BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar - PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN KELAS V SD DI UPTD KUWARASAN KEBUMEN - repository

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori

1. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar

  Prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan yang diperoleh selama proses belajar. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari seberapa jauh pemahaman siswa dalam penguasaan materi pembelajaran selama jangka waktu tertentu terhadap sesuatu yang dikerjakan, dipelajari, dipahami dan diterapkan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hamdu & Agustina (2011: 91-95) bahwa suatu keberhasilan dapat didapatkan dengan mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.

  Siswa yang nilai rapornya tinggi prestasi belajarnya tinggi, sedangkan yang nilainya rendah prestasi belajarnya rendah. Semua pelaku pendidikan (siswa, orang tua atau wali dan guru) pasti menginginkan tercapainya sebuah prestasi belajar yang tinggi, karena prestasi belajar yang tinggi merupakan salah satu indikator keberhasilan proses belajar. Beranjak dari pemikiran tersebut, kenyataannya tidak semua siswa mendapatkan prestasi belajar yang tinggi dan terdapat siswa yang mendapatkan prestasi belajar yang rendah. Tinggi dan rendahnya

  9 prestasi belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi banyak faktor. Prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa selama proses belajarnya. Keberhasilan itu ditentukan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Menurut Mahmud (1989: 84-87), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa mencakup, sebagai berikut: 1) Faktor Internal

  Faktor internal sebagai faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, yang terdiri dari (Need for Achievement) Mc Clelland (dalam Nasution, 2005: 31-38) yaitu kebutuhan, dorongan dan motivasi untuk berprestasi. Siswa menyadari bahwa prestasi menjadi dasar dalam diri bukan karena paksaan orang lain. Berbicara mengenai kebutuhan, dorongan, dan motivasi, ketiga hal tersebut muncul karena kesadaran yang ditumbuhkan oleh diri sendiri. Kesadaran pada diri sendiri, dapat menampilkan kualitas pada diri siswa bahwa prestasi tidak hanya mengharapkan prestasi yang tinggi, namun memberi rasa kepuasaan pada diri sendiri cara mencapai prestasi tersebut. Suatu keberhasilan dapat memberikan rasa kepuasaan saat melakukan suatu usaha sendiri dan bukan unsur paksaan melainkan prestasi diraih dari belajar yang sudah ditanamkan pada diri bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan. Prestasi belajar yang diraih menjadi suatu kepuasaan, bahwa prestasi tersebut diraih dari usaha yang maksimal dan diciptakan sendiri sebagai kebutuhan.

  2) Faktor Eksternal Salah satu faktor yang mempengaruhi pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah lingkungan. Lingkungan menjadi faktor di mana seseorang dapat tumbuh dan berkembang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Pendidikan dengan berbagai konsep yang diberikan dan penerapannya, jika seseorang bergaul di lingkungan yang kurang baik, maka bukan mustahil dapat terpengaruh. Dalam dunia pendidikan, lingkungan yang dimaksud adalah tri-pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat (Mulyono, 2013: 58-59).

  Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar. Hal ini dapat berupa sarana prasarana, situasi lingkungan baik yang ada pada lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Prestasi belajar memerlukan dukungan yang menjadikan siswa tergerak dan berkeinginan berubah menjadi lebih baik, dukungan yang pertama dan utama berasal dalam keluarganya, yaitu oleh ayah dan ibu. Orang tua atau wali menjadi sumber motivasi dan keinginan menjadi lebih baik. Dalam fase ini siswa kelas 5 berada pada tahap operasional konkrit lebih tergerak melihat yang ada pada diri orang tua atau wali. Bicara mengenai orang tua atau wali, tidak lepas dari kepribadian siswa yang terbentuk pula dari bagian kepribadian orang tua atau wali. Orang tua atau wali menjadi faktor pertama sumber motivasi dan keinginan siswa berubah menjadi lebih baik, dari faktor orang tua atau wali tersebut faktor lingkungan seperti lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat berpengaruh pada diri siswa. Lingkungan sekolah dan masyarakat menjadi lingkungan yang memberi pengaruh pada perkembangan siswa.

