Variasi Kadar Perekat Phenol Formaldehida Terhadap Kualitas Papan Partikel Dari Campuran Partikel Kelapa Sawit dan Serutan Meranti
16
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelapa sawit
Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotlyledonae
Ordo
: Palmales
Famili
: Palmae
Sub famili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763
berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique,
kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak,
sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa
sawit berasal dari Guinea (Pahan, 2008).
Menurut Endy et al. (2014) BKS mengandung kadar air berkisar
38,49-101,07%, berat jenis (BJ) berkisar 0,46-0,62 gr/cm3, MOR berkisar
108,2-354,47 kg/cm2 dan MOE berkisar 4456,77-10062,4 kg/cm2. Secara
keseluruhan nilai BJ, MOR dan MOE tertinggi terdapat pada bagian pangkal
BKS, sedangkan nilai BJ, MOR dan MOE terendah terdapat pada bagian ujung
Universitas Sumatera Utara
17
BKS. Hal ini disebabkan karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang
masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif
sehingga dinding selnya relatif tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang
sudah tua, kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan pembuluh pada bagian
pangkal lebih tinggi. Dengan kata lain bagian pangkal BKS sifat mekaniknya
lebih baik dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung BKS.
Menurut Nuryawan et al. (2012) kadar lignin kelapa sawit pada bagian
pangkal BKS sebesar 23,20%. Sedangkan kadar lignin yang terdapat pada bagian
tengah BKS adalah sebesar 21,82%. Untuk kadar lignin yang terdapat pada bagian
ujung BKS adalah sebesar 21,57%. Jadi rata-rata keseluruhan kandungan kadar
lignin yang terdapat pada BKS sebesar 22,20%. Ikatan pembuluh BKS dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan sifat fisis dan kimia ikatan pembuluh BKS mampu menjadi bahan
alternatif sebagai pengganti bahan dasar kayu dalam pembuatan papan komposit.
B. Meranti
Menurut Wahyu (2014) adapun taksonomi kayu meranti dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Theales
Famili
: Dipterocarpaceae
Genus
: Shorea
Universitas Sumatera Utara
18
Spesies
: Shorea sp.
Menurut Martawijaya et al. (2005) sifat fisis meranti seperti berat jenis
sebesar 0,52 gr/cm3 dan termasuk kedalam kelas kuat kayu III-IV. Penyusutan
kadar air arah radial 2,1% dan tangensial 3,5%. Sifat mekanis meranti seperti
tegangan batas proporsi sebesar 179 kg/cm2, tegangan pada batas patah
359 kg/cm2, MOE 66 kg/cm2, usaha sampai batas proporsi 0,3 kg/dm3 dan usaha
sampai batas patah 2,5 kg/dm3.
Menurut Vademikum Dipterocarpaceae (2007) kayu meranti memiliki ciri
seperti kayu teras berwarna merah muda dengan tebal 2-8 cm. Tekstur kayu
meranti tergolong kasar dengan arah serat berpadu, permukaan kayu licin dan
mengkilap. Sifat fisis kayu meranti termasuk kedalam kayu kelas kuat III-IV.
Kayu meranti memiliki kandungan selulosa sebesar 50,76%, lignin 30,60%,
pentosan 12,74%, abu 0,68% dan silika 0,29%. Kayu meranti termasuk kedalam
kayu dengan kelas awet III. Kayu meranti umumnya mempunyai saluran aksial
yang biasanya tersusun dalam deretan tangensial yang kontinu, kadang-kadang
terdapat deretan yang pendek, diameter saluran aksial umumnnya lebih kecil dari
diameter pori, kecuali pada Shorea platycarpa yang keadaannya sebaliknya.
Saluran radial terdapat pada Shorea leprosula, Shorea ovate dan Shorea
teysmanniana, sedang pada Shorea parvifolia dan Shorea acuminate hanya
terdapat secara sporadis.
C. Papan Partikel
Papan partikel adalah hasil pengempaan panas campuran partikel kayu
atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan perekat organik serta bahan lain. Pada
papan partikel dilakukan pengujian kualitas berdasarkan sifat fisis dan mekanis
Universitas Sumatera Utara
19
diantaranya adalah KA, kerapatan, DSA, PT, IB, MOE dan MOR (BSN, 2006).
Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer (1993), papan partikel ialah produk
panil yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu dan sekaligus
mengikatnya dengan satu perekat. Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat
berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang
digunakan dan kerepatan panil yang dihasilkan. Ada tiga ciri utama papan yang
menentukan sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
1. Spesies dan Bentuk Partikel
Sifat yang diinginkan dari partikel berbentuk serpih untuk kekuatan dan
partikel-partikel halus untuk permukaan yang licin. Aspek terpenting bentuk
partikel ialah panjang partikel dan nisbah tebal ke panjang.
