Proposal Tentang Manusia . docx

PEMBAHASAN MANUSIA
DALAM PANDANGAN ISLAM

DISUSUN OLEH :
ILHAM FATHONI H.1 3. ( 13 )

MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
PELITA BANGSA
TAHUN 2014-2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayat, dan anugerah-Nya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu dan benar.
Selain untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah agama, tujuan penulis membuat makalah ini
adalah untuk menjelaskan tentang pembahasan manusia dalam pandangan islam.
Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada orangtua penulis atas bantuan dan
dukungannya dalam mengerjakan makalah ini. Terima kasih juga kepada rekan-rekan lainnya
yang tak mungkin penulis ucapkan satu per satu karena telah menghibur dan membangkitkan
semangat penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini bisa menambah pengetahuan dan penjelasan pembaca

tentang manusia.

Cikarang, Oktober 2014
Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................
B. Rumusan Makalah ..................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................
D. Metode Penulisan…………………………………………………
E. Sistematika Penulisan…………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................
A. Definisi &Hakikat Manusia ...........................................................
B. Tujuan PenciptaaanManusia ...........................................................
C. Pemahaman Tentang Fitrah...................................................
D.Hubungan Manusia dan Agama………………………………………………...

E. Konsep Manusia Sempurna…………………………………………
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.Manusia hakikatnya
adalah makhluk ciptaan Allah SWT.Pada diri manusia terdapat perpaduan antara sifat ketuhanan
dan sifat kemakhlukan.Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia
memiliki tugas tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini.Untuk menjalankan
tugasnya manusia dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang
akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya. Dalam hidup di dunia, manusia diberi
tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan
pemeliharaan alam.

1.2 RUMUSAN MAKALAH
Berdasarkan latar belakang di atas timbul beberapa masalah, diantaranya:
1. Apa definisi &hakikat manusiamenurut ilmuwan barat maupun islam?

2. Apakah tujuan penciptaan manusia dalam pandangan islam ?
3. Bagaimana pemahaman tentang fitrah dalam pandangan islam ?
4. Apakah hubungan manusia dengan agamadalam pandangan islam ?
5. Bagaimana konsep manusia sempurna dalam islam?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari topik ini adalah:
1. Menjelaskan perbedaan pandangan ilmuwan barat dengan ilmuwan islam tentang
definisi& hakikat manusia.
2. Memahami tujuan penciptaan manusia.
3. Menjelaskan pemahaman fitrah menurut pandangan islam.

4. Memahami hubungan manusia dengan agama dalam pandangan islam.
5. Menjelaskan konsep manusia sempurna dalam pandangan islam.

1.4 METODE PENULISAN
Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi
makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti perangkat
media massa yang diambil dari internet.


1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab
penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab pembahasan berisi tentang perincian dari
rumusan masalah.Bab penutup berisi kesimpulan.

BAB 2
PEMBAHASAN
.) HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah makhluk paling sempurna dibandingkan
dengan makhluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dan lain-lainnya.
. Hakikat Manusia MenurutFilsafat Timur (ISLAM)
1. Kelompok istilah al-basyar.
2. Kelompok istilah al-Insan
3. Kelompok istilah bani adam.
5. Secara garis besarnya, Islam memandang manusia sebagai berikut :
1. Manusia adalah makhluk mulia dan merupakan sebaik-baiknya makhluk. Firman Allah Surat Al-Israa’ :
70.
2. Allah telah mengamanatkan kekhalifahan bumi kepada manusia, sebagaimana firman Allah Surat AlMaa’idah : 32.
3. Sesungguhnya Allah telah menciptakannya demi satu tujuan yang mulia yaitu agar manusia selalu

beribadah kepada-Nya. Allah Berfirman Surat Adz-Dzaariyat : 56.
4. Manusia dipersiapkan untuk mencapai derajat kesempurnaan, sebagaimana firman Allah Syrat AlMujaadilah : 11 5. Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar dan menyerap ilmu pengetahuan. Allah
Berfirman Surat Al-Alaq : 3-5
5. Manusia memiliki indra yang menunjang dirinya dalam belajar dan menyerap ilmu pengetahuan. Allah
berfirman Surat Al-Mulk : 23 7. Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan dan memilih dengan
mendayagunakan akalnya.Sesungguhnya manusia diberi kebebasan memilih. Allah berfirman Surat AsySyams : 7-8 dan Al-Balad : 10.

2.1Pengertian manusia menurut para ahli


NICOLAUS D. & A. SUDIARJA

Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi
tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang


ABINENO J. I

Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus
dalam tubuh yang fana”



UPANISADS

Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana ataubadan fisik


I WAYAN WATRA

Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa



OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY

Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan manusia
adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya
dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.



