Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dengan kehidupan manusia yang semakin canggih disertai pengaruh
perkembangan modernisasi, menimbulkan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin besar. Di era
globalisasi sekarang ini, kemajuan di berbagai bidang berkembang dengan pesat. Secara umum
globalisasi merupakan suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala macam aspekaspeknya ke dalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar. Globalisasi
perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negaranegara di seluruh dunia menjadi satu kesatuan yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan
batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan
dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.1
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Dampak postif globalisasi antara lain, mudah memperoleh informasi dan ilmu
pengetahuan,

mudah

melakukan

komunikasi,


mobilitas

tinggi,

menumbuhkan

sikap

kosmopolitan dan toleran, memacu untuk meningkatkan kualitas diri, mudah memenuhi
kebutuhan. Adapun dampak negatif dari globalisasi adalah informasi yang tidak tersaring,
membuat tidak kreatif karena perilaku konsumtif, membuat sikap menutup diri atau bepikiran
sempit, banyak meniru perilaku yang buruk, mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai
dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara.

1

http://infosos.wordpress.com/kelas-xii-ips/modernisasi-dan-globalisasi/ diakse pada tanggal 16 Mei, Jam 17.00 wib

Universitas Sumatera Utara


Arus modernisasi dan globalisasi adalah sesuatu yang pasti terjadi dan sulit untuk
dikendalikan, terutama karena begitu cepatnya informasi yang masuk keseluruh belahan dunia,
hal ini membawa pengaruh bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk di dalamnya bangsa indonesia
. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka dunia menjadi sempit, ruang
dan waktu menjadi sangat relatif, dan dalam banyak hal batas-batas negara sering menjadi kabur
bahkan tidak relevan.2
Modernisasi adalah proses perubahan masyarakat beserta dengan kebudayaannya dari hal-hal
yang bersifat tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi
meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Modernisasi dan globalisasi
sebagai suatu perkembangan baru memunculkan pengaruh-pengaruh yang menguntungkan
maupun merugikan. Melalui modernisasi dan globalisasi akan terjadi suatu aliran ilmu
pengetahuan, teknologi dan budaya-budaya khususnya dari negara-negara maju menuju ke
negara-negara berkembang dan terbelakang.
Dengan munculnya modernisasi di era globalisasi sekarang ini, menimbulkan sebuah
konsekuensi persaingan dari segi ekonomi. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk dapat
meningkatkan perekonomian adalah dengan melakukan sebuah usaha atau bisnis. Bisnis adalah
suatu kerja sama dengan pihak lain untuk mencapai suatu tujuan bersama yaitu profit yang
setinggi–tingginya, dimana dalam hal ini tentunya ada sebuah hubungan yang terjalin dengan
pihak lain. Dalam melakukan hubungan dengan pihak lain diperlukan ketentuan agar kerja sama
bisa terjalin dengan baik, dan tujuan dapat tercapai sesuai harapan. Oleh karena itu, dengan

adanya ketentuan–ketentuan, maka diperlukan peran hukum dalam lalu lintas bisnis.
Hukum bisnis atau Business Law (dalam bahasa Inggris), menurut Kwik Kian Gie adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang
2

Elly, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar , Kencana Prenada Media Group , Jakarta, 2007, hal 60

Universitas Sumatera Utara

mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian–perjanjian maupun perikatan–perikatan
yang terjadi dalam praktik bisnis.3 Modernisasi turut mempengaruhi dinamika hukum bisnis di
Indonesia. Salah satu objek kajian hukum bisnis tersebut adalah timbulnya objek kajian hukum
bisnis mengenai bisnis waralaba.
Beberapa tahun belakangan ini konsep bisnis waralaba telah menjadi salah satu trend yang
memberi warna baru dalam dinamika perekonomian Indonesia. Pewaralabaan adalah perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka penyediaan dan atau
penyediaan barang atau jasa.4 Secara sederhana, waralaba adalah penjualan paket usaha yang
komprehensif yang siap pakai yang mencakup merk dagang, material dan pengelolaan

manajemen.5
Salah satu faktor yang melatar belakangi pengusaha untuk memilih model bisnis waralaba di
Indonesia adalah perilaku konsumen. Adapun perilaku konsumen secara umum di indonesia
adalah:
1. Berpikir jangka pendek, sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek
dan sulit untuk diajak berpikir jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari
yang serba instant.
2. Tidak terencana, hal ini tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk
yang kelihatannya menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).
3. Suka berkumpul, masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi).
3