2. Kerapatan Papan dan Profil Kerapatan
Semakin tinggi kerapatan menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu,
semakin tinggi kekuatannya. Tetapi, sifat-sifat papan lain seperti kestabilan
dimensi mungkin terpengaruh jelek oleh naiknya kerapatan. Untuk memproduksi
papan dengan keteguhan lengkung setinggi mungkin pada setiap kerapatan
menyeluruh tertentu, papan dengan permukaan yang lebih rapat daripada intinya
lebih disukai. Variasi kerapatan di seluruh tebal papan disebut profil kerapatan.
3. Kandungan Resin dan Penyebarannya
Semakin banyak resin digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan
semakin stabil dimensi papannya. Namun, untuk alasan-alasan ekonomis tidak
diinginkan untuk menggunakan jumlah resin yang lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan. Secara normal,
kandungan resin papan berperekat urea bervariasi dari 6 sampai 10% atas dasar
Universitas Sumatera Utara
20
berat resin padat. Papan fenol yang dapat dibuat dengan resin yang lebih sedikit.
Pada papan biskit yang menggunakan resin fenol dalam bentuk tepung,
kandungan resin mungkin serendah 2,5%. Tetapi, resin tepung jauh lebih mahal
daripada tipe yang cair.
D. Perekat Phenol Formaldehida
Phenol formaldehida (PF) merupakan hasil kondensasi formaldehida
dengan monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol.
Perekat PF dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat thermosetting
dan novolak yang bersifat thermoplastik. Perbedaan kedua ini disebabkan oleh
perbandingan molar fenol dan formaldehida, serta katalis atau kondisi yang terjadi
selama berlangsungnya reaksi. Kelebihan perekat PF yaitu tahan terhadap
perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperature tinggi, tahan terhadap
bakteri, jamur, rayap dan mikro-organisme serta tahan terhadap bahan kimia,
seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan perekat PF yaitu
memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat urea
formaldehida (UF) atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relative tebal
dan mudah patah (Ruhendi et al., 2007).
Perekat PF memiliki warna merah tua dengan keadaan encer. Perekat PF
memiliki pH 10-11 dengan kekentalan 1-2 poise pada suhu 250C. Waktu yang
dibutuhkan agar perekat PF menjadi kental berkisar 5-25 menit pada suhu 1350C,
bahan yang tidak menguap sebesar 40-45%. Perekat PF larut dalam air 10 kali
pada
suhu
250C
dengan
berat
jenis
perekat
1,170-1,190
(Kliwon dan Iskandar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
21
Menurut Achmadi (1990) perekat PF adalah jenis yang paling awet.
Viskositas perekat PF cukup rendah yang memungkinkan penetrasi ke dalam poripori kayu dan berfungsi sebagai jankar mekanis dalam perekatan. Kekuatan dari
perekat melebihi kekuatan kohesif kayu. Faktor-faktor tersebut memberikan
sumbangan bagi kekuatan rekat pada kayu.
E. Variasi Kadar Perekat
Menurut Maloney (1993) jumlah perekat yang banyak akan meningkatkan
ikatan antar partikel sehingga papan partikel yang dihasilkan lebih tahan terhadap
air dan stabil. Hal ini sesuai dengan penelitian Iskandar dan Supriadi (2012) yang
menggunakan kadar perekat 6%, 8% dan 10% bahwa peningkatan kadar perekat
berpengaruh terhadap pengembangan tebal (PT), daya serap air (DSA),
meningkatkan MOR dan MOE. Pada PT dan DSA, baik perendaman selama 2 jam
maupun 24 jam, nilai PT dan DSA menurun seiring dengan penambahan kadar
perekat. Semakin tinggi kadar perekat yang digunakan semakin rendah nilai PT
dan DSA papan partikel.
Variasi kadar perekat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis papan
partikel. Pada penelitian Sinulingga (2009) menunjukkan pengaruh signifikan dari
variasi kadar perekat terhadap papan partikel. Pada penelitian ini diperoleh nilai
KA sebesar 10,27-16,07%, nilai KA menurun seiring dengan penambahan kadar
perekat, sebaliknya nilai MOR meningkat seiring dengan penambahan kadar
perekat dengan nilai MOR sebesar 67,8-82,95 kg/cm2. Sedangkan nilai kerapatan
papan partikel bervariasi antara 0,82-0,95 gr/cm3 dimana nilai kerapatan tertinggi
diperoleh pada kadar perekat 10%.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelapa sawit
Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotlyledonae
Ordo
: Palmales
Famili
: Palmae
Sub famili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763
berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique,
kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak,
sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa
sawit berasal dari Guinea (Pahan, 2008).