ERBE SENTANU

Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan bahwa manusia
adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain


PAULA J. C & JANET W. K

Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung
jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan
unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinanan.
Pengertian manusia menurut agama islam
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-naas, alabd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk
yang sering lupa.Al-naas berarti manusia (jama’).Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah.
Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling
mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani
kehidupan di dunia dan akhirat.
Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah memberikan informasi lewat wahyu Alquran dan realita faktual yang tampak pada diri manusia. Informasi itu diberi- Nya melalui ayatayat tersebar tidak bertumpuk pada satu ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-Nya agar manusia
berusaha mencari, meneliti,memikirkan, dan menganalisanya. Tidak menerima mentah demikian

saja. Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti Alquran dan sunnah rasul secara

analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan penelitian laboratorium
sebagai perbandingan, untuk merumuskan mana yang benar bersumber dari konsep awal dari
Allah dan mana yang telah mendapat pengaruh lingkungan.
Hasil peneliti Alquran yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpuannya bahwa manusia terdiri
dari unsur-unsur: jasad, ruh, nafs, qalb, fikr, dan aqal.

A. Jasad
Jasad merupakan bentuk lahiriah manusia, yang dalam Alquran dinyatakan diciptakan dari tanah.
Penciptaan dari tanah diungkapkan lebih lanjut melalui proses yang dimulai dari sari pati
makanan, disimpan dalam tubuh sampai sebagiannya menjadi sperma atau ovum (sel telur), yang
keluar dari tulang sulbi (laki-laki) dan tulang depan (saraib) perempuan (a-Thariq: 5-7). Sperma
dan ovum bersatu dan tergantung dalam rahim kandungan seorang ibu (alaqah), kemudian
menjadi yang dililiti daging dan kenpmudian diisi tulang dan dibalut lagi dengan daging.
Setelahnia berumur 9 (sembilan) bulan, ia lahir ke bumi dengan dorongan suatu kekuatan ruh
ibu, menjadikan ia seorang anak manusia.
Meskipun wujudnya suatu jasad yang berasal dari sari pati makanan, nilai-nilai kejiwaan untuk
terbentuknya jasad ini harus diperhatikan. Untuk dapat mewujudkan sperma dan ovum
berkualitas tinggi, baik dari segi materinya maupun nilainya, Alquran mengharapkan agar umat

manusia selalu memakan makanan yang halalan thayyiban (Surat Al-baqarah: 168, Surat Almaidah 88, dan surat Al-anfal 69). Halal bermakna suci dan berkualitas dari segi nilai
Allah.Sedangkan kata thayyiban bermakna bermutu dan berkualitas dari segi materinya.

B. Ruh
Ruh adalah daya (sejenis makhluk/ciptaan) yang ditiupkan Allah kepada janin dalam kandungan
(Surat Al-Hijr 29, Surat As-Sajadah 9, dan surat Shaad 27) ketika janin berumur 4 bulan 10 hari.
Walaupun dalam istilah bahasa dikenal adanya istilah ruhani, kata ini lebih mengarah pada aspek
kejiwaan, yang dalam istilah Al-Qur’an disebut nafs.
Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk :
1. Membawa dan menerima wahyu (Surat As-Syuara 193)
2. Menguatkan iman (Surat Al-Mujadalah 22)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya sudah siap menerima beban perintahperintah Allah dan sebagai orang yang dibekali dengan ruh, seharusnya ia elalu meningkatkan

keimanannya terhadap Allah. Hal itu berarti mereka yang tidak ada usaha untuk menganalisa
wahyu Allah serta tidak pula ada usaha untuk menguatkan keimanannya setiap saat berarti dia
mengkhianati ruh yang ada dalam dirinya.

C.Nafs
Para ahli menyatakan manusia itu pasti akan mati. Tetapi Al-Qur’an menginformasikan bahwa
yang mati itu nafsnya. Hal ini diungkapkan pada Surat Al-Anbiya ayat 35 dan Surat Al-Ankabut

ayat 57, Surat Ali-Imran ayat 185. Hadist menginformasikan bahwa ruh manusia menuju alam
barzah sementara jasad mengalami proses pembusukan, menjelang ia bersenyawa kembali secara
sempurna dengan tanah.
Alquran menjelaskan bahwa, nafs terdiri dari 3 jenis:
1. Nafs Al-amarah (Surat Yusuf ayat 53), ayat ini secara tegas memberikan pengertian bahwa
nafs amarah itu mendorong ke arah kejahatan.
2. Nafs Al-lawwamah (Surat Al-Qiyamah ayat 1-3 dan ayat 20-21) dari penjelasan ayat tersebut
terlihat bahwa yang dimaksud dengan nafs lawwamah ini adalah jiwa yang condong kepada
dunia dan tak acuh dengan akhirat.
3. Nafs Al-Muthmainnah (Surat Al-Fajr ayat 27-30). Nafs muthmainnah ini adalah jiwa yang
mengarah ke jalan Allah untuk mencari ketenangan dan kesenangan sehingga hidup berbahagia
bersama Allah.
Hakikat Manusia Menurut Pandangan Umum dan Islam
Allah SWT sebagai pencipta telah menciptakan langit dan bumi, dan segala sesuatu yang
ada di antara keduanya. Salah satu ciptaan Allah itu adalah manusia, yang diberi keistimewaan
berupa kemampuan berpikir yang melebihi jenis makhluk lain yang sama-sama menjadi
penghuni bumi. Kemampuan berpikir itulah yang diperintahkan Allah agar dipergunakan untuk
mendalami wujud atau hakikat dirinya dan tidak semata-mata dipegunakan untuk memikirkan
segala sesuatu di luar dirinya.
Demikianlah kenyataannya bahwa manusia tidak pernah berhenti berpikir, kecuali dalam

keadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar kesadaran.Manusia berpikir tentang segala
sesuatu yang tampak atau dapat ditangkap oleh pancaindera bahkan yang abstrak sekalipun.Dari
sejarah kehidupan manusia ternyata tidak sedikit usaha manusia dalam memikirkan wujud atau
hakikat dirinya, meskipun sebenarnya masih lebih banyak yang tidak menaruh perhatian untuk
memikirkannya. Dalam firman Allah surat Ar-Rum ayat 30 mengandung perintah agar manusia

dalam mempergunakan pikirannya selalu dilandaskan pada iman yang terarah lurus pada agama
Allah SWT. Demikian pula dalam berpikir fundamental tentang hakekat atau wujud dirinya.

