Pengaruh Distributed Generation Terhadap Stabilitas Transien Pada Sistem Distribusi (Studi Kasus: Penyulang Tl 2 Gi Tele ) Chapter III V

2 BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan disimulasikan pada jaringan distribusi 20 kV dari

Gardu Induk Tele yang terhubung dengan PLTMH Aek Silang dan PLTMH Aek
Sibundong. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan.

3.2

Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah data dari

jaringan distribusi 20 kV dari Gardu Induk Tele yang terhubung dengan PLTMH
Aek Silang dan PLTMH Aek Sibundong. Peralatan yang akan digunakan untuk
simulasi stability transient adalah software ETAP 12.6.0.

3.3


Pelaksanaan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian dilakukan langkah – langkah sebagai

berikut :
1.

Pengumpulan Data
Melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian, yang

meliputi:
a. Data generator.
b. Data beban.
c. Data impedansi saluran.
2.

Membuat One-line diagram
Setelah data diperoleh, selanjutnya dibuat one-line diagram dengan memilih

editor “one-line diagrams“ pada software ETAP 12.6.0.


19

Universitas Sumatera Utara

3.

Memasukkan Data
Data-data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah dan dimasukkan

untuk simulasi stabilitas transien. Data-data yang dibutuhkan tersebut telah
diuraikan pada poin ”pengumpulan data” di atas.
4.

Menentukan Skenario Gangguan
Skenario gangguan ini dibuat untuk menandakan adanya kemungkinan

gangguan yang terjadi di sistem distribusi. Adapun skenario gangguan yang
dibuat yaitu :
a. Hubung singkat tiga fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi

terhubung DG Aek Silang.
b. Hubung singkat tiga fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi
terhubung DG Aek Sibundong.
c. Hubung singkat tiga fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi
terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong.
d. Pelepasan beban

pada wilayah beban paling besar dengan kondisi

terhubung DG Aek Silang.
e. Pelepasan beban

pada wilayah beban paling besar dengan kondisi

terhubung DG Aek Sibundong.
f. Pelepasan beban pada wilayah beban paling besar dengan kondisi
terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong.
4.

Menjalankan Simulasi

Skenario ganggguan tersebut di masukkan melalui pilihan study case editor

bagian event pada Transient Stability Analysis. Simulasi akan berhenti setelah
terlihat ada hasil data yang menunjukkan perubahan data setiap detik.
5.

Melakukan Analisis Grafik dan Data Stabilitas Transien
Hasil yang diharapkan dari simulasi stabilitas transien ini adalah perubahan

besar sudut rotor, tegangan dan frekuensi pada bus pada pembangkit PLTMH Aek
Silang dan PLTMH Aek Sibundong. Hasil grafik ditampilkan dengan memilih
pilihan “plot stability transient” pada software ETAP. Dari hasil tersebut diamati
nilai perubahan pada setiap detiknya untuk melihat nilai awal, nilai maksimum,
nilai minimum dan nilai akhir setelah gangguan terjadi.

20

Universitas Sumatera Utara

6.


Menarik Kesimpulan
Dari hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan nilai – nilai kestabilan

sistem dan waktu lamanya berosilasi untuk kembali mencapai kestabilan.

3.4

Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

a. Perubahan besar sudut rotor pada DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong di
sistem distribusi listrik berdasarkan grafik.
b. Perubahan besar tegangan pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek
Sibundong di sistem distribusi listrik berdasarkan grafik.
c. Perubahan besar frekuensi pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek
Sibundong di sistem distribusi listrik berdasarkan grafik.

3.5


Prosedur Penelitian
Berdasarkan diagram alir flowchart, teknik perhitungan dan pengolahan

dapat dilihat pada Gambar 3.1:

21

Universitas Sumatera Utara

Mulai

Pengambilan data
Pembangkit, Impedansi
Saluran, dan Beban

Membuat SLD
(single line diagram) di Etap

Masukkan Data
Pembangkit, Saluran, dan Beban

ke Dalam SLD Etap

Pengaturan Skenario
Gangguan Transien
ke Dalam SLD Etap

Proses Simulasi

Simulasi
Berhasil

Tidak

Ya
Analisis Grafik dan Data
Hasil Simulasi

Kesimpulan

Selesai


Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
22

Universitas Sumatera Utara

3

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh adanya PLTMH Aek Silang dan PLTMH Aek Sibundong terhadap
sistem distribusi listrik pada Penyulang TL 2 GI TELE. PLTMH Aek Silang dan
PLTMH aek sibundong mempunyai kapasitas daya keluaran yang sama yaitu 750
kW. Jumlah beban keseluruhan yang disimulasikan adalah 3121,73 kVA. Single
line diagram jaringan tegangan menengah PT.PLN (Persero) Rayon Dolok
Sanggul (Lampiran A.5) yang beroperasi saat ini disimulasikan mengunakan
perangkat lunak ETAP 12.6.0 (Lampiran A.6) dengan 6 skenario gangguan

kondisi sistem distribusi listrik yang terdapat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Skenario kondisi sistem distribusi listrik
Nama