Menurut Endy et al. (2014) BKS mengandung kadar air berkisar
38,49-101,07%, berat jenis (BJ) berkisar 0,46-0,62 gr/cm3, MOR berkisar
108,2-354,47 kg/cm2 dan MOE berkisar 4456,77-10062,4 kg/cm2. Secara
keseluruhan nilai BJ, MOR dan MOE tertinggi terdapat pada bagian pangkal
BKS, sedangkan nilai BJ, MOR dan MOE terendah terdapat pada bagian ujung
Universitas Sumatera Utara
17
BKS. Hal ini disebabkan karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang
masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif
sehingga dinding selnya relatif tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang
sudah tua, kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan pembuluh pada bagian
pangkal lebih tinggi. Dengan kata lain bagian pangkal BKS sifat mekaniknya
lebih baik dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung BKS.
Menurut Nuryawan et al. (2012) kadar lignin kelapa sawit pada bagian
pangkal BKS sebesar 23,20%. Sedangkan kadar lignin yang terdapat pada bagian
tengah BKS adalah sebesar 21,82%. Untuk kadar lignin yang terdapat pada bagian
ujung BKS adalah sebesar 21,57%. Jadi rata-rata keseluruhan kandungan kadar
lignin yang terdapat pada BKS sebesar 22,20%. Ikatan pembuluh BKS dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan sifat fisis dan kimia ikatan pembuluh BKS mampu menjadi bahan
alternatif sebagai pengganti bahan dasar kayu dalam pembuatan papan komposit.
B. Meranti
Menurut Wahyu (2014) adapun taksonomi kayu meranti dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Theales
Famili
: Dipterocarpaceae
Genus
: Shorea
Universitas Sumatera Utara
18
Spesies
: Shorea sp.
Menurut Martawijaya et al. (2005) sifat fisis meranti seperti berat jenis
sebesar 0,52 gr/cm3 dan termasuk kedalam kelas kuat kayu III-IV. Penyusutan
kadar air arah radial 2,1% dan tangensial 3,5%. Sifat mekanis meranti seperti
tegangan batas proporsi sebesar 179 kg/cm2, tegangan pada batas patah
359 kg/cm2, MOE 66 kg/cm2, usaha sampai batas proporsi 0,3 kg/dm3 dan usaha
sampai batas patah 2,5 kg/dm3.
Menurut Vademikum Dipterocarpaceae (2007) kayu meranti memiliki ciri
seperti kayu teras berwarna merah muda dengan tebal 2-8 cm. Tekstur kayu
meranti tergolong kasar dengan arah serat berpadu, permukaan kayu licin dan
mengkilap. Sifat fisis kayu meranti termasuk kedalam kayu kelas kuat III-IV.
Kayu meranti memiliki kandungan selulosa sebesar 50,76%, lignin 30,60%,
pentosan 12,74%, abu 0,68% dan silika 0,29%. Kayu meranti termasuk kedalam
kayu dengan kelas awet III. Kayu meranti umumnya mempunyai saluran aksial
yang biasanya tersusun dalam deretan tangensial yang kontinu, kadang-kadang
terdapat deretan yang pendek, diameter saluran aksial umumnnya lebih kecil dari
diameter pori, kecuali pada Shorea platycarpa yang keadaannya sebaliknya.
Saluran radial terdapat pada Shorea leprosula, Shorea ovate dan Shorea
teysmanniana, sedang pada Shorea parvifolia dan Shorea acuminate hanya
terdapat secara sporadis.
C. Papan Partikel
Papan partikel adalah hasil pengempaan panas campuran partikel kayu
atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan perekat organik serta bahan lain. Pada
papan partikel dilakukan pengujian kualitas berdasarkan sifat fisis dan mekanis
Universitas Sumatera Utara
19
diantaranya adalah KA, kerapatan, DSA, PT, IB, MOE dan MOR (BSN, 2006).
Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer (1993), papan partikel ialah produk
panil yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu dan sekaligus
mengikatnya dengan satu perekat. Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat
berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang
digunakan dan kerepatan panil yang dihasilkan. Ada tiga ciri utama papan yang
menentukan sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
1. Spesies dan Bentuk Partikel
Sifat yang diinginkan dari partikel berbentuk serpih untuk kekuatan dan
partikel-partikel halus untuk permukaan yang licin. Aspek terpenting bentuk
partikel ialah panjang partikel dan nisbah tebal ke panjang.