Kwik Kian Gie, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,Hal 6
Waralaba, http://www.waralabaku.com/regulasi.php?reg=3, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI No.
12/M-DAG/PER/3/2006,di akses pada tanggal 24 April 2013, Jam 19.30 Wib
5
http://Franchise-Indonesia.com/on epidemi-tren-konsep-bisnis-waralaba-2006, diakses pada tanggal 21 April 2013, Jam 10.00

4Informasi


Wib

Universitas Sumatera Utara

4. Berorientasi pada konteks, konsumen indonesia cenderung menilai dan memilih sesuatu dari
tampilan luarnya. Dengan begitu, konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih
menarik dibandingkan hal itu sendiri.
5. Suka buatan luar negeri, sebagian konsumen Indonesia juga lebih menyukai produk luar
negeri daripada produk dalam negeri.
6. Gengsi, konsumen Indonesia banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya.
Saking pentingnya urusan gengsi, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di negeri kita
pada saat krisis ekonomi sekalipun.
Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengan materi dan jabatan sehingga mendorong
untuk saling pamer6
Karena bisnis waralaba begitu menarik dan menguntungkan bagi pengusaha kecil atau
pengusaha lokal. Pemerintah memandang perlu mengatur bisnis tersebut. Waralaba di
definisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi
waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau
pembayaran . Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan bisnis dengan sistem
pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen atau

franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakatan.7
Waralaba adalah suatu sistem kerjasama antara produsen dengan jasa yang sangat kuat.
Amerika menciptakan sistem ini dan saat ini telah berkembang hampir keseluruh negara di
dunia. Peluang yang diberikan kepada para pengusaha kecil dari waralaba adalah untuk bertahan
dan memperoleh kesejahteraan pada pasar yang lebih kompetitif. Caranya adalah dengan

6
7

http://forum.kompas.com/urban-life/34622-10-perilaku-konsumen-indonesia.html diakses pada tanggal 16 Mei 2013, jam 19.30
Anonymous, dalam buku Adrian Suhedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesi, Jakarta, 2008,hal 16

Universitas Sumatera Utara

menggabungkan kekuatan dan keunggulan yang dimiliki dengan dedikasi dan inisiatif para
pemilik bisnis individu.
Banyak faktor yang mendorong pengusaha untuk melakukan konsep waralaba dalam
usahanya, salah satunya karena bisnis waralaba memberikan beberapa keunggulan seperti dapat
memperluas jaringan usaha dengan cepat, menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan,
meningkatkan lapangan kerja baru, mampu mempercepat alih teknologi dan meningkatkan

peluang berusaha bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), serta merupakan pilihan
berwiraswasta dengan risiko yang kecil.8
Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum Masehi. Saat itu, seorang
pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk
makanan dengan merk tertentu. Kemudian, di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa negara dan
penguasa gereja mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para pedagang dan ahli pertukangan
melalui apa yang dinamakan “diartes de franchise”, yaitu hak untuk menggunakan atau
mengolah hutan yang berada di bawah kekuasaan negara atau gereja. Sebagai imbalannya,
penguasa negara atau penguasa gereja menuntut jasa tertentu atau uang. Pemberian hak tersebut
diberikan juga kepada para pedagang dan ahli pertukangan untuk penyelenggaraan pasar dan
pameran, dengan imbalan sejumlah uang9. Namun, sebenarnya waralaba dengan pengertian yang
kita kenal saat ini berasal dari Amerika Serikat.
Konsep Waralaba dalam pengertian modern pertama kali muncul di Amerika oleh Singer
Sewing Machine Company produsen mesin jahit di Amerika Merek Singer pada Tahun 1851.
Pada saat itu, di Amerika Serikat timbul apa yang dinamakan sistem waralaba Amerika generasi