Skenario Kondisi Sistem Distribusi Listrik

Kondisi 1

Hubung singkat 3 fasa saat terhubung DG Aek Silang

Kondisi 2

Hubung singkat 3 fasa saat terhubung DG Aek
Sibundong

Kondisi 3

Hubung singkat 3 fasa saat terhubung DG Aek silang
dan DG Aek Sibundong


Kondisi 4

Pelepasan beban saat terhubung DG Aek Silang

Kondisi 5

Pelepasan beban saat terhubung DG Aek Sibundong

Kondisi 6

Pelepasan beban saat terhubung DG Aek silang dan
DG Aek Sibundong

Pemilihan skenario gangguan hubung singkat 3 fasa dan pelepasan beban
dilakukan berdasarkan jenis gangguan yang mungkin terjadi pada sistem distribusi
listrik Penyulang TL 2 GI TELE. Detail aksi dipilih menentukan peralatan yang
digunakan berdasarkan skenario gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu
bus beban dan pelepasan beban pada bagian beban dengan jumlah beban paling
besar (Lampiran A.6). Setiap hasil simulasi akan menampilkan grafik kondisi
23


Universitas Sumatera Utara

sistem selama waktu yang ditentukan untuk melihat keadaan osilasi yang terjadi
selama gangguan. Hasil yang diperhatikan adalah nilai sudut rotor DG Aek Silang
dan DG Aek Sibundong beserta nilai tegangan dan frekuensi pada bus DG Aek
Silang dan bus DG Aek Sibundong.

4.1

Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Hubung

Singkat 3 Fasa Terhubung DG Aek Silang
Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban
pada sistem distribusi listrik Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung
DG Aek Silang ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap
(Lampiran A.6) dan Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa
terhubung DG Aek Silang
Detik ke

Tipe Divais

ID Divais

Aksi

1s

Bus

Bus 233

Hubung singkat 3 Fasa

1,15 s

Fuse

Fuse 20

Trip

Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan hubung singkat 3
fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi terhubung DG Aek Silang
diskenariokan mulai terjadi pada t = 1 s. Untuk menanggulangi gangguan hubung
singkat 3 fasa sebesar 734 A di bus 233 yang berkelanjutan, fuse disimulasikan
mengalami trip pemutusan saluran setelah 150 ms terdeteksi gangguan pada
bagian beban yang terkena gangguan hubung singkat 3 fasa. Hasil simulasi
stabilitas transien saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek
Silang dapat dilihat pada lampiran B.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan nilai
sudut rotor pada DG Aek Silang saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa
terhubung DG Aek Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

24

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 Grafik sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi gangguan
hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.3 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Generator

δ
Awal ( º )

DG Aek
Silang

33,08

δ Selama Gangguan ( º )
Maks
Min
34,54

27,97

δ
t
Akhir ( º ) Osilasi (s)
34,28

16,7

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.3 nilai awal sudut rotor
DG Aek Silang adalah 33,08º yang kemudian mengalami gangguan hubung
singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat
keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai
34,54º dan minimum mencapai 27,97º. Sudut rotor dapat mencapai kestabilan
setelah 16,7s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 34,28º.
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.2 dan nilai
tegangan pada bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa
terhubung DG Aek Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.4.

25

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 Grafik tegangan bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.4 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Bus

DG Aek
Silang

V
Awal
(%kV)
94,77

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min
96,60

45,19

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

94,79

15,1

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.4, nilai awal tegangan
bus DG Aek Silang adalah 94,77 % kV yang kemudian mengalami gangguan
hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat
keadaan tegangan menurun mencapai 45,19 % kV. Nilai tegangan itu akan tetap
berada dibawah standar tegangan yang di izinkan jika gangguan nya terus terjadi
tanpa adanya penanggulangan. Untuk itu dilakukan pemutusan saluran pada bus
yang terkena hubung singkat 3 fasa agar tegangan sistem kembali normal. Setelah
gangguan dihilangkan pada detik 1,15 s, keadaan tegangan mengalami kenaikan
langsung mencapai maksimal 96,60 % kV dan mulai kembali stabil selama 15,1 s
dengan nilai tegangan 94,79 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan nilai
sudut rotor pada bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa
terhubung DG Aek Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.5.
26

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.3 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.5 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Bus
DG Aek
Silang

f
Awal (Hz)
50

f Selama Gangguan (Hz)
Maks
Min
50,03

49,95

f
Akhir (Hz)

t
Osilasi (s)

50

2,3

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.5, nilai awal frekuensi
bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan hubung
singkat 3 fasa di bus beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan
frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,03 Hz dan
minimum mencapai 49,95 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50
Hz setelah mengalami osilasi selama 2,3 s.
4.2

Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Hubung

Singkat 3 Fasa Terhubung DG Aek Sibundong
Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban
pada sistem distribusi listrik Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung
DG Aek Sibundong ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap
(Lampiran A.6) dan Tabel 4.6.
27

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa
terhubung DG Aek Sibundong
Detik ke

Tipe Divais

ID Divais

Aksi

1s

Bus

Bus 233

Hubung singkat 3 Fasa

1,15 s

Fuse

Fuse 20

Trip

Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan hubung singkat 3
fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi terhubung DG Aek Sibundong
diskenariokan mulai terjadi pada t = 1 s. Untuk menanggulangi gangguan hubung
singkat 3 fasa sebesar 725 A di bus 233 yang berkelanjutan, fuse disimulasikan
mengalami trip pemutusan saluran setelah 150 ms terdeteksi gangguan pada
bagian beban

yang terkena gangguan hubung singkat 3 fasa. Hasil simulasi

stabilitas transien saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek
Sibundong dapat dilihat pada lampiran C.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.4 dan nilai
sudut rotor pada DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa
terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Gambar 4.4 Grafik sudut rotor DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong

28

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.7 Stabilitas sudut rotor DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Generator
DG Aek
Sibundong

δ
δ Selama Gangguan ( º )
Awal ( º )
Maks
Min
32,31

33,52

21,57

δ
Akhir ( º )

t
Osilasi (s)

33,26

14,7

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.4 dan Tabel 4.7, nilai awal sudut rotor
DG Aek Sibundong adalah 32,31º yang kemudian mengalami gangguan hubung
singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat
keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai
33,52º dan minimum mencapai 21,57º. Sudut rotor dapat mencapai kestabilan
setelah 14,7 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 33,26º.
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan nilai
tegangan pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3
fasa terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Gambar 4.5 Grafik tegangan bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.8 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Bus

DG Aek
Sibundong

V
Awal
(%kV)
98,45

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min
101,61

55,10

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

98,46

15,8
29

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.8, nilai awal tegangan
bus DG Aek Sibundong adalah 98,45 % kV yang kemudian mengalami gangguan
hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat
keadaan tegangan menurun mencapai 55,10 % kV. Nilai tegangan itu akan tetap
berada dibawah standar tegangan yang di izinkan jika gangguan nya terus terjadi
tanpa adanya penanggulangan. Untuk itu dilakukan pemutusan saluran pada bus
yang terkena hubung singkat 3 fasa agar tegangan sistem kembali normal. Setelah
gangguan dihilangkan pada detik 1,15 s, keadaan tegangan mengalami kenaikan
langsung mencapai maksimal 101,61 % kV dan mulai kembali stabil selama 15,8
s dengan nilai tegangan 98,46 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.6 dan nilai
frekuensi pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3
fasa terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.9.

Gambar 4.6 Grafik frekuensi bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan
hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.9 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Bus
DG Aek
Sibundong

f
f Selama Gangguan (Hz)
f
t
Awal (Hz)
Akhir
(Hz)
Osilasi
(s)
Maks
Min
50

50,25

49,72

50

2,1
30

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.9, nilai awal frekuensi
bus DG Aek Sibundong adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan
hubung singkat 3 fasa di bus beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat
keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,25
Hz dan minimum mencapai 49,72 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil
pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 2,1 s.
4.3

Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Hubung

Singkat 3 fasa Terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban
pada sistem distribusi listrik Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong ditunjukkan berdasarkan single line
diagram simulasi Etap (Lampiran A.6) dan Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa
terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Detik ke

Tipe Divais

ID Divais

Aksi

1s

Bus

Bus 233

Hubung singkat 3 Fasa

1,15

Fuse

Fuse 20

Trip

Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan hubung singkat 3
fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi sistem terhubung DG Aek Silang
dan DG Aek Sibundong diskenariokan mulai terjadi pada detik ke 1 s. Untuk
menanggulangi gangguan hubung singkat 3 fasa sebesar 765 A di bus 233 yang
berkelanjutan, fuse disimulasikan mengalami trip pemutusan saluran setelah 150
ms terdeteksi gangguan pada bagian beban yang terkena gangguan hubung singkat
3 fasa. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi gangguan hubung singkat 3
fasa terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong dapat dilihat pada
lampiran D.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.7 dan nilai
sudut rotor pada DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.11.
31

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)
Gambar 4.7 Grafik sudut rotor DG Aek Silang (a) dan DG Aek
Sibundong (b) saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG
Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.11 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Generator
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

δ
Awal ( º )

δ Selama Gangguan ( º )
Maks
Min

δ
Akhir ( º )

t
Osilasi (s)

33,61

34,67

28,06

34,53

11,3

46,59

48,33

37,48

47,50

15,5
32

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.11, nilai awal sudut rotor
DG Aek Silang adalah 33,61º yang kemudian mengalami gangguan hubung
singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat
keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai
34,67 º dan minimum mencapai 28,06º. Sudut rotor dapat mencapai kestabilan
setelah 11,3 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 34,67º. Sama
halnya dengan sudut rotor DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal 46,59 º yang
kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke
1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan
keadaan maksimum mencapai 48,33º dan minimum mencapai 37,48º. Sudut rotor
dapat mencapai kestabilan setelah 15,5 s dari terjadinya gangguan dengan nilai
sudut rotor 47,50º.

