Perbandingan Weighted Mean Filtering Dan Harmonic Mean Filtering Dalam Mereduksi Rayleigh Noise Dan Gamma Noise Pada Citra Digital

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Citra

Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam koordinat kartesian x-y, dan setiap koordinat merepresentasikan satu sinyal terkecil dari objek yang biasanya koordinat terkecil ini disebut sebagai pixel (picture element). Pixel (Picture Elements) adalah nilai tiap-tiap entri matriks pada bitmap. Rentang nilai-nilai pixel ini dipengaruhi oleh banyaknya warna yang dapat ditampilkan. Jika suatu bitmap dapat menampilkan 256 warna maka nilai-nilai pixel-nya dibatasi dari 0 hingga 255. Suatu citra bitmap akan mampu menampilkan warna lebih banyak, karena bitmap mempunyai kerapatan pixel yang tinggi (Prihatini, 2010). Karena merupakan sistem koordinat yang memiliki nilai maka biasanya image dianggap sebagai sebuah matrik x-y yang berisi nilai pixel.

2.2 Citra Digital

Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu. Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar 2 dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data 2 dimensi (Putra, 2010).


(2)

Citra digital merupakan salah satu bentuk citra yang sangat mudah dipergunakan jika dilihat dari segi pengiriman citra sebagai data, pengolahan dan pemrosesan citra. Disamping itu juga, citra digital menjadi hal yang sangat penting dan berguna dalam berbagai hal bidang kehidupan sehingga akses terhadap citra digital ini semakin banyak (Putra, 2011).

Citra digital (diskrit) dihasilkan dari citra analog (kontinu) melalui digitalisasi Digitalisasi citra analog terdiri atas penerokan (