Efektivitas Penguasaan Konsep Terhadap Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Aplikasi Pada Materi Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII MTs Negeri Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung BAB II BEN

16

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

Pembahasan Tentang Penguasaan Konsep Siswa
1. Pengertian Konsep
Belajar matematika ialah belajar konsep-konsep dan strukturstruktur dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi
yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep
dan struktur-struktur matematika. Menurut Hudoyo, konsep-konsep
merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir. Sedangkan
menurut Dahar, konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses
mental yang

lebih

baik

untuk


merumuskan

prinsip-prinsip dan

generalisasi-generalisasi.1
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok
orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk
pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep menunjukkan
suatu hubungan antar konsep-konsep yang lebih sederhana sebagai dasar
perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi.2
1

Fitriani Nur,” Makalah Menumbuhkan Motivasi dan Minat Belajar Matematika” dalam
http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/makalah-menumbuhkan-motivasi-dan-minat-belajarmatematika/ diakses pada tanggal 15 Juli 2010
2
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), 71

17


Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan
untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental
sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan
objek-objeknya. Carrol mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi
dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok
objek atau kejadian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk dapat
menguasai konsep seseorang harus mampu membedakan antara benda
yang satu dengan benda yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa
yang lain. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat menggolongkam
dunia sekitarnya menurut konsep itu.3
Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan
suatu

konsep

ketika

mereka


mampu

mengklasifikasikan

atau

mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan
suatu nama dengan kelompok benda tertentu.4

Menurut Benjamin Blomm ada enam tingkatan dalam domain
kognitif yang berlaku juga untuk tujuan-tujuan dalam domain ini yaitu :
a. Pengetahuan atau ingatan (knowledge)

3

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran ..., 158
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), 254
4


18

Aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat
materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada hal-hal
yang sukar. Pada umumnya unsur pengetahuan ini menyangkut hal-hal
yang perlu diingat seperti bahasan, peristilahan, ide, gejala, rumusrumus, pasal, hukum, dalil, nama orang, nama tempat, dan lain-lain.
Penguasaan hal tersebut memerlukan hafalan dan ingatan akan
hal-hal yang pernah dipelajari meliputi fakta, kaidah, prinsip, dan
metode yang diketahui. Tujuan dalam tingkatan pengetahuan ini
termasuk kategori paling rendah dalam domain kognitif.
b. Pemahaman (comprehension)
Aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk
mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau
diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari.
Pada umumnya unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan
menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri. Pemahaman
dapat

dibedakan


menjadi

tiga

kategori

yakni

penerjemahan

(translation) misalnya dari lambang ke arti, penafsiran (interpretation),
dan ekstrapolasi (extrapolation) yaitu menyimpulkan dari sesuatu yang
telah diketahui. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau
mengerti

apa

yang


diajarkan,

mengerti

apa

yang

sedang

dikomunikasikan, dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan
menghubungkannya dengan hal-hal yang lain.

19

Aspek ini setingkat lebih tinggi dari pengetahuan sehingga
untuk untuk mencapai tujuan dalam tingkat pemahaman ini dituntut
keaktifan belajar murid yang lebih banyak.
c. Penerapan atau aplikasi (application)
Aspek ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau

menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-ide umum, metodemetode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya
yang sudah dimiliki pada situasi baru dan konkret, yang menyangkut
penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya dalam memecahkan
persoalan tertentu. Dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum,
rumus, kemudian diterapkan atau digunakan dalam memecahkan suatu
persoalan. Tujuan dalam aspek setingkat ini lebih tinggi daripada
tujuan dari aspek pemahaman, sehingga kegiatan pembelajaran yang
dituntutpun lebih tinggi.
d. Analisis (analysis)
Aspek

ini

mengacu

pada

kemampuan

mengkaji


atau

menguaraikan sesuatu bahan atau keadaan ke dalam komponenkomponen atau bagian-bagian yang lebih spesifik, serta mampu
memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lain,
sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dipahami. Kemampuan ini
merupakan akumulasi atau kumpulan pengetahuan, pemahaman, dan
aplikasi. Kemampuan analisis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga

20

kelompok yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsipprinsip yang terorganisasi. Dengan demikian keaktifan belajar siswa
lebih tinggi dari pada keaktifan belajar yang dituntut aspek aplikasi.
e. Sintesis (syntesis)
Aspek ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai
konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau
bentuk baru. Sintesis menuntut adanya kriteria untuk menemukan pola
dan struktur organisasi yang dimaksud, sintesis adalah lawan dari
analisis. Aspek sintesis ini memerlukan tingkah laku yang kreatif,
kemampuan sintesis (membentuk) relatif lebih tinggi dari kemampuan

analisis (menguraikan), sehingga untuk menguasainya diperlukan
kegiatan belajar yang lebih kompleks.
f. Evaluasi (evaluation)
Aspek
pertimbangan

ini

mengacu

pada

kemampuan

atau

penilaian

terhadap


gejala

memberikan

atau

peristiwa

berdasarkan norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria
tertentu.5

2. Aktivitas

Yang

Dapat

Meningkatkan

Matematika

a. Pengajaran konsep matematika
5

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna..., 157-158

Penguasaan

Konsep

21

1) Konsep bentuk dan ukuran dapat diajarkan melalui permainan
memilah. Kepada anak diberikan kepingan papan atau plastik
yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Untuk
menanamkan konsep bentuk dan ukuran, anak diminta untuk
memilah-milah kepingan–kepingan tersebut berdasarkan bentuk
dan ukurannya. Konsep warna juga dapat ditanamkan melalui
permainan ini. Pemilahan hendaknya dimulai dari yang sederhana,
yaitu satu sifat saja seperti bentuknya, ukurannya, atau warnanya.
Jika pemilahan sederhana dapat dilakukan dengan baik. Permainan
dapat ditingkatkan menjadi pemilahan yang kompleks, misalnya
memilah kepingan-kepingan yang bentuk dan ukurannya sama.
2) Konsep bilangan dikenal anak-anak dari kemampuan

mereka

untuk memusatkan perhatian mengenal suatu objek tunggal. Oleh
karena itu, untuk memperkenalkan konsep bilangan anak dapat
diajak untuk menemukan benda-benda yang sama dengan
ditunjukkan oleh guru dari sekelompok benda yang memiliki sifat
bermacam-macam. Anggota kelompok benda tersebut dapat
berbeda dalam warna, bentuk, ukuran, dan sebagainya. Permainan
dengan kartu domino atau sejenisnya juga dapat digunakan untuk
memperkenalkan konsep bilangan, kelompok, dan jumlah.
3) Konsep

