Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan | Kumala Prameswari, Sri Trisnowati, dan Sriyanto Waluyo | Vegetalika 5766 9846 1 PB
Vegetalika Vol.3 No.4, 2014 : 107 - 118
Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan
Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan
The Influence of Rooting Media and Hormone Substance on Layering of
Sapodilla (Manilkara zapota (L.) van Royen) in Wet Season
Zara Kumala Prameswari1, Sri Trisnowati2, dan Sriyanto Waluyo2
ABSTRACT
The research was to study the influence of the root media and hormone
substance on layering of sapodilla (Manilkara zapota (L.) van Royen). This
experiment was conducted at Trirenggo Village, Bantul, from September 2013
until January 2014. The design used was 2x2 factorial design arranged in
Randomized Completely Block Design (RCBD) with three blocks as replications.
Four methods of layering were applied i.e layering with soil + manure (2/1 w/w),
soil + manure (2/1 w/w) + hormone substance, moss, and moss + hormone
substance. The result showed that using moss as media in combination with
hormone substance induced rooting earlier and produced higher number of roots
compared to those of using soil + manure (2/1w/w). However the percentage
number of layering was not significantly different among treatments.
Key word: sapodilla, layering media, hormone substance.
INTISARI
Penelitian yang berjudul Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur
Tumbuh terhadap Keberhasilan Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van
Royen) pada Musim Penghujan bertujuan untuk mempelajari pengaruh macam
media cangkok dan zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan akar dan hasil
cangkokan sawo. Penelitian dilaksanakan di wilayah kelurahan Trirenggo,
Kabupaten Bantul dari bulan September 2013 sampai Januari 2014. Percobaan
menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua
faktor yaitu macam media cangkok dan penggunaan ZPT. Perlakuan yang
diterapkan yaitu pencangkokan secara konvensional menggunakan media tanah
+ pupuk kandang (2:1), tanpa ZPT, pencangkokan menggunakan media tanah +
pupuk kandang (2:1) + ZPT, pencangkokan menggunakan media moss, tanpa
ZPT, pencangkokan menggunakan media moss + ZPT. Hasil penelitian
menunjukan bahwa media moss tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
keberhasilan cangkok tetapi mempercepat waktu pemotongan cangkokan yaitu 4
bulan setelah pencangkokan, sehingga dapat dihasilkan bibit lebih cepat dan
penggunaan media moss + ZPT mempercepat pembentukan kalus dan
meningkatkan perakaran cangkokan sawo.
Kata kunci: sawo, media cangkok, Zat Pengatur Tumbuh.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara penghasil buahan tropis, beberapa
diantaranya mangga, manggis, sawo, dan pisang. Buahan tersebut banyak
diminati oleh masyarakat lokal maupun internasional. Sawo (Manilkara zapota
1Alumni
2
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Vegetalika 3 (4), 2014
108
(L.) van Royen) merupakan buah yang cukup diminati karena rasanya yang
manis. Tanaman sawo telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman
ini sering ditanam sebagai tanaman pekarangan, tanaman pelindung dan
penahan erosi. Buah sawo ternyata juga memiliki khasiat sebagai obat diare dan
demam.
Sampai saat ini kebanyakan masyarakat belum memelihara tanaman
sawo secara intensif, sehingga produksinya tanaman tidak maksimum.
Disamping itu bibit yang dipakai kebanyakan masih merupakan bibit asal biji
sehingga
memerlukan
waktu
lama
dalam
menghasilkan
buah.
Untuk
mendapatkan tanaman yang berbuah lebih cepat daripada tanaman yang
berasal dari biji dan buah yang dihasilkan serupa buah dari tanaman induknya,
perbanyakan vegetatif melalui cangkok merupakan salah satu alternatif.
Mencangkok merupakan salah satu teknik perbanyakan vegetatif dengan cara
pelukaan atau pengeratan cabang pohon induk dan dibungkus media tanam
untuk merangsang terbentuknya akar. Teknik ini sudah lama dikenal oleh petani.
Pada cara mencangkok akar tumbuh ketika cabang yang dicangkoknya masih
berada di pohon induk.
Keberhasilan pencangkokan tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain umur dan ukuran batang, sifat media tanaman, suhu, kelembaban,
air, dan ZPT. Makin besar diameter batang, akar yang terbentuk juga lebih
banyak, hal ini karena permukaan bidang perakaran yang lebih luas. Umur
batang sebaiknya tidak terlalu tua (berwarna coklat/coklat muda) (Kuswandi,
2013).
Salah satu wilayah penghasil sawo di Yogyakarta adalah Kelurahan
Trirenggo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Hasil wawancara dengan salah satu
warga menunjukkan bahwa pohon sawo di daerah ini diperbanyak dengan
cangkok dan media menggunakan tanah. Mencangkok menggunakan media
tanah memakan waktu lama sekitar 6-8 bulan bahkan banyak cangkokan yang
tidak berhasil karena media mengering.
Salah satu bahan yang saat ini banyak dimanfaatkan sebagai media
tanam, terutama untuk tanaman hias adalah moss. Moss yang dijadikan sebagai
media tanam berasal dari sphagnum berbentuk seperti busa atau spon yang
ringan.
Vegetalika 3 (4), 2014
Meskipun dapat menyerap banyak air, sphagnum tidak becek. Air
disimpan di dalam sel mati terutama di daun-daunnya. Air dipegang erat,
meskipun kena angin ataupun panas matahari. Semua bagian sphagnum dapat
dimanfaatkan, baik yang berwarna hijau dan masih hidup maupun yang
berwarna coklat yang telah mati. Media ini mempunyai banyak rongga sehingga
memungkinkan akar tanaman tumbuh dan berkembang dengan leluasa.