  Keluarga dijadikan motivasi dalam diri siswa untuk suatu kenyamanan dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan kemauan menyadarkan diri sendiri untuk melakukan hal yang sebelumnya kurang baik menjadi lebih baik. Prestasi diciptakan tidak hanya dari dukungan keluarga, tetapi juga diciptakan dari lingkungan sekolah dan masyarakat. Dukungan keluarga, guru dan masyarakat mempengaruhi siswa mengelola diri untuk dapat mengatur terciptanya suatu prestasi belajar dengan suasana hati yang nyaman sehingga dapat fokus ketika mendapatkan pembelajaran atau hal-hal yang baru yang dapat menghantarkan diri terhadap suatu keberhasilan.

  Faktor yang berasal dari prestasi belajar siswa di sekolah 30% dipengaruhi oleh lingkungan dan 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa (Sudjana dalam Mulyaningsih, 2014:442). Faktor lingkungan diantaranya adalah lingkungan keluarga yang dapat dilihat dari interaksi sosial antara anggota keluarga tersebut. Berdasarkan definisi di atas maka definisi prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil maksimal yang dapat dicapai seseorang setelah belajar, yaitu berusaha untuk menguasai suatu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap sesuai dengan yang diharapkan dari ukuran prestasi belajar pada umumnya.

  Suatu prestasi mempunyai aspek-aspek tersendiri dalam penentuan dan pencapaiannya. Menurut Azwar (Mulyaningsih, 2014: 443) prestasi belajar dapat dilihat dari suatu ranah kognitif meliputi: 1) Pengetahuan (knowledge), kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya. 2) Pemahaman (comprehention, understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas.

  3) Penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan materi pelajaran yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret.

  4) Analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti. 5) Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan.

  6) Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.

  Uraian prestasi belajar di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil maksimal yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar di sekolah berupa perubahan atau perkembangan aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan penerapan (psikomotorik) yang dinyatakan dengan angka.

b. Karakteristik Siswa Kelas V SD

  Kelas V tentunya berbeda dengan siswa yang duduk di bangku kelas lain. Karakteristik tiap siswa berbeda, dalam satu kelas karakteristik siswa dengan satu sama lain sudah berbeda, sedangkan dalam lingkup kelas yang satu dengan yang lain banyak perbedaan. Guru harus memahami karakteristik dalam diri tiap siswa, terutama yang duduk di bangku Sekolah Dasar kelas V. Siswa pada tahapan ini masih senang bermain. Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan unsur permainan di dalam pembelajaran.

  Siswa memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (Piaget dalam Sumirin, 2009:37).

  Dalam teori ini, perkembangan kognitif menekankan bahwa setiap siswa memiliki struktur kognitif yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Berpijak dari pemikiran tersebut, fase perkembangan pada diri siswa di kelas V berada pada fase operasinal konkret. Pada fase ini siswa memperoleh kecakapan untuk menunjukan logika operasional dasar, tetapi hanya melalui pengalaman konkret. Pada usia ini siswa telah mampu berfikir secara logis, fleksibel, mengorganisasi dalam operasi benda konkrit. Siswa belum mampu berfikir secara abstrak, sehingga tidak bermanfaat memberikan pengalaman abstrak pada siswa usia operasional konkret.

  Sekolah memperhatikan keterampilan dan aktivitas seperti menghitung, mengelompokkan, membentuk, dan sebagainya, maka semua itu membantu perkembangan kognitif. Karyawisata ke objek- objek sejarah, ilmu pengetahuan alam melalui percobaan dan melakukan sendiri, menambah kesempatan perkembangan kognitif. Aktifitas siswa pada fase ini dapat dibentuk dengan peraturan-peraturan sekaligus menanamkan kedisiplinan pada siswa yang dibentuk dari kebiasaan. Siswa prasekolah tunduk pada peraturan tanpa mengerti maknanya. Siswa sekolah dasar menaati peraturan karena sudah memahami makna dari peraturan yang dilakukan, karena peraturan mempunyai nilai fungsional.

c. PKn

  Prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Bloom dalam Premana, 2011: 6). Untuk suatu pemikiran itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rahmawati, Sudarma, dan Sulastri, 2014: 2) suatu prestasi belajar dapat diasumsikan tidak dapat pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan yang menjurus dengan perubahan tingkah laku.