jumlah

dapat

diajarkan

kepada

anak

melalui

memasangkan papan yang dapat dilepaskan, belahan kiri

22

mengandung sekelompok gambar benda, dan belahan kanan
mengandung angka yang sesuai dengan jumlah gambar pada
belahan kiri. Dengan bermain memasangkan papan-papan
semacam itu anak dapat belajar tentang konsep jumlah.
4) Konsep simbol bilangan dapat diajarkan kepada anak melalui garis
bilangan, begitu pula dengan hubungan antar bilangan-bilangan
tersebut.
5) Konsep tentang suatu pola dapat diajarkan melalui permainan
yang meminta kepada anak-anak untuk menemukan pola dengan
memilih objek-objek dalam suatu urutan yang telah dibuat oleh
guru.
6) Konsep hubungan antar berbagai ukuran dapat diajarkan dengan
memberikan kepada anak berbagai kelompok benda yang sama
tetapi memiliki ukuran yang berbeda. Dengan kelompokkelompok benda tersebut anak diminta untuk mengurutkan dari
yang paling panjang ke yang paling pendek, dari yang paling besar
hingga yang paling kecil, dan sebagainya.
7) Konsep ukuran dapat diajarkan dengan cara mengajar anak-anak
mengukur panjang papan, menimbang berat benda, atau menilai
jumlah uang. Pengukuran hendaknya dimulai dari yang kasar ke
yang halus, misalnya dari langkah ke meter, dari jengkal ke

23

centimeter, dari yang menimbang dengan mengangkat barang ke
penggunaan timbangan, dan sebagainya.6
b. Pengajaran melalui LKS Scaffolding
Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh
seorang ahli psikologi perkembangan kognitif masa kini, Jerome
Bruner. Bruner menjelaskan scaffolding sebagai suatu proses dimana
siswa dibantu untuk memahami suatu masalah tertentu yang melebihi
perkembangan mentalnya melalui bantuan seorang guru atau orang
yang memahaminya. Menurut Slavin, “Scaffolding merupakan
pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar
setelah ia dapat melakukannya.”
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa
untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat
berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke
dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakantindakan

lain

yang

memungkinkan

siswa

itu

belajar

mandiri. Scaffolding dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan
melaui media pembelajaran, diantaranya adalah melalui Lembar Kerja
Siswa (LKS).
6

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar …, 276-277

24

LKS Scaffolding merupakan suatu lembar kerja siswa dimana
didalam LKS tersebut mengandung penjelasan materi (secara singkat),
beberapa contoh soal (dengan tingkat kesulitan dan kompleksitas
secara berjenjang), solusi argumentatif, serta soal-soal sebagai bahan
latihan (yang semakin ke belakang semakin dilenyapkan unsur
bimbingannya).7
3. Dimensi Dalam Pemahaman Terhadap Konsep-Konsep
Flavel menyarankan bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep
dapat dibedakan dalam tujuh dimensi yaitu :
a. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contohcontoh konsep harus mempunyai atribut-atribut yang relevan;
termasuk juga atribut-atribut yang tidak relevan. Contoh-contoh
konsep, meja harus mempunyai suatu permukaan yang datar, dan
sambungan-sambungan yang mengarah ke bawah yang mengangkat
permukaan itu dari lantai. Atribut-atribut dapat berupa fisik, seperti
warna, tinggi, dan bentuk.
b. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut
itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal, yaitu :

7

Cut Inayati, “Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Matematika Melalui L KS
Scaffolding Pada Konsep Matriks Bagi Siswa Kelas XII IA SMA Negeri 10 Fajar Harapan Banda
Acehdalam diakses pada tanggal 15 Juli 2010

25

1)

Konsep-konsep konjungtif adalah konsep-konsep dimana
terdapat dua atau lebih sifat-sifat, sehingga dapat memenuhi syarat
sebagai contoh konsep.

2)

Konsep-konsep disjungtif adalah konsep-konsep dimana
satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada.

3)

Konsep-konsep relasional menyatakan hubungan tertentu
antara atribut-atribut konsep. Keabstrakan, yaitu konsep-konsep
yang dapat dilihat dan konkret, atau konsep-konsep itu terdiri dari
konsep-konsep lain. Suatu segitiga dapat dilihat, keinginan adalah
lebih abstrak.

c. Keinklusifan (Inclusiveness), yaitu ditunjukkan pada jumlah contohcontoh yang terlibat dalam konsep itu.
d. Generalitas atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsepkonsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinat.
e. Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan
aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontohnoncontoh suatu konsep.
f. Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana
orang setuju bahwa konsep itu penting.8
4. Tahap-Tahap Dalam Mempelajari Konsep-Konsep Matematika

8

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…, 72-73

26

Konsep-konsep

matematika

dipelajari

menurut

tahap-tahap

bertingkat. Terdapat enam tahap yang berurutan dalam belajar matematika,
yaitu:
a. Permainan bebas (Free play)
Permainan bebas adalah tahap belajar konsep yang terdiri dari
aktivitas

yang

memungkinkan

tidak
peserta

terstruktur
didik

dan

tidak

mengadakan

diarahkan

yang

eksperimen

dan

memanipulasi benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur-unsur
konsep yang dipelajari itu. Tahap ini merupakan tahap yang penting
sebab pengalaman pertama, peserta didik berhadapan dengan konsep
baru melalui interaksi dengan lingkungannya yang mengandung
representasi konkrit dari konsep itu. Dalam tahap ini peserta didik
membentuk struktur mental dan sikap untuk mempersiapkan diri
memahami konsep tersebut. Misalnya anak-anak bermain dengan
balok logika yang berkaitan dengan sifat-sifat tentang bentuk, warna,
ukuran, dan kekebalan. Sifat-sifat ini merupakan variabel-variabel dari
sistem tersebut.

b. Permainan yang menggunakan aturan (Games)
Tahap ini merupakan tahap belajar konsep setelah di dalam
periode tertentu permainan bebas terlaksana. Di dalam tahap ini
peserta didik mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat di