Untuk mempercepat dan memperbanyak tumbuhnya akar, pada media
ditambahkan dengan ZPT. ZPT yang digunakan termasuk jenis auksin yang
berfungsi pada pembentukan akar, pertumbuhan akar dan pembentukan akar
cabang. Air yang melimpah pada saat musim hujan menghindarkan cangkok dari
kekeringan walaupun tidak dilakukan penyiraman. Dengan kelembaban yang
cukup dapat mempertahankan kadar air dalam media sehingga tidak terjadi
kekeringan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di dusun Bogoran, Pepe dan Pasutan yang
termasuk dalam wilayah kelurahan Trirenggo, Kabupaten Bantul dari bulan
September 2013 sampai Januari 2014.
Penelitian menggunakan metode penelitian lapangan yang dirancang
dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan tiga blok sebagai
ulangan. Dalam penelitian ini ketiga dusun yaitu dusun Bogoran, Pepe, dan
Pasutan bertindak sebagai ulangan (blok). Dari masing-masing dusun dipilih 10
pohon sebagai tanaman induk. Pada setiap pohon terpilih, dilakukan 4 metode
pencangkokan yaitu :
1. Pencangkokan secara konvensional menggunakan media tanah + pupuk
kandang (2:1), tanpa ZPT
2. Pencangkokan menggunakan media tanah + pupuk kandang (2:1) + ZPT
3. Pencangkokan menggunakan media moss + ZPT
4. Pencangkokan menggunakan media moss, tanpa ZPT.
Media cangkok moss terlebih dahulu direndam air 1x24 jam dan media
tanah+ pupuk kandang perbandinagn 2:1 disiapkan. Batang yang akan
dicangkok dikerat di dua tempat, jarak antar keratan kurang lebih 10 cm. kulit
batang diantara keratan dikupas lalu dihilangkan kambiumnya. Batang sawo
yang telah dikerok didiamkan 3 hari. Kemudian batang tersebut dibungkus
109
Vegetalika 3 (4), 2014
dengan campuran tanah dan pupuk kandang. Selanjutnya media dibungkus
dengan plastik putih transparan, ujung atas dan bawah plastik pembungkus diikat
dengan tali raffia. Untuk pencangkokan menggunakan ZPT sebelum media
cangkok dibungkuskan pada batang, terlebih dahulu ZPT dioleskan pada keratan
batang bagian atas. Cara yang sama juga diterapkan pada batang sawo yang
dicangkok menggunakan media moss.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi waktu kemunculan
kalus, persentase terbentuknya kalus, berat segar kalus berat kering kalus,
diameter batang, keliling batang, rasio diameter batang dan berat segar kalus,
rasio keliling batang dan berat segar kalus, jumlah akar, panjang akar, volume
akar, berat segar akar, berat kering akar, rasio diameter batang dan berat segar
akar, rasio keliling batang dan berat segar akar, keberhasilan cangkok saat
cangkoan 2 bulan dan 4 bulan. Dilakukan pengambilan gambar untuk
pengamatan secara visual
Data yang diperoleh dianalisi dengan sidik ragam pada tingkat
kepercayaan 95% untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata digunakan
analisis LSD ( least significant difference ) dengan tingkat kepercayaan 95%.
Dilakukan transformasi data apabila terdapat data dengan nilai CV terlalu tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di wilayah Bantul pencangkokan pohon sawo pada umumnya dilakukan
secara konvensional menggunakan media campuran tanah dan pupuk kandang.
Mengingat pohon sawo yang dicangkok pada umumnya cukup tinggi,
penyiraman cangkokan dapat menjadi kendala.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pencangkokan adalah
media cangkok. Media yang baik harus mempunyai sifat mudah menyerap air,
menahan air dalam waktu lama, kelembabannya tinggi tetapi aerasinya baik dan
beratnya ringan. Media cangkok tidak boleh terlalu basah dan tidak mengandung
jamur yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian bibit (Reki Hendrata
dan Sutardi, 2010). Dalam penelititan ini salah satu media yang digunakan
adalah sphagnum moss, yaitu bahan media tanam yang berasal dari sejenis
lumut.
Dari hasil analisis terhadap kadar lengas yang disajikan dalam Tabel 1,
terlihat bahwa sebelum pencangkokan, media moss memiliki kadar lengas lebih
110
Vegetalika 3 (4), 2014
111
besar (40,20%) dibanding kadar lengas tanah + pupuk kandang (26,84%).
Setelah pencangkokan kadar lengas kedua media menurun, media moss
memiliki kadar lengas 35,42% dan media tanah + pupuk kandang memiliki kadar
lengas 20,05%. Hal tersebut membuktikan bahwa media moss memiliki
kemampuan meyimpan air lebih besar dibandingkan dengan media tanah +
pupuk kandang.
Tabel 1. Kadar lengas (%) pada media cangkok
Media Cangkok
Sebelum Pencangkokan
Tanah + pupuk kandang
26,84
Moss
40,20
Setelah Pencangkokan
20,05
35,42
Tabel 2. Waktu kemunculan kalus
Media Cangkok
Tanah+pupuk kandang
Tanah+pupuk kandang+ZPT
Moss
Moss+ZPT
1
-
Minggu Setelah Pencangkokan
2
3
4
5
+
+
+
+
6
+
+
++
++
Keterangan : - (kalus tidak terlihat), + (kalus terlihat, tanda + yang makin banyak
menunjukkan kalus makin besar).
Cangkokan dengan media moss menghasilkan kalus 2 minggu lebih
cepat ( Tabel 2. ) daripada media tanah + pupuk kandang yang baru membentuk
kalus pada minggu keempat. Penggunaan moss menyebabkan air tetap tersedia
bagi cangkokan, sehingga pada fase awal proses perakaran, akar dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik sehingga proses pembentukan akar menjadi lebih
cepat.
Media sphagnum moss memiliki kelebihan dibanding tanah yaitu
kemampuannya dalam mengikat air sampai 80%, mengandung nitrogen 2-3%
dan sangat baik untuk perkembangan akar tanaman muda (Wiryanta, 2007). Air
diserap moss melalui bagian moss yang masih hidup dan sel sel yang telah mati
(kecoklatan). Air diserap oleh sel yang telah mati melalui proses imbibisi yaitu
proses migrasi molekul-molekul air melalui pori sehingga air menetap di dalam
zat tersebut.