  Pendidikan Kewarganegaraan selain memberikan ilmu pengetahuan, dapat mendorong siswa dalam melakukan sesuatu menggunakan moral. Sehingga pada diri siswa tidak hanya muncul harus mendapatkan prestasi baik, tetapi diharapkan mampu untuk mengontrol diri sendiri dalam melakukan segala sesuatu.

  Civic education sebagai "the foundational course work in school

  

designed to prepare young citizens for an active role in their

communities in their adult lives ", pendapat tersebut dikemukakan oleh

  (Cogan, 1999: 4), maksudnya adalah pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan kaum muda agar kelak pada masa dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut.

  Civic education dapat diterapkan dan ditanamkan dari siswa

  tersebut mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh siswa dapat menguasai diri dalam keadaan yang sedang dihadapi, terutama pada kedisiplinan. Siswa sudah membiasakan diri untuk disiplin, maka dengan sendiri sikap tersebut selalu ada. Sejalan dengan pemikiran (Harun, 2013: 304) bahwa keluarga merupakan dasar untuk terbentuknya karakter yang pertama dan utama bagi siswa-siswa. Orang tua atau wali adalah guru dalam pendidikan karakter yang memunyai pengaruh sangat besar dan bertahan lama karena hubungan orang tua atau wali dan siswa berlangsung sepanjang hayat dan tidak dapat diputus.

2. Pola Asuh Keluarga a. Pengertian Pola Asuh

  Bentuk pola asuh orang tua atau wali dapat menampilkan karakteristik kepribadian setiap siswa yang unik dan berbeda beda. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhinya salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan ruang lingkup terkecil namun memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seorang individu.

  Pengasuhan orang tua atau wali merupakan cara orang tua atau wali menanggapi kebutuhan dan tuntutan siswa, cara mendisiplinkan siswa, dan dampak yang diberikan bagi perkembangan siswa selanjutnya (Baumrind dalam Pertiwi & Juneman, 2012:5-6). Dalam penelitiannya, Junaidi (2013: 1-5) memaparkan bahwa siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik rata-rata orang tua atau wali selalu memulai pembicaraan atau komunikasi saat dirumah. Dari saling tegur sapa orang tua atau wali dengan siswa, pada saat itu dapat terjadi komunikasi orang tua atau wali menanydapat keadaan belajar siswa disekolah. Beberapa siswa yang prestasi standar bahkan ada yang dibawah standar mengatakan bahwa hasil prestasi rendah disebabkan kurangnya motivasi atau dukungan dari orang tua atau wali sehingga semangat dan tanggung jawab terhadap pendidikan semakin berkurang sehingga prestasi belajar menurun. Pada saat siswa mengalami persaingan dalam prestasi belajar dengan teman sehingga motivasi dan dorongan dari orang tua atau wali dapat semakin dibutuhkan. Peranan keluarga dalam hal ini orang tua atau wali sangatlah besar dalam mendidik siswa terutama dalam prestasi belajarnya, oleh karena itu orang tua atau wali menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga, sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Perhatian orang tua atau wali dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga siswa dapat belajar dengan tekun.

  Karena siswa memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.

  Pola asuh orang tua atau wali ditanamkan pada diri siswa dengan berperilaku yang sifatatnya relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasdapat oleh siswa dari segi negatif maupun positif. Menurut Baumrind (dalam Pertiwi & Juneman, 2012:6) berikut macam- macam pola asuh yang orang tua atau wali lakukan pada siswa: 1) Pola asuh demokratis

  Tipe orang tua atau wali dalam pengasuhan setiap siswa berbeda. Pada pola asuh demokratis orang tua atau wali dalam memberikan pengasuhan memprioritaskan kepentingan siswa dan tidak segan dalam pemberian masukan untuk mengendalikan siswa.

  Pengasuhan orang tua atau wali dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran- pemikiran. Pemberian asuhan dari orang tua atau wali juga bersikap realistis terhadap kemampuan siswa, tidak berharap yang berlebihan atau melampaui kemampuan siswa dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih, melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada siswa bersifat hangat.

