1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Ninda Nila Insani BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus

  kekerasan atau agresivitas baik oleh guru terhadap siswa, maupun antar sesama siswa sendiri. Kekerasan yang ditemui tersebut tidak hanya secara fisik tetapi juga secara psikologis. Kekerasan seperti ini (kekerasan yang dilakukan pihak yang merasa dirinya lebih berkuasa atas pihak yang dianggap lebih lemah oleh disebut dengan bullying (Efianingrum, 2009).

  Survei Internasional dari World Health Organization (WHO) terhadap perilaku yang berhubungan dengan kesehatan remaja, menemukan variasi luas dalam tingkat bullying dan korban di kalangan remaja di negara-negara yang berpartisipasi, persentase peserta didik yang dilaporkan menjadi pelaku atau mengambil bagian dalam bullying setidaknya sekali selama masa sekolah berkisar dari yang terendah yaitu 13% anak perempuan dan 28% anak laki-laki di Wales, sampai yang tertinggi yaitu 67% anak perempuan dan 78% dari anak laki-laki di Greenland. Persentase peserta didik yang melaporkan menjadi korban bullying berkisar dari yang terendah yaitu 13% anak perempuan dan 77% anak laki-laki di Greenland (Haynie dkk, 2001).

  1 Data kasus bullying di Amerika di laporkan oleh Josephson Institute of

  Ethnics yang telah melakukan survey pada 43000 remaja, hasilnya 47% remaja

  berusia 15 hingga 18 tahun mengejek siswa lain. National Association of

  

Elementary School Principals (2013) melaporkan bahwa setiap tujuh menit anak

  di bully di lingkungan sekolah, dan setiap bulan ada tiga juta murid absen dari sekolah karena merasa tidak nyaman. Diperkirakan ada 18 juta anak telah di bully pada tahun 2013.

  Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan dari tahun 2011 sampai 2014 tercatat ada 369 pengaduan. Jumlah tersebut 25% berisi pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan ataupun aduan pungutan liar (Republika, 2014). Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan bahwa hampir setiap sekolah di Indonesia memiliki kasus bullying (Herman, 2014). Salah satu alasan utama terjadinya kasus bunuh diri pada anak disebabkan oleh bullying (Bullying in schools a worry in Indonesia; Jakarta

  Globe , 2011; Lahmadara, 2012). Pada tahun 2001-2005 sebanyak 30 anak usia 6-

  15 tahun pernah melakukan atau mencoba bunuh diri. Tahun 2010, Komisi Nasional Indonesia untuk perlindungan anak mencatat 2.339 kasus kekerasan fisik, psikologis, dan seksual terhadap anak, yang 300 adalah mengalami intimidasi (Lahmadara, 2012).

  Penelitian yang dilakukan oleh SEJIWA (2008) tentang kekerasan

  

bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta

  mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 76,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

  Kekerasan yang dilakukan sesame siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekeraan verbal (mengejek) dan kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar yaitu Yogyakarta 77,5% (mengakui ada kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan); Surabaya 59,8% (ada kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan) dan Jakarta 61,1 % (ada kekersan) (Fajrin, 2013).

  Tisna (dalam Riri dkk, 2013) mengemukakan bahwa bullying adalah perilaku agresif dan negative atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalah gunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan untuk menyakiti tergetnya (korban) secara mental atau fisik. Tindak kekerasan baik verbal maupun fisik atau yang disebut bullying biasanya terjadi pada siswa disekolah dan perilaku bullying ini sering kali dilakukan oleh para siswa tetapi mereka tidak mengetahui bahwa yang mereka lakukan merupakan suatu perilaku bullying.

  Menurut Robinson Kathy (2010), bentuk-bentuk perilaku bullying dapat dilakukan secara langsung yang berupa agresi fisik (memukul, menendang) agresi verbal (ejekan, pendapat yang berbau seksual), dan agresi nonverbal (gerakan tubuh yang menunjukan ancaman). Baik anak laki-laki dan perempuan yang melakukan bullying terhadap orang lain secara langsung dan tidak langsung, tetapi anak laki-laki lebih mungkin untuk menggunakan jenis bullying fisik.

  Perempuan lebih mungkin untuk menyebarkan rumor dan menggunakan pengucilan sosial atau isolasi, jenis bullying dikenal agresi asrelational.

  Persepsi tentang bullying ialah kesan atau tanggapan dalam mengelola dan menafsirkan apa yang diterima tentang bullying yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderakanya itu dalam rangka pemberian makna terhadap perilaku bullying.