8
9

Ibid, hal 127

Ibid, hal 1

Universitas Sumatera Utara

pertama, yang disebut Straight Product Franchinsing (waralaba produk murni). Pada mulanya
sistem ini berjalan dengan memberikan lisensi kepada franchisee bagi penggunaan nama pada
industri Coca–Cola, kemudian berkembang sebagai sistem pemasaran pada industri mobil
(General-Motors Industry). Kemudian, sistem waralaba ini dikembangkan oleh produsen bahan
bakar, yang memberikan hak waralaba kepada pemilik pompa bensin sehingga terbentuk
jaringan penyediaan untuk memenuhi suplai bahan bakar dengan cepat 10.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya pada tahun 60–70 an, waralaba mengalami
booming di Amerika Serikat. Hal ini mendorong terbentuknya International Franchise
Asociation (IFA) untuk melakukan dan menciptakan iklim industri bisnis waralaba yang dapat
dipercaya dengan cara menciptakan kode etik waralaba sebagai pedoman bagi anggota–
anggotanya. Kode etik ini dibuat karena seringnya terjadi penipuan bisnis yang mengaku sebagai
waralaba. Upaya tersebut dilanjutkan dengan membuat perangkat hukum yang memberikan
perlindungan kepada para pihak yaitu dengan membentuk Federal Trade Commission (FTC)
pada tahun 1978 .
Waralaba pada tahun 2000 mencapai 50% dari total bisnis retail yang ada di Amerika. Untuk
menciptakan dominasi kolektif beberapa agen pemasaran independen seperti, Century 21, ERA

dan Ray White ikut bergabung dan juga membentuk organisasi waralaba yang sangat kuat. Tak
jarang perusahaan konvensional merubah jaringan yang dimiliki menjadi usaha waralaba.
Menyadari bahwa keuntungan yang diberikan oleh waralaba begitu besar, perusahaanperusahaan besar dan para pemilik bisnis independen mengikuti trend ini.
Di Indonesia konsep bisnis waralaba mulai dikenal sejak tahun 1970-an yaitu dengan
masuknya Shaky Pisa, Wendy, KFC, Swensen, dan Burger King membuka bisnis waralaba di

10Ibid,

hal 1-2

Universitas Sumatera Utara

Indonesia . Konsep waralaba juga mulai berkembang untuk perusahaan lokal seperti Es Teler 77
yang berhasil mengembangkan usahanya dengan lebih dari 70 cabang, Pertamina, Perusahaan
Jamu Nyonya Meneer, Salon Rudi Hadisuwarno,dan masih banyak lagi yang lainnya.
Berbagai sumber menyatakan bahwa dapat dianggap sebagai pelopor Fanchise di Indonesia
ialah Pertamina, yang menjual minyak bumi (antara lain: bensin, solar) melalui pompa-pompa
bensin. Selain itu, perusahaan jamu Nyonya Meneer dapat dikategorikan pula mengembangkan
bisnisnya dengan pola Franchise. Akan tetapi, baik Pertamina maupun perusahaan jamu Nyonya
Meneer tidak pernah menyatakan bahwa sistem pemasaran mereka dilakukan secara Franchise. 11

Waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena, baik pemberi waralaba
maupun penerima waralaba, keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu. 12 Oleh
karena itu perlu suatu peraturan hukum mengenai waralaba, tentang perlindungan hukum antara
franchisee dan franchisor.
Di Indonesia ketentuan mengenai waralaba terdapat dalam:
1. Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba, dan
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007.
2. Keputusan

Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan

Republik

Indonesia


No.259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dan telah diubah dengan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No 12/M-DAG/PER/3/2006.
3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:31/M-DAG/PER/8/2008
Tentang Penyelenggaraan Waralaba dan telah diubah menjadi Peraturan Menteri

11

Lindawaty, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum&Ekonomi, CV Utomo, Bandung, 2004, Hal18