Saat cangkokan berumur 2 bulan (Tabel 3.) diperoleh berat segar kalus
terbesar pada cangkokan menggunakan media moss yang ditambahkan ZPT.
Menurut Indraty (1985) penggunaan moss merupakan cara yang tepat untuk
menyediakan lengas yang memadai untuk tanaman karena memiliki kemampuan
Vegetalika 3 (4), 2014
112
menyimpan air 15-20 kali dari berat keringnya dan kandungan unsur N 0.86%, P
0.13%, K 0.80%, Ca 0.30%, Mg 0.26% dan Mn 0.17%.
Tabel 3. Berat segar (gram) kalus 2 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
1,28
1,96
Moss
1,94
3,90
Rerata
1,61
2,93
CV
Berat segar (gram) kalus 2 bulan ditransformasi dengan rumus √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
1,24
1,53
Moss
1,50
2,01
Rerata
1,38x
1,76x
CV
Rerata
1,62
2,92
67,43%
Rerata
1,37p
1,77p
(-)
30,90%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak
adanya interaksi.
Gambar
1. Kalus pada batang sawo melintang 2 bulan setelah
pencangkokan: 1. Media tanah dan pupuk kandang + ZPT, 2.
Media moss + ZPT, 3. Media tanah dan pupuk kandang dan 4.
Media moss.
Dari Gambar 1 terlihat secara visual keempat perlakuan menunjukkan
pertumbuhan kalus yang sangat jelas. Kalus berwarna kekuningan dengan
tekstur yang agak keras. Beberapa kalus mengalami lignifikasi sehingga
bertekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang mudah terpisah-pisah
menjadi fragmen yang lebih kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus
remah (friable).
Rasio berat segar kalus dan diameter batang saat cangkokan berumur 2
bulan ( Tabel 4. ) juga menunjukkan bahwa penggunaan media moss dan ZPT
memiliki nilai yang lebih besar.
Vegetalika 3 (4), 2014
Tabel 4. Rasio berat segar kalus dan diameter batang 2 bulan setelah
pencangkokan.
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,58
1,00
0,79
Moss
0,89
1,55
1,22
Rerata
0,74
1,28
CV
59,53%
Rasio berat segar kalus dan diameter batang 2 bulan ditransformasi √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,77
0,98
0,87p
Moss
0,92
1,17
1,05p
Rerata
0,85x
1,08x
(-)
CV
26,50%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak
adanya interaksi.
Tabel 5. Rasio berat segar kalus dan diameter batang 4 bulan setelah
pencangkokan.
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
2,62
2,48
2,55
Moss
2,10
1,92
2,01
Rerata
2,36
2,20
CV
55,05%
Rasio berat segar kalus dan diameter batang 4 bulan ditransformasi √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
1,40
1,37
1,38p
Moss
1,35
1,30
1,32p
Rerata
1,37x
1,34x
(-)
CV
24,70%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak
adanya interaksi.
Meskipun tidak ada interaksi dan tidak ada beda nyata, tetapi moss + ZPT
menghasilkan rasio yang paling besar pada 2 bulan setelah pencangkokan,
sedangkan tanah + pupuk kandang menghasilkan rasio paling besar pada 4
bulan setelah pencangkokan. Karena pengaruh moss + ZPT kalus di awal
selanjutnya menjadi akar sehingga kalus rendah. Tanah + pupuk kandang lambat
membentuk kalus ( rendah di awal), lambat membentuk akar sehingga kalus
besar.
Kemampuan moss untuk menahan air lebih banyak di dalam sel, struktur
moss yang berongga sehingga memperlancar sirkulasi udara di dalam media dan
adanya zat anti bakteri yang dapat menghambat timbulnya jamur dan penyakit
(yang dapat menyebabkan membusuknya cangkokan, bahkan menimbulkan
113
Vegetalika 3 (4), 2014
114
kegagalan pencangkokan) mendorong kalus dapat tumbuh dengan baik
sehingga regenerasi akar menjadi lebih cepat. Kandungan hara di dalam moss
membantu pertumbuhan akar lebih baik.
Tabel 6. Jumlah akar cabang 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
9,83c
47,83bc
Moss
108,83b
355,50a
Rerata
59,33
201,67
CV
Rerata
28,83
232,17
(+)
33,00%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 7. Berat segar (gram) akar 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
1,85c
4,50bc
Moss
10,19b
27,54a
Rerata
6,02
16,02
CV
Rerata
3,18
18,86
(+)
35,67%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 8. Volume (cm3) akar 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
2,37c
4,67c
Moss
11,75b
27,67a
Rerata
7,06
16,17
CV
Rerata
3,52
19,71
(+)
22,18%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 9. Berat kering (gram) akar 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
0,28
0,82
Moss
1,55
4,69
Rerata
0,91
2,75
CV
Berat kering (gram) akar 4 bulan ditransformasi √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
0,87c
1,13bc
Moss
1,39b
2,21a
Rerata
1,13
1,67
CV
Rerata
0,55
3,12
75,30%
Rerata
1,00
1,80
(+)
11,60%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya
interaksi.
Jumlah akar cabang (Tabel 6.) pada perlakuan moss + ZPT lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan lain. Jumlah akar yang besar berpengaruh pada
berat segar akar (Tabel 7.), volume akar (Tabel 8.) dan berat kering akar (Tabel
Vegetalika 3 (4), 2014
115
9.). Terlihat bahwa cangkokan menggunakan moss + ZPT memiliki berat segar
akar dan volume terbanyak. Semakin berat dan semakin besar perakaran
cangkok, maka rasionya terhadap diameter batang (Tabel 10.) dan keliling
batang (Tabel 11.) tinggi.
Tabel 10. Rasio berat segar akar dan diameter batang 4 bulan setelah
pencangkokan.