(a)

(b)
Gambar 4.8 Grafik tegangan bus DG Aek Silang (a) dan bus DG Aek
Sibundong (b) saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG
Aek Silang dan DG Aek Sibundong
33

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.12 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus

DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

V
Awal
(%kV)

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

97,85

100,24

47,92

97,86

13,3

98,34

101,38

53,49

98,35

14,7

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.12, nilai awal tegangan
pada bus DG Aek Silang adalah 97,85 % kV yang kemudian mengalami
gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada pada detik ke 1s. Gangguan
tersebut membuat keadaan tegangan menurun mencapai 47,92 % kV. Nilai
tegangan itu akan tetap berada dibawah standar tegangan yang di izinkan jika
gangguan nya terus terjadi tanpa adanya penanggulangan. Untuk itu dilakukan
pemutusan saluran pada bus yang terkena hubung singkat 3 fasa agar tegangan
sistem kembali normal. Setelah gangguan dihilangkan pada detik 1,15 s, keadaan
tegangan mengalami kenaikan langsung mencapai maksimal 100,24 % kV mulai
kembali ke keadaan stabil selama 13,3 s dengan nilai tegangan 97,86 % kV.
Sama halnya dengan tegangan pada bus DG Aek Sibundong mempunyai nilai
awal tegangan 98,34 % kV yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat
3 fasa di bus beban pada pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan
tegangan menurun mencapai 53,49 % kV. Setelah gangguan dihilangkan pada
detik 1,15 s, keadaan tegangan mengalami kenaikan langsung mencapai maksimal
101,38 % kV mulai kembali ke keadaan stabil selama 14,7 s dengan nilai
tegangan 98,35 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan nilai
frekuensi pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.13.

34

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)
Gambar 4.9 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang (a) dan bus DG Aek
Sibundong (b) saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG
Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.13 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

f
Awal (Hz)

f Selama Gangguan (Hz)
Maks
Min

f
Akhir (Hz)

t
Osilasi (s)

50

50,09

49,85

50

2

50

50,08

49,81

50

2,1

35

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.13, nilai awal frekuensi
pada bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan
hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat
keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,09
Hz dan minimum mencapai 49,85 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil
pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 2 s. Sama halnya dengan frekuensi
pada bus DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal 50 Hz yang kemudian
mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s.
Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan
keadaan maksimum mencapai 50,08 Hz dan minimum mencapai 49,81 Hz.
Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi
selama 2,1 s.
4.4

Perbandingan Kestabilan Sudut Rotor, Tegangan dan Frekuensi Pada

Kondisi 1, 2 dan 3
Perbandingan Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar
4.10 dan nilai sudut rotor pada DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong pada
Kondisi 1, 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 4.14.

(a)

36

Universitas Sumatera Utara

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.10 Grafik sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong pada kondisi 1 (a), 2 (b), dan 3 (c dan d)
37

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.14 Perbandingan stabilitas sudut rotor DG Aek Silang
dan DG Aek Sibundong pada kondisi 1, 2, dan 3
Kondisi

Generator

δ
Awal
(º)

δ Selama Gangguan
(º)
Maks
Min

δ
Akhir
(º)

t
Osilasi
(s)

DG Aek
33,08
34,54
27,97
34,28
16,7
Silang
DG Aek
2
32,31
33,52
21,57
33,26
14,7
Sibundong
DG Aek
33,61
34,67
28,06
34,53
11,3
3
Silang
DG Aek
46,59
48,33
37,48
47,50
15,5
Sibundong
Berdasarkan Gambar 4.10 dan Tabel 4.14, nilai sudut rotor pada kondisi 1
1

yang terhubung DG Aek Silang lebih tinggi daripada kondisi 2 yang terhubung
DG Aek Sibundong. Namun kondisi 1 dan 2 ini mempunyai nilai sudut rotor lebih
rendah daripada kondisi 3 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong. Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 3 lebih
cepat stabil daripada terhubung 1 DG pada kondisi 1 untuk DG Aek Silang dan
lebih lama stabil daripada 1 DG pada kondisi 2 untuk DG Aek Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar
4.11 dan nilai tegangan pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong
pada Kondisi 1, 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 4.15.