27

dalam konsep itu. Peserta didik memperhatikan aturan-aturan tertentu
yang terdapat dalam konsep (peristiwa-peristiwa). Aturan-aturan itu
ada kalanya berlaku untuk suatu konsep, namun tidak berlaku untuk
konsep lain. Setelah peserta didik itu mendapatkan aturan-aturan yang
ditentukan dalam konsep (peristiwa) itu, peserta didik itu siap untuk
memainkan permainan itu. Mereka juga mengubah aturan-aturan yang
dibuat pengajarnya dan membuat permainan sendiri. Dengan bermain
peserta didik mulai menganalisis struktur matematika. Misalnya
dengan menggunakan balok logika, peserta didik dapat membuat
klasifikasi dengan memilih balok-balok logika itu untuk dua variabel
yang berbeda.
c. Permainan mencari kesamaan sifat (Searching for comunalities).
Tahap ini berlangsung setelah memainkan permainan yang
disertai aturan tadi. Dalam melaksanakan permainan tahap kedua tadi
permainan yang menggunakan aturan, mungkin peserta didik belum
menemukan struktur yang menunjukkan sifat-sifat kesamaan yang
terdapat di dalam permainan-permainan yang dimainkan itu. Dalam
hal demikian ini, peserta didik perlu dibantu untuk dapat melihat
kesamaan struktur dengan mentranslasikan dari suatu permainan ke
bentuk permainan yang lain, sedang sifat-sifat abstrak yang
diwujudkan dalam permainan tetap tidak berubah dengan translasi itu.
d. Permainan dengan representasi (Representation)

28

Dalam tahap ini peserta didik mencari kesamaan sifat dari
situasi yang serupa. Setelah peserta didik itu mendapatkan kesaman
sifat dari situasi, peserta didik itu memerlukan gambaran konsep
tersebut. Tentu saja gambaran konsep itu biasanya menjadi lebih
abstrak dari pada situasi yang disajikan. Cara ini mengarahkan peserta
didik kepada pengertian struktur matematika yang abstrak yang
terdapat di dalam konsep tersebut.
e. Permainan dengan simbulisasi (Symbolization)
Permainan dengan menggunakan simbul ini merupakan tahap
belajar konsep di mana peserta didik perlu merumuskan representasi
dari setiap konsep dengan menggunakan simbul matematika atau
dengan perumusan verbal yang sesuai. Kalau perlu, pengajar dapat
mengarahkan peserta didiknya dalam memilih simbul yang cocok.
Misalnya dari suatu permainan dapat dinyatakan (secara verbal) bahwa
hasil kali dua bilangan asli negatif adalah bilangan positif merupakan
kesepakatan yang disebut aksioma.

f. Formalisasi (Formalization)
Permainan ini merupakan tahap belajar konsep terakhir. Setelah
peserta didik mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang
saling berhubungan, peserta didik harus mengurut sifat-sifat itu untuk

29

dapat merumuskan sifat-sifat baru. Misalnya sifat-sifat dasar di dalam
struktur matematika adalah aksioma. Dari aksioma inilah kemudian
dapat dirumuskan suatu teorema atau dalil. Perjalanan dari aksioma
menuju teorema atau dalil itu disebut pembuktian.9
5. Dasar Pengembangan Penguasaan Konsep Matematika
Serangkaian peristiwa yang menyatakan fase suatu kegiatan
belajar dan proses yang menghubungkannya menurut Gagne terlihat
seperti berikut :
a. Fase Motivasi
Harapan akan tujuan belajar yang akan dicapai.
b. Fase Pemahaman
Perhatian

terhadap

unsur-unsur

tertentu

sehingga

merupakan

tanggapan selektif.
c. Fase Penguasaan
Pengkodean untuk dimasukkan dalam ingatan.
d. Fase Ingatan
Penyimpanan dalam ingatan.
e. Fase Pengungkapan Kembali
Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan dicari kembali.
f. Fase Generalisasi
Transfer pengetahuan yang dimiliki ke pengetahuan yang sejenis.
9

Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika..., 59-61

30

g. Fase Perbuatan
Menyatakan bahwa tujuan belajar tercapai.
h. Fase Umpan Balik
Penguatan terhadap pencapaian tujuan belajar
Fase-fase kejadian belajar di atas dalam kejadian sehari-hari tidak
selalu nampak dan mudah diamati, kecuali jika diadakan eksperimen
khusus dengan dibuat suatu konstruksi belajar khusus, barulah akibatakibat kegiatan belajar dapat diamati. Kenyataan juga menunjukkan
peserta didik tidak menyadari terhadap banyak proses belajar.
Walaupun proses belajar tidak langsung dapat diamati, proses
belajar itu dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam pengajaran di
sekolah, lingkungan yang dimaksud disebut situasi belajar. Merupakan
tugas

pengajar

untuk

mengelola

keadaan

sekitarnya

sehingga

memungkinkan terjadinya belajar.10

Uraian garis besar fase kegiatan belajar di atas adalah sebagai berikut :
a. Fase motivasi (motivation phase)
Agar terjadi proses belajar seseorang haruslah diberi motivasi
belajar, yaitu dalam bentuk motivasi insentif (ganjaran). Jenis motivasi
10

Ibid., 22-23

31

ini memungkinkan peserta didik berusaha mencapai tujuan yang
ditetapkan. Ini berarti kegiatan dilakukan terlebih dahulu sebelum
mencapai tujuan. Misalnya saja, peserta didik menghadapi soal-soal
yang berkaitan dengan konsep fungsi, ia ingin mengerjakan soal-soal
itu dengan benar seluruhnya, maka ia harus mengerjakan soal-soal itu.
Kecenderungan yang demikian adalah wajar bagi setiap orang dalam
memanipulasi, mendominasi, atau menguasai lingkungannya.
Dalam

kondisi

yang

lain,

pemberian

ganjaran

tidak

menimbulkan motivasi peserta didik untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam keadaan demikian motivasi dapat ditimbulkan dari dalam diri
peserta didik itu yang prosesnya disebut pengharapan (expectancy) di
mana peserta didik itu akan mendapatkan antisipasi dari ganjaran bila
ia mencapai tujuan dalam diri peserta didik, suatu pengharapan dapat
dikembangkan dengan mengkomunikasikan hakekat dari tujuan, yaitu
suatu harapan dapat dicapai sebagai suatu akibat dari aktivitas
belajarnya. Misalnya saja, peserta didik diberitahukan bahwa bila ia
berhasil menyelesaikan pelajaran logika dengan baik, maka akan
dengan mudah menyelesaikan masalah-masalah matematika.
Kadang-kadang kita tidak berhasil memberikan motivasi
semacam itu kepada peserta didik. Dalam keadaan demikian itu, kita
perlu mengatur situasi dan kondisinya sehingga memungkinkan
peserta didik mencapai tujuan belajar yang dikehendaki. Misalnya

