BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Riska Estriana Lukitasari BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam bidang kehidupan manusia telah

  membawa pengaruh yang besar. Perkembangan tersebut meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial dan budaya. Kehidupan yang sulit dan kompleks menyebabkan bertambahnya stressor psikososial. Sebagian manusia tidak mampu menghindari tekanan hidup yang dialami. Hal itu menjadikan meningkatnya angka gangguan jiwa. Kecenderungan meningkatnya angka gangguan jiwa dikalangan masyarakat saat ini dan yang akan datang, terus menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya komunitas profesi keperawatan (Rasmun, 2004).

  Data dari WHO (2006), terdapat 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa mental pada usia diatas 15 tahun adalah 140 orang per 1000 penduduk dan usia 5-14 tahun prevalensinya 104 per 1000 penduduk (Simanjuntak, 2008). Hasil riset WHO dan World Bank (1998) menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5%, saat ini gangguan jiwa menepati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5% (Rasmun, 2004). Menurut Riskesdas (2007), prevalensi masalah kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Tengah sebesar 12%.

  

1 RSUD Banyumas adalah salah satu rumah sakit yang berada di wilayah Jawa Tengah. Berdasarkan data dari RSUD Banyumas di Instalansi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu pada 2011 terdapat 3.803 pasien gangguan jiwa, 29,89 % diantaranya merupakan pasien halusinasi. Pada bulan Januari-April 2012 terdapat 564 pasien gangguan jiwa, 67,37 % diantaranya merupakan pasien halusinasi. Sebagian besar pasien halusinasi merupakan pasien yang mengalami kekambuhan, dengan rata-rata prevalensi kekambuhan 27,4 % (Rekam Medik RSUD Banyumas, 2012).

  Halusinasi adalah pengindraan tanpa sumber rangsangan eksternal. Hal ini dibedakan dari distori atau ilusi yang merupakan tanggapan salah dari rangsangan yang ada. Pasien merasakan halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata, paling tidak untuk suatu saat tertentu (Kaplan & Sadock, 2010).

  Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu tentang sesuatu, padahal kenyataanya tidak terdapat rangsangan apapun.

  Halusinasi merupakan bentuk kesalahan pengamatan tanpa objektivitas pengindraan dan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat (Sunaryo, 2004).

  Salah satu penyebab gangguan jiwa adalah suasana di rumah meliputi adanya pertengkaran, salah pengertian di antara anggota keluarga, kurang kebahagiaan dan kepercayaan di antara anggota keluarga. Semestinya, keluarga merupakan pendukung utama dalam lingkungan rumah untuk proses penyembuhan dan mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien gangguan jiwa (Suliswati, 2005). Pada pasien halusinasi, keluarga sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis pasien. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan orang yang bersama-sama dengan pasien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan apakah pasien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit (Mulyaningsih, 2010).

  Dukungan keluarga adalah informasi verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimaannya (Suparyanto, 2012). Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional meyakini bahwa mereka dicintai dan disayangi. Dukungan keluarga kepada pasien dapat meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara mandiri.

  Dukungan keluarga dapat mengurangi atau menyangga efek stress serta meningkatkan kesehatan mental individu atau keluarga secara langsung.

  (Friedman, 2010) Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan. Kondisi keluarga yang baik dan mendukung pasien sangat membantu kesembuhan pesien dan memperpanjang rentang kekambuhan. Rendahnya peran keluarga dalam proses pencegahan kekambuhan pasien adalah ketidaktahuan keluarga mengenai tata laksana penderita gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan keluarga, pendidikan yang rendah, serta kelemahan finansial dari keluarga tersebut untuk memberikan pelayanan gangguan jiwa dengan kualitas baik (Tomb, 2003).

  Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana jatuh sakit lagi (biasaya lebih parah dari pada yang terdahulu) dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali. Angka kekambuhan secara positif hubungan dengan beberapa kali masuk rumah sakit, lamanya dan perjalanan penyakit (Wirnata, 2009). Beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stress (Akbar, 2008 dalam Wirnata, 2009).

