Judul Bab atau Topik Isi Bahasan

  2. Penjelasan Tujuan Bab

  3. Uraian Isi Pelajaran

  4. Penjelasan Teori

  5. Sajian Contoh

  c. Soal Latihan Bagian Penunjang

  d. Daftar Pustaka Dalam penyusunan diklat, perlu dilihat beberapa persyaratan. Persyaratan dalam penyusunan diktat berkaitan dengan: a. Keamanan nasional

  Isi, cara penyajian, bahasa, dan ilustrasi dalam buku diktat selaras dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  b. Isi diktat Dalam menyusun isi diktat sebaiknya memuat sekurang-kurangnya bahan pelajaran minimal yang harus dikuasai siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

  c. Cara penyajian 1) Urutan uraian teratur 2) Penahapan penyajian 3) Sederhana ke kompleks 4) Mudah ke sukar/ sulit 5) Saling memperkuat bahan kajian terkait 6) Menarik minat dan perhatian siswa

  7) Menantang dan merangsang siswa untuk mempelajari diktat 8) Pengorgasisasian dan sistematika penulisan memperhatikan aspek kemampuan siswa d. Bahasa yang digunakan

  9) Menggunakan Bahasa Indonesia yang benar dan baku 10) Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan siswa 11) Istilah, kata-kata, dan simbol-simbol dapat mempermudah pemahaman siswa 12) Menggunakan transliterasi yang telah dibakukan

  e. Ilustrasi 13) Relevan dengan isi buku pelajaran yang bersangkutan 14) Tidak mengganggu kesinambungan antarkalimat, antarparagraf, dan bagian dari keseluruhan isi buku 15) Jelas, baik, dan esensial untuk membantu siswa dalam memahami konsep

C. Matematika

  Matematika (dari bahasa Yunani mathematike) berarti “relating to learning” mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu.

  Kata mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lain yang serupa, yaitu mathanein yang berarti belajar (Suherman, 2003: 15). Russel (dalam Uno dan Umar, 2009: 108) mendefinisikan bahwa matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal itu tersusun baik (konstruktif), secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) dari bilangan bulat ke bilangan pecahan, bilangan riil ke bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, menuju matematika yang lebih tinggi. Pembelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

D. Materi Barisan dan Deret

  Barisan dan Deret merupakan salah satu materi yang diajarkan pada jenjang SMK sesuai dengan standar isi tahun 2006, dengan Standar Kompetensi (SK) materi Barisan dan Deret kelas X adalah menerapkan barisan dan deret dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar (KD) dari Standar Kompetensi materi Barisan dan Deret kelas X antara lain:

  1. Mengidentifikasi pola, barisan dan deret bilangan

  2. Menerapkan konsep barisan dan deret aritmatika

  3. Menerapkan konsep barisan dan deret geometri Berdasarkan SK dan KD di atas, peneliti merumuskan beberapa indikator, yaitu:

  1. Menuliskan rumus suku ke-n suatu barisan bilangan.

  2. Mengubah notasi jumlah suatu deret dalam notasi sigma.

  3. Menentukan rumus suku ke-n barisan aritmatika.

  4. Menentukan rumus jumlah suku ke-n deret aritmatika.

  5. Menentukan rumus suku ke-n barisan geometri.

  6. Menentukan rumus jumlah suku ke-n deret geometri.

  7. Menentukan jumlah suku geometri sampai suku tak hingga.

  8. Menyikapi suatu masalah dengan melihat pola permasalahan.

  Dari indikator-indikator tersebut, nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam pengembangan bahan ajar berbentuk diktat matematika untuk SMA kelas X pada materi Barisan dan Deret di SMK yang meliputi materi pola bilangan, barisan dan deret; barisan dan deret aritmatika; barisan dan deret geometri; deret geometri tak hingga. Dalam penelitian ini akan dikembangkan bahan ajar berbentuk diktat dengan pendekatan kontekstual.