  Skor yang diperoleh berdasarkan faktor-faktor bullying (Sullivan, 2004 dalam Dina, 2015), yaitu perbedaan (ekonomi, ras, gender), sensoritas, keluarga yang tidak rukun, situasi sekolah yang tidak harmonis (diskriminatif), karakteristik individu, dan pemahaman yang salah. Sedangkan intensi bullying adalah kemungkinan seseorang untuk menampilkan tingkah laku tertentu yang terdiri dari 3 aspek, yaitu attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavior control.

  Kekerasan yang terjadi di sekolah beraneka ragam. Beberapa kasus yang terjadi dalam dunia penddikan banyak membuta berbagai kalangan merasa resah, kekerasan yang terjadi pada siswa banyak menimbulkan korban baik secara fisik maupun secara psikis. Kekerasan yang terjadi di sekolah banyak dilakukan siswa yang mempunyai pamor di sekolah. Jadi, bullying yang berkembang di sekolah dilakukan terhadap siswa yang mempunyai pamor di sekolah terhadap siswa yang tidak mempunyai pamor di sekolah dan mempunyai kekuatan di sekolahan baik kuat secara fisik maupun kuat secara mental (Hurlock, 2010).

  Kenakalan-kenakalan yang berujung tindak kekerasan,penindasan, pengintimindasian dan penghinaan tersebut dikatakan bullying.. Kenakalan remaja khususnya bullying saat ini sedang menjadi fenomena dalam masyarakat luas terutama di lingkungan sekolah. Secara sederhana bullying adalah kekerasan yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti orang lain, sehingga korban akan merasa takut. Bullying muncul disinyalir bukan semata-mata masalah perilaku, melainkan juga masalah persepsi dan kognisi, dengan demikian untuk menanggulanginya dibutuhkan sebuah penanganan yang juga mengintervensi aspek kognisi dan perilaku, Fakta empiris mengenai fenomena bullying di sekolah dengan segenap implikasi psikologisnya, mengisyaratkan perlunya bentuk penanganan dan intervensi nyata terhadap para pelaku bullying. Serangan dari pelaku bullying terjadi dalam suatu konteks sosial orang dewasa umumnya tidak menyadari permasalahan tersebut, dan para remaja rentan untuk terlibat dalam situasi bullying sementara beberapa lainnya tidak mengetahui cara untuk keluar dari situasi tersebut (Deppenas, 2007).

  Peran guru di sekolah untuk mencegah terjadinya perilaku bullying yaitu harus membantu baik para korban bullying dan bullies itu sendiri agar tercipta sebuah lingkungan yang positif antar sesama siswa di sekolah. Dan guru juga harus menerapkan kedisiplinan secara positif akan hak anak yaitu berinterksi bersama anak dengan cara menghormati, berempati, bertoleransi, dan menghargai perbedaan. Dengan menciptakan waktu berkomunikasi guru dapat mengenal sumber timbulnya suatu masalah dan membantu anak dalam menhadapi permasalahan yang dihadapinya, menanamkan kepada siswa agar mempunyai tatakrama dan tata susila, serta menerapkan pendidikan karakter pada siswa.

  Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 2 orang guru di SMP Al-Hikmah 02 Benda Sirampog Brebes tahun 2016, mengatakan bullying merupakan tindakan fisik dan penyebab bullying karena pergaulan jenis-jenis bullying ada bullying fisik dan verbal faktor bullying dari teman lingkungan dan pergaulan, dampak bullying siswa menjadi penakut dan malas untuk datang ke sekolah. Sebanyak 2 orang guru di SMP Muhammadiyah Bumiayu mengatakan bullying yaitu tindakan kekerasan dan mengancam baik secara fisik maupun psikis. Penyebab bullying karena ingin berkuasa ingin diperhatikan merasa senior nama orangtua yang dianggap aneh, lucu, jelek (faktor keluarga). Dampak bullying rasa minder pada diri korban bisa memicu ke tingkat criminal yang lebih tinggi gelisah dan depresi. Jenis-jenis

  

bullying ada bullying fisik dan verbal. Tanda-tanda bullying memiliki fisik yang

  lemah memiliki sedikit teman. Hasil observasi yang dilakukan pada siswa kelas

  VIII B SMP Al-Hikmah 02 dengan jumlah 30 siswa mengatakan bahwa siswa pernah mengalami bullying baik secara fisik, verbal maupun mental. Mereka juga mengalami sebagai pelaku maupun sebagai korban.

  Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Persepsi guru terhadap perilaku bullying pada anak SMP AL- HIKMAH 02 Benda Sirampog Brebes”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut “Bagaimanakah persepsi guru terhadap perilaku bullying pada anak SMP AL-HIKMAH 02 Benda Sirampog Brebes

  ?” C.

   Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi guru terhadap perilaku bullying pada siswa SMP Al-Hikmah 02 Benda Sirampog Brebes pada tahun 2017.

  2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui persepsi tentang bullying.

  b. Mengetahui persepsi tentang bentuk bullying c.

   Mengetahui persepsi tentang dampak bullying

  d. Mengetahui persepsi tentang penanganan bullying e. Mengetahui persepsi tentang pencegahan bullying.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman peniliti tentang persepsi guru terhadap perilaku

  bullying pada siswa SMP

  2. Bagi Responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan wawasan responden dalam mengetahui perilaku bullying di sekolah.

  3. Instansi Terkait (Bidang Pendidikan) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dan data tentang persepsi guru terhadap perilaku Bullying pada anak SMP, sehingga para guru mengetahui pengaruh terjadinya bullying, faktor penyebab perilaku

  bullying , dampak bagi korban bullying, dan bagaimana cara menghindari terjadinya perilaku pada bullying pada siswa.

  4. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penunjang dalam referensi ilmu tentang persepsi guru terhadap perilaku bullying pada anak SMP.

  E. Penelitian Terkait

  1. Kurniati (2014 ), dengan judul “Hubungan antara persepsi terhadap pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP

  ”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku

  

bullying . Persamaan: sama-sama meneliti perilaku bullying pada siswa SMP.

  Perbedaan: saya meneliti persepsi guru terhadap perilaku bullying. Sedangkan, pada penelitian Indah Kurniati meneliti tentang persepi terhadap pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP.

  2. Halimah, dkk., (2015) , dengan judul “Persepsi pada Bystander terhadap

  Intensitas Bullying pada Siswa SMP ”. Hasil penelitian tersebut menunjukan terdapat pengaruh positif persepsi pada bystander terhadap intensitas bullying dengan nilai r sebesar 0,343 dan signifikansi atau p sebesar 0,017. Adapun nilai sumbangan efektif sebesar 11,8%. Dengan demikian, peran orang yang hadir di lokasi terjadinya bullying dapat meningkatkan intensitas atau meningkatkan kemungkinan berulangnya perilaku bullying pada siswa SMP di Makasar. Persamaan : sama-sama meneliti perilaku bullying pada siswa SMP. Perbedaan : saya meneliti tentang persepsi guru terhadap perilaku

  

bullying sedangkan penelitian dari Andi,dkk meneliti tentang persepsi

bystander terhadap intensitas bullying.

  3. Budiarti (2013) , dengan judul “Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam Mencegah Terjadinya Bullying pada Siswa SMK

  ”. Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya bentuk bullying yang dilakukan oleh para siswa dalam bentuk verbal dan non verbal. Persamaan : sama-sama menggunakan penelitian metode kualitatif. Perbedaan : saya meneliti tentang Persepsi Guru Terhadap Perilaku Bullying pada Anak SMP. Sedangkan penelitian Suci Budiarti meneliti Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam Mencegah Terjadinya Bullying pada Siswa SMK.

  4. Bynoe (2016), dengan ju dul “Physical Bullying Intervention Strategies –

  

Teachers’ Perspectives: A Guyanese Study”. Jenis penelitian kualitatif. Hasil

  penelitian menunjukkan bahwa tiga yang paling umum digunakan strategi untuk memerangi intimidasi fisik yang diskusi dengan peserta didik tentang peraturan sekolah yang berkaitan dengan intimidasi fisik, diskusi dengan orang tua tentang insiden intimidasi fisik, dan pengajaran keterampilan sosial untuk peserta didik. Persamaan : Metode yang digunakan jenis penelitian kualitatif. Perbedaan : Penelitian Bynoe meneliti tentang strategi untuk mengatasi Physical Bullying Intervention.

  5. Heath (2010), dengan judul “Adolescents Perceptions of Bullying Involving

  

Male Relational Aggression: Implications for Prevention and Intervention

”.

  Metode yang digunakan adalah penelitian survey kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih mungkin alasan penyebab, dan menyalahkan korban. Persamaan : Metode yang digunakan kualitatif. Perbedaan : Heath meneliti tentang persepsi remaja dari bullying berupa Implikasi untuk Pencegahan dan Intervensi"