12

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal 77

Universitas Sumatera Utara

Perdagangan Republik Indonesia Nomor:53/M-DAG/PER/8/2012 tanggal 24 agustus
2012.
Namun perlu diketahui, bahwa ternyata tingkat kesuksesan waralaba di Indonesia hanya
mencapai 60% saja, sedangkan di negeri asalnya, Amerika mencapai 90%. Selain itu, menurut
Amir Karamoy, Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia menyatakan bahwa terjadi perbedaan
tingkat kegagalan yang sangat mencolok antara waralaba lokal dibanding waralaba asing.
Tingkat kegagalan waralaba lokal berkisar antara 50-60%,sedangkan tingkat kegagalan waralaba
asing di Indonesia hanya berkisar 2%-3% saja.13 Berdasarkan survey yang pernah dilakukan oleh
Kantor konsultan franchise IFBM (International Franchise Business Management) pada tahun
2011 mendapatkan hasil bahwa rata-rata hanya 20% jaringan outlet franchise yang gagal dari
para pengusaha bisnis franchise (franchisor) yang memfranchisekan bisnisnya.14
Adapun faktor penyebab kurang langgengnya waralaba lokal adalah bisa dari faktor
franchisor ataupun franchisee-nya atau faktor akumulasi dari kedua belah pihak. Dari sisi
franchisor, terkadang bisnis yang dia tawarkan belum terbukti menguntungkan, tapi sudah
ditawarkan konsep waralaba kepada calon investor. Beberapa faktor utama penyebab kegagalan
waralaba adalah kegagalan dalam meraih target penjualan yang memadai, hal ini biasanya terjadi
antara lain dikarenakan: tempat usaha yang kurang strategis, konsep pemasaran terhadap
konsumen yang belum terarah.
Faktor-faktor lainnya adalah kurangnya support dari franchisor kepada franchisee misalnya
dalam dukungan promosi, manajemen dan lain-lain, sehingga terkesan franchisee berjalan
sendirian, selain itu ada juga yang disebabkan karena naiknya harga bahan baku dan inflasi yang
berimbas pada lemahnya daya beli masyarakat secara umum. Selain itu, faktor yang tak kalah
13
14

http://indocashregister.com/waralaba/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013 jam 17.52 Wib
http://www.konsultanwaralaba.com/about/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013 Jam 17.54 Wib

Universitas Sumatera Utara

pentingnya adalah “mindset” franchisee yang berpikir bahwa membeli waralaba itu artinya
tinggal terima untung saja dan “terlalu mengharapkan” franchisor yang bekerja, atau berharap
pada sistem yang bekerja. Padahal seharusnya franchisee itu juga ikut bekerja keras memajukan
gerainya, dan mengawasi sistem apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak.15
Kebanyakan dari para pengusaha bisnis franchise,

yang hanya berkonsentrasi pada

peningkatan teknis operasional bisnisnya saja dan sangat kurang melakukan peningkatkan dan
pengembangan entrepreneurship dari para franchisee -nya (penerima waralaba).Beberapa
franchisor lokal dengan merek yang sudah terkenal bahkan tidak mempunyai training center.
Ada juga yang tidak pernah mengunjungi outlet franchisee-nya lagi setelah pembukaan
outletnya.16 Hal yang dikemukakan diatas menjadi salah satu faktor penyebab mengapa waralaba
asing lebih cepat terkenal dan berkembang daripada waralaba lokal.
Pada penelitian ini, penulis mencoba mencari referensi yang mendukung dan berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti. Beberapa penelitian terdahulu yang telah pernah dilakukan
adalah:
a. “Perlindungan Hukum Terhadap Franchisee Dalam Perjanjian Franchise Di
Indonesia” (Bambang, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti tertarik dengan dua aspek
pokok yang menyangkut campur tangan pemerintah/negara, kaitannya untuk melindungi
secara hukum keberadaan franchisee dalam suatu perjanjian franchise dengan membuat
peraturan tentang franchise secara khusus, mencakup aspek internal dan aspek internal17.
b. ”Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta Perlindungan Hukumnya Bagi Para
Pihak” (Nurin Dewi, 2008). Menegaskan bahwa pemerintah sebagai pemegang otoritas
15

http://indocashregister.com/waralaba/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013 jam 17.52 Wib

16

http://www.konsultanwaralaba.com/about/ diakses pada tanggal 08 Mei 2013 Jam 17.54 Wib

17

Tesis,Bambang Tjatur Iswanto, Perlindungan Hukum Terhadap Franchisee Dalam Perjanjian Franchise Di Indonesia,

Program Pasca Sarjana, Ilmu Hukum,Universitas Diponegoro Semarang, 2007.

Universitas Sumatera Utara

mempunyai kekuasaan untuk menerapkan peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan
bisnis bagi para pihak sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undangundang, yaitu agar supaya undang-undang yang telah dibuat Pemerintah tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa adanya suatu pelanggaran atau penyelewengan18.
c.

“Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Waralaba” (Krisyalia, 2009)

yang

menyarankan bahwa usaha bisnis waralaba sudah bukan merupakan sesuatu hal yang baru
lagi, sudah semestinya model usaha seperti demikian memiliki pengaturan yang memadai
untuk menunjang perkembangan dunia usaha, dan juga memberikan proteksi bagi pihakpihak dalam perjanjiannya19.
d. “Perlindungan Hukum Bagi Franchisor Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise
Agreement) Di Bidang Pendidikan” (Uddiyana,2008)

yang menyimpulkan bahwa

perlindungan hukum adalah merupakan hal yang mutlak yang harus ada dalam suatu
perjanjian. Dengan adanya perlindungan hukum ini, maka akan menjamin hak-hak yang
dimiliki oleh para pihak dapat terlaksana20.
e. “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Dalam Perjanjian Waralaba
Dengan Pihak Asing Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 Tentang
Waralaba” (Gilang, 2011). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Peraturan Pemerintah
No 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba beserta Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan waralaba, belum
memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada pihak penerima waralaba Indonesia

18

Tesis, Nurin, Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta Perlindungan Hukumnya Bagi Para Pihak, Universitas

Diponegoro Semarang, 2008
19

Tesis, Krisyalia, Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Waralaba, Univeristas Diponegoro, 2009

20Tesis,

Uddiyana, Perlindungan Hukum Bagi Franchisor Dalam Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) Di Bidang

Pendidikan, Universitas Diponegoro, 2008

Universitas Sumatera Utara

karena isi/klausula didalam perjanjian waralaba lebih banyak menguntungkan pihak pemberi
waralaba21.
Salah satu bisnis waralaba cepat saji yang sedang trend sekarang ini adalah bisnis A&W.
A&W merupakan inisial nama belakang pendirinya, Roy Allen yang kemudian memutuskan
berkongsi dengan Frank Wright, bekerjasama mengembangkan usaha ini hingga mendatangkan
sukses bagi kedua rekan kerja dalam mengembangkan usaha A&W tersebut. A&W pada
awalnya bukan sebuah restoran cepat saji sebagimana yang kita saksikan saat ini. A&W mulanya
terkenal sebagai merek minuman rasa sarsaparila, atau lebih dikenal dengan nama rootbeer.
Rasanya memang khas. Selain itu, formula unik yang digunakannya membuat minuman itu
beraroma khas, yang merupakan paduan dari sari tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah dan
beberapa campuran yang hingga kini masih dirahasiakan. Kini setelah lebih dari 75 tahun, A&W
menjadi salah satu restoran cepat saji terbesar di dunia.22
Berdasarkan uraian yang dikemukakan, waralaba merupakan suatu bentuk perjanjian bisnis.
Artinya perjanjian bersifat timbal balik, dimana pihak yang pertama memberikan suatu hak
kepada pihak lain, dan pihak lainnya melaksanakan kewajiban (prestasi). Pelaksanaan kewajiban
dalam perjanjian waralaba tersebut tentunya mendatangkan konsekuensi dalam praktik bisnis.
Konsekuensi dari pelaksanaan bisnis waralaba antara lain mengakibatkan timbulnya
perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk menjadikannya sebagai bahan dalam pembahasan penulisan skripsi dengan judul

21

Skripsi, Gilang Antika, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Dalam Perjanjian Waralaba Dengan Pihak Asing

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba, Fakultas Hukum, Universitas Andalas Padang, 2011
22

http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/12/04/24/m2zi7s-roy-allen-pendiri-warung-tegal-amerika diakses pada

tanggal 09 Mei 2013, jam 13.40 wib

Universitas Sumatera Utara

“Perlindungan Hukum Dalam Bisnis Waralaba (Studi Pada Restoran Khas Amerika A&W
Plaza Medan Fair Medan)”

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum dalam pelaksanaan bisnis waralaba?
2. Bagaimana praktik pelaksanaan bisnis waralaba ?
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dalam pelaksanaan bisnis waralaba.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktik bisnis waralaba.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi baik langsung
maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Bisnis.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dalam
penentuan peraturan tentang waralaba di Restoran Khas Amerika A&W Plaza Medan
Fair Medan.

Universitas Sumatera Utara