E. Model Pengembangan Buku Diktat

  Dalam penelitian pengembangan ini menggunakan model pengembangan ADDIE. Model pengembangan ADDIE adalah model perencanaan pembelajaran yang efektif dan efisien serta prosesnya bersifat interaktif, dimana hasil evaluasi setiap fase dapat membawa pengembangan pembelajaran ke fase sebelumnya. Menurut Pribadi (2009: 127-137) model pengembangan ADDIE terdiri atas 5 tahapan, yaitu:

  1. Tahap Analisis (Analisys) Tahap ini merupakan dasar dari semua tahapan lainnya. Pada tahap analisis dilakukan analisis kurikulum, analisis bahan ajar, dan analisis karakteristik siswa.

  2. Tahap Desain (Design) Tahap ini terdiri dari kegiatan penyusunan garis-garis besar isi pembelajaran.

  3. Tahap Pengembangan (Development) Tahap ini terdiri dari kegiatan pembuatan teks, grafik, audio, visual, dan animasi. Selanjutnya dilakukan proses pemrograman dengan authoring tools, pengemasan, dan penyuntingan.

  4. Tahap Implementasi (Implementation) Tahap implementasi terdiri dari kegiatan uji coba pemanfaatan produk pengembangan, penyempurnaan atau revisi dan penggandaan.

  5. Tahap Evaluasi (Evaluation) Pada tahap ini efisiensi dan efektifitas pembelajaran diukur melalui kegiatan penilaian untuk mengukur validitas produk, bisa berupa evaluasi formatif yang mencakup, observasi, interview, dan angket. Proses penilaian, termasuk dinilai manfaatnya atau pengaruhnya.

F. Penilaian Kualitas Diktat

  Menurut Nieveen (1999: 127-128) penilaian kualitas produk pendesainan, pengembangan dan pengevaluasian produk harus memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Aspek validitas meliputi 2 hal yaitu: 1) apakah produk yang dikembangkan berdasarkan rasional teoritik yang kuat, 2) apakah terdapat konsistensi internal antara komponen-komponen produk. Aspek kepraktisan meliputi 2 hal yaitu: 1) apakah para ahli dan praktisi menyatakan produk yang dikembangkan dapat diterapkan, 2) apakah secara nyata di lapangan, produk yang dikembangkan dapat diterapkan. Aspek keefektifan meliputi 2 hal yaitu: 1) apakah para ahli dan praktisi menyatakan bahwa produk tersebut efektif, 2) apakah dalam operasionalnya model tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Dalam penelitian pengembangan ini, kualitas diktat dinilai dari:

  1) Aspek Kevalidan Diktat dikatakan valid jika memenuhi kriteria, yaitu: hasil penilaian validator menyatakan bahwa diktat dinyatakan valid dengan revisi atau tanpa revisi, berdasarkan pada landasan teoritik yang kuat. Diktat matematika dengan pendekatan kontekstual dikembangkan dengan memenuhi aspek yang terkandung dalam pendekatan kontekstual dan penyusunan diktat yang baik. Aspek yang harus dipenuhi dalam diktat ini adalah aspek: (1) pendekatan kontekstual; (2) kelayakan isi; (3) kelayakan bahasa; (4) kelayakan penyajian, dan (5) kelayakan grafika.

  2) Aspek Kepraktisan Diktat dikatakan praktis jika memenuhi kriteria yaitu para responden menyatakan bahwa diktat dapat diterapkan di kelas dan bermanfaat. 3) Aspek Keefektifan

  Diktat dikatakan efektif jika memenuhi kriteria yaitu presentase ketuntasan hasil belajar siswa termasuk dalam kategori tinggi atau lebih dari 66%.

G. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

  a. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 255). Masalah kontekstual sangat baik digunakan di awal pembelajaran suatu topik yang baru yang diharapkan agar anak didik dapat ditantang untuk membangun atau menemukan sendiri suatu cara atau suatu pengertian atau sifat tertentu (Soedjadi, 2007: 43).