(a)

38

Universitas Sumatera Utara

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.11 Grafik tegangan bus DG Aek Silang dan bus DG
Aek Sibundong pada kondisi 1 (a), 2 (b), dan 3 (c dan d)
39

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.15 Perbandingan stabilitas tegangan bus DG Aek Silang
dan bus DG Aek Sibundong pada kondisi 1, 2, dan 3
Kondisi

1
2
3

Bus

DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

V
Awal
(%kV)

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

94,77

96,60

45,19

94,79

15,1

98,45

101,61

55,10

98,46

15,8

97,85

100,24

47,92

97,86

13,3

98,34

101,38

53,49

98,35

14,7

Berdasarkan Gambar 4.11 dan Tabel 4.15, nilai tegangan pada kondisi 1
yang terhubung DG Aek Silang lebih rendah daripada kondisi 2 yang terhubung
DG Aek Sibundong. Pada kondisi 3 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong mempunyai nilai tegangan lebih tinggi daripada kondisi 1untuk DG
Aek Silang dan lebih rendah daripada kondisi 2 untuk DG Aek Sibundong.
Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 3 lebih cepat stabil
daripada terhubung 1 DG pada kondisi 1 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 2
untuk DG Aek Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar
4.12 dan nilai frekuensi pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong
pada Kondisi 1, 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 4.16.

(a)
40

Universitas Sumatera Utara

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.12 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang dan bus
DG Aek Sibundong pada kondisi 1 (a), 2 (b), dan 3 (c dan d)
41

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.16 Perbandingan stabilitas frekuensi bus DG Aek Silang
dan bus DG Aek Sibundong pada kondisi 1, 2, dan 3
Kondisi

1
2
3

Bus

f
Awal
(Hz)

DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

f Selama Gangguan
(Hz)
Maks
Min

f
Akhir
(Hz)

V
Osilasi
(s)

50

50,03

49,95

50

2,3

50

50,25

49,72

50

2,1

50

50,09

49,85

50

2

50

50,08

49,81

50

2,1

Berdasarkan Gambar 4.12 dan Tabel 4.16, nilai frekuensi pada kondisi 1
yang terhubung DG Aek Silang sama dengan kondisi 2 yang terhubung DG Aek
Sibundong dan kondisi 3 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 3 lebih cepat stabil
daripada terhubung 1 DG pada kondisi 1 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 2
untuk DG Aek Sibundong.
4.5

Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Pelepasan

Beban Terhubung DG Aek Silang
Detail aksi gangguan pelepasan beban pada sistem distribusi listrik
Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung DG Aek Silang ditunjukkan
berdasarkan single line diagram simulasi Etap (Lampiran A.6) dan Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Detail aksi gangguan pelepasan beban
terhubung DG Aek Silang
Detik ke

Tipe Divais

ID Divais

Aksi

1s

Circuit Breaker

CB 8

Buka

Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan pelepasan beban
dengan kondisi sistem terhubung DG Aek Silang diskenariokan mulai terjadi pada
detik ke 1 s. Pelepasan beban terjadi pada beban yang jumlahnya paling besar
yaitu 1653,1 kVA pada sistem distribusi listrik yang mengakibatkan pengaman
42

Universitas Sumatera Utara

Circuit Breaker CB 8 pada Bus 94 GH Dolok Sanggul menjadi terbuka. Hasil
simulasi stabilitas transien saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
dapat dilihat pada lampiran E.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.13 dan nilai
sudut rotor pada DG Aek Silang saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek
Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.18.

Gambar 4.13 Grafik sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.18 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Generator
DG Aek
Silang

δ
δ Selama Gangguan ( º )
Awal ( º )
Maks
Min
33,08

84,91

72,87

δ
Akhir ( º )

t
Osilasi (s)

75,96

23,5

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.13 dan Tabel 4.18, nilai awal sudut
rotor DG Aek Silang adalah 33,08º yang kemudian mengalami gangguan
pelepasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut
rotor menjadi berosilasi mengalami kenaikan perlahan hingga maksimum 84,91º.
Kemudian keadaan sudut rotor menurun sampai 72,87º dan kembali stabil setelah
23,5 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 75,96º.

43

Universitas Sumatera Utara

Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.14 dan nilai
tegangan pada bus DG Aek Silang saat terjadi pelepasan beban terhubung DG
Aek Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.19.

Gambar 4.14 Grafik tegangan bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.19 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Bus

V
Awal
(%kV)

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

DG Aek
94,77
101,57
94,01
95,11
23,5
Silang
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.14 dan Tabel 4.19, nilai awal tegangan
bus DG Aek Silang adalah 94,77 % kV yang kemudian mengalami gangguan
pelapasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan
menaik mencapai 101,57 % kV. Nilai tegangan itu kemudian mengalami osilasi
penurunan

mencapai 94,01 % kV dan kembali stabil

setelah 23,5 s dari

terjadinya gangguan dengan tegangan stabil sebesar 95,11 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.15 dan nilai
frekuensi pada bus DG Aek Silang saat terjadi pelepasan beban terhubung DG
Aek Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.20.