32

pengajar melalui tahap-tahap tertentu membimbing peserta didik
menyelesaikan masalah matematika dalam bentuk soal cerita. Dengan
notasi tertentu cerita itu menjadi bentuk aljabar. Kemudian peserta
didik dapat melanjutkan penyelesaiannnya sehingga menemukan
jawaban masalah yang dikemukakan tadi. Pemberian motivasi
merupakan langkah persiapan untuk suatu kegiatan belajar. Motivasi
belajar yang kuat akan mendorong peserta didik untuk berkonsentrasi
dengan baik sehingga dapat menunjang proses belajar berikutnya.
b. Fase pemahaman (apprehending phase)
Peserta didik yang termotivasi itu, pertama kali harus menerima
stimulus. Stimulus (informasi) ini masuk ke dalam peristiwa belajar
yang esensial dan akhirnya informasi itu disimpan dalam memorinya.
Peserta didik harus memperhatikan bagian-bagian dari keseluruhan
stimulus-stimulus yang relevan dengan maksud belajarnya. Misalnya
seorang peserta didik sedang mempelajari buku matematika, ia perlu
memperhatikan istilah dan definisi-definisi yang dipergunakan dalam
buku matematika tersebut, bukan mengenai bentuk fisik bukunya.
Proses perhatian itu berlangsung di dalam bagian internal yang disebut
sekumpulan kegiatan mental (mental set). Sekumpulan kegiatan mental
itu berfungsi sebagai suatu jenis “pengaturan”. Sekumpulan kegiatan
mental yang berupa perhatian itu dapat diaktifkan dengan stimulus
eksternal dan berlangsung dalam waktu terbatas. Stimulus eksternal itu

33

tentu saja berupa stimulus tertentu. Misalnya : “Lihatlah gambar
berikut, apakah kedua bangun geometri itu berbeda?”. Stimulus yang
demikian ini memungkinkan terjadinya perhatian yang merupakan
kegiatan mental.
Perhatian dapat didahului oleh stimulus yang berupa perubahan
tiba-tiba. Misalnya, di dalam memberikan contoh-contoh bangun
geometri yang berupa paralelogram, segi panjang dan bujur sangkar,
kemudian diselipkan trapesium. Di pandang dari sisi-sisinya, yang
disebut terakhir itu berbeda dengan yang lain. Cara demikian ini sangat
bermanfaat untuk menarik perhatian peserta didik sebagai langkah
permulaan belajar. Keadaan seperti ini merupakan pengalaman bagi
peserta didik, yaitu dengan perhatian yang dikontrol itu pada akhirnya
nanti tingkah lakunya menjadi otomatis.
Tahap berikutnya setelah perhatian itu adalah keluar dari
“daftar sensori”. Kegiatan mental (perhatian) yang diadopsi oleh
pesera didik, menentukan aspek stimulus eksternal yang diterima
peserta didik. Ini berarti serangkaian stimulus-stimulus yang diterima
peserta didik, merupakan tanggapan yang selektif.
Dipadu oleh pengalaman belajar yang lampau, misalnya dengan
petunjuk verbal atau petunjuk lainnya, kepada peserta didik
diperlihatkan suatu segitiga yang bukan tentang tebal tipisnya,
warnanya dan sejenisnya. Peserta didik akan memperhatikan lebih

34

kepada bentuk harfiah segitiga itu daripada nama segitiga itu sendiri.
Tanggapannya itu selektif sebagaimana ditentukan oleh perhatiannya
yang sudah diadopsi dari kegiatan mental dan kegiatan mental itu pada
akhirnya dipengaruhi oleh petunjuk yang merefleksikan tujuan khusus
belajar.
Agar supaya terjadinya tanggapan selektif itu dimungkinkan,
bentuk stimulus eksternal harus berbeda-beda. Dengan stimulus
eksternal yang berbeda-beda itu peserta didik memperhatikan adanya
unsur-unsur yang penting dan relevan sehingga sangat membantu
kegiatan belajar selanjutnya.
c. Fase Penguasaan (acqulsition phase)
Setelah stimulus eksternal diperhatikan dan diterima peserta
didik, kegiatan belajar dapat berkembang. Penguasaan dapat digiatkan
melalui stimulus eksternal yang bertahan sampai suatu batas periode
waktu untuk menyiapkan individu menerima jenis-jenis stimulus
tertentu. Misalnya: “ Dengarkan apa yang hendak saya katakan berikut
ini”, ucapan semacam ini dapat menimbulkan perhatian peserta didik.
Informasi yang tertinggal sementara di dalam “masa ingatan
pendek” tidaklah sama dengan informasi yang diterima langsung. Ada
transformasi dan entitas yang diterima ke dalam suatu bentuk yang
sudah siap disimpan. Proses yang demikian ini disebut pengkodean
(coding). Pengkodean ini menunjukkan bahwa yang diingat hampir

35

tidak pernah sama benar dengan stimulus yang menimbulkan belajar.
Apa yang tertinggal atau tersimpan sebagai hasil kegiatan belajar
nampak tidak tepat penampilannya seperti apa yang telah dilihat,
didengar atau diindera yang lain. Hal ini terbukti dalam suatu
penelitian yang menunjukkan bahwa seseorang anak yang mempelajari
bentuk gambar sederhana, kemudian anak itu diminta menggambar
gambar-gambar yang telah dipelajari, ternyata kecenderungan gambargambarnya menjadi lebih sederhana dan simetrik.
Pengkodean yang disimpan dalam jangka panjang terjadi bila
informasi

masuk

ke

“masa

ingatan

lama”.

Pengkodean

ini

mengakibatkan hasil belajar lebih lama diingat. Rotensi yang lebih
besar terjadi bila stimulus-stimulus dikelompokkan dengan cara
tertentu, diklasifikasikan ke dalam konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya atau disederhanakan sebagai prinsip-prinsip. Misalnya
seseorang

harus

mengingat

bilangan

1781945,

maka

untuk

mengingatnya angka-angka dalam bilangan itu dikelompokkan
menjadi 17 8 1945 yang menjadi tanggal hari kemerdekaan kita.
Dengan

demikian

fase

penguasaan

ini

mempersiapkan

informasi yang diterima untuk dimasukkan dalam ingatan.
d. Fase ingatan (retention phase)
Entitas yang dipelajari yang diubah dengan proses pengkodean,
memasuki “tempat penyimpanan ingatan” (memory storage) dari

36

“masa ingatan lama”. Di dalam “tempat penyimpanan ingatan” itu
mungkin terjadi berikut :
1) Apa yang dipelajari disimpan secara tetap;
2) Apa yang dipelajari disimpan yang kemudian dapat diungkapkan
sedikit demi sedikit;
3) “Tempat penyimpanan ingatan” dapat merupakan gangguan, dalam
arti ingatan (memory) yang lebih baru mengaburkan ingatan yang
mendahului.
Dengan

demikian

fase

ingatan

ini

merupakan

fase

penyimpanan untuk jangka waktu lama.
e. Fase pengungkapan kembali (recall phase)
Proses yang terjadi pada fase pengungkapan kembali disebut
mengungkapkan atau menggali ingatan (retrieval). Proses menggali
ingatan itu dapat dipengaruhi oleh stimulus eksternal, misalnya berupa
“kunci“ yang tepat untuk membuka pintu gudang penyimpanan
ingatan. Misalnya untuk mencari informasi yang dimiliki tentang
isomorfisma

janganlah

dicari

diantara

informasi

mengenai

diferensiabelnya suatu fungsi, melainkan harus dicari diantara
informasi mengenai aljabar abstrak. Kunci yang dimaksud itu dapat
diberikan kepada peserta didik melalui komunikasi verbal. Misalnya
peserta didik harus menghitung panjang sisi-sisi sebuah segitiga sikusiku, pengajar dapat memberikan kunci dengan mengatakan: Apakah

37

kamu ingat dalil Pythagoras? Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
kunci yang semacam ini menunjukkan paling efektif, bila digunakan
pada saat belajar terjadi yang pertama kali.
Apabila seseorang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
kembali informasi yang tersimpan dalam “tempat penyimpanan
ingatan” di dalam kehidupan sehari-hari disebut lupa. Jadi informasi
pernah diolah dalam “masa ingatan pendek”. Pernah dimasukkan ke
dalam “masa ingatan lama”, tetapi pada waktu diperlukan sulit
diperoleh kembali seluruhnya atau sebagian. Jelas di sini, konsep yang
belum dipelajari, misalnya konsep integral bukan lupa. Demikian juga
walau konsep integral dipelajari namun tidak diproses dengan baik,
konsep integral itu menjadi hilang begitu saja, dan ini bukan lupa.
Lupa dapat terjadi disebabkan antara lain sebagai berikut :
1)

Intervensi informasi lain yang telah disimpan dalam “masa
ingatan lama”. Informasi itu mengaburkan informasi yang
diperlukan, tetapi seringkali dapat ditemukan kembali dengan
belajar kembali. Belajar kembali ini ternyata lebih cepat dari pada
sebelumnya karena informasi sebenarnya telah ada di “masa
ingatan lama”.

2) Penggunaan “kunci” yang tidak tepat.
3) Tidak diolah secara baik informasi yang berada di “masa ingatan
pendek”. Sebagian informasi hanya disinggung sedikit, kemudian

38

hilang atau informasi yang masuk ke dalam “masa ingatan lama”
masih belum mantap, sehingga tidak tersimpan dalam bentuk
yang jelas.
f. Fase generalisasi (Generalization phase)
Hal mendapatkan kembali terhadap apa yang telah dipelajari
tidak selalu terjadi pada situasi yang sama atau konteks yang sama.
Karena itu diperlukan generalisasi sehingga memudahkan belajar.
Pengungkapkan kembali terhadap informasi yang sudah dipelajari dan
kemudian diaplikasikan ke konteks baru dan berbeda disebut transfer
belajar atau biasanya disingkat transfer. Menurut Gagne, konteks yang
bervariasi untuk belajar merupakan sesuatu yang esensial yang dapat
menjamin terjadinya transfer dalam proses belajar.
g. Fase perbuatan (performance phase)
Penghasil respon mengorganisasikan respon-respon peserta
didik dan memungkinkan peserta didik itu menampilkan perbuatannya
yang merefleksikan apa yang sudah dipelajari. Bagi peserta didik
penampilan tingkah laku sebagai hasil belajar merupakan hal yang
penting untuk umpan balik.
Walaupun peserta didik dalam beberapa hal telah mengetahui
bahwa ia telah memiliki “sesuatu”, tingkah laku yang sesungguhnya
merupakan cara terbaik untuk mengetahui bahwa dirinya telah belajar.
Dengan mengetahui bahwa dirinya telah belajar, peserta didik itu

39

mendapatkan kepuasan dari hasil belajarnya. Dengan kepuasannya ini
ia ingin belajar lebih lanjut. Misalnya peserta didik yang sedang
belajar persamaan, ia juga dapat menyelesaikan soal-soal cerita.
Agar supaya pengajar dapat mengetahui bahwa belajar telah
terjadi pada diri seorang peserta didik, tingkah lakunya merupakan
suatu yang esensial dari pengajar itu. Respon-respon peserta didik
menunjukkan belajar telah terjadi, tingkah lakunya telah dimodifikasi.
Misalnya seorang peserta didik yang tadinya tidak dapat membedakan
antara relasi satu lawan satu dengan fungsi satu lawan satu, menjadi
dapat membedakannya. Selanjutnya timbul pertanyaaan, berapa contoh
tingkah laku yang diperlukan sehingga nampak belajar telah terjadi.
Satu jenis tingkah laku belum dapat ditetapkan tentang terjadinya
belajar. Gagne berpendapat bahwa penampilan yang nampak itu dua
macam tingkah laku yang berbeda, boleh kiranya dikatakan bahwa
belajar telah terjadi dan tiga macam tingkah laku yang berbeda dapat
disimpulkan dengan tegas bahwa belajar telah terjadi. Namun dalam
kegiatan kelas, satu jenis penampilan sudah dapat dianggap cukup
untuk menyatakan bahwa belajar telah terjadi.
Dengan demikian fase perbuatan ini menyatakan bahwa tujuan
belajar telah tercapai.
h. Fase umpan balik (feed bach fase)

40

Tingkah laku baru sebagai hasil belajar menunjukkan peserta
didik mencapai tujuannya. Informasi sebagai umpan balik ini
dipandang sebagai proses yang disebut penguatan terhadap pencapaian
tujuan belajar. Penguatan berlangsung dalam proses belajar, sebab
“pengharapan” yang berkembang di dalam fase motivasi belajar,
sekarang dikonfirmasikan selama fase umpan balik. Proses penguatan
berlangsung bukan karena ganjaran yang diperoleh, melainkan karena
antisipasi ganjaran yang dikonfirmasikan. Pentingnya fase motivasi
untuk kegiatan belajar sekali lagi ditekankan kembali dengan proses
penguatan.
Sebagai bukti bahwa belajar telah terjadi, bermacam-macam
penampilan hasil belajar dapat diamati. Penampilan yang dimaksud itu
nampak bervariasi dari yang sederhana sampai yang paling rumit dari
lukisan garis sampai kepada bermacam-macam masalah yang hanya
dapat dilakukan oleh orang-orang dewasa.
Tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda itu
dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku ini
sedemikian

rupa

sehingga

dapat

diambil

implikasinya

yang

bermanfaat, yang kemudian dapat dikembangkan sebagai pengertian
kita terhadap proses belajar. Demikian pengertian kita terhadap proses
belajar, maka belajar itu dapat mengembangkan sifat keajegan dalam
diri orang itu. Dengan keajegan yang dimaksud itu, pengamat dapat

41

mengamati tingkah laku orang tersebut. Keajegan tersebut dapat
disebut kapabilitas yang menunjukkan bahwa individu itu kapabel
dalam menampilkan tingkah laku tertentu. Istilah lain terhadap
kapabilitas adalah kemampuan atau kompetensi. Dengan demikian
kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia
belajar.

B.

PembahasanTentang Kreativitas Siswa
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh pakar berdasarkan
sudut pandang masing-masing. Perbedaan dalam sudut pandang ini
menghasilkan berbagai pengertian kreativitas dengan penekanan yang
berbeda-beda seperti berikut :
a.

Drev Dahl, mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan seseorang
untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada
dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa
pendapat imajinatif, atau sintesis pemikiran yang hasilnya tidak hanya
perangkuman. Ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dan
gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan
pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup
pembentukan korelasi baru. Ia harus mempunyai maksud atau tujuan yang
ditentukan bukan fantasi semata walaupun merupakan hasil yang

42

sempurna dan lengkap. Ia mungkin dapat berbentuk produk seni
kesusteraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau
metodologis.11
b. Kelvin

Seifert

mendefinisikan

kreativitas

sebagai

kemampuan

memproduksi berbagai gagasan, aktivitas, dan objek baru, dan seringkali
muncul dalam bentuk pemikiran bercabang.12
c. Evans menjelaskan, kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan
hubungan–hubungan baru, untuk melihat suatu subjek dari perspektif
baru, dan untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep
yang sudah ada dalam pikiran.13
d. Haefele mendefinisikan, kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak keseluruhan produk itu harus baru, tetapi
kombinasinya. Unsur-unsurnya bisa saja sudah ada lama sebelumnya.14
e. Utami Munandar mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang
mencerminkan lelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berfikir serta
kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.15

11
12

Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2004), 4
Kelvin Seifert, Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, (Jogyakarta: IrCiSod,

1983), 165
13

Suryo Widodo,”Kreativitas, Berpikir Kreatif dan Implementasinya Dalam Pembelajaran
Matematika”, dalam Seminar Nasional Tahun 2009 Tema: Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
(Tulungagung: Makalah tidak diterbitkan, 2009)
14
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), 21
15
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi... , 104

43

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas
adalah kemampuan untuk menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru,
dan atau memodifikasi sesuatu yang sudah ada sebelumnya sehingga
manfaatnya bernilai dibanding sebelumnya.
2. Komponen Dalam Kreativitas
Momen kreatif Wiles menggambarkan apa yang disebut oleh Robert
Sternberg dan Todd Lubant sebagai lima komponen kreativitas- produksi dari
gagasan-gagasan baru dan bernilai :
a. Keahlian.
Semakin banyak gagasan citra yang kita peroleh melalui pembelajaran
terakumulasi, maka semakin banyak kesempatan yang kita miliki untuk
mengombinasikan blok-blok bangunan dengan cara-cara kreatif.
b. Keterampilan-keterampilan berpikir imajinatif.
Dalam momen-momen kreativitas, kita melihat segala hal dengan caracara baru, mengenali berbagai pola dan menciptakan berbagai hubungan
setelah menguasai anasir-anasir mendasar dan sebuah persoalan, kita
mendefinisikan ulang atau mengeksplorasinya dengan cara baru.
c. Kepribadian yang senang berpetualang.
Pribadi kreatif mampu menanggung ketaksaan (ambiguity) dan risiko,
gigih dalam mengatasi berbagai rintangan, dan berusaha mencapai
pengalaman-pengalaman baru.
d. Motivasi instrinsik.

44

e. Lingkungan yang kreatif.
Gagasan yang baru bernilai seringkali dicetuskan, didukung dan disaring
oleh banyaknya hubungan.16
3. Tahap-Tahap Kreativitas
Studi-studi tentang kreativitas pada umumnya menunjukkan bahwa
perkembangan kreativitas mengikuti pola-pola yang diramalkan. Ini tampak
pada awal kehidupan anak kemudian meluas ke berbagai bidang kehidupan
lainnya. Karena perkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan
proses perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh John
Piaget.
Dalam berfikir kreatif ada beberapa tingkatan atau stages sampai
seseorang memperoleh sesuatu hal yang baru atau pemecahan masalah.

Tingkatan itu adalah :
a. Persiapan (preparation), yaitu tingkatan seseorang memformulasikan
masalah dan mengumpulkan fakta-fakta atau materi yang dipandang
berguna dalam memperoleh pemecahan yang baru. Ada kemungkinan apa
yang difikirkan itu tidak segera memperoleh pemecahannya, tetapi soal itu
tidak hilang begitu saja, tetapi tetap terus berlangsung dalam diri individu
yang bersangkutan.

16

David G. Myers, Intuisi: Fungsi Insting dan Naluri Untuk Meraih Kesuksesan,
(Yogyakarta: Qalam, 2002), 102-104

45

b. Tingkat inkubasi, yaitu berlangsungnya masalah tersebut dalam jiwa
seseorang, karena individu tidak segera memperoleh pemecahan masalah.
c. Tingkat pemecahan atau iluminasi, yaitu tingkat mendapatkan pemecahan
masalah,

orang

mengalami

”Aha”,

secara

tiba-tiba

memperoleh

pemecahan masalah tersebut.
d. Tingkat evaluasi, yaitu mengecek apakah pemecahan yang diperoleh pada
tingkat iluminasi itu cocok atau tidak. Apabila tidak cocok lalu meningkat
pada tingkat berikutnya, yaitu
e. Tingkat revisi, yaitu mengadakan revisi terhadap pemecahan yang
diperoleh.17
4. Ciri-Ciri Kepribadian Kreatif
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas
dan menyukai kegemaran dan aktiviyas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif
biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani
mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada
umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat penting
dan disukai mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan orang lain.
Mereka pun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan
pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang
inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan atau menyimpang

17

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), 190

46

dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak
putus asa dalam mencapai tujuan mereka.18
Sund menyatakan bahwa individu yang potensi kreatif dapat dikenal
melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hasrat keingintahuan yang cukup besar.
2. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru.
3. Panjang akal.
4. Keinginan untuk menemukan meneliti.
5. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit.
6. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan .
7. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas.
8. Berfikir fleksibel.
9. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban
lebih banyak.
10. Kemampuan membuat analisis dan sintesis.
11. Memiliki semangat bertanya dan meneliti.
12. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik.
13. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.19
5. Azas-azas Dalam Pengembangan Kreativitas

18
19

147-148

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas…, 35
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),

47

Dari hasil-hasil penelitian tentang kreativitas dapat dikemukakan azasazas dalam pengembangan kreativitas adalah sebagai berikut :
a. Berekspresi.
b. Keberhasilan yang dialami dalam usaha-usaha kreatif mendorong ekspresi
kreatif yang tinggi tingkatnya.
Untuk mendorong penemuan atau tingkah laku kreatif, Torrance
mengemukakan saran-saran tentang apa yang dapat dilakukan oleh guru
terhadap siswa-siswanya sebagai berikut :
1) Hargailah pertanyaan-pertanyaan, termasuk yang kelihatannya aneh
atau luar biasa.
2) Hargailah gagasan yang imajinatif dan kreatif.
3) Tunjukkan kepada siswa bahwa gagasan itu bernilai.
4) Kadang-kadang

berikanlah

kesempatan

kepada

siswa

untuk

melakukan sesuatu tanpa ancaman bahwa pekerjaannya itu akan
dinilai.
5) Masukkanlah faktor sebab akibat di dalam penilaian.
c. Sifat sensitif atau peka terhadap persoalan-persoalan, percaya pada diri
sendiri, berdiri sendiri dan fleksibel.
d. Cara-cara mengembangkan kreativitas.20
6. Langkah-langkah Dalam Pembentukan Kreativitas

20

Ibid.,153-155

48

Menurut Klausmeier,

langkah-langkah yang diperlukan dalam

pembentukan ketrampilan memecahkan masalah berlaku pula untuk
pembentukan kreativitas. Sekolah dapat menolong siswa mengembangkan
ketrampilan memecahkan masalah-masalah dan sekaligus mengembangkan
kreativitas melalui langkah-langkah berikut :
a. Menolong siswa mengenal masalah-masalah untuk dipecahkan.
b. Menolong siswa menemukan informasi, pengertian-pengertian, azas-azas,
dan metode-metode yang perlu untuk memecahkan masalah.
c. Menolong siswa merumuskan dan membatasi masalah-masalah.
d. Menolong siswa mengolah dan kemudian menerapkan informasi,
pengertian, azas-azas, dan metode-metode itu pada masalah tersebut untuk
memperoleh kemungkinan-kemungkinan pemecahan (hipotesis).
e. Mendorong siswa merumuskan dan menguji hipotesis-hipotesis itu untuk
memperoleh pemecahan masalah.
f. Mendorong siswa mengadakan penemuan dan penilaian sendiri secara
bebas.21
7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas
Clark mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
ke dalam dua kelompok, yaitu:
a. Faktor yang mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut:
1) Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
21

Ibid.,152-153

49

2) Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak
pertanyaan.
3) Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4) Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5)

Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali,
mengamati,

bertanya,

merasa,

mengklasifikasikan,

mencatat,

menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan dan
mengkomunikasikan.
6)

Kdwibahasaan

yang

memungkinkan

untuk

pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan
memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel
dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya
dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari
pengalaman yang dimilikinya.
7)

Posisi kelahiran (berdasarkan tes kreativitas, anak
sulung laki-laki lebih kreatif daripada anak laki-laki yang lahir
kemudian.

8)

Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya,
stimulasi dari lingkungan sekolah, dan motivasi diri.

b. Faktor yang menghambat berkembangnya kreativitas adalah sebagai
berikut :

50

1) Adanya

kebutuhan

akan

keberhasilan,

ketidakberanian

dalam

mengambil resiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2) Konfirmitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3) Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi,
dan penyelidikan.
4) Stereotip peran seks atau jenis kelamin.
5) Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6) Otoritaanisme.
7) Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.22
Davis menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan
di dalam pengembangan kreativitas :
a. Sikap individu, mencakup tujuan untuk menemukan gagasan-gagasan
serta produk-produk dan pemecahan baru. Untuk tujuan ini ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan :
1) Perhatian khusus bagi pengembangan kepercayaan diri siswa perlu
diperhatikan.

Secara

aktif

guru

perlu

membantu

siswa

mengembangkan kesadaran diri yang positif dan menjadikan siswa
sebagai individu yang seutuhnya dengan konsep diri yang positif.
Kepercayaan diri meningkatkan keyakinan siswa bahwa ia mampu
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, dan juga merupakan
22

Fitria Nur, "Meningkatkan Kreativitas Anak Dalam Belajar Matematika" dalam
htpp://meetabied.wordpress.com/meningkatkan-kreativitas-anak-dalam-belajar-matematika/, diakses
tanggal 20 Maret 2010

51

sumber perasaan aman dalam diri siswa. Guru harus dapat
menanamkan rasa percaya diri pada siswa sedini mungkin pada awal
tahun ajaran, agar pengembangan gagasan-gagasan, produk-produk
serta pemecahan baru dapat terwujud.
2) Rasa keingintahuan siswa perlu dibangkitkan. Kemampuan dasar yang
diperlukan, mencakup berbagai kemampuan berpikir konvergen dan
divergen yang diperlukan.
b. Kemampuan dasar yang diperlukan, mencakup berbagai kemampuan
berpikir konvergen dan divergen yang diperlukan.
c.

Tehnik-tehnik yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas :
1) Melakukan pendekatan “inquiri” (pencaritahuan).
Pendekatan ini memungkinkan siswa menggunakan semua
proses mental untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah.
Pendekatan ini banyak memberikan keuntungan antara lain
meningkatkan fungsi inteligensi, membantu siswa belajar melakukan
penelitian, meningkatkan daya ingat, menghindari proses belajar
secara

menghafal,

mengembangkan

kreativitas,

meningkatkan

aspirasi, membuat proses pengajaran menjadi “student centered”
sehingga dapat membantu lebih baik kearah pembentukan konsep
diri, memberikan lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk
menampung serta memahami informasi.
2) Menggunakan tehnik sumbang saran (brain storming).

52

Di dalam pendekatan ini, suatu masalah dikemukakan dan
siswa diminta untuk mengemukakan gagasan-gagasannya. Apabila
keseluruhan gagasan telah dikemukakan, siswa diminta meninjau
kembali gagasan-gagasan tersebut, dan menentukan gagasan mana
yang akan digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.
3) Memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif.
Penghargaan yang diterima akan mempengaruhi konsep diri
siswa secara positif yang meningkatkan keyakinan diri siswa.
Torrance memperkenalkan lima prinsip bagaimana guru harus
memberikan penghargaan bagi tingkah laku kreatif siswa :
a)

Menaruh respek terhadap pertanyaan-pertanyaan yang jarang
terjadi.

b) Menaruh respek terhadap gagasan yang kreatif, imajinatif.
c) Menunjukkan pada siswa bahwa gagasan mereka bernilai.
4) Membiarkan siswa sekali-kali melakukan sesuatu sebagai latihan
tanpa ancaman akan dinilai.
5) Menghubungkan penilaian dengan penyebab dan konsekuensi.
d.

C.

Meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media.23

Pembahasan Tentang Soal-Soal Aplikasi Kubus dan Balok

23

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor…, 154-160

53

Di Sekolah Dasar, telah dikenal bangun-bangun ruang seperti kubus,
balok, dan prisma. Dalam kehidupan sehari-hari pun sering terlihat benda-benda
yang berbentuk kubus, balok, prisma, dan limas. Misalnya, sebuah akuarium
berbentuk balok memiliki ukuran panjang, lebar, dan tingginya berturut-turut
adalah 60 cm, 30 cm, dan 25 cm. Jika akuarium tersebut akan diisi air sebanyak
7/8 bagian, berapa liter air yang diperlukan.
Materi bangun ruang sisi datar kelas VIII MTs Negeri Karangrejo
semester II ini memuat materi tentang kubus, balok, prisma, dan limas. Akan
tetapi, di sini peneliti mengambil materi kubus dan balok saja.
Bangun ruang disebut juga bangun berdimensi tiga karena mengandung
tiga unsur, yaitu panjang, lebar, dan tinggi. 24 Adapun bangun ruang sisi datar yang
digunakan dalam penelitian ini adalah luas permukaan kubus dan balok dan
volum kubus dan balok.

1. Kubus
H

G

E

F
D

24

18

a
C

a
St. Negoro dan B. Harahap,
Ensiklopedia Matematika, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005),
A

a

B

54

Sebuah kubus memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a.

Sisi/Bidang
Sisi kubus adalah bidang yang membatasi kubus. Kubus ABCD.
EFGH memiliki 6 buah sisi yang semuanya berbentuk persegi, yaitu
ABCD (sisi bawah), EFGH (sisi atas), ABFE (sisi depan), CDHG (sisi
belakang), BCGF (sisi samping kiri), dan ADHE (sisi samping kanan).
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut :
H

G

E

F

C

F
D

B

A

C

F

a

D

a

a

G

E

a

a

a

H

G

E

a

D
A

H

C

A

B

a

a

B

Gambar 2.1.a
b. Rusuk
Rusuk kubus adalah garis potong antara dua sisi bidang kubus dan
terlihat seperti kerangka yang menyusun kubus. Kubus ABCD. EFGH
memiliki 12 buah rusuk, yaitu AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE,
BF, CG, dan DH.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut :
H
E

a

a
B

F

a

a
D

C
A

H

G

E

F
D

A

H

G

E

C
a

a
B

G
F

a

D
A

C
a

a
B

55

Gambar 2.1.b
c. Titik Sudut
Titik sudut kubus adalah titik potong antara dua rusuk. Kubus
ABCD. EFGH memiliki 8 buah titik sudut, yaitu titik A, B, C, D, E, F, G,
dan H.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut:
H

G

E

F

a

D
A

C
a

a

B

Gambar 2.1.c
d. Diagonal Bidang
Ruas garis AC yang melintang antara dua titik sudut yang saling
berhadapan pada satu bidang, yaitu titik sudut A dan titik sudut C,
dinamakan diagonal bidang kubus ABCD. EFGH. Kubus ABCD. EFGH
mempunyai 12 diagonal bidang, yaitu diagonal bidang AC, EB, BG, CF,
CH, DG, AH, ED, AC, BD, EG, dan FH.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut :
H
E

F

a

D
A

H

G
E

C
a

a
B

a
B

F

a

a
D

C
a

G

E

F
D

A

H

G

A

C
a

a
B

56

Gambar 2.1.d
e. Diagonal Ruang
Kubus

ABCD.

EFGH

terdapat

ruas

garis

HB

yang

menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang.
Ruas garis HB tersebut disebut diagonal ruang. Kubus ABCD. EFGH
mempunyai 4 diagonal ruang, yaitu diagonal rung HB, EC, FD, dan GA.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut :
H

H

G

E

F

E

a

D
A

a

a

A

B

F

a

a
D

C
a

a

G

E

F
D

C

H

G

A

B

C
a

a
B

Gambar 2.1.e
f. Bidang Diagonal
Diagonal bidang AC dan EG beserta dua rusuk kubus yang sejajar,
yaitu AE dan CG membentuk suatu bidang di dalam ruang kubus bidang
ACGE pada kubus ABCD. EFGH. Bidang ACGE disebut sebagai bidang
diagonal. Kubus ABCD. EFGH mempunyai 6 bidang diagonal, yaitu
ACGE, EBCH, AFGD, BGHA, BDHF dan CFED.
H

Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut :
H
H
G
G

E

F

a

D
A

E

C
a

a
B

F

a

D
A

E

C
a

a
B

G
F

a

D
A

C
a

a
B

57

H

H

G

E

F

a

D

E

C

A

a

a

B

F

a

D
A

H

G
E

C
a

a
B

G
F

a

D
A

C
a

a
B

Gambar 2.1.f
Menghitung Luas Permukaan Kubus
H

G

E

F

a

D
A

C
a

a

Kubus terdiri atas 6 buah sisi yang kongruen.
Andaikan panjang rusuk kubus itu adalah a
satuan panjang, maka luas semua bidang sisi
kubus atau luas permukaan kubus sama dengan

B
6x luas satu sisinya.
Luas sisi (permukaan kubus) = 6 x a x a = 6a2

Menghitung Volum Kubus
Volume kubus = r3 ( r adalah rusuk kubus )
Proses penurunan rumu

Dokumen yang terkait

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PADA MATERI OPERASI ALJABAR KELAS VIII-A MTs NEGERI NGANTRU TAHUN AJARAN 2016/2017 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 6

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PADA MATERI OPERASI ALJABAR KELAS VIII-A MTs NEGERI NGANTRU TAHUN AJARAN 2016/2017 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep Luas Bangun Datar Dengan Pendekatan Kontekstual Siswa Kelas VII MTs PSM JELI Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

Efektivitas Penguasaan Konsep Terhadap Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Aplikasi Pada Materi Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII MTs Negeri Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 26

Efektivitas Penguasaan Konsep Terhadap Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Aplikasi Pada Materi Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII MTs Negeri Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

Efektivitas Penguasaan Konsep Terhadap Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Aplikasi Pada Materi Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII MTs Negeri Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 21

Efektivitas Penguasaan Konsep Terhadap Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Aplikasi Pada Materi Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII MTs Negeri Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

Efektivitas Penguasaan Konsep Terhadap Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Aplikasi Pada Materi Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII MTs Negeri Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

Efektivitas Penguasaan Konsep Terhadap Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Aplikasi Pada Materi Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII MTs Negeri Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung SKRIPSI BA

0 0 15

Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep Luas Bangun Datar Dengan Pendekatan Kontekstual Siswa Kelas VII MTs PSM JELI Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung BAB II revisi

0 0 15