A. Arti Hakikat Manusia
Menurut bahasa, hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal
segala sesuatu.Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi
jiwa sesuatu.Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya, karena itu
muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri.Sama dengan pengertian itu mencari hakikat
jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah
swt.Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas
mereka sebagai khalifah di muka dumi ini.Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari
tanah.
Jadi hakekat manusia adalah kebenaran atas diri manusia itu sendiri sebagai makhluk yang
diciptakan oleh Allah SWT
B. Hakekat Manusia Menurut Pandangan Umum
Pembicaraan manusia dapat ditinjau dalam berbagai perspektif, misalnya perspektif filasafat,
ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi, dan spiritualitas Islam atau tasawuf, anatar lain :
a. Dalam perspektif filsafat.
Disimpulkan bahwa manusia merupakan hewan yang berpikir karena memiliki nalar
intelektual.Dengan nalar intelektual itulah manusia dapat berpikir, menganalisis, memperkirakan,
meyimpulkan, membandingkan, dan sebagainya.Nalar intelektual ini pula yang membuat
manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek, antara yang salah dan yang benar.
1. Hakekat Manusia
Pada saat-saat tertentu dalam perjalanan hidupnya, manusia mempertanyakan tentang
asal-usul alam semesta dan asal-usul keber-ada-an dirinya sendiri. Terdapat dua aliran pokok
filsafat

yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan

Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari
mata rantai evolusi yang terjadi di alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam
semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Penganut

aliran ini antara lain Herbert Spencer, Charles Darwin, dan Konosuke Matsushita. Sebaliknya,
Kreasionisme menyatakan bahwa asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah
ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan YME. Penganut aliran ini antara lain
Thomas Aquinas dan Al-Ghazali. Memang kita dapat menerima gagasan tentang adanya
proses evolusi di alam semesta termasuk pada diri manusia, tetapi tentunya kita menolak
pandangan yang menyatakan adanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil evolusi
dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
2. Wujud dan Potensi Manusia
Wujud Manusia
menurut penganut aliran Materialisme

yaitu Julien de LaMettrie

bahwa esensi manusia semata-mata bersifat badani, esensi manusia adalah tubuh atau fisiknya.
Sebab itu, segala hal yang bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah dipandangnya hanya
sebagai resonansi dari berfungsinya badan atau organ tubuh. Tubuhlah yang mempengaruhi
jiwa. Contoh: Jika ada organ tubuh luka muncullah rasa sakit. Pandangan hubungan antara
badan

dan

Bertentangan

jiwa

seperti

dengan

itu

dikenal

gagasan

Julien

sebagai Epiphenomenalisme(J.D.Butler,1968).
de

La

Metrie,

menurut

Plato

salah

seorang penganut aliran Idealisme bahwa esensi manusia bersifat kejiwaan/spiritual/rohaniah.
Memang Plato tidak mengingkari adanya aspek badan, namunmenurut dia jiwa mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari pada badan.
b. Dalam Perspektif Ekonomi.
Dalam perspektif ekonomi, manusia adalah makhluk ekonomi, yang dalam kehidupannya
tidak dapat lepas dari persoalan-persoalan ekonomi.Komunikasi interpersonal untuk memenuhi
hajat-hajat ekonomi atau kebutuhan-kebutuhan hidup sangat menghiasi kehidupan mereka.
c. Dalam Perspektif Sosiologi.
Manusia adalah makhluk social yang sejak lahir hingga matinya tidak pernah lepas dari
manusia lainnya.Bahkan, pola hidup bersama yang saling membutuhkan dan saling
ketergantungan menjadi hal yang dinafikkan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
d. Dalam Perspektif Antropologi.
Manusia adalah makhluk antropologis yang mengalami perubahan dan evolusi.Ia senantiasa
mengalami perubahan dan perkembangan yang dinamis.
e. Dalam Perspektif Psikologi.
Manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa.Jiwa merupakan hal yang esensisal dari diri
manusia dan kemanusiaannya.Dengan jiwa inilah, manusia dapat berkehendak, berpikir, dan
berkemauan.