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran yang membantu guru untuk menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh agar dapat ditantang untuk membangun atau menemukan sendiri suatu cara atau suatu pengertian atau sifat tertentu sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

  Menurut Sanjaya (2006: 256) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual diantaranya: 1) Mengaktifkan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik (activing knowledge).

  2) Memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowledge). 3) Memahami pengetahuan (understanding knowledge). 4) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge ).

  5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

  b. Komponen-komponen dalam Pembelajaran Kontekstual Menurut Sanjaya (2006: 263-268) ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya

  (authentic assessment). Ketujuh komponen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Konstruktivisme (Constructivism)

  Komponen ini merupakan landasan berpikir pembelajaran kontekstual. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintepretasi objek tersebut.

  Pembelajaran kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Karena pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi yang mendasar itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual, siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.

  2) Bertanya (Questioning) Komponen ini merupakan strategi utama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.

  Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

  3) Menemukan (Inquiry) Komponen menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.

  4) Masyarakat Belajar (Learning community) Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain.

  Dalam kelas dengan pendekatan kontekstual, penerapan komponen masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok-kelompok yang anggotanya sedapat mungkin yang heterogen dalam segala hal. Sehingga hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada proses komunikasi dua arah.

  5) Pemodelan (Modeling) Komponen ini menyarankan bahwa pembelajaran pengetahuan dan keterampilan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dengan kata lain, model tersebut dapat berupa contoh cara mengerjakan sesuatu, cara melukis bangun-bangun geometri, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya, dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang dapat ditiru. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.

  6) Refleksi (Reflection) Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan lagi aktivitas yang telah dilakukan atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya dapat berupa pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, membuat rangkuman, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.

  7) Penilaian Nyata (Authentic assessment) Penilaian (assessment) adalah proses pengumpulan data yang dapat memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Penilaian bukan hanya sekedar untuk mencari informasi tentang hasil belajar siswa tetapi juga mengetahui bagaimana prosesnya.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa kemudian membimbing siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep materi yang dipelajari dengan menggunakan tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

H. Kerangka Berpikir

  Dalam pembelajaran matematika siswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran serta memahami konsep dari materi yang dipelajari.

  Siswa harus memiliki kemandirian dalam belajar sehingga pembelajaran berlangsung aktif, kreatif, mandiri, dan efektif. Kenyataannya di lapangan dalam pembelajaran matematika, beberapa kegiatan masih menggunakan pendekatan yang memusatkan pembelajaran pada guru sehingga banyak siswa yang merasa enggan untuk bertanya pada guru.

  Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan keaktifan, kekreatifan, dan kemandirian siswa adalah memanfaatkan diktat dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan diktat dapat menfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu diktat disusun dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran.

  Dalam penelitian ini akan disusun diktat berdasarkan pendekatan kontekstual. Pengembangan diktat ini mengikuti langkah-langkah penyusunan diktat dengan memperhatikan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic

  assessment ). Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk mengetahui cara mengembangkan diktat dengan pendekatan kontekstual dan mengetahui kualitas diktat berdasarkan aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

  Dari uraian di atas, pengembangan diktat matematika untuk SMK kelas X dengan pendekatan kontekstual ini penting karena untuk meningkatkan keaktifan dan kemandirian siswa dalam proses pembelajaran, mempermudah pemahaman siswa terhadap konsep dan materi matematika, serta membantu siswa mencapai standar ketuntasan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah. Jika disajikan dengan suatu bagan, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Siswa SMK kelas X MASALAH

  Pemahaman konsep siswa masih Masih terbatasnya bahan ajar yang relatif kurang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual

  SOLUSI Menyusun diktat dengan pendekatan kontekstual

  ALASAN Siswa dapat belajar mandiri Mendorong siswa meningkatkan di sekolah maupun di luar kemampuan dan menguasai sekolah pemahaman konsep

  Meningkatkan prestasi belajar siswa SMK kelas X Diagram 2.1 Alur Kerangka Berpikir