  Penelitian Yoga (2011) berjudul Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, menjelaskan bahwa dukungan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pasien minum obat. Pada penelitian tersebut juga menjelaskan semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka kepatuhan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi.

  B. Perumusan Masalah Gangguan jiwa di Indonesia masih menjadi masalah yang cukup serius.

  Hal tersebut terbukti dari meningkatnya angka gangguan jwa. Dukungan keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan dan pencegahan pasien gangguan jiwa. Rendahnya tingkat pengetahuan keluarga mempengaruhi dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien. Di RSUD Banyumas banyak terdapat pasien gangguan jiwa yang telah pulang dan kembali ke rumah sakit. Prevalensi kekambuhan pasien gangguan jiwa di RSUD Banyumas sebesar 27,4 %. Pada kasus gangguan jiwa khususnya yang mengalami gangguan orientasi realita, dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah semangat hidupnya. Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran di Instalansi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas”.

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran di Instalansi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas.

2. Tujuan Khusus a.

  Mengetahui karakteristik (jenis kelamin, pendidikan, umur, status keluarga) responden di ruang Bima RSUD Banyumas.

  b.

  Mengetahui dukungan keluarga terhadap pasien gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran di ruang Bima RSUD Banyumas.

  c.

  Mengetahui frekuensi kekambuhan responden dalam 2 tahun terakhir.

  d.

  Mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran di ruang Bima RSUD Banyumas.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Peneliti Mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pada pasien gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.

2. Bagi Profesi Perawat

  Dengan mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pada pasien gangguan jiwa diharapkan profesi perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien sebagai pencegah kekambuhan.

3. Bagi Keluarga

  Keluarga dapat ikut berperan aktif dalam mendukung pasien sehingga mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal dan menjadi masukan pada keluarga agar dapat membantu dalam proses penyembuhan dan pencegahan kekambuhan anggota keluarganya yang terkena gangguan jiwa.

E. Penelitian Terkait

  Penelitian yang hampir sejenis yang pernah dilakukan adalah : 1.

  Yoga (2011) dengan judul “Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. Desain penelitian adalah deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik accidental sampling, dengan instrumen penelitian kuisioner. Hasil analisa statistik menunjukan bahwa dukungan keluarga berhubungan secara positif dengan kepatuhan pasien minum obat (r = 0,566; p = 0,01). Hal tersebut bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada tempat, waktu, sampel, jenis penelitian, cara pengambilan sampel. Pendekatan penelitian ini adalah cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.

  2. Wiyati, Wahyuningsih, Widayanti (2010) dengan judul “Pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat pasien isolasi sosial”. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian eksperimen semu (quasi experiment pre dan post test

  with control group ) cara pengambilan sampel dengan purposive sample.

  Instrumen penelitian yang digunakan kuesioner. Analisa data menggunakan 2 uji yaitu univariat yaitu uji chi square dan bivariat yaitu analisis independent sample t-test dan paired t-test. Hasil penelitian tersebut menunjukan terapi pskikoedukasi keluarga meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor secara bermakna. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada, waktu, sampel, jenis penelitian. Pada penelitian ini jenis penelitian menggunakan deskriptif korelasi. Pendekatan penelitian ini adalah cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.

  3. Kusuma (2009), dengan judul “Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap konsep diri anak dengan thalassemia di Unit Pusat Thalasemia RSUD Banyumas II”. Jenis penelitian tersebut adalah asosiatif. Desain penelitian

  

cross sectional . Pengambilan sampel menggunakan total sampling. Hasil

  penelitian menunjukan bahwa, ada pengaruh yang signifikan antara dukungan keluarga dengan konsep diri anak dimana P value < 0,05 dengan P = 0,009. Penelitian menggunakan analisa bivariat yaitu dengan uji chi square .

  Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada tempat, waktu, sampel, jenis penelitian, cara pengambilan sampel Pada penelitian ini jenis penelitian menggunakan deskriptif korelasi. Pendekatan penelitian ini adalah cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.