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,87b
2,30b
1,58
Moss
4,10b
11,67a
7,89
Rerata
2,49
6,98
(+)
CV
37,80%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 11. Rasio berat segar akar dan keliling batang 4 bulan setelah
pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,28b
0,73b
0,50
Moss
1,31b
3,71a
2,51
Rerata
0,79
2,22
(+)
CV
38,80%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Penggunaan moss terbukti lebih efektif dalam pencangkokan karena
harganya yang murah dan kemampuannya dalam mempercepat induksi
perakaran. ZPT yang digunakan di dalam penelitian adalah Root-Up yang
mengandung Indole Acetic Acid (IAA), Napthalene Acetamida (NAA), 2-metil-1Napthalene Acetatamida (MNAD), 2-metil-1-naftalenasetat, 3-Indol butyric Acid
(IBA) dan Thyram (Tetramithiuram disulfat), semuanya tergolong dalam auksin.
Menurut Neil et al., (2000) pompa proton yang terletak di dalam membran
plasma memainkan peran dalam respon pertumbuhan sel-sel terhadap auksin.
Pada daerah pemanjangan suatu tunas, auksin merangsang pompa proton, yaitu
satu tindakan yang menurunkan pH pada dinding sel. Penurunan keasaman
dinding ini mengaktifkan enzim-enzim yang memecahkan ikatan silang (ikatan
hidrogen)
yang
terdapat
antara
mikrofibil-mikrofibil
selulosa,
sehingga
melonggarkan serat-serat dinding sel. Karena dindingnya lebih plastis, sel bebas
mengambil tambahan air melalui osmosis dan bertambah panjang. Namun agar
bisa tumbuh terus setelah perubahan awal ini, sel-sel harus membuat lebih
banyak sitoplasma dan bahan dinding sel. Auksin juga merangsang respon
pertumbuhan berkelanjutan ini.
Vegetalika 3 (4), 2014
Auksin sebagai salah satu zat pengatur tumbuh bagi tanaman, dalam
penelitian ini mendorong pembentukan kalus dan akar. Dalam hubungannya
dengan pertumbuhan akar Luckwill (Jum1956 dalam Abidin, 1987) telah
melakukan suatu eksperimen dengan zat kimia NAA, IAN, dan IAA. Diperoleh
petunjuk bahwa ketiga jenis auksin ini mendorong pertumbuhan primordia akar.
Substansi kimia yang digunakan dalam penelitian ini mengandung bahab-bahan
tersebut. Dewi (2008) menyebutkan bahwa salah satu fungsi auksin adalah
mempengaruhi diferensiasi dan percabangan akar. Hu dan Wang (1983) dalam
Dodds dan Roberts (1995) mengatakan bahwa kemampuan jaringan untuk
membentuk akar bergantung pada zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambahkan
ke dalam media, antara lain auksin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moss menginduksi perakaran
lebih baik dibanding tanah + pupuk kandang. Penambahan auksin meningkatkan
efektifitas moss, terlihat dari berat segar akar, volume akar, berat kering akar,
rasio berat segar akar dengan diameter batang dan keliling batang, dan jumlah
akar yang lebih tinggi. Fungsi auksin dalam proses membantu percabangan akar
terlihat pada jumlah akar cabang cangkokan pada umur 4 bulan (Gambar 2.).
Gambar 2. Jumlah akar cangkokan 4 bulan setelah pencangkokan: 1. Media
moss yang ditambahkan ZPT, 2. Media moss, 3. Media tanah dan
pupuk kandang ditambahkan ZPT, 4. Media tanah dan pupuk
kandang.
116
Vegetalika 3 (4), 2014
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan moss yang ditambahkan ZPT
menghasilkan jumlah akar cabang terbesar. Dengan jumlah akar cabang yang
besar, maka berat segar akar, berat kering akar, volume akar dan rasio berat
segar akar dengan diameter batang dan keliling batang menjadi besar pula.
Tabel 12. Persentase bibit cangkok hidup 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
61,11
72,22
66,68p
Moss
72,22
72,22
72,22p
Rerata
66,67x
72,22x
(-)
CV
13,35%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak adanya
interaksi.
Persentase cangkokan hidup merupakan persentase jumlah bibit cangkok
yang berhasil hidup selama proses pencangkokan di semua dusun pada masingmasing perlakuan selama 4 bulan. Dari hasil analisis terlihat bahwa tidak ada
interaksi antara media cangkok dan ZPT. Penggunaan media moss atau tanah +
pupuk kandang tidak menghasilkan keberhasilan cangkok yang berbeda nyata.
Kedua media dapat menghasilkan bibit cangkok yang sama.
KESIMPULAN
1. Media moss tidak berpengaruh nyata terhadap persentase keberhasilan
cangkok tetapi mempercepat waktu pemotongan cangkokan yaitu 4 bulan
setelah pencangkokan, sehingga dapat dihasilkan bibit lebih cepat.
2. Penggunaan media moss + ZPT mempercepat pembentukan kalus dan
meningkatkan perakaran cangkokan sawo.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Sri Trisnowati dan Ir.
Sriyanto Waluyo, M.Sc yang telah membimbing dalam proses pelaksanaan
penelitian. Terima kasih disampaikan pula kepada pihak yang telah membantu
proses penelitian, khususnya dalam lingkup Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
117
Vegetalika 3 (4), 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1987. Dasar-dasar pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.
Angkasa, Bandung.
Dewi, I.R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran, Bandung.
Dodds, H.J. and L.W. Roberts (1995). Experiments in Plant Tissue Culture.
Cambridge University Press. 255.
Indraty, I.S. 1985. Lumut Sphagnum, Pemanfaatan dalam perkebunan. Bulletin
RC Getas. Hal 12.
Kuswandi. 2013. .Diakses
tanggal 29 Oktober 2013.
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi
(terjemahan edisi kelima jilid II). Erlangga, Jakarta
Reki Hendrata dan Sutardi,2010. Evaluasi media dan frekuensi penyiraman
terhadap pertumbuhan bibit kakao ( Theobroma cacao L). Agrovigor 3(1):
2-4
Wiryanta, B.T.W. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Agromedia Pustaka,
Jakarta Selatan.
118
Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan
Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan
The Influence of Rooting Media and Hormone Substance on Layering of
Sapodilla (Manilkara zapota (L.) van Royen) in Wet Season
Zara Kumala Prameswari1, Sri Trisnowati2, dan Sriyanto Waluyo2
ABSTRACT
The research was to study the influence of the root media and hormone
substance on layering of sapodilla (Manilkara zapota (L.) van Royen). This
experiment was conducted at Trirenggo Village, Bantul, from September 2013
until January 2014. The design used was 2x2 factorial design arranged in
Randomized Completely Block Design (RCBD) with three blocks as replications.
Four methods of layering were applied i.e layering with soil + manure (2/1 w/w),
soil + manure (2/1 w/w) + hormone substance, moss, and moss + hormone
substance. The result showed that using moss as media in combination with
hormone substance induced rooting earlier and produced higher number of roots
compared to those of using soil + manure (2/1w/w). However the percentage
number of layering was not significantly different among treatments.
Key word: sapodilla, layering media, hormone substance.
INTISARI
Penelitian yang berjudul Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur
Tumbuh terhadap Keberhasilan Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van
Royen) pada Musim Penghujan bertujuan untuk mempelajari pengaruh macam
media cangkok dan zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan akar dan hasil
cangkokan sawo. Penelitian dilaksanakan di wilayah kelurahan Trirenggo,
Kabupaten Bantul dari bulan September 2013 sampai Januari 2014. Percobaan
menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua
faktor yaitu macam media cangkok dan penggunaan ZPT. Perlakuan yang
diterapkan yaitu pencangkokan secara konvensional menggunakan media tanah
+ pupuk kandang (2:1), tanpa ZPT, pencangkokan menggunakan media tanah +
pupuk kandang (2:1) + ZPT, pencangkokan menggunakan media moss, tanpa
ZPT, pencangkokan menggunakan media moss + ZPT. Hasil penelitian
menunjukan bahwa media moss tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
keberhasilan cangkok tetapi mempercepat waktu pemotongan cangkokan yaitu 4
bulan setelah pencangkokan, sehingga dapat dihasilkan bibit lebih cepat dan
penggunaan media moss + ZPT mempercepat pembentukan kalus dan
meningkatkan perakaran cangkokan sawo.
Kata kunci: sawo, media cangkok, Zat Pengatur Tumbuh.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara penghasil buahan tropis, beberapa
diantaranya mangga, manggis, sawo, dan pisang. Buahan tersebut banyak
diminati oleh masyarakat lokal maupun internasional. Sawo (Manilkara zapota
1Alumni
2
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Vegetalika 3 (4), 2014
108
(L.) van Royen) merupakan buah yang cukup diminati karena rasanya yang
manis. Tanaman sawo telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman
ini sering ditanam sebagai tanaman pekarangan, tanaman pelindung dan
penahan erosi. Buah sawo ternyata juga memiliki khasiat sebagai obat diare dan
demam.
Sampai saat ini kebanyakan masyarakat belum memelihara tanaman
sawo secara intensif, sehingga produksinya tanaman tidak maksimum.
Disamping itu bibit yang dipakai kebanyakan masih merupakan bibit asal biji
sehingga
memerlukan
waktu
lama
dalam
menghasilkan
buah.
Untuk
mendapatkan tanaman yang berbuah lebih cepat daripada tanaman yang
berasal dari biji dan buah yang dihasilkan serupa buah dari tanaman induknya,
perbanyakan vegetatif melalui cangkok merupakan salah satu alternatif.
Mencangkok merupakan salah satu teknik perbanyakan vegetatif dengan cara
pelukaan atau pengeratan cabang pohon induk dan dibungkus media tanam
untuk merangsang terbentuknya akar. Teknik ini sudah lama dikenal oleh petani.
Pada cara mencangkok akar tumbuh ketika cabang yang dicangkoknya masih
berada di pohon induk.
Keberhasilan pencangkokan tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain umur dan ukuran batang, sifat media tanaman, suhu, kelembaban,
air, dan ZPT. Makin besar diameter batang, akar yang terbentuk juga lebih
banyak, hal ini karena permukaan bidang perakaran yang lebih luas. Umur
batang sebaiknya tidak terlalu tua (berwarna coklat/coklat muda) (Kuswandi,
2013).
Salah satu wilayah penghasil sawo di Yogyakarta adalah Kelurahan
Trirenggo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Hasil wawancara dengan salah satu
warga menunjukkan bahwa pohon sawo di daerah ini diperbanyak dengan
cangkok dan media menggunakan tanah. Mencangkok menggunakan media
tanah memakan waktu lama sekitar 6-8 bulan bahkan banyak cangkokan yang
tidak berhasil karena media mengering.
Salah satu bahan yang saat ini banyak dimanfaatkan sebagai media
tanam, terutama untuk tanaman hias adalah moss. Moss yang dijadikan sebagai
media tanam berasal dari sphagnum berbentuk seperti busa atau spon yang
ringan.
Vegetalika 3 (4), 2014
Meskipun dapat menyerap banyak air, sphagnum tidak becek. Air
disimpan di dalam sel mati terutama di daun-daunnya. Air dipegang erat,
meskipun kena angin ataupun panas matahari. Semua bagian sphagnum dapat
dimanfaatkan, baik yang berwarna hijau dan masih hidup maupun yang
berwarna coklat yang telah mati. Media ini mempunyai banyak rongga sehingga
memungkinkan akar tanaman tumbuh dan berkembang dengan leluasa.
Untuk mempercepat dan memperbanyak tumbuhnya akar, pada media
ditambahkan dengan ZPT. ZPT yang digunakan termasuk jenis auksin yang
berfungsi pada pembentukan akar, pertumbuhan akar dan pembentukan akar
cabang. Air yang melimpah pada saat musim hujan menghindarkan cangkok dari
kekeringan walaupun tidak dilakukan penyiraman. Dengan kelembaban yang
cukup dapat mempertahankan kadar air dalam media sehingga tidak terjadi
kekeringan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di dusun Bogoran, Pepe dan Pasutan yang
termasuk dalam wilayah kelurahan Trirenggo, Kabupaten Bantul dari bulan
September 2013 sampai Januari 2014.
Penelitian menggunakan metode penelitian lapangan yang dirancang
dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan tiga blok sebagai
ulangan. Dalam penelitian ini ketiga dusun yaitu dusun Bogoran, Pepe, dan
Pasutan bertindak sebagai ulangan (blok). Dari masing-masing dusun dipilih 10
pohon sebagai tanaman induk. Pada setiap pohon terpilih, dilakukan 4 metode
pencangkokan yaitu :
1. Pencangkokan secara konvensional menggunakan media tanah + pupuk
kandang (2:1), tanpa ZPT
2. Pencangkokan menggunakan media tanah + pupuk kandang (2:1) + ZPT
3. Pencangkokan menggunakan media moss + ZPT
4. Pencangkokan menggunakan media moss, tanpa ZPT.
Media cangkok moss terlebih dahulu direndam air 1x24 jam dan media
tanah+ pupuk kandang perbandinagn 2:1 disiapkan. Batang yang akan
dicangkok dikerat di dua tempat, jarak antar keratan kurang lebih 10 cm. kulit
batang diantara keratan dikupas lalu dihilangkan kambiumnya. Batang sawo
yang telah dikerok didiamkan 3 hari. Kemudian batang tersebut dibungkus
109
Vegetalika 3 (4), 2014
dengan campuran tanah dan pupuk kandang. Selanjutnya media dibungkus
dengan plastik putih transparan, ujung atas dan bawah plastik pembungkus diikat
dengan tali raffia. Untuk pencangkokan menggunakan ZPT sebelum media
cangkok dibungkuskan pada batang, terlebih dahulu ZPT dioleskan pada keratan
batang bagian atas. Cara yang sama juga diterapkan pada batang sawo yang
dicangkok menggunakan media moss.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi waktu kemunculan
kalus, persentase terbentuknya kalus, berat segar kalus berat kering kalus,
diameter batang, keliling batang, rasio diameter batang dan berat segar kalus,
rasio keliling batang dan berat segar kalus, jumlah akar, panjang akar, volume
akar, berat segar akar, berat kering akar, rasio diameter batang dan berat segar
akar, rasio keliling batang dan berat segar akar, keberhasilan cangkok saat
cangkoan 2 bulan dan 4 bulan. Dilakukan pengambilan gambar untuk
pengamatan secara visual
Data yang diperoleh dianalisi dengan sidik ragam pada tingkat
kepercayaan 95% untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata digunakan
analisis LSD ( least significant difference ) dengan tingkat kepercayaan 95%.
Dilakukan transformasi data apabila terdapat data dengan nilai CV terlalu tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di wilayah Bantul pencangkokan pohon sawo pada umumnya dilakukan
secara konvensional menggunakan media campuran tanah dan pupuk kandang.
Mengingat pohon sawo yang dicangkok pada umumnya cukup tinggi,
penyiraman cangkokan dapat menjadi kendala.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pencangkokan adalah
media cangkok. Media yang baik harus mempunyai sifat mudah menyerap air,
menahan air dalam waktu lama, kelembabannya tinggi tetapi aerasinya baik dan
beratnya ringan. Media cangkok tidak boleh terlalu basah dan tidak mengandung
jamur yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian bibit (Reki Hendrata
dan Sutardi, 2010). Dalam penelititan ini salah satu media yang digunakan
adalah sphagnum moss, yaitu bahan media tanam yang berasal dari sejenis
lumut.
Dari hasil analisis terhadap kadar lengas yang disajikan dalam Tabel 1,
terlihat bahwa sebelum pencangkokan, media moss memiliki kadar lengas lebih
110
Vegetalika 3 (4), 2014
111
besar (40,20%) dibanding kadar lengas tanah + pupuk kandang (26,84%).
Setelah pencangkokan kadar lengas kedua media menurun, media moss
memiliki kadar lengas 35,42% dan media tanah + pupuk kandang memiliki kadar
lengas 20,05%. Hal tersebut membuktikan bahwa media moss memiliki
kemampuan meyimpan air lebih besar dibandingkan dengan media tanah +
pupuk kandang.
Tabel 1. Kadar lengas (%) pada media cangkok
Media Cangkok
Sebelum Pencangkokan
Tanah + pupuk kandang
26,84
Moss
40,20
Setelah Pencangkokan
20,05
35,42
Tabel 2. Waktu kemunculan kalus
Media Cangkok
Tanah+pupuk kandang
Tanah+pupuk kandang+ZPT
Moss
Moss+ZPT
1
-
Minggu Setelah Pencangkokan
2
3
4
5
+
+
+
+
6
+
+
++
++
Keterangan : - (kalus tidak terlihat), + (kalus terlihat, tanda + yang makin banyak
menunjukkan kalus makin besar).
Cangkokan dengan media moss menghasilkan kalus 2 minggu lebih
cepat ( Tabel 2. ) daripada media tanah + pupuk kandang yang baru membentuk
kalus pada minggu keempat. Penggunaan moss menyebabkan air tetap tersedia
bagi cangkokan, sehingga pada fase awal proses perakaran, akar dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik sehingga proses pembentukan akar menjadi lebih
cepat.
Media sphagnum moss memiliki kelebihan dibanding tanah yaitu
kemampuannya dalam mengikat air sampai 80%, mengandung nitrogen 2-3%
dan sangat baik untuk perkembangan akar tanaman muda (Wiryanta, 2007). Air
diserap moss melalui bagian moss yang masih hidup dan sel sel yang telah mati
(kecoklatan). Air diserap oleh sel yang telah mati melalui proses imbibisi yaitu
proses migrasi molekul-molekul air melalui pori sehingga air menetap di dalam
zat tersebut.
Saat cangkokan berumur 2 bulan (Tabel 3.) diperoleh berat segar kalus
terbesar pada cangkokan menggunakan media moss yang ditambahkan ZPT.
Menurut Indraty (1985) penggunaan moss merupakan cara yang tepat untuk
menyediakan lengas yang memadai untuk tanaman karena memiliki kemampuan
Vegetalika 3 (4), 2014
112
menyimpan air 15-20 kali dari berat keringnya dan kandungan unsur N 0.86%, P
0.13%, K 0.80%, Ca 0.30%, Mg 0.26% dan Mn 0.17%.
Tabel 3. Berat segar (gram) kalus 2 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
1,28
1,96
Moss
1,94
3,90
Rerata
1,61
2,93
CV
Berat segar (gram) kalus 2 bulan ditransformasi dengan rumus √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
1,24
1,53
Moss
1,50
2,01
Rerata
1,38x
1,76x
CV
Rerata
1,62
2,92
67,43%
Rerata
1,37p
1,77p
(-)
30,90%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak
adanya interaksi.
Gambar
1. Kalus pada batang sawo melintang 2 bulan setelah
pencangkokan: 1. Media tanah dan pupuk kandang + ZPT, 2.
Media moss + ZPT, 3. Media tanah dan pupuk kandang dan 4.
Media moss.
Dari Gambar 1 terlihat secara visual keempat perlakuan menunjukkan
pertumbuhan kalus yang sangat jelas. Kalus berwarna kekuningan dengan
tekstur yang agak keras. Beberapa kalus mengalami lignifikasi sehingga
bertekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang mudah terpisah-pisah
menjadi fragmen yang lebih kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus
remah (friable).
Rasio berat segar kalus dan diameter batang saat cangkokan berumur 2
bulan ( Tabel 4. ) juga menunjukkan bahwa penggunaan media moss dan ZPT
memiliki nilai yang lebih besar.
Vegetalika 3 (4), 2014
Tabel 4. Rasio berat segar kalus dan diameter batang 2 bulan setelah
pencangkokan.
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,58
1,00
0,79
Moss
0,89
1,55
1,22
Rerata
0,74
1,28
CV
59,53%
Rasio berat segar kalus dan diameter batang 2 bulan ditransformasi √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,77
0,98
0,87p
Moss
0,92
1,17
1,05p
Rerata
0,85x
1,08x
(-)
CV
26,50%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak
adanya interaksi.
Tabel 5. Rasio berat segar kalus dan diameter batang 4 bulan setelah
pencangkokan.
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
2,62
2,48
2,55
Moss
2,10
1,92
2,01
Rerata
2,36
2,20
CV
55,05%
Rasio berat segar kalus dan diameter batang 4 bulan ditransformasi √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
1,40
1,37
1,38p
Moss
1,35
1,30
1,32p
Rerata
1,37x
1,34x
(-)
CV
24,70%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak
adanya interaksi.
Meskipun tidak ada interaksi dan tidak ada beda nyata, tetapi moss + ZPT
menghasilkan rasio yang paling besar pada 2 bulan setelah pencangkokan,
sedangkan tanah + pupuk kandang menghasilkan rasio paling besar pada 4
bulan setelah pencangkokan. Karena pengaruh moss + ZPT kalus di awal
selanjutnya menjadi akar sehingga kalus rendah. Tanah + pupuk kandang lambat
membentuk kalus ( rendah di awal), lambat membentuk akar sehingga kalus
besar.
Kemampuan moss untuk menahan air lebih banyak di dalam sel, struktur
moss yang berongga sehingga memperlancar sirkulasi udara di dalam media dan
adanya zat anti bakteri yang dapat menghambat timbulnya jamur dan penyakit
(yang dapat menyebabkan membusuknya cangkokan, bahkan menimbulkan
113
Vegetalika 3 (4), 2014
114
kegagalan pencangkokan) mendorong kalus dapat tumbuh dengan baik
sehingga regenerasi akar menjadi lebih cepat. Kandungan hara di dalam moss
membantu pertumbuhan akar lebih baik.
Tabel 6. Jumlah akar cabang 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
9,83c
47,83bc
Moss
108,83b
355,50a
Rerata
59,33
201,67
CV
Rerata
28,83
232,17
(+)
33,00%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 7. Berat segar (gram) akar 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
1,85c
4,50bc
Moss
10,19b
27,54a
Rerata
6,02
16,02
CV
Rerata
3,18
18,86
(+)
35,67%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 8. Volume (cm3) akar 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
2,37c
4,67c
Moss
11,75b
27,67a
Rerata
7,06
16,17
CV
Rerata
3,52
19,71
(+)
22,18%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 9. Berat kering (gram) akar 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
0,28
0,82
Moss
1,55
4,69
Rerata
0,91
2,75
CV
Berat kering (gram) akar 4 bulan ditransformasi √x+0,5
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Tanah+pupuk kandang
0,87c
1,13bc
Moss
1,39b
2,21a
Rerata
1,13
1,67
CV
Rerata
0,55
3,12
75,30%
Rerata
1,00
1,80
(+)
11,60%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda
nyata menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya
interaksi.
Jumlah akar cabang (Tabel 6.) pada perlakuan moss + ZPT lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan lain. Jumlah akar yang besar berpengaruh pada
berat segar akar (Tabel 7.), volume akar (Tabel 8.) dan berat kering akar (Tabel
Vegetalika 3 (4), 2014
115
9.). Terlihat bahwa cangkokan menggunakan moss + ZPT memiliki berat segar
akar dan volume terbanyak. Semakin berat dan semakin besar perakaran
cangkok, maka rasionya terhadap diameter batang (Tabel 10.) dan keliling
batang (Tabel 11.) tinggi.
Tabel 10. Rasio berat segar akar dan diameter batang 4 bulan setelah
pencangkokan.
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,87b
2,30b
1,58
Moss
4,10b
11,67a
7,89
Rerata
2,49
6,98
(+)
CV
37,80%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Tabel 11. Rasio berat segar akar dan keliling batang 4 bulan setelah
pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
0,28b
0,73b
0,50
Moss
1,31b
3,71a
2,51
Rerata
0,79
2,22
(+)
CV
38,80%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (+) menunjukan adanya interaksi.
Penggunaan moss terbukti lebih efektif dalam pencangkokan karena
harganya yang murah dan kemampuannya dalam mempercepat induksi
perakaran. ZPT yang digunakan di dalam penelitian adalah Root-Up yang
mengandung Indole Acetic Acid (IAA), Napthalene Acetamida (NAA), 2-metil-1Napthalene Acetatamida (MNAD), 2-metil-1-naftalenasetat, 3-Indol butyric Acid
(IBA) dan Thyram (Tetramithiuram disulfat), semuanya tergolong dalam auksin.
Menurut Neil et al., (2000) pompa proton yang terletak di dalam membran
plasma memainkan peran dalam respon pertumbuhan sel-sel terhadap auksin.
Pada daerah pemanjangan suatu tunas, auksin merangsang pompa proton, yaitu
satu tindakan yang menurunkan pH pada dinding sel. Penurunan keasaman
dinding ini mengaktifkan enzim-enzim yang memecahkan ikatan silang (ikatan
hidrogen)
yang
terdapat
antara
mikrofibil-mikrofibil
selulosa,
sehingga
melonggarkan serat-serat dinding sel. Karena dindingnya lebih plastis, sel bebas
mengambil tambahan air melalui osmosis dan bertambah panjang. Namun agar
bisa tumbuh terus setelah perubahan awal ini, sel-sel harus membuat lebih
banyak sitoplasma dan bahan dinding sel. Auksin juga merangsang respon
pertumbuhan berkelanjutan ini.
Vegetalika 3 (4), 2014
Auksin sebagai salah satu zat pengatur tumbuh bagi tanaman, dalam
penelitian ini mendorong pembentukan kalus dan akar. Dalam hubungannya
dengan pertumbuhan akar Luckwill (Jum1956 dalam Abidin, 1987) telah
melakukan suatu eksperimen dengan zat kimia NAA, IAN, dan IAA. Diperoleh
petunjuk bahwa ketiga jenis auksin ini mendorong pertumbuhan primordia akar.
Substansi kimia yang digunakan dalam penelitian ini mengandung bahab-bahan
tersebut. Dewi (2008) menyebutkan bahwa salah satu fungsi auksin adalah
mempengaruhi diferensiasi dan percabangan akar. Hu dan Wang (1983) dalam
Dodds dan Roberts (1995) mengatakan bahwa kemampuan jaringan untuk
membentuk akar bergantung pada zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambahkan
ke dalam media, antara lain auksin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moss menginduksi perakaran
lebih baik dibanding tanah + pupuk kandang. Penambahan auksin meningkatkan
efektifitas moss, terlihat dari berat segar akar, volume akar, berat kering akar,
rasio berat segar akar dengan diameter batang dan keliling batang, dan jumlah
akar yang lebih tinggi. Fungsi auksin dalam proses membantu percabangan akar
terlihat pada jumlah akar cabang cangkokan pada umur 4 bulan (Gambar 2.).
Gambar 2. Jumlah akar cangkokan 4 bulan setelah pencangkokan: 1. Media
moss yang ditambahkan ZPT, 2. Media moss, 3. Media tanah dan
pupuk kandang ditambahkan ZPT, 4. Media tanah dan pupuk
kandang.
116
Vegetalika 3 (4), 2014
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan moss yang ditambahkan ZPT
menghasilkan jumlah akar cabang terbesar. Dengan jumlah akar cabang yang
besar, maka berat segar akar, berat kering akar, volume akar dan rasio berat
segar akar dengan diameter batang dan keliling batang menjadi besar pula.
Tabel 12. Persentase bibit cangkok hidup 4 bulan setelah pencangkokan
Media Cangkok
Tanpa ZPT
Dengan ZPT
Rerata
Tanah+pupuk kandang
61,11
72,22
66,68p
Moss
72,22
72,22
72,22p
Rerata
66,67x
72,22x
(-)
CV
13,35%
Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
menurut uji LSD pada taraf uji 5%. Tanda (-) menunjukan tidak adanya
interaksi.
Persentase cangkokan hidup merupakan persentase jumlah bibit cangkok
yang berhasil hidup selama proses pencangkokan di semua dusun pada masingmasing perlakuan selama 4 bulan. Dari hasil analisis terlihat bahwa tidak ada
interaksi antara media cangkok dan ZPT. Penggunaan media moss atau tanah +
pupuk kandang tidak menghasilkan keberhasilan cangkok yang berbeda nyata.
Kedua media dapat menghasilkan bibit cangkok yang sama.
KESIMPULAN
1. Media moss tidak berpengaruh nyata terhadap persentase keberhasilan
cangkok tetapi mempercepat waktu pemotongan cangkokan yaitu 4 bulan
setelah pencangkokan, sehingga dapat dihasilkan bibit lebih cepat.
2. Penggunaan media moss + ZPT mempercepat pembentukan kalus dan
meningkatkan perakaran cangkokan sawo.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Sri Trisnowati dan Ir.
Sriyanto Waluyo, M.Sc yang telah membimbing dalam proses pelaksanaan
penelitian. Terima kasih disampaikan pula kepada pihak yang telah membantu
proses penelitian, khususnya dalam lingkup Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
117
Vegetalika 3 (4), 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1987. Dasar-dasar pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.
Angkasa, Bandung.
Dewi, I.R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran, Bandung.
Dodds, H.J. and L.W. Roberts (1995). Experiments in Plant Tissue Culture.
Cambridge University Press. 255.
Indraty, I.S. 1985. Lumut Sphagnum, Pemanfaatan dalam perkebunan. Bulletin
RC Getas. Hal 12.
Kuswandi. 2013. .Diakses
tanggal 29 Oktober 2013.
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi
(terjemahan edisi kelima jilid II). Erlangga, Jakarta
Reki Hendrata dan Sutardi,2010. Evaluasi media dan frekuensi penyiraman
terhadap pertumbuhan bibit kakao ( Theobroma cacao L). Agrovigor 3(1):
2-4
Wiryanta, B.T.W. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Agromedia Pustaka,
Jakarta Selatan.
118