2. Kerapatan Papan dan Profil Kerapatan
Semakin tinggi kerapatan menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu,
semakin tinggi kekuatannya. Tetapi, sifat-sifat papan lain seperti kestabilan
dimensi mungkin terpengaruh jelek oleh naiknya kerapatan. Untuk memproduksi
papan dengan keteguhan lengkung setinggi mungkin pada setiap kerapatan
menyeluruh tertentu, papan dengan permukaan yang lebih rapat daripada intinya
lebih disukai. Variasi kerapatan di seluruh tebal papan disebut profil kerapatan.
3. Kandungan Resin dan Penyebarannya
Semakin banyak resin digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan
semakin stabil dimensi papannya. Namun, untuk alasan-alasan ekonomis tidak
diinginkan untuk menggunakan jumlah resin yang lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan. Secara normal,
kandungan resin papan berperekat urea bervariasi dari 6 sampai 10% atas dasar
Universitas Sumatera Utara
20
berat resin padat. Papan fenol yang dapat dibuat dengan resin yang lebih sedikit.
Pada papan biskit yang menggunakan resin fenol dalam bentuk tepung,
kandungan resin mungkin serendah 2,5%. Tetapi, resin tepung jauh lebih mahal
daripada tipe yang cair.
D. Perekat Phenol Formaldehida
Phenol formaldehida (PF) merupakan hasil kondensasi formaldehida
dengan monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol.
Perekat PF dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat thermosetting
dan novolak yang bersifat thermoplastik. Perbedaan kedua ini disebabkan oleh
perbandingan molar fenol dan formaldehida, serta katalis atau kondisi yang terjadi
selama berlangsungnya reaksi. Kelebihan perekat PF yaitu tahan terhadap
perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperature tinggi, tahan terhadap
bakteri, jamur, rayap dan mikro-organisme serta tahan terhadap bahan kimia,
seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan perekat PF yaitu
memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat urea
formaldehida (UF) atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relative tebal
dan mudah patah (Ruhendi et al., 2007).
Perekat PF memiliki warna merah tua dengan keadaan encer. Perekat PF
memiliki pH 10-11 dengan kekentalan 1-2 poise pada suhu 250C. Waktu yang
dibutuhkan agar perekat PF menjadi kental berkisar 5-25 menit pada suhu 1350C,
bahan yang tidak menguap sebesar 40-45%. Perekat PF larut dalam air 10 kali
pada
suhu
250C
dengan
berat
jenis
perekat
1,170-1,190
(Kliwon dan Iskandar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
21
Menurut Achmadi (1990) perekat PF adalah jenis yang paling awet.
Viskositas perekat PF cukup rendah yang memungkinkan penetrasi ke dalam poripori kayu dan berfungsi sebagai jankar mekanis dalam perekatan. Kekuatan dari
perekat melebihi kekuatan kohesif kayu. Faktor-faktor tersebut memberikan
sumbangan bagi kekuatan rekat pada kayu.
E. Variasi Kadar Perekat
Menurut Maloney (1993) jumlah perekat yang banyak akan meningkatkan
ikatan antar partikel sehingga papan partikel yang dihasilkan lebih tahan terhadap
air dan stabil. Hal ini sesuai dengan penelitian Iskandar dan Supriadi (2012) yang
menggunakan kadar perekat 6%, 8% dan 10% bahwa peningkatan kadar perekat
berpengaruh terhadap pengembangan tebal (PT), daya serap air (DSA),
meningkatkan MOR dan MOE. Pada PT dan DSA, baik perendaman selama 2 jam
maupun 24 jam, nilai PT dan DSA menurun seiring dengan penambahan kadar
perekat. Semakin tinggi kadar perekat yang digunakan semakin rendah nilai PT
dan DSA papan partikel.
Variasi kadar perekat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis papan
partikel. Pada penelitian Sinulingga (2009) menunjukkan pengaruh signifikan dari
variasi kadar perekat terhadap papan partikel. Pada penelitian ini diperoleh nilai
KA sebesar 10,27-16,07%, nilai KA menurun seiring dengan penambahan kadar
perekat, sebaliknya nilai MOR meningkat seiring dengan penambahan kadar
perekat dengan nilai MOR sebesar 67,8-82,95 kg/cm2. Sedangkan nilai kerapatan
papan partikel bervariasi antara 0,82-0,95 gr/cm3 dimana nilai kerapatan tertinggi
diperoleh pada kadar perekat 10%.
Universitas Sumatera Utara