44

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.15 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.20 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Bus
DG Aek
Silang

f
f Selama Gangguan (Hz)
f
t
Awal (Hz)
Akhir
(Hz)
Osilasi
(s)
Maks
Min
50

50,10

49,97

50

6,3

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.15 dan Tabel 4.20, nilai awal frekuensi
bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan pelepasan
beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi
berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,10 Hz dan minimum
mencapai 49,97 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah
mengalami osilasi selama 6,3 s.
4.6

Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Pelepasan

Beban Terhubung DG Aek Sibundong
Detail aksi gangguan pelepasan beban pada sistem distribusi listrik
Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung DG Aek Sibundong
ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap (Lampiran A.6) dan
Tabel 4.21.

45

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.21 Detail aksi gangguan pelepasan beban
terhubung DG Aek Sibundong
Detik ke

Tipe Divais

ID Divais

Aksi

1s

Circuit Breaker

CB 8

Buka

Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan pelepasan beban
dengan kondisi sistem terhubung DG Aek Silang diskenariokan mulai terjadi pada
detik ke 1 s. Pelepasan beban terjadi pada beban yang jumlahnya paling besar
yaitu 1653,1 kVA pada sistem distribusi listrik yang mengakibatkan pengaman
Circuit Breaker CB 8 pada Bus 94 GH Dolok Sanggul menjadi terbuka. Hasil
simulasi stabilitas transien saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek
Sibundong dapat dilihat pada lampiran F.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.16 dan nilai
sudut rotor pada DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung DG
Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.22.

Gambar 4.16 Grafik sudut rotor DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.22 Stabilitas sudut rotor DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Generator
DG Aek
Sibundong

δ
δ Selama Gangguan ( º )
Awal ( º )
Maks
Min
32,31

63,69

59,32

δ
Akhir ( º )

t
Osilasi (s)

59,93

23,2
46

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.16 dan Tabel 4.22, nilai awal sudut
rotor DG Aek Sibundong adalah 32,31º yang kemudian mengalami gangguan
pelepasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut
rotor menjadi berosilasi mengalami kenaikan perlahan hingga maksimum 63,69º.
Kemudian keadaan sudut rotor mulai menurun sampai 59,32º dan kembali stabil
setelah 23,2 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 59,93º.
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.17 dan nilai
tegangan pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung DG
Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.23.

Gambar 4.17 Grafik tegangan bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.23 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Bus

DG Aek
Sibundong

V
Awal
(%kV)
98,45

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min
104,75

98,00

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

98,77

22

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.17 dan Tabel 4.23, nilai awal tegangan
bus DG Aek Sibundong adalah 98,45 % kV yang kemudian mengalami gangguan
pelapasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan
menaik mencapai 104,75 % kV. Nilai tegangan itu kemudian mengalami osilasi

47

Universitas Sumatera Utara

penurunan mencapai 98,00 % kV dan kembali stabil setelah 22 s dari terjadinya
gangguan dengan tegangan stabil sebesar 98,77 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.18 dan nilai
frekuensi pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung
DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.24.

Gambar 4.18 Grafik frekuensi bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.24 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Sibundong saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Bus
DG Aek
Sibundong

f
f Selama Gangguan (Hz)
f
t
Awal (Hz)
Akhir
(Hz)
Osilasi
(s)
Maks
Min
50

50,10

49,96

50

4,6

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.18 dan Tabel 4.24, nilai awal frekuensi
bus DG Aek Sibundong adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan
pelepasan beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi
menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,10 Hz dan minimum
mencapai 49,96 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah
mengalami osilasi selama 4,6 s.

48

Universitas Sumatera Utara

4.7

Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Pelepasan

Beban Terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Detail aksi gangguan pelepasan beban pada sistem distribusi listrik
Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap (Lampiran
A.6) dan Tabel 4.25.
Tabel 4.25 Detail aksi gangguan pelepasan beban
terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Detik ke

Tipe Divais

ID Divais

Aksi

1s

Circuit Breaker

CB 8

Buka

Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan pelepasan beban
dengan kondisi sistem terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
diskenariokan mulai terjadi pada detik ke 1 s. Pelepasan beban terjadi pada beban
yang jumlahnya paling besar yaitu 1653,1 kVA pada sistem distribusi listrik yang
dapat mengakibatkan pengaman Circuit Breaker CB 8 pada Bus 94 GH Dolok
Sanggul menjadi terbuka. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi pelepasan
beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong dapat dilihat pada
lampiran G.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.19 dan nilai
sudut rotor pada DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan
beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada
Tabel 4.26.

(a)
49

Universitas Sumatera Utara

(b)
Gambar 4.19 Grafik sudut rotor DG Aek Silang (a) dan DG Aek
Sibundong (b) saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG
Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.26 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Generator
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

δ
δ Selama Gangguan ( º )
Awal ( º )
Maks
Min

δ
Akhir ( º )

t
Osilasi (s)

33,61

65,00

62,28

62,35

22,3

46,59

77,39

69,27

71,01

22,4

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.19 dan Tabel 4.26, nilai awal sudut
rotor DG Aek Silang adalah 33,61º yang kemudian mengalami gangguan
pelepasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut
rotor menjadi berosilasi mengalami kenaikan perlahan hingga maksimum 65,00º.
Kemudian keadaan sudut rotor mulai menurun sampai 62,28º dan kembali stabil
setelah 22,3 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 62,35º. Sama
halnya dengan sudut rotor DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal 46,59º yang
kemudian mengalami gangguan pelepasan beban pada detik ke 1s. Gangguan
tersebut membuat keadaan sudut rotor menjadi berosilasi mengalami kenaikan
50

Universitas Sumatera Utara

perlahan hingga maksimum 77,39º. Kemudian

keadaan sudut rotor mulai

menurun sampai 69,27º dan kembali stabil setelah 22,4

s dari terjadinya

gangguan dengan nilai sudut rotor 71,01º.
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.20 dan nilai
tegangan pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong saat terjadi
pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong akan
ditunjukkan pada Tabel 4.27.

(a)

(b)
Gambar 4.20 Grafik tegangan bus DG Aek Silang (a) dan bus DG Aek
Sibundong (b) saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek
Silang dan DG Aek Sibundong
51

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.27 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus

DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

V
Awal
(%kV)

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

97,85

103,79

97,51

98,18

23,3

98,34

104,11

97,30

98,51

21,7

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.20 dan Tabel 2.27, nilai awal tegangan
bus DG Aek Silang adalah 97,85 % kV yang kemudian mengalami gangguan
pelapasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan
menaik mencapai 103,79 % kV. Nilai tegangan itu kemudian mengalami osilasi
penurunan

mencapai 97,51 % kV dan kembali stabil

setelah 23,3 s dari

terjadinya gangguan dengan tegangan stabil sebesar 98,18 % kV. Sama halnya
dengan tegangan bus DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal 98,34 % kV
yang kemudian mengalami gangguan pelapasan beban pada detik ke 1s.
Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan menaik mencapai 104,11 % kV.
Nilai tegangan itu kemudian mengalami osilasi penurunan mencapai 97,30 % kV
dan kembali stabil setelah 21,7 s dari terjadinya gangguan dengan tegangan stabil
sebesar 98,51 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.21 dan nilai
frekuensi pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong saat terjadi
pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong akan
ditunjukkan pada Tabel 4.28.

52

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)
Gambar 4.21 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang (a) dan bus DG Aek
Sibundong (b) saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek
Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.28 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

f
Awal (Hz)

f Selama Gangguan (Hz)
f
t
Akhir
(Hz)
Osilasi
(s)
Maks
Min

50

50,10

49,97

50

4,6

50

50,10

49,97

50

4,2

53

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.21 dan Tabel 4.28, nilai awal frekuensi
bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan pelepasan
beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi
berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,10 Hz dan minimum
mencapai 49,97 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah
mengalami osilasi selama 4,6 s. Sama halnya dengan frekuensi bus DG Aek
Sibundong mempunyai nilai awal 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan
pelepasan beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi
menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,10 Hz dan minimum
mencapai 49,97 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah
mengalami osilasi selama 4,2 s.

4.8

Perbandingan Kestabilan Sudut Rotor, Tegangan dan Frekuensi Pada

Kondisi 4, 5 dan 6
Perbandingan Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar
4.22 dan nilai sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong pada Kondisi 4,
5 dan 6 ditunjukkan pada Tabel 4.29.

(a)

54

Universitas Sumatera Utara

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.22 Grafik sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong pada kondisi 4 (a), 5 (b), dan 6 (c dan d)
55

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.29 Perbandingan stabilitas Sudut Rotor DG Aek
Silang dan DG Aek Sibundong pada kondisi 4, 5, dan 6
Kondisi

4
5
6

Generator

DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

δ
Awal
(º)

δ Selama Gangguan
(º)
Maks
Min

δ
Akhir
(º)

t
Osilasi
(s)

33,08

84,91

72,87

75,96

23,5

32,31

63,69

59,32

59,93

23,2

33,61

65,00

62,28

62,35

22,3

46,59

77,39

69,27

71,01

22,4

Berdasarkan Gambar 4.22 dan Tabel 4.49, nilai sudut rotor pada kondisi 4
yang terhubung DG Aek Silang lebih tinggi daripada kondisi 5 yang terhubung
DG Aek Sibundong. Pada kondisi 6 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong mempunyai nilai sudut rotor lebih tinggi daripada kondisi 4 untuk DG
Aek Silang dan kondisi 5 untuk DG Aek Sibundong. Kemudian waktu untuk
stabil terhubung 2 DG pada kondisi 6 lebih cepat stabil daripada terhubung 1 DG
pada kondisi 4 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 5 untuk DG Aek
Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar
4.23 dan nilai tegangan bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong pada
Kondisi 4, 5 dan 6 ditunjukkan pada Tabel 4.30.

(a)
56

Universitas Sumatera Utara

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.23 Grafik tegangan bus DG Aek Silang dan bus DG Aek
Sibundong pada kondisi 4 (a), 5 (b), dan 6 (c dan d)
57

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.30 Perbandingan stabilitas tegangan bus DG Aek Silang
dan bus DG Aek Sibundong pada kondisi 4, 5, dan 6
Kondisi

4
5
6

Bus

DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

V
Awal
(%kV)

V Selama Gangguan
(%kV)
Maks
Min

V
Akhir
(%kV)

V
Osilasi
(s)

94,77

101,57

94,01

95,11

23,5

98,45

104,75

98,00

98,77

22

97,85

103,79

97,51

98,18

23,3

98,34

104,11

97,30

98,51

21,7

Berdasarkan Gambar 4.23 dan Tabel 4.30, nilai tegangan pada kondisi 4
yang terhubung DG Aek Silang lebih rendah daripada kondisi 5 yang terhubung
DG Aek Sibundong. Pada kondisi 6 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek
Sibundong mempunyai nilai tegangan lebih tinggi daripada kondisi 4 untuk DG
Aek Silang dan lebih rendah daripada kondisi 5 untuk DG Aek Sibundong.
Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 6 lebih cepat stabil
daripada terhubung 1 DG pada kondisi 4 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 5
untuk DG Aek Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar
4.24 dan nilai frekuensi bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong pada
Kondisi 4, 5 dan 6 ditunjukkan pada Tabel 4.31.

(a)
58

Universitas Sumatera Utara

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.24 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang dan bus DG Aek
Sibundong pada kondisi 4 (a), 5 (b), dan 6 (c dan d)
59

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.31 Perbandingan stabilitas frekuensi bus DG Aek Silang
dan bus DG Aek Sibundong pada kondisi 4, 5, dan 6
Kondisi

4
5
6

Bus

DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong
DG Aek
Silang
DG Aek
Sibundong

f
Awal
(Hz)

f Selama Gangguan
(Hz)
Maks
Min

f
Akhir
(Hz)

V
Osilasi
(s)

50

50,10

49,97

50

6,3

50

50,10

49,96

50

4,6

50

50,10

49,97

50

4,6

50

50,10

49,97

50

4,2

Berdasarkan Gambar 4.24 dan Tabel 4.31, nilai frekuensi pada kondisi 4
yang terhubung DG Aek Silang sama dengan kondisi 5 yang terhubung DG Aek
Sibundong dan kondisi 6 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong.
Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 6 lebih cepat stabil
daripada terhubung 1 DG pada kondisi 4 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 5
untuk DG Aek Sibundong.

60

Universitas Sumatera Utara

4

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan :

1.

Kestabilan sudut rotor, tegangan dan frekuensi saat terhubung DG Aek Silang
setelah terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa masih dapat kembali ke
kondisi stabil.

2.

Setelah terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa, nilai kestabilan sudut rotor
lebih rendah, tegangan lebih tinggi dengan frekuensi tetap dan waktu
mencapai kestabilan lebih cepat saat terhubung DG Aek Sibundong dari pada
terhubung DG Aek Silang.

3.

Setelah terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa, nilai kestabilan sudut rotor,
tegangan lebih tinggi dengan frekuensi tetap dan waktu mencapai kestabilan
lebih cepat saat terhubung DG Aek Silang dan DG Aek sibundong daripada
terhubung satu DG.

4.

Kestabilan sudut rotor, tegangan dan frekuensi saat terhubung DG Aek Silang
setelah terjadi gangguan pelepasan beban masih dapat kembali ke kondisi
stabil.

5.

Setelah terjadi gangguan pelepasan beban, nilai kestabilan sudut rotor lebih
rendah, tegangan lebih tinggi dengan frekuensi tetap dan waktu mencapai
kestabilan lebih cepat saat terhubung DG Aek Sibundong dari pada terhubung
DG Aek Silang.

6.

Setelah terjadi gangguan pelepasan beban, nilai kestabilan sudut rotor,
tegangan lebih tinggi dengan frekuensi tetap dan waktu mencapai kestabilan
lebih cepat saat terhubung DG Aek Silang dan DG Aek sibundong daripada
terhubung satu DG.

61

Universitas Sumatera Utara

5.2

Saran
Saran

penulis adalah agar tugas akhir ini dapat dikembangkan lagi

kedepannya dengan :
1.

Penelitian kestabilan transien untuk sistem distribusi listrik terhubung lebih
dari dua DG.

2.

Penelitian kestabilan transien untuk sistem distribusi listrik dengan
gangguan seperti lepasnya pembangkit, penambahan beban mendadak,
hubung singkat 1 fasa ke tanah dan gangguan transien lainnya.

62

Universitas Sumatera Utara