  2) Pola asuh otoriter Berbicara mengenai pola asuh ini berbeda dengan pola asuh sebelumnya, pada pola asuh ini yang terjadi sebaliknya, orang tua atau wali tipe ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti dan diberikan ancaman. Orang tua atau wali tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila siswa tidak mau melakukan yang dikatakan oleh orang tua atau wali, maka orang tua atau wali tipe ini tidak segan menghukum siswa. Pada segala hal orang tua atau wali tidak mengenal kompromi, dan saat berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Siswa tidak pernah diharapkan umpan baliknya oleh orang tua atau wali untuk mengetahui mengenai siswa. 3) Pola asuh permisif

  Tipe pola asuh orang tua atau wali ini dalam pengasuhan memberikan pengawasan yang sangat longgar dan cenderung tidak menegur atau memperingatkan siswa dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan. Pola asuh ini dikatakan abai atau tidak peduli (neglectful), suatu pola di mana orang tua tidak ikut campur dalam kehidupan siswa, sehingga siswa memiliki masalah dengan pengendalian diri dan tidak dapat menangani kebebasannya dengan baik. Orang tua atau wali yang menerapkan pola asuh ini bahkan tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai keberadaan dan kegiatan siswa (Santrock, 2003).

b. Pengertian Orang tua atau wali

  Kualitas hubungan orang tua atau wali dan siswa membentuk sikap otonom yang sehat, kompetensi, dan hubungan (relatedness) dengan lingkungan sekitar pada diri siswa (Nurhidayah, 2008: 5-6). Peran orang tua atau wali dalam pendidikan dapat dilihat dari dua model pendekatan, yaitu: 1) Orang tua atau wali mendukung perkembangan intelektual dan kesuksesan akademik siswa dengan memberi kesempatan dan akses kesumber pendidikan, seperti jenis sekolah yang dimasuki siswa atau akses ke sumber pendidikan lainnya, seperti perpustakaan, perangkat audio-visual, dan sebagainya. 2) Orang tua atau wali dapat membantu perkembangan kecerdasan kognitif, afektif, dan psikimotor yang berpengaruh pada pencapaian prestasi akademik siswa dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas pendidikan .

  Orang tua atau wali yang hendak mengetahui perkembangan siswa disekolah perlu melakukan komunikasi dengan frekuensi yang cukup dengan siswa (Junaidi, 2013: 7-12). Semakin sering orang tua atau wali melakukan komunikasi dengan siswa maka orang tua atau wali dapat semakin mengetahui kondisi siswa disekolah, bahwa orang tua atau wali adalah sosok yang selalu diikuti siswa, dan dijadikan tempat bersandar bagi siswa. Ketika siswa mengalami masalah, siswa sangat memerlukan pendamping untuk berbagi cerita dan meringankan masalah yang dihadapinya.

  Pendapat yang dikemukakan di atas, bahwa orang tua atau wali menjadi suatu komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan prestasi dari sebuah ikatan perkawinan yang sah untuk membentuk sebuah keluarga. Orang tua atau wali memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing siswa, untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan siswa untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Pengertian orang tua atau wali diatas, tidak terlepas dari pengertian keluarga. Orang tua atau wali menjadi sosok yang selalu diikuti tindakannya, dan cara bicaranya. Kepribadian yang nantinya melekat pada diri siswa, kepribadian itu diciptakan lebih besar dari orang tua atau wali daripada muncul dari diri siswa sendiri.

c. Pengertian Pola Asuh Orang tua atau wali

  Orang tua atau wali dalam keluarga sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian siswa. Orang tua atau wali harus mampu menjadi pendidik, pembimbing, dan pelindung bagi siswa-siswa. Keberhasilan orang tua atau wali dalam mendidik siswa untuk membentuk tingkah lakunya secara tepat di masyarakat ditentukan oleh peranan lingkungan, khususnya orang tua atau wali dalam mengarahkan serta mengembangkan kemampuan membentuk tingkah lakunya. Sejalan dengan pola pemikiran Tjandrasa yang dikemukakan pada (1978: 240- 241) bahwa dasar kepribadian dari kematangan merupakan ciri bawaan, tetapi ciri ini dipengaruhi sebagian dari belajar melewati kontak sosial langsung dan sebagian oleh pengkodisian. Mengenai nilai-nilai tingkah laku serta kemampuan siswa untuk membentuk tingkah laku yang dikembangkan di dalam lingkungan, keluarga menentukan keberprestasian dalam membentuk penyesuaian di masyarakat pada masa selanjutnya.

  Pola asuh orang tua atau wali menjadi sikap orang tua atau wali dalam berhubungan dengan siswa-siswa, dari segi komunikasi, perhatian, peraturan dan hukuman menjadi titik tujuan yang diharapkan orang tua atau wali dari siswa. Hal ini dapat dilihat dari beberapa segi antara lain dari cara orang tua atau wali memberikan reward atau bahkan

  punishment dan cara orang tua atau wali memberikan perhatian atau tanggung jawab terhadap keinginan siswa.

3. Disiplin Belajar a. Pengertian Disiplin

  Disiplin mendorong pertumbuhan tingkah laku dan kemampuan kontrol diri secara eksternal (Lickona, 2013: 176-177). Bicara mengenai tingkah laku dapat muncul ketika seorang siswa dapat mengontrol diri sendiri melalui lingkungan yang ada disekitarnya dalam segala perbuatan dan dapat menunjukkan kedisiplinan pada diri melalui kesadaran diri sendiri.

  Substansi esensial di era global untuk suatu kedisiplinan yang dimiliki dan dikembangkan oleh siswa, dengan itu siswa dapat memiliki kontrol internal untuk berperilaku yang senantiasa taat moral (Schocib,

  2010:10-14). Kontrol diri secara internal dijadikan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar dapat tugas dan tanggung jawabnya sehingga dapat mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Peneliti dapat mengatakan bahwa disiplin dijadikan suatu ukuran sikap seseorang yang mencerminkan suatu ketaatan, kepatuhan kepada hukum dan peraturan yang berlaku sehingga dapat mematuhi dan mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Disiplin

  Faktor penyebab disiplin terbagi menjadi empat yaitu kesadaran diri, mengikuti, menaati aturan, alat pendidikan dan hukuman (Tu‟u dalam Erlinasari 2015: 6-7). Keempat faktor ini merupakan faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk disiplin. Setiap faktor memiliki alasan untuk menciptakan tujuan yang hendak dicapai dan diharapkan, diantaranya: 1) Diri sendiri adalah kunci dari arah yang dapat membawa ke dalam hal kemajuan atau kemunduran, begitu juga dengan keberhasilan.

  Suatu keberhasilan dicapai banyak faktor diantara kedisiplinan. Disiplin sebagai hal penting untung mengarahkan dan menempatkan diri untuk mampu melakukan sesuatu yang baik dan mengontrol diri sendiri, serta kesadaran pada diri bukan faktor paksaan. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin sangat penting bagi kebaikan dan keberhasilan diri. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif sangat kuat terwujudnya disiplin.

  2) Ikut sertaan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari kesadaran diri yang di hasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat. Tekanan dari luar diri sebagai upaya mendorong, menekan dan memaksa agar disiplin diterapkan dalam diri seseorang sehingga peraturan-peraturan diikuti dan dipraktikkan. 3) Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau di ajarkan. Alat sebagai pengontrol dan pengarah hendak dapat dituju dan apa yang dapat dihasilkan dari yang diprogramkan.

  4) Hukuman menjadi suatu hal dalam membatasi. Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah, sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.

  Selain ke empat faktor tersebut, masih ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh pada pembentukan disiplin individu antara lain : 1) Teladan

  Perbuatan dan tindakan kerap kali lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kata. Karena itu,contoh dan teladan disiplin atasan, kepala sekolah dan guru-guru sangat berpengaruh terhadap disiplin para siswa.

  2) Lingkungan Berdisiplin Seseorang juga dapat dipengaruhi lingkungan. Bila berada dilingkungan disiplin, seseorang dapat terbawa lingkungan tersebut.

  3) Latihan Berdisiplin Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui proses latihan dan kebiasaan artinnya melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari-hari.

c. Pengertian Belajar

  Belajar merupakan kesadaran yang dimunculkan pada diri sendiri, Tabrani & Yani (1994:5) mengemukdapat beberapa pengertian belajar: 1) Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Mengenai belajar disini perubahan tingkah laku individu terjadi ketika berinteraksi dengan lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Interaksi yang terjadi dapat membentuk kepribadian individu, dalam bertindak dan bertingkah laku sehari-hari. Kepribadian itu dapat melekat pada diri individu ketika melihat, melakukan atau bahkan mengikuti yang orang lain lakukan yang menjadikan suatu kebiasaan.

  2) Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai. Pengetahuan, dan kecakapan dasar dalam berbagai dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, dalam berbagai aspek kehidupan, atau pengalaman yang terorganisasi.

  Belajar selalu dimulai dengan suatu masalah dan berlangsung sebagai usaha untuk memecahkan masalah itu. Dari hal tersebut, bahwa suatu masalah yang dapat terselesaikan dijadikan suatu pembelajaran pada diri siswa. Misalnya, pada materi pembelajaran yang sulit dipahami, namun siswa dapat menyelesaikan ketika menemui soal dari materi itu dengan logika yang dimiliki. Lebih bermakna belajar ketika menemui masalah dan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan logika yang dimiliki pada diri siswa bukan mencontek hasil pekerjaan orang lain.

  Proses belajar merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah secara sungguh-sungguh. Suatu proses belajar siswa dapat lebih menghargai dan tertanam pada diri bahwa ruang lingkup pendidikan tidak hanya target prestasi akhir yang baik, namun proses pencapaian prestasi yang baik yang penting untuk diterapkan. Suatu proses yang baik, tidak dapat pernah mendapatkan hasil yang buruk. Proses dijadikan suatu cara yang konsisten untuk menempuh keberhasilan. Misalnya, siswa mendapatkan soal yang sulit saat ulangan sekolah. Soal sulit yang didapatkan siswa dapat lebih untuk berusaha sendiri dalam menjawab dan tidak bergantung atau bahkan mencontek jawaban temannya. Hasil akhir yang diperoleh siswa dapat lebih dihargai oleh diri sendiri dan orang lain atas keberhasilannya.

  Berdasarkan hal tersebut, bahwa belajar dijadikan suatu proses perubahan tingkah laku, tingkat pengetahuan serta keterampilan seseorang akibat interaksi dengan sumber belajar. Keseluruhan aktifitas pikiran, mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan pada achievement dan attitude pada diri yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.

d. Pengertian Disiplin Belajar

  Pengertian antara disiplin dan belajar, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud disiplin belajar dalam penelitian ini adalah suatu sikap yang terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan dan keteraturan berdasarkan acuan nilai moral individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang mencakup perubahan berpikir, sikap dan tindakan yang sesuai dengan ketentuan.

B. Kerangka Berpikir

  Kerangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk sampai pada penemuan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.

  Pola Asuh Orang Tua Prestasi Belajar

  Disiplin Belajar

  Kerangka berpikir dari proses penelitian ini adalah dalam proses belajar terdapat faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor ini saling berkaitan dan mendukung. Salah satu faktor eksternalnya adalah pola asuh orang tua atau wali yang memicu prestasi belajar siswa. Pola asuh orang tua atau wali yang berbeda antara orang tua atau wali yang satu dengan yang lain merupakan sistem yang menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan prestasi belajar kelas V, karena dengan pola asuh orang tua atau wali yang baik, maka siswa dapat semangat dan termotivasi untuk mendapatkan prestasi yang baik. Sedangkan faktor internal adalah disiplin untuk belajar. Belajar merupakan tugas dan kewajiban seorang pelajar atau siswa. Untuk mendapatkan pencapaian prestasi yang maksimal dan memuaskan seorang siswa harus patuh dan taat terhadap peraturan dan norma yang berlaku agar dapat menjadi siswa yang tertib dalam belajar serta memperoleh prestasi yang optimal.

  Oang tua tetap berpengaruh pada kedisiplinan siswa. Penciptaan kedisiplinan dimulai dari kebiasaan, didasari oleh kepribadian orang tua atau wali. Patokan yang menjadi kedisiplinan pada diri siswa dilihat dari kesehariaan orang tua atau wali atau cara pemberian pengasuhan orang tua atau wali.

C. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah sebelumnya telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hal ini dapat dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan sementara hanya pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta yang diperoleh melalui pengumpulan data.

  Penelitian yang merumuskan hipotesis sebagai jawaban adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif sedangkan pada penelitian kualitatif tidak menggunakan rumusan hipotesis tetapi diharapkan dapat menemukan suatu hipotesis yang dapat diujikan oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

  Berdasarkan hal di atas, dapat diambil suatu rumusan hipotesis dalam penelitian ini:

  1. Pola asuh orang tua atau wali berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah.

  2. Disiplin belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah.

  3. Pola asuh orang tua atau wali dan disiplin belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah.