Analisis Nilai Luhur Pada Ajaran ( Dìzǐ Guī )《弟子规》 《弟子规》中“孝”的价值 (“Dìzǐ Guī” Zhōng “Xiào” De Jiàzhí )

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Budaya merupakan hasil interaksi yang terjadi diantara manusia dan
lingkungan hidupnya. Pendapat ini dijelaskan oleh Koendjaraningrat dalam
bukunya yang berjudul Sejarah Teori Antropologi II sebagai berikut:
“Kebudayaan merupakan hasil interaksi antara manusia dan lingkungan
hidupnya. Selanjutnya, sistem nilai merupakan hasil kegiatan manusia dalam
hubungannya dengan kehidupan, dengan karya, dengan waktu, dengan alam, dan
dengan manusia itu sendiri (Koendjaraningrat, 1990 : 203-204).”
Oleh karena itu, nilai-nilai budaya sangatlah berpengaruh bagi kehidupan
masyarakat, karena nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep yang hidup
didalam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai apa yang bernilai, berharga
dan penting dalam kehidupan, sehingga berfungsi sebagai suatu pedoman dalam
kehidupan manusia.
Kata kebudayaan atau budaya sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah,
yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Belanda, kata budaya diistilahkan
dengan kata cultuur (Setiadi, 2009 : 27). Menurut Niels Mulder dalam buku
Agama, Hidup Sehari-hari, dan Perubahan Budaya Jawa, Muangthai dan
Filipina (1999 : 203) mengatakan:
“Kultur berkaitan dengan pemahaman dan pemberian makna bagi kehidupan

dan pengalaman. Kultur termasuk juga “tahu siapa dirimu” dan “mempunyai
identitas”, yang secara sosial berarti “tahu siapa kita” , karena kultur adalah
pembicaraan antar-orang mengenai makna yang berjalan terus-menerus, atau
proses komunikasi tanpa akhir yang bermaksud membantu menguasai hidup dan
partisipasi orang dalam hidup itu melalui interpretasinya. Dengan kata lain, kultur
atau kebudayaan berarti partisipasi dalam intersubjektivitas kognitif.”

7
Universitas Sumatera Utara

Maka dari itu, sebuah kebudayaan tercipta dari masyarakat yang mempunyai
jati diri yang kuat dengan proses komunikasi yang tiada henti sehingga
memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Pengertian ini juga
sesuai dengan yang dituliskan oleh Koendjaraningrat yang menyebutkan bahwa
hasil kegiatan manusia dalam hubungannya dengan kehidupan, karya, dengan
waktu, dengan alam, dan dengan manusia itu sendiri disebut dengan sistem nilai.
Sistem nilai ini sendiri diwujudkan oleh masyarakat Tionghoa dalam bentuk
tradisi. Tradisi yang tercipta dari orang-orang yang hidup pada zaman
sebelumnya, sehingga dapat kita ketahui bahwa tradisi masyarakat Tionghoa yang
ditulis oleh Wang Zhi pada (Kitab Liji III:V:28) atau yang di sebut juga dengan

kitab etiket dan upacara tersebut, terdiri dari Tradisi Enam Kesusilaan (Liuli 六禮)
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pakai topi (guan 冠)
Perkawinan ( hun 昏)
Perkabungan (sang 喪)
Penyembahan (ji 祭)
Pesta rakyat (xiang 鄉)
Menerima tamu (xiangxian 相見)
Tujuh ajaran (qijiao 七教) meliputi :
(1) Hubungan Ayah dan anak,
(2) Kakak dan adik,
(3) Suami dan istri,

(4) Penguasa dan pejabat,
(5) Yang tua dan yang muda serta teman dan sahabat.

Orang Tionghoa mempunyai kebiasaan hormat pada orang yang lebih tua,
sehingga selalu menundukkan kepala ketika bertemu untuk memberi salam. Tidak
hanya hormat pada orang yang lebih tua, orang-orang Tionghoa diajarkan harus
berbakti kepada kedua orang tuanya. Dalam buku yang berjudul Peradaban

8
Universitas Sumatera Utara

Tionghoa Selayang Pandang yang ditulis oleh Nio Joe Lan mengatakan bahwa
makna kata “berbakti” bagi masyarakat Tionghoa yang dalam aksara Cina “孝
(Xiào)” dirangkai dengan dua buah aksara yang masing-masing beratikan “tua” (
老: Lǎo) dan “anak” (子: zi), letak kedua aksara ini seakan-akan mendukung satu
sama lain, sehingga di nilai menggambarkan sosok orang tua yang didukung oleh
seorang anak. (Nio Joe Lan, 2013 : 138) Hal ini dikarenakan, keluarga memiliki
kedudukan yang amat penting sehingga ada yang menyamakannya dengan kuil,
dan dalam kuil itu sang ayah sebagai kepala keluarga menjadi paderi/imam dari
keluarga tersebut (Nio Joe Lan, 2013 : 35).

Pada dasarnya keluarga dalam masyarakat Timur masih merupakan objek
yang paling bernilai. Harta kekayaan akan sanggup dilepaskan agar keluarga dan
anggota keluarga selamat dari ancaman dan bahaya. Keluarga pun masih menjadi
asas hidup perlindungan, ketentraman, pertolongan, tempat mengadu, tempat
meminta nasi, tempat meminta air dan tempat mengadu sakit kepala. Tanpa
keluarga jadilah mereka orang yang sunyi. (Nordin Selat, 1976 : 32). Harun
dalam (Burges, et.al. 197 : 7) menulis artikel yang berjudul “Institusi Keluarga
Perubahan dan Kesinambungan” dalam jurnal Tradisi dan kemoderenan
menyatakan bahwa keluarga ialah kelompok manusia yang dihubungkan oleh
ikatan perkawinan, ikatan darah, dan pengkediman (adoption) yang berarti bahwa
anggota keluarga harusnya tinggal serumah dan berinteraksi serta berkomunikasi
antara satu sama lain atas dasar peranan sosial masing-masing sebagai suami dan
istri, sebagai ibu dan bapa, sebagai anak laki dan anak perempuan, sebagai abang

9
Universitas Sumatera Utara

dan kakak; dan oleh karena itu anggota keluarga membentuk dan mengekalkan
budaya yang sama.
Pada zaman ini banyak sekali nilai luhur dalam kekeluargaan yang

dilanggar dan dilakukan oleh anak kepada orangtua ataupun sebaliknya, seperti
yang dikutip dari beberapa liputan berita yang terpercaya.
“Liputan6.com, Kendari : Seorang anak di Kendari, Sulawesi Tenggara,
menderita kelumpuhan total setelah disiksa orang tua asuhnya. Akibatnya, untuk
makan saja Pendi, 11 tahun, harus disuapkan.”
“Republika.co.id, Jambi : Ariyon (22 tahun), pemuda asal Desa Lubuk Napal,
Kecamatan Pauh, kabupaten Sarolangun, Jambi, tewas ditikam ayah kandungnya
Jumadi bin Mat Gio (64), ketika berusaha melerai pertengkaran antara ayah dan
ibunya.”
“Metrotvnews.com, Pematang Siantar: Seorang anak tega membunuh kedua
orang tuanya, karena tidak diberi uang untuk membeli narkoba, Kamis (9/9).
Pelaku telah diamankan di Polres Pematang Siantar, setelah mendapat laporan
warga yang melihat pelaku seluruh bajunya berlumuran darah.”
Membaca berita-berita diatas membuat kita menjadi sadar dan bertanya apakah
keluarga masih dianggap sebagai hal utama? Dalam arti bahwa apakah keluarga
masih menjadi teladan sebagai dasar perilaku seseorang? Ketika remaja beranjak
dewasa, maka tingkah laku mereka semakin menyimpang dari ajaran-ajaran. Hal
ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pendidikan yang diterimanya. (Niels
Mulder 1999 : 205). Selain itu penyimpangan-penyimpangan dalam perilaku
remaja disebabkan dari berbagai faktor, berikut beberapa faktor yang

menyebabkan hal tersebut :
1. Merosotnya nilai-nilai kekeluargaan di kalangan generasi muda, terutama
yang tinggal di kota yang diwujudkan melalui berbagai gejala anti-sosial.
(Harun, 109). Gejala anti-sosial ini timbul dari kecanggihan teknologi

10
Universitas Sumatera Utara

seperti hadirnya komputer ataupun telephone genggam ditambah lagi
dengan jejaring sosial dan permainan didalamnya ini yang membuat para
penggunanya kecanduan dan seakan-akan memiliki dunianya sendiri dan
tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.
2. Pengaruh lingkungan dan pendidikan yang diterimanya. (Niels Mulder
1999 : 205) pengaruh lingkungan tidak melulu membicarakan tentang
keluarga tetapi pengaruh lingkungan ini lebih difokuskan dalam
bagaimana seorang remaja tersebut bergaul, jika remaja ini terbiasa
dengan kehidupan anti-sosial seperti yang diatas maka hal ini juga akan
berpengaruh kepada kepribadiannya yang cenderung menjadi introvert
atau tertutup. Sedangkan dalam segi pendidikan tidak selalu berbicara
tentang pendidikan formal disekolah tetapi juga berdasar pada apa yang

dilihat dan dibaca oleh para remaja sekarang ini. Jika hal-hal yang dilihat
hanya kekerasan dan pemberontakan maka dasar-dasar itulah yang akan
menjadi karakter remaja tersebut.

Karena faktor-faktor inilah maka, salah satu tujuan diciptakannya karya sastra
adalah untuk tujuan pengajaran moral. Karya sastra dapat meningkatkan harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Hal
ini sesuai dengan pendapat Kinayati Djojosuroto (2006 : 9) yang menyatakan
bahwa salah satu tujuan kehadiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat itu
berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
berbudaya, berpikir, dan berketuhanan.

11
Universitas Sumatera Utara

《弟 子規》 Dìzǐ Guī, merupakan salah satu karya sastra dalam bentuk
ajaran yang ditulis oleh 李毓秀 (Lǐ Yùxiù), Lǐ Yùxiù hidup pada zaman (康熙)
Kāngxī ( 1662-1723 CE ) dinasti 清 (Qīng). Awalnya tulisan ini diberi nama 《訓
蒙文》 (Xùn Méng Wén) yang berarti Tulisan Untuk Mendidik Anak. Kemudian
oleh《賈存仁》( Jiǎ Cúnrén ) direvisi dan dirubah namanya menjadi seperti yang

kita ketahui yaitu《弟子規 》( Dìzǐ Guī ). Sebenarnya, Dìzǐ Guī di ambil dari satu
ayat yang terdapat pada pengajaran Konfuius yang ditulis kembali berdasarkan
pengalaman mengajar bertahun-tahun oleh Lǐ Yùxiù. Berikut adalah ajaran
Konfusius yang dapat dilihat dalam ayat 《论语》( Lúnyǔ ) sehingga menjadi
dasar utama pada buku Dizi Gui.
子曰:“弟子入则孝,出则悌,谨 而信,泛爱众,而亲仁。行有餘
力,则以学文”
zǐ yuē : “dì zǐ rù zé xiào , chū zé tì , jǐn ér xìn , fàn ài zhòng , ér qīn
rén , xíng yǒu yú lì , zé yǐ xué wén. (Dizi Gui 2010; 4)
Konfusius berkata: “Murid atau orang yang baik yang baik pertama-tama
harus belajar berbakti kepada orang tua, dan menghormati serta
menyayangi sesama saudara dan para guru. Berikutnya, mereka harus
menjaga diri dan dapat dipercaya dalam berhubungan dengan orang lain
dan dalam melakukan segala sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Dan
kita juga harus belajar untuk mengasihi sesama manusia tanpa kecuali dan
banyaklah bergaul dengan yang mereka yang berakal budi serta pelajarilah
semua kebaikan dan kecintaan pada sesama dari pergaulan itu. Ketika
semua hal ini dapat terlaksana, jika kita masih memiliki waktu luang dan
tenaga, maka kita harus mempelajari lagi sastra dan seni untuk
meningkatkan pengetahuan serta memperkaya diri dengan banyak

kebudayaan.”
Dapat dilihat dari kutipan di atas bahwa salah satu syarat untuk menjadi
seseorang yang baik atau sukses pertama-tama haruslah berbakti kepada orang tua.
Sebagaimana telah diketahui melalui berbagai kejadian serta beberapa faktor yang

12
Universitas Sumatera Utara

telah disebutkan diatas, bahwa nilai luhur dalam kekeluargaan sudah mulai luntur
di kalangan masyarakat Tionghoa. Maka dari itu saya sangat tertarik untuk
membahas lebih detail mengenai nilai luhur pada ajaran Dizi Gui yang
menyangkut dua hubungan kekeluargaan, yaitu: nilai luhur dalam hubungan orang
tua dan anak, serta nilai luhur dalam hubungan kakak beradik. Diharapkan dengan
adanya penulisan ini masyarakat dan para remaja diingatkan kembali akan
pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan keluarga.
Penelitian yang berjudul “Analisis Nilai Luhur Pada Ajaran(Dizi Gui)
《弟子规》” ini perlu menggunakan teori sastra yang mengkaitkan hubungan
sastra dengan pemikiran. Teori ini dicetuskan oleh Wellek dan Austin Warren
dalam bukunya Teori Kesusastraan (1989) untuk membahas lebih dalam lagi
ajaran Dizi Gui yang terdapat pada buku Dizi Gui.


1.2 Ruang Lingkup Penelitian
Nilai luhur pada Dizi Gui menjadi topik yang sangat menarik untuk dikaji
karena di dalam Dizi Gui terdapat banyak ajaran tentang nilai luhur dalam
keluarga. Topik ini sendiri juga sudah menjadi perbincangan di negeri Cina.
Untuk membatasi ruang lingkup yang terlalu luas, maka penulis membatasi
penelitiannya hanya dalam ajaran Dizi Gui yang berhubungan dengan
kekeluargaan dan mengandung dua nilai yaitu:
1. Nilai luhur dalam hubungan orangtua dan anak,
2. Serta nilai luhur dalam hubungan kakak beradik.

13
Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, Dizi Gui juga bisa dijadikan referensi bagi para mahasiswa
yang ingin mengkajinya lebih lanjut dalam judul dan sudut pandang yang
berbeda.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam Dizi Gui ini sendiri bidang-bidang yang tercakup sebagian besar
mengenai nilai-nilai luhur dalam membangun karakter diri dalam keluarga

ataupun sekolah. Oleh karena itu peneliti akan mengkaji tentang :
1. Bagaimanakah bentuk nilai luhur hubungan orang tua dan anak yang
terdapat pada Ajaran Dizi Gui?
2. Bagaimanakah bentuk nilai luhur hubungan kakak beradik yang terdapat
pada Ajaran Dizi Gui?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan nilai luhur hubungan orang tua dan anak yang
terdapat pada ajaran Dizi Gui .
2. Untuk mendeskripsikan nilai luhur hubungan kakak beradik yang terdapat
pada ajaran Dizi Gui.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang di dapat dari ajaran Dizi Gui adalah:
1.5.1 Manfaat Teoritis
Ajaran Dizi Gui adalah ajaran yang telah banyak mempengaruhi cara berfikir
masyarakat Cina baik dalam bentuk ajaran maupun ideologi. Maka dari pada itu,
penulis berharap melalui penelitian ini, pembaca lebih memahami nilai luhur yang

14
Universitas Sumatera Utara

dilihat dari sudut pandang filsafat dalam ajaran Dizi Gui, khususnya dalam
hubungan orang tua dan anak serta hubungan kakak beradik. Sehingga bisa
menjadi pedoman dan dapat mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.

1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian dari ajaran Dizi Gui , dapat digunakan sebagai referensi bagi
mahasiswa yang juga ingin menulis tentang ajaran 《三字经》(san zi jing) atau
filsafat cina yang lain.

15
Universitas Sumatera Utara