Fattah Sejarah Peradaban Islam. docx

RUNTUHNYA BAGHDAD DAN IMPLIKASINYA BAGI
PERSEBARAN ISLAM DI ASIA
MAKALAH
Dipresentasikan dalam Diskusi Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam

Semester I
Program Studi Ke-Islaman Konsentrasi Tafsir Hadis

Dosen:
Prof. Dr. H. Ahwan Mukarrom, MA

Disusun oleh:
Abdul Fattah
NIM: FO. 7.4.11.258

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2011-2012
Abstrak Makalah


Daulah Abbasiyah merupakan pemerintahan islam yang mempunyai
prestasi yang sangat gemilang. Pemerintahan daulah Abbasiyah berjalan cukup
lama, yaitu mencapai 5 abad lebih (750-1258). Sangat banyak sekali prestasi yang
dicapai oleh khalifah-khalifah yang memimpin semasa dinasti ini, baik dalam
bidang ilmu pengetahuan, perekonomian dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya dinasti tersebut.
Faktor politiklah yang mendominasi sebab runtuhnya bani Abbasiyah, dari faktor
itu kemunduran terus terjadi, terutama dalam bidang perekonomian. Konflik
antara Sunni dan Shi'ah yang tak kunjung reda juga menjadi faktor penyebab
runtuhnya Baghdad dan berujung pada penghianatan salah satu wazir
pemerintahan yang membuat sekenario penyerangan terhadap Baghdad, dan
akhirnya Baghdadpun luluh lantah di tangan bangsa Mongol.
Akan tetapi bukan berarti kekuasaan Islam hancur secara total dan tidak
ada yang meneruskan dengan hancurnya Baghdad yang notabene adalah pusat
pemerintahan Islam. Selang beberapa tahun muncul pemimpin Islam keturunan
Mongol. Percampuran antara orang Islam dan Mongol membuahkan Islamnya
pemimpin-pemimpin Mongol hingga akhirnya Islam menyebar ke seluruh penjuru
dunia dari tangan Mongol, terutama di Asia dan sekitarnya.

Runtuhnya Baghdad dan Implikasinya Bagi Penyebaran Islam di Asia


1

A. Pendahuluan
Dalam catatan sejarah peradaban Islam daulah Abbasiyah merupakan
pemerintahan

islam

yang

mempunyai

prestasi

yang

sangat

gemilang.


Pemerintahan daulah Abbasiyah berjalan cukup lama, yaitu mencapai 5 abad lebih
(750-1258). Sangat banyak sekali prestasi yang dicapai oleh khalifah-khalifah
yang memimpin semasa dinasti ini, baik dalam bidang ilmu pengetahuan atau
perekonomian.
Keberhasilan

pemerintahan

daulah

Abbasiyah

dalam

memimpin

pemerintahan bukan berarti berjalan tanpa rintangan dan hambatan. Berbagai
permasalahan muncul di tengah-tengah berjalannya pemerintahan daulah
Abbasiyah, baik masalah yang muncul dari internal (Islam) maupun eksternal

(selain Islam). Permasalahan-permasalahan yang muncul pada pemerintahan itu
tidak bisa selesai begitu saja, akan tetapi sebagian besar permasalahan itu terjadi
berlarut-larut hingga berdampak pada melemahnya system pemerintahan yang ada
pada daulah Bani Abbasiyah, bahkan berdampak pada kehancuran daulah
Abbasiyah.
Konflik politik yang berkepanjangan dalam intern daulah Abbasiyah,
berdampak pada perpecahan dan pemberontakan pada pemerintahan pusat. Hal ini
berimplikasi pada munculnya dinasti-dinasti kecil yang memisahkan diri dari
pemerintahan daulah Abbasiyah. Meski dinasti-dinasti tersebut tidak seutuhnya
pisah dari pemerintahan pusat, akan tetapi hal itu cukup menurunkan stabilitas
perpolitikan dalam daulah Abbasiyah.
Pada akhir pemerintahan daulah Abbasiyah permasalahan melemahnya
ekonomi juga melemahkan kekuatan pemerintahan. Devisa Negara pada masa itu
menurun drastis, karena ketergantungan terhadap pajak dari daerah kekuasaan
yang pada masa itu juga mengalami krisis, sehingga Negara tidak mempu
menyiapkan balatentara yang cukup untuk menangkal serangan musuh.
Konflik internal dalam dinasti Abbasiyah berimbas pada munculnya
konflik eksternal. Pada akhir masa dinasti Bani Abbasiyah, konflik antara Shi’ah
2


dan Sunni mencapai puncaknya, penghianatan perdana mentri al-Alqami yang
beraliran Shi’ah Rafidhah yang menghasut pemimpin Mongol (Tartar) untuk
menyerang Baghdad, sehingga kepemimpinan daulah Abbasiyah berakhir dengan
tragis karena pembantaian kaum Mongol.
Akan tetapi ada hal yang tidak disangka sebelumnya. Setelah runtuhnya
Baghdad, Mongol mempunyai andil besar terhadap penyebaran Islam di dunia,
terlebih di wilayah Asia. Banyak pemimpin Mongol yang masuk Islam dan
menjadikan Islam sebagai agama nasional pada masa itu. mereka pun banyak
menaklukkan Negara non-muslim sehingga banyak dari penduduknya yang
menjadi muslim.
B. Faktor-Faktor di balik Runtuhnya Baghdad
a. Faktor Politik
Dalam catatan sejarah, daulah Abbasiyah sering mengalami berbagai
gejolak politik. Gejolak perpolitikan daulah Abbasiyah merupakan penyebab
utama melemahnya system pemerintahan yang ada pada masa itu, karena hampir
setiap masa kekhalifahan terjadi konflik, hal ini terjadi karena adanya perebutan
kekuasaan dan kursi kekhalifahan antar sesama petinggi Abbasiyah.
Di antara penyebab munculnya konflik politik yang ada pada internal
daulah Abbasiyah adalah diterapkannya sistem pengangkatan putra mahkota yang
sebelumnya berlaku pada masa dinasti Umayyah, yaitu dengan mengangkat dua

putra mahkota. Sudah barang tentu, hal ini sangat berakibat fatal bagi
kelangsungan perpolitikan negara, karena hal ini sangat rawan terjadi konflik
antar sesama putra mahkota. Misalnya Isa bin Musa yang akhirnya tidak pernah
menjabat sebagai khalifah padahal sudah diangkat sebagai putra mahkota,
pengangkatan al-Amin dan al-Makmun sebagai putera mahkota yang berujung
pada peperangan dua bersaudara tersebut.1 Pengangkatan dua putra mahkota tidak
berlangsung selama pemerintahan daulah bani Abbasiyah, hal ini terhenti pada
masa al-Makmun yang mengangkat satu putra mahkota, sejak itu al-Makmun
1 Sjechul Hadi Permono, Islam Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan (Surabaya:
Auliya 2004), 156.

3

menjadi tauladan para khalifah setelahnya dalam hal pengangkatan putra
mahkota.2
Pada awal masa pemerintahan Abbasiyah hingga pemerintahan alMakmun pemerintahan daulah Abbasiyah didominasi oleh orang Persia. Sehingga
pada masa al-Mu’tashim(833-842) diangkatlah orang-orang Turki sebagai
pengawal yang melindungi khalifah dan mengimbangi dominasi orang-orang
Persia.3 Munculnya para tentara Turki tersebut berimbas pada pemerintahan
Abbasiyah yang akhirnya menjadi Negara boneka bagi tentara Turki, terlebih

setelah berpindahnya pusat pemerintahan di daerah Samarra, seolah-olah khalifah
menjadi tawanan mereka. Hal itu diperparah ketika terbunuhnya al-Mutawakkil
atas anjuran putranya sendiri, dan sejak masa itu para khalifah silih berganti
dinaikkan dan diturunkan oleh militer Turki.4
Sebagai efek dari dominasi tentara Turki tersebut muncullah pesaing
politik antar etnis di pusat pemerintahan. Pada tahun 945-1055 Abbasiyah
dikuasai oleh Bani Buwaih yang berasal dari etnis Persia. Tahun 1055-1199
daulah Abbasiyah dikuasai oleh Bani Saljuk yang merupakan etnis Turki. Dan
tahun 1199-1258 daulah Abbasiyah tidak berada pada kekuasaan etnis tertentu.5
Setelah runtuhnya dominasi etnis pada daulah Abbasiyah, Baghdad berada
pada tangan khalifah yang tidak dipengaruhi oleh siapapun. Kepemimpinan
khalifah pada masa ini hanya terfokus pada Baghdad, periode ini berlangsung
lebih dari 100 tahun, yaitu mulai runtuhnya Saljuk hingga runtuhnya Baghdad.
Akan tetapi pada periode ini Baghdad mengalami keterpurukan pada setiap lini,6
hingga akhirnya Baghdad dihancurleburkan oleh tentara Mongol pada tahun 1258.
2 Ahmad Shalabi, Sejarah dan Kenbudayaan Islam 3 (Tarj.) (Jakarta: Pustaka
al-Husna Baru, 2003), 125.
3 Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 144.
4 Philip K. Hitti, History Of The Arabs (Tarj.), (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2010), 592.

5 Fu’adi, Sejarah, 145.
6 Mustha>fa> Tha>ha> Badr, Mihnah al-Isla>m al-kubra> (Cairo: Hay’at alAshir, al-Dza>hir, al-Mustansi>r dan yang terahir adalah al-Musta's}i>m.

4

b. Faktor Ekonomi
Ekonomi merupakan pilar suatu Negara karena kemerosotan ekonomi
akan berakibat fatal pada pertumbuhan setiap bagian pemerintahan. Jika Negara
dalam keadaan krisis ekonomi, maka akan sangat mudah untuk mendapatkan
serangan dari luar, setidaknya Negara tersebut akan mudah dimanfaatkan oleh
Negara lain.
Selain factor politik, kelemahan pada factor ekonomi juga ikut andil dalam
kemunduran daulah Abbasiyah. Konflik internal yang sering terjadi sangat
mempengaruhi stabilitas pemerintahan daulah Abbasiyah. Hal itu menjadi
lemahnya control pada daerah-daerah kekuasaan bani Abbasiyah, sehingga
desentralisasi kepemimpinan menjadi hal yang tidak mungkin bisa dihindarkan,
selain karena luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah juga disebabkan
karena sulitnya komunikasi pada masa itu.7
Pada masa akhir pemerintahan daulah Abbasiyah, para khalifah sangat
suka mengumpulkan harta, sayangnya pengumpulan harta tersebut dengan

mengorbankan rakyatnya, yaitu dengan menaikkan pajak tanpa melihat situasi dan
kondisi yang ada, dan diperparah dengan banyaknya korupsi. Pertanian dan
perdagangan juga tidak terurus yang akhirnya terjadi resesi. 8 Hal ini disebabkan
karena pembebanan pajak dan pengaturan wilayah provinsi demi keuntungan
kelas penguasa, dan ini berakibat pada kehancuran pertanian dan industry.9
Di samping faktor pajak, kemerosotan dibidang ekonomi juga disebabkan
rusaknya wilayah yang semula subur seperti daerah Sawad yang menjadi andalan
pemerintah pada waktu itu. Ketidak suburan Sawad disebabkan terjadinya banjir
yang terjadi secara periodik di wilayah itu dan dangkalnya sungai Dia'ah yang
menyebabkan ketidak lancaran irigasi, sehinggal hal itu menyebabkan berubahnya
struktur tanah yang menyebabkan tidak subur.10
7 Fu’adi, Sejarah, 146. Lihat juga K. Hitti, History, 412.
8 Badr, Mihnah, 52-53.
9 Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010),
618.
10 Fu’adi, Sejarah, 148.

5

Penurunan pada sector pajak, pertanian dan industry tesebut sangat

mempengaruhi pada kekuatan daulah Abbasiyah pada masa itu. pemerintah
mengalami krisis financial yang teramat parah hingga berimbas pada kekuatan
militer, hingga pemerintah pada masa itu tidak bisa menggaji para tentara dengan
uang dan menggantinya dengan memberi tanah.11 Dengan melemahnya militer
daulah Abbasiyah tersebut, sangatlah mudah bagi saiapapun yang ingin
menghancurkan Baghdad, terlebih bagi Mongol yang sudah mempunyai militer
yang sangat kuat.
c. Konflik antara Sunni dan Shi’ah
Sebelum zaman pemerintahan Musta'sim telah terjadi banyak pertikaian
antara Sunni dan Shi'ah, dan pertikaian itu lebih parah lagi terjadi ketika zaman
Musta'shim. Puncak dari pertikaian itu ketika Abu Bakar bin Khalifah dan Rukn
al-Din memerintahkan penyerangan ke daerah Karh12, mereka membantai
penduduk Karh dengan keji, hal itu yang menimbulkan rasa dendam hingga
berujung pada diserangnya Baghdad oleh tentara Mongol.13
d. Penghianatan Wazir al-Alqami
Rencana penghianatan al-Alqami sebetulnya sudah diatur dengan matang.
Pada akhir pemerintahan Mustansir, tentara Baghdad mencapai 100.000 pasukan,
akan tetapi al-Alqami dengan segala cara mengurangi pasukan Baghdad, sehingga
pasukan Baghdad hanya tersisa sekitar 10.000 saja. Ketika Baghdad dalam
keadaan sangat lemah dalam bidang militer, al-Alqami mengirimkan surat kepada

kaum Tartar tentang keadaan Baghdad, dan mempengaruhinya untuk merebut kota
Baghdad.
Dari surat al-Alqami tersebut, tentara Tartar mendapatkan informasi yang
sangat jelas tentang keadaan Baghdad, sehingga Tartar dengan mudah menduduki
Baghdad. Hal ini dilakukan oleh al-Alqami karena keinginan dia untuk
11 Ibid., 147
12 Karh merupakan daerah yang berada di bagian barat Baghdad dan menjadi
pusat Shi’ah Rafidhah.
13 Thaha Badr, Mihnah, 136.

6

memusnahkan kaum Sunni secara keseluruhan, dan menyebarkan ajaran Rafidhah
serta mendirikan khilafah Fatimiyah. Akan tetapi usaha al-Alqami tersebut gagal,
karena dia hanya menjadi penghasut antara Tartar dan Muslim saja, selanjutnya
dia tidak mendapatkan apa-apa.14
e. Serangan Mongol
Pada tahun 656 H/ 1253 M. Baghdad diserang oleh dua kesultanan, yaitu
Mongol dan Mosul. kedudukan Mosul pada saat itu adalah sebagai pembantu
kaum Tartar, dan didasari rasa takut terhadap kaum Tartar. Baghdad pada saat itu
sudah dikepung dengan alat berat dan sudah tidak bisa dilawan lagi. Kaum Tartar
mengepung kadiaman Khalifah, melemparinya dengan bom, hingga mengenai
budak yang sedang menghibur Khalifah. Untungnya ketika rumah khalifah
dihujani dengan panah, khalifah masih selamat karena panah tersebut mengenai
budaknya, sehingga khalifah pada saat itu menjadi sangat panic, dan sejak itulah
khalifah memerintahkan untuk memperketat penjagaan.15
Saat Hulago melakukan perjalanan menuju Baghdad untuk melakukan
penyerangan, wazir al-Alqami mengusulkan untuk memberi hadiah kepada
Hulagu yang dimaksudkan untuk merayu dan memujinya, akan tetapi Hulagu
menghina sang utusan dan tidak menerima hadiahnya karena menurutnya hadiah
yang dikirim oleh Khalifah berjumlah sedikit dan remeh.16
Setelah negosiasi pertama gagal, al-Alqami mempengaruhi Khalifah lagi
agar Khalifah sendiri menemui Hulagu untuk pembicaraan damai. Khalifahpun
melakukan usulan al-Alqami, dan dia menawarkan setengah devisa Baghdad
diserahkan pada Hulagu. Pada saat itu khalifah pergi bersama 700 orang yang
terdiri dari qadi, ahli fikih, ahli sufi, dan para pemimpin daerah. Ketika sudah
mendekati tempat Hulagu, Hulagu menghalangi mereka dan hanya mengizinkan

14 Ibn Kathi>r, Al-Bida>yah Wa al-Niha>yah (juz 17) (Mesir: Hajr, 1998) 360.
Lihat juga Shams al-Di>n al-Dhahabi, Ta>ri>kh al-Isla>m Wa Wafiyya>t alMasya>hir Wa al-Ar al-Kutub al-Arabi, 1999). 32.
15 Ibn Kathi>r, Al-Bidayah, 356, juz 17
16 Ibid, 357. Lihat juga Dhahabi, Tarikh al-Islam ( Juz 48). 32

7

17 orang saja untuk masuk dan menemui Hulagu, sedangkan yang lainnya
dibantai ketika Khalifah menemui Hulagu.
Khalifah menawarkan perjanjian damai dengan membawa harta yang yang
sangat banyak berupa perhiasan yang bermacam-macam. Akan tetapi al-Alqami
sudah lebih dahulu memberi isyarat pada Hulagu agar tidak menerima perjanjian
damai tersebut, al-Alqami berkata pada Hulagu: jika perjanjian damai itu
disetujui, maka hal itu kemungkinan hanya bisa berjalan satu sampai dua tahun,
dan setelahnya akan kembali seperti semula, dan

lebih baik agar khalifah

dibunuh. Khalifahpun kembali ke Baghdad bersama al-Alqami dan al-Thusi
dengan membawa tangan hampa, dan setelah kembali ke Baghdad, Hulagu
memerintahkan untuk membunuh khalifah, dan akhirnya dibunuhlah Kalifah.17
Itu semua merupakan rancangan yang dibuat oleh wazir al-Alqami sebagai
wujud balas dendam terhadap apa yang dilakukan oleh orang Sunni terhadap
Shi'ah Rafidah pada tahun sebelumnya, yang mana orang Sunni menyerang Karkh
yang menjadi pusat Rafidhah, dan menyerang kerabat al-Alqami pada masa itu,
sehingga tersimpan rasa dendam pada diri al-Alqami.18
Hulagu dan pasukannya akhirnya datang di Baghdad dengan membawa
pasukan yang banyak. Dia mengepung kota Baghdad dari arah barat dan timur,
sedangkan tentara Baghdad sangatlah sedikit, jumlahnya tidak mencapai 10.000
pasukan. Mereka memasuki kota Baghdad dan membunuh semua orang yang
ditemui. Semua laki-laki, wanita, anak-anak, orang tua dan pemuda dibunuh, dan
banyak juga dari mereka yang dimasukkan sumur, di tempat rerumputan, dan di
saluran air kotor. Orang-orang yang berada di dalam rumah dikeluarkan dan
dibunuh, rumah yang tertutup didobrak atau dibakar pintunya dan dibunuh juga
penghuninya, sehingga banyak darah yang berceceran di mana-mana. Begitu juga
orang yang berada di dalam masjid dan tempat perkumpulan juga dibunuh,
mereka membunuh semua orang kecuali orang Yahudi dan Nasrani dan orang
yang berada di rumah wazir al-Alqami, dan rumah para saudagar yang
17 Ibid., 358.
18 Ibid., 358. Lihat juga Al-Dhahabi, Tarikh, 34.

8

menyerahkan hartanya agar diberi jaminan keselamatan. Sehingga pada waktu itu
penduduk Baghdad hanya tersisa sedikit, dan mereka hidup dengan ketakutan dan
kesengsaraan.19 Setelah terjadi peperangan tersebut, Baghdad menjadi kota mati.
Sampai 40 hari setelah penyerangan, Baghdad masih dipenuhi jasad-jasad yang
tak terurus, ada bau busuk di seluruh sudut kota, sehingga muncullah wabah
penyakit yang dahsyat dan menyebar hingga ke negri Sham.20

C. Penyebaran Islam ke Dunia Timur Setelah Runtuhnya Baghdad
Mongol merupakan negara yang mempunyai watak keras dan penjajah.
Sebagaimana yang telah diceritakan sebelumnya, bahwa mongol telah
menghancurkan imperium Islam yang telah berjaya ratusan tahun, dan banyak
yang mengira bahwa itu adalah awal dari runtuhnya dunia islam. 21 Perkiraan para
sejarawan bahwa peristiwa itu merupakan awal dari runtuhnya dunia islam
ternyata salah. Setelah 35 tahun dari penyerangan kota Baghdad, keturunan
bangsa Mongol sudah ada yang memeluk agama Islam, bahkan setelah mereka
memeluk agama Islam merekapun berjihad dan melakukan perluasan wilayah atas
nama Islam.22 Ghazan, adalah seorang cicit hulagu yang telah memeluk agama
Islam, dia menjadi seorang muslim yang shaleh dan mencurahkan banyak waktu
untuk membangkitkan kembali kebudayaan Islam.23
Pembagian wilayah kekuasaan yang dilakukan oleh Hulagu kepada
anaknya memberikan keuntungan tersendiri terhadap dunia Islam. Selang
beberapa tahun setelah runtuhnya Baghdad, keturunan Hulagu mulai ada yang
memeluk agama Islam. Hulagu membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat
bagian, dan membaginya kepada empat anaknya. Pertama Juchi (‫)جوجي‬anaknya
yang sulung mendapat wilayah Rusia, Khawarizm, Caucasus dan Balghar
19 Ibid., 359-360.
20 Ibid., 362.
21 Ragihib al-Sirjani, al-Mausu>’ah al-Muyassarah Fi al-Ta>ri>kh al-Isla>mi( Jil.
2), (Cairo: Mu’assasah Iqra’, 2005), 5.
22 Ibid., 6.
23 K. Hitti, History, 622.

9

(Sekarang kota Kazan di Rusia). Kedua, Chagatai(‫ )جغطاي‬ditugasi untuk
menguasai daerah Uighur( sekarang wilayah Kansou China), Turkistan Barat dan
Daerah sungai. Ketiga, Tuli (Toluy) (‫)تولوي‬mempunyai wilayah di Khurasan,
Persia, Asia kecil dan Negara Arab. Keempat, Ogotai (‫)أوغطاي‬anak terakhir
Jenghis Khan ini mendapat bagian wilayah Mongolia, China dan Kuta(Turkistan
Timur).24
Di daerang kekuasaan Juchi, pemimpin mongol yang pertama kali
memeluk agama Islam adalah Barakah Khan.25 Kehidupan yang islami
mempengaruhi keluarga Juchi ketika dia menikah dengan Risalah Binti
Khawarizmi Syah(Saudara perempuan Sultan Jalal al-Din), hal itu mempengaruhi
kehidupan anak-anak Jochi yaitu Batu dan Barakah. Meski Batu tidak beragama
Islam, tapi dia sangat baik terhadap orang-orang Muslim.26
Sedangkan di daerah kekuasaan Chagatai pemimpin Mongol yang pertama
kali masuk Islam adalah Mubarak Syah. Islamnya Mubarak Shah disebabkan
karena ibunya adalah seorang muslimah. Kekuasaan Mubarak Shah tidak
berlangsung lama, karena kekuasaannya direbut oleh sepupunya sendiri yaitu
Buraq Khan.27
Pada wilayah kekuasaan Tuli(Toluy), pemimpin Mongol yang pertama kali
masuk Islam adalah Teguder(‫)تكودار‬, dia adalah putra dari Hulagu yang diasuh oleh
seorang muslim sehingga dia juga menjadi seorang muslim.
Sedangkan pada wilayah kekuasaan Ogotai, Kubilai Khan membagi lagi
menjadi dua kerajaan, yaitu daerah Mongolia dan Kuta(Turkistan Timur) yang
dipimpin oleh keluarga Chagatai. Dan daerah China yang dipimpin oleh Kubilai
khan. Islam masuk di negri China sejak masa pemerintahan Usman bin Affan,
Khilafah Amawiyah dan Abbasiyah. Dan berkembang lagi ketika pemerintahan

24
25
26
27

Al-Sirja>ni, al-Mausu>’ah( Jil.2), 7.
Ibid., 23.
Ibid., 22.
Ibid., 75

10

Kunbilai Khan. Ketika pemerintahan Kubilai Khan masuknya islam dipengaruhi
oleh banyaknya tentara Muslim dari Turkistan dan daerah sekitar sungai.28
Dengan banyaknya keturunan Mongol yang masuk Islam, maka Islam bisa
menyebar di setiap penjuru dunia khususnya di dunia timur. Ada beberapa factor
yang mempengaruhi islamnya para pemimpin Mongol setelah runtuhnya
Baghdad, di antaranya ialah:
a) Di sebabkan karena pernikahan antara orang Mongol dengan orang
Muslimah Turki dan Persia.29
b) Banyaknya wazir atau pembantu pemerintahan yang beragama
Islam sehingga para petinggi mongol mudah terpengaruh olehnya.30
c) Bercampurnya orang Mongol dengan masyarakat islam sehingga
mereka terpengaruh.31

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa ada hikmah yang besar di
balik runtuhnya Baghdad di tangan Mongol. Mongol adalah Negara yang kuat dan
mempunyai kekuasaan yang luas, sehingga ketika para pemimpin Mongol
memeluk agama Islam, maka dengan mudah Islam menyebar di penjuru dunia,
khususnya dunia timur.

D. Penutup
Daulah Abbasiyah merupakan daulah yang mempunyai wilayah yang luas
dan mempunyai masa pemerintahan yang cukup panjang. Tidak dapat disangkal
lagi bahwa luasnya daerah kekuasaan tersebut mempersulit para khalifah untuk
merangkul selurah daerah kekuasaan yang ada, sehingga dari situ banyak kendala
di antaranya disintegrasi dan desentralisasi pemerintahan, yang berakibat retaknya
persatuan dalam tubuh daulah Abbasiyah sendiri.
28 Ibid., 68.
29 Rajab Muhammad Abd al-Hali>m, Intisha>r al-Isla>m Baina Aidy alMughu>l (Cairo: Da>r al-Nahdlah al-Arabiyyah, T.th.) , 66.
30 Ibid., 70
31 Ibid., 79.

11

Perekonomian yang kian hari kian terpuruk berimbas pada lemahnya
beberapa sector pemerintahan. Kekuatan militer terkena imbas yang cukup terasa
kekurangannya. Egoisme para pemimpin daulah Abbasiyah sangat tinggi,
sehingga ada banyak sector yang tidak tersentuh, terlebih pada akhir-akhir
pemerintahan daulah Abbasiyah, mereka cenderung mempunyai kebiasaan
berfoya-foya dan menghamburkan harta yang

berdampak pada banyaknya

korupsi dan lemahnya pemerintahan.
Konflik intern yang tak kunjung usai hingga berimbas pada berakhirnya
daulah Abbasiyah. Pertikaian dengan sesama ummat islamlah yang mengakhiri
perjalanan daulah Abbasiyah. Orang islam cukup kuat untuk bertahan dari
serangan luar, akan tetapi dengan sekenario yang tertata rapi dari dalam, akhirnya
konflik intern sesama umat Islam menjadi jalan bagi orang luar yang ingin
menghancurkan Islam. Pemerintahan berakhir dengan tragis dengan adanya
pembantaian yang tanpa pandang bulu, serta berdampak pada munculnya wabah
yang sangat mematikan akibat dari peperangan tersebut.
Akan tetapi juga ada hikmah di balik itu semua. Meski kekuatan islam
sudah hancur lebur oleh kekejaman bangsa Mongol, akan tetapi mereka sendirilah
yang pada akhirnya meneruskan estafet pemerintahan islam hingga menyebar di
berbagai Negara, dan khususnya di bagian Asia. Wallahu A’lam.

Daftar Pustaka
-

Abd al-Hali>m, Rajab Muhammad, Intisha>r al-Isla>m Baina
Aidy al-Mughu>l.
Cairo: Da>r al-Nahdlah al-Arabiyyah, T.th.

12

-

Al-Dhahabi,Shams al-Di>n, Ta>ri>kh al-Isla>m Wa Wafiyya>t
al-Masya>hir Wa
al-Ar al-Kutub al-Arabi, 1999.

-

Al-Sirjani, Ragihib, al-Mausu>’ah al-Muyassarah Fi al-Ta>ri>kh
al-Isla>mi (Jil.2).
Cairo: Mu’assasah Iqra’, 2005.

-

Badr, Mustha>fa> Tha>ha>, Mihnah al-Isla>m al-kubra> .
Cairo: Hay’at al-Ar , Ibn, Al-Bida>yah Wa al-Niha>yah

(juz 17). Mesir:

Hajr, 1998.
-

Shalabi, Ahmad, Sejarah dan Kenbudayaan Islam, Vol. 3,
(Tarj.).
Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003.

-

Sjechul

Hadi

Permono,

Islam

Perpolitikan.
Surabaya: Auliya, 2004.

13

Dalam

Lintasan

Sejarah