C. Hakekat Manusia Menurut Pandangan Islam
Penciptaan manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit, juga disertai
pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak. Manusia dicirikan oleh sebuah
intelegensi sentral atau total bukan sekedar parsial atau pinggiran. Manusia dicirikan oleh
kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan sekedar refles-refleks egoistis.Sedangkan, binatang,
tidak mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi, meskipun barangkali memiliki kepekaan
tentang yang sakral.[4]
Manusia perlu mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk menguasai
alam dan jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali keMaha Pekasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Dalam
memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia menjadi mampu
memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah
dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia menurut
pandangan Islam:
1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru,
sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut akhirat.Alam ciptaan meupakan alam nyata
yang konkrit, sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang
bersifat ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.[5]
Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :
‫فانا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة لنبين لكم‬
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani
menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan yang tidak
berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal muasal dirinya, bahwa hanya
manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan
dari satu bagian tubuh suaminya. Setelah itu semua manusia berikutnya diciptakan melalui
perantaraan seorang ibu dan dari seorang ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang
dipertemukan dengan sel telur di dalam rahim.
Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh jagad raya sebagai ciptaan
Allah diluar alam yang disebut akhirat.Alam ciptaan merupakan alam nyata yang konkrit

sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan
ciptaan yang ada karena dirinya sendiri.
2.

Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri individu

yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki jati diri masing - masing.
Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam kesatuan. Setiap individu
mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali jati dirinya sehingga mereka menyadari
bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain. Firman Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
‫هو الذي خلقكم من نفس واحدة‬
“Dialah yang menciptakanmu dari satu diri”
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam merealisasikan
dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia yang mampu mensyukurinya
dan menjadi beriman.
Di dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan sosialitas
yang diridhoiNya, diantara hadist tersebut mengatakan:
“Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai kawannya seperti mencintai dirinya
sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
“Senyummu kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu manusia
mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan
manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT.[6] Selain itu
manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup bersama dan berhadapan
dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia dalam perspektif agama Islam juga harus
menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.[7]
3.

Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.
Manusia memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization), baik sebagai satu

diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat melepaskan diri dari
berbagai keterikatan yang membatasinya.Keterikatan atau keterbatasan itu merupakan hakikat
manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan Allah SWT.Keterbatasan itu

berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang lebih berat daripada makhluk-makhluk
lainnya. Tanggung jawab yang paling asasi sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat
berada dalam proses penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan
menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-A’raf ayat 172 sebagai
berikut:
‫واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم على انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا‬
“Dan ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”Mereka
menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami dan kami bersaksi.”
Kesaksian tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau membatasi manusia sebagai
individu bahwa didalam kehidupannya tidak akan menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan
menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah sesuatu
selain Allah SWT, yang sebagai perbuatan syirik dan kufur hanya akan mengantarkannya
menjadi makhluk yang terkutuk dan dimurkai-Nya.
Hakekat manusia adalah kebenaran atas diri manusia itu sendiri sebagai makhluk yang
diciptakan oleh Allah SWT. Tetapi terdapat dua sudut pandang yang dapat digunakan untuk
memahami apa hakekat manusia itu, yaitu dari pandangan umum dan pandangan agama Islam.
Hakekat manusia menurut pandangan umum mempunyai arti bermacam-macam, karena
tedapat berbagai ilmu dan perspektif yang memaknai hakekat manusia itu sendiri.Seperti dalam
perspektif filsafat menyimpulkan bahwa manusia merupakan hewan yang berpikir karena
memiliki nalar intelektual.Dalam perspektif ekonomi mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk ekonomi.Perspektif Sosiologi melihat bahwa manusia adalah makhluk social yang sejak
lahir hingga matinya tidak pernah lepas dari manusia lainnya.Sedangkan, perspektif antropologi
berpendapat manusia adalah makhluk antropologis yang mengalami perubahan dan evolusi.Dan
dalam perspektif psikologi, manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa.
Hakekat manusia menurut pandangan Islam:
a.
Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
b.
Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
c.
Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.
.)Tujuan penciptaan manusia
Tujuan diciptakannya manusia adalah pengejawantahan rahmat Ilahi dan penetapan manusia di
arah kesempurnaan dan kebahagiaan yang abadi. Dan hal itu hanya bisa dicapai melalui pilihan
intensional dia sendiri terhadap jalan yang terbaik dan menempuh cara ibadah kepada-Nya.

Menurut Al-Qur'an, alam semesta tidak diciptakan sia-sia; bahkan tiap-tiap bagian dan
elemennya diciptakan untuk tujuan tertentu. Banyak sekali ayat Al-Qur'an yang menyinggung
persoalan mengenai tujuan penciptaan alam dan manusia, antara lain:
‫بإ لبن بفي بخل لبق ال لبسبمابوا ب‬
‫ت بوال بلربض بوالخبتل ب ب‬
‫عل ببى‬
‫ف الل ل بي لبل بوالن لببهابر لبيا ت‬
‫ت لب لأ ألوبلي الل لببا ب‬
‫ب ال ل ببذيبن ي بلذك أأروبن الل لبه بقبيادما بوأقأعوددا بو ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب ال لبنابر‬
‫حان ببك بفقبنا ب‬
‫ت بهذا بباطل د أسبل ب‬
‫أجأنوبببهلم بوي بتببفك لأروبن في بخل لبق ال لبسبمابوات بواللرض بربل ببنا بما بخل بلق ب‬
‫عبذا ب‬
Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang adalah
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah dalam
keadaan berdiri, duduk, berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau maka
hindarkanlah kami dari siksa neraka.' (QS. Alu Imran [3]: 190 – 191).
Dua ayat ini mendesak manusia untuk berpikir dan mengingatkannya bahwa observasi tanpa
pemikiran tidaklah mampu mengantarkan dia kepada maksud.
Di ayat lain Allah Swt berfirman:
‫عبطى ك أ ل بل بشليتء بخل لبقأه ث ألمب بهبدى‬
‫بقابل بربلأبنا ال ل ببذي أ ب ل‬
Artinya:
Dia berkata, 'Tuhan kami ialah yang memberi kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya,
kemudian Dia memberi petunjuk.' (QS. Thaha [20]: 50).
Terkait pembahasan kita sekarang, ada dua pokok penting yang perlu kita perhatikan bersama
dari dalam ayat ini dan juga ayat-ayat yang serupa dengannya; pertama adalah Allah Swt
memberikan apa saja yang dibutuhkan secara primer kepada tiap-tiap sesuatu, dan pokok kedua
adalah segala sesuatu telah diberi petunjuk oleh Allah Swt sekiranya ia menggunakan seluruh
potensinya untuk melestarikan hidup dan mencapai puncak tujuan yang seyogianya.
Tujuan Manusia Diciptakan
Al-Qur'an secara khusus mensinyalir tujuan dari penciptaan manusia:
‫عببدثا بوأ بن ل بك ألم بإل بي لبنا بلا تألربجأعوبن‬
‫حبسبلتألم أ بن ل ببما بخل بلقبناك ألم ب‬
‫أ ببف ب‬
Artinya:
Apa kalian mengira bahwa sessungguhnya Kami menciptakan kalian sia-sia dan kalian tidak
akan dikembalikan kepada Kami lagi. (QS. Al-Mukminun [23]: 115).
‫ب ال لبإنبساأن بأن ي أتلبربك أسددى‬
‫أ بي ب ل‬
‫حبس أ‬
Artinya:
Apakah manusia mengira bahwa dia akan ditinggalkan begitu saja. (QS. Al-Qiyamah [75]: 36).

Ayat ini menunjukkan berapa hal:
1- Manusia tidak diciptakan secara sia-sia, melainkan dengan tujuan tertentu.
2- Manusia tidak dilepaskan begitu saja, melainkan dia diberi petunjuk, dituntun dan senantiasa
diawasi.
3- Tujuan akhir dari penciptaan manusia adalah sumber keberadaan dia sendiri, yaitu Tuhan alam
semesta.
Sebagian ayat Al-Qur'an mengungkapkan rahasia penciptaan secara lebih detil dan terperinci,
antara lain:
1- Ilmu dan makrifat.
Allah Swt berfirman:
‫عبلى ك أ ل بل بشليتء بقبديرر بوأ ب لبن الل ل ببه بقلد أ ببحابط‬
‫الل ل بأه ال ل ببذي بخل ببق بسبلبع بسبمابوا ت‬
‫ت بوبمبن ال لأ بلربض بمثلل بأه لبن ي بتبن ب ل بزأل ال لأ بلمأر ببي لن بأه لبن لبتبلعل بأموا أ ب لبن الل ل ببه ب‬
‫ببك أ ل بل بشليتء بعل لدما‬
Artinya:
Allah-lah yang telah menciptakan tujuh langit dan bumi seperti itu pula, perintah Allah berlaku
padanya supaya kalian ketahui bahwa Allah itu Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu, dan
sesungguhnya Allah ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. (QS. Ath-Thalaq [65]: 12).
Ayat ini menyebutkan kesadaran manusia akan ilmu dan kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas
(yakni, makrifat tentang Tuhan yang akan membentuk dimensi ilmu kesempurnaan manusia)
sebagai tujuan dari penciptaan.
2- Ujian.
Allah Swt berfirman:
‫عبمدلا بوأهبو ال لبعبزيأز ال لبغأفوأر‬
‫حبيابة لبي ببلل أبوك ألم أ بي لأك ألم أ بلحبسأن ب‬
‫ال ل ببذي بخل ببق ال لبملو ب‬
‫ت بوال ل ب‬
Artinya:
Yang menciptakan kematian dan kehidupan supaya Dia menguji kalian siapakah yang lebih di
antara kalian amalnya? Dan Dia Maha Perkasa Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk [67]: 2).
Maksud dari ujian Tuhan bukanlah penyingkapan rahasia-rahasia yang tersembunyi, melainkan
adalah menyediakan sarana dan prasarana untuk mengembangkan potensi serta
mengantarkannya kepada realitas.Hal itu karena manusia adalah makhluk yang berikhtiar dan
kesempurnaannya bersifat pilihan intensional.Tuhan menguji manusia dengan menyediakan
semua syarat dan prasyarat untuk memilih jalan yang baik atau buruk baginya, agar dengan itu
potensi-potensi dirinya terealisasi dan dia dapat memilih jalan yang benar.

3- Ibadah.
Allah Swt berfirman:
‫ن‬
‫خل ي ع‬
‫ماَ ي‬
‫س إ نلل ل ني يععب د د‬
‫ت اَل ع ن‬
‫ق د‬
‫وُي ي‬
‫ن يوُاَعل ننِإْ ي‬
‫دوُ ن‬
‫ج ل‬
Artinya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56).
Berdasarkan ayat ini, tujuan utama penciptaan manusia adalah ibadah
kepada Allah Swt, dan dalam hal ini ada berapa hal yang perlu diperhatikan:
1- Menurut pandangan dunia Al-Qur'an, setiap gerakan dan perbuatan positif
yang dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt adalah
ibadah. Ibadah tidak terbatas pada ritual-ritual khusus seperti doa dan
munajat. Seluruh aktifitas ilmiah, ekonomi, politik, sosial dan lain-lain apabila
seirama dengan sistem norma Ilahi dan bermotivasi Ilahi adalah ibadah,
untuk itu manusia bisa senantiasa beraroma Ilahi, menyempurnakan diri dan
mendekatkannya kepada Allah Swt dalam segala keadaan, seperti makan,
minum, tidur, mati dan hidup:
‫قد ع‬
‫ن‬
‫ب اَل عيعاَل ي ن‬
‫ي ل نل لهن ير ب‬
‫م ع‬
‫ل إن ل‬
‫ي وُينِإْ د د‬
‫م ي‬
‫حيياَيي وُي ي‬
‫ي وُي ي‬
‫ن ي‬
‫مي ع ي‬
‫ماَت ن ع‬
‫سك ن ع‬
‫صل يت ن ع‬
Artinya:
Katakanlah, 'sesungguhnya shalatku, manasikku, hidup dan matiku
(hanyalah) untuk Allah Tuhan semesta alam.' (QS. Al-An'am [6]: 162).
Namun, perlu digarisbawahi juga bahwa ibadah dalam terminologinya yang
khusus; yakni ritual-ritual dan manasik tertentu seperti shalat, mempunyai
kedudukan yang sangat istimewa dan penting.
2- Urgensitas perhatian terhadap filsafat ibadah tinggi sekali. Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, 'Sungguh Allah Swt telah
menciptakan makhluk-makhluk-Nya padahal Dia tidak butuh kepada
ketaatan mereka dan tidak rugi karena kedurhakaan mereka; karena
memang kedurhakaan para pendosa sama sekali tidak membahayakan Dia,
dan sebaliknya ketaatan orang-orang yang patuh sama sekali tidak memberi
keuntungan kepada-Nya.'
Ibadah mempunyai dampak-dampak yang positif bagi kehidupan manusia,
baik di alam sini maupun sana. Hikmah-hikmah ibadah antara lain adalah:
tuntutan fitrah, jalan menuju penyingkapan diri dan kebebasannya dari
kehampaan, terbang ke angkasa metafisik dan meninggalkan sangkar fisik,

mencapai keyakinan, kemenangan ruh atas badan, kesehatan dan
ketenangan jiwa, kekuasaan atas diri dan potensi-potensinya, pendekatan
diri kepada Tuhan, basis etika, keimanan, undang-undang dan sosial,
pembinaan naluri cinta kebaikan, pembangunan, pendidikan, dan lain
sebagainya.
4- Rahmat Ilahi
Allah Swt berfirman:
‫د‬
‫ك وُيل نذ يل ن ي‬
‫م يرب ب ي‬
‫شاَء يرب ب ي‬
‫جع ي ي‬
‫وُيل يوُع ي‬
‫ت‬
‫خل ي ي‬
‫ك ي‬
‫م ع‬
‫من لر ن‬
‫ة يوُاَ ن‬
‫م ة‬
‫خت يل ن ن‬
‫حد ية ة وُيل ي ي ييزاَدلوُ ي‬
‫ك لي ي‬
‫م ع‬
‫م وُيت ي ل‬
‫قهد ع‬
‫ح ي‬
‫ن إ نل ل ي‬
‫ن د‬
‫سأ ل‬
‫ل اَللناَ ي‬
‫في ي‬
‫ي‬
‫ي‬
‫ة يرب ب ي‬
‫ن‬
‫م د‬
‫م ن‬
‫سأ ع‬
‫ن ي‬
‫ملْ ل‬
‫ج ي‬
‫ن اَل ع ن‬
‫جهين ل ي‬
‫كل ع‬
‫ك يل ن ي‬
‫منعي ي‬
‫م ي‬
‫جن لةن يوُاَللناَ ن‬
Artinya:
Dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia satu
umat, tetapi mereka senantiasa berselisih. Kecuali orang-orang yang
memperoleh rahmat dari Tuhanmu dan untuk itulah Allah menciptakan
mereka. (QS. Hud [11]: 118 – 119).
Jika diteliti lebih dalam, tujuan-tujuan itu tidak saling bertentangan, sebagian
darinya merupakan tujuan pengantar bagi tujuan yang selanjutnya, yakni
ada tujuan awal, tujuan menengah, dan tujuan akhir.
Karena itu, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an tersebut, tujuan diciptakannya
manusia adalah pengejawantahan rahmat Ilahi dan penetapan manusia di
arah kesempurnaan dan kebahagiaan yang abadi. Dan hal itu hanya bisa
dicapai melalui pilihan intensional dia sendiri terhadap jalan yang terbaik
dan menempuh cara ibadah kepada-Nya.
.) Definisi Fitrah & Fitrah Manusia
Secara etimologi, fitrah berasal dari kata “al-fathr” yang berarti “belahan”, dan dari makna lahir
makna-makna lain adalah “penciptaan” atau “kejadian”. Ibnu Abbas memahaminya dengan arti,
“”saya yang membuatnya pertama kali.”Dari pemahaman itu sehingga Ibnu Abbas menggunakan
kata fitrah untuk penciptaan atau kejadian sejak awal. Sehingga Fitrah manusia adalah
kejadiannya sejak awal atau bawaan sejak lahir.1
Dalam al-Qur’an kata ini antara lain berbicara dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi
pengakuan bahwa penciptanya Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Hal itu
dapat dilihat dalam Surat Ar-Rum ayat 30:
Artinya :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (pilihlah) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)

agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”2 (Q.S. Ar-Rum: 30)
Kata “Fitrah Allah” dalam ayat di atas, maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah
mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka
hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh
lingkungan.Selain itu, kata “fitrah” dalam ayat diatas mengandung banyak interpretasi, yaitu;
1) Fitrah yang berarti suci (thuhr), yaitu kesucian jasmani dan rohani.
2) Fitrah yang berarti Islam (dienul Islam), maksudnya adalah agama Islam.
3) Fitrah yang berarti mengakui ke-Esa-an Allah (at-tauhid), yaitu kecenderungan manusia untuk
meng-Esa-kan Tuhan dan berusaha terus untuk mencari ketauhidan tersebut.
4) Fitrah yang berarti murni (al-Ikhlas), yaitu keikhlasan dalam menjalankan sesuatu yang
menjadi salah satu sifat manusia.
5) Fitrah, yang berarti kondisi penciptaan manusia yang mempunyai kecenderungan untuk
menerima kebenaran.
6) Fitrah yang berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah.
7) Fitrah yang berarti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenai kebahagiaan dan
kesesatannya.
8) Fitrah yang berarti tabiat alami yang dimiliki manusia (human nature). 3
Sedangkan menurut kesimpulan Muhammad bin Asyur tentang makna fitrah dalam surat ar-Rum
tersebut, adalah; Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk.
Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang
berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta ruhnya).4 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
kata “fitrah” diartikan sebagai “sifat asal; bakat; pembawaan; serta perasaan keagamaan”.5 Di
samping itu, kata “fitrah” dapat diartikan juga dengan “naluri”, yaitu “dorongan hati atau nafsu
pembawaan yang menggerakkan untuk berbuat sesuatu”.6 Jadi, fitrah adalah sifat, watak, bakat
dan perasaan kegamaan yang dibawa manusia sejak lahir. Sedangkan naluri adalah
kecenderungan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir yang menggerakkan manusia untuk
berbuat sesuatu, yang baik maupun yang buruk. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa fitrah
menurut Islam sebagaimana dalam al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 30 di atas, bahwasanya
manusia dilahirkan membawa naluri keimanan kepada Allah dan kesiapan menerima
Islam dalam penciptaannya. Selain fitrah yang dibawa manusia sejak lahir adalah serangkaian
naluri dan kecenderungan yang tampak secara aktual, dan naluri yang dibawa oleh manusia
dalam bentuk kecenderungan yang mungkin akan berubah dari potensi menuju kemampuan yang
aktual pada waktu tertentu.

Fitrah (Potensi) Manusia Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok untuk
menyembah Khaliknya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang
terdapat di bumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin.
Manusia diciptakan Allah selain menjadi hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifah)
di atas bumi.Selaku hamba dan ‘khalifah’ manusia telah diberi kelengkapan jasmaniah
(fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis). Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang
lain, yang dinamakan juga dengan fitrah atau potensialnya yang harus dikembangkan secara
optimal. Untuk mengembangkan potensi (fitrah) itu memerlukan pendidikan untuk
mengarahkannya. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam bab berikut.
Pengertian Fitrah (Potensi) Manusia
Secara etimologi fitrah berasal dari kata fathara yang artinya ‘menjadikan’, secara
terminologi fitrah adalah mencipta/menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan
merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Menurut Shanminan Zain (1986) bahwa fitrah
adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia dibawah sejak
lahir. Menurut Al Auzal (1976) fitrah adalah kesucian dalam jasmani dan rohani. Menurut
Ramayulis : fitrah adalah : kemampuan dasar bagi perkembangan manusia yang dianugrahkan
oleh Allah SWT yang tidak ternilai harganya dan harus dikembangkan agar manusia dapat
mencapai tingkat kesempurnaan.
Dalam Al-Qur’an, dalam surat Ar-Rum ayat 30 dijelaskan, yaitu :
Artinya :“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan
kecenderungan asli) itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu tak ada
perubahan atas fitrah ciptaannya. Itulah agama yang lurus namun kebanyakan mereka tidak
mengetahuinya.”
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa fitrah adalah suatu perangkat yang diberikan
oleh Allah yaitu kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan
potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki
struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya dengan makhluk lain.

Jadi menurut permakalah fitrah adalah suatu kemampuan dasar yang ada pada tiap-tiap
diri manusia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang sempurna melalui
bimbingan dan latihan.
Hakekat Fitrah (Potensi) Manusia Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok untuk
menyembah khaliknya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang
terdapat di bumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin. Untuk melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah Allah membekali manusia dengan seperangkat potensi.Dalam konteks
ini, maka pendidikan Islam merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan potensi
yang dimiliki manusia secara maksimal. Sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit,
dalam artian berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat dan
lingkungan. Sebagai realisasi fungsi dan tujuan penciptaannya sebagai khalifah.
Walaupun berfikir dan bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan dasar manusia,
namun kemampuan untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah mutlak tanpa petunjuk Ilahi,
pikiran dan penalaran dalam perkembangannya memerlukan pengarahan dan latihan yang
bersifat kependidikan yang sekaligus mengembangkan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya dalam
pola keseimbangan dan keserasian yang ideal.
Oleh karena itu pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana
orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada pendidikan
dimana sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan Islam
pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan
firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an
Artinya :“Wahai orang mukmin, masuklah ke dalam Islam secara total menyeluruh dan
berkebulatan. (QS. Al-Baqarah : 208)
Makna Fitrah
Makna fitrah menurut Hasan Langgulung (1986 : 5) menyatakan bahwa, ketika Allah
menghembuskan/meniupkan ruh pada dirinya manusia (pada proses kejadian manusia secara
fisik maupun nonfisik) maka pada saat itu pula manusia (dalam bentuk sempurna) mempunyai
sebagian sifat-sifat ketuhanan yang tertuang dalam Al-Asmahusna. Hanya saja kalau Allah serba

maha, sedangkan manusia hanya diberi sebagiannya, sebagian sifat-sifat ketuhanan yang
menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir itulah yang disebut fitrah.
Misalnya, Al-Alim (maha mengetahui), manusia hanya diberi kemampuan untuk
mendapatkan pengetahuan. Al-Rahman dan Al-Rahim (maha pengasih maha penyayang)
manusia juga diberi kemampuan untuk mengasihi dan menyayangi, Al-Afuw Al-Ghafar (maha
pema’af maha pengampun), manusia juga diberi kemampuan untuk mema’afkan dan
mengampuni kesalahan orang lain. Al Khalik (maha pencipta) manusia juga diberi kemampuan
untuk mengkrerasikan sesuatu, membudayakan alam.
Macam-Macam Fitrah
1.

Potensi Fisik (Psychomotoric)

Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai
kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
2.

Potensi Mental Intelektual (IQ)

Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan sesuatu untuk
menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.
3.

Potensi Mental Spritual Question (SP)

Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang
berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.
4.

Potensi Sosial Emosional

Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan amarah, serta
bertanggung jawab terhadap sesuatu.
Hubungan Fitrah Dengan Pendidikan
Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat dulu dari segi
pengertian.
a. Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus dikembangkan
secara optimal.
b. Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan kemampuan hidup
secara optimal, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai
religius dan sosial sebagai pengarah hidupnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah potensi yang
ada atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan tersebut.Pendidikan
merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk optimal kemampuan-kemampuan
tersebut untuk mencapainya.
Dalam sebuah hadits dapat juga dijelaskan yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu :
Artinya : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanya yang
menjadikan dirinya beragama Yahudi atau Nasrani dan Majusi”
Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan aspek-aspek
individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan kemampuan dasar
tersebut kepada pola hidup yang ukhawi.Oleh karena itu diperlukan atau keharusan pendidikan.
Dengan demikian proses pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total,
menyeluruh dan meliputi segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan falsafah
pendidikan yang menjangkau pengembangan potensi kemanusiannya, falsafah pendidikan yang
demikian itu bercorak menyeluruh dimana iman melandasarinya. Sehingga proses pendidikan
yang berwatak keagamaan mampu mengarahkan kepada pembentukan manusia yang mukmin,
atau dengan filsafat pendidikan Islam bisa memikirkan perkembangannya secara mendasar,
sistematik, dan rasional yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits agar berkembang secara optimal
dan bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka
pendidikan dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek kepentingan yang
antara lain :
1)

Aspek Pedagogis

Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’ yaitu
makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Jadi disini
pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat
menjadi manusia yang sebenarnya.
2)

Aspek Psikologis

Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’ yaitu
makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah.Didalam

kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh
dan berkembang.
3)

Aspek Sosiologis Dan Kultural

Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar
untuk hidup bermasyarakat.
4)

Aspek Filosofis

Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.

.)Hubungan Agama Dan Manusia
Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena
kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi
nilai-nilai keimanannya. Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :
1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film
yang berbau porno.
2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat.
3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku
yang menyimpang dari nilai-nilai agama.
4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan
kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi
umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada
yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kenajuan
umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu sendiri. Agar
umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin”
maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri
umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga
dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).
Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan
makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti :

pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai
tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus
mampu menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag
ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun
ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.
Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan : a.
sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber informasi tentang masalah metafisika, dan d.
bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun duka.
a. Agama Sumber moral
Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat
diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama.Agama menjadi sumber
moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta karena
adanya perintah dan larangan dalam agama.
b. Agama Petunjuk Kebenaran
Sekarang bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas pertanyaan ini
Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi
pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para nabi dan
Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk disampaikan kepada manusia.Wahyu atau agama inilah
agama Islam, dan ini pula sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu
kala, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Dapat disimpulkan, bahwa agama sangat
penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh manusia sejak dulu kala
dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama
adalah petunjuk kebenaran.Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan
universal.

c. Agama Sumber Informasi Metafisika
Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan hanya Allah saja
yang mengetahuinya.Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam batas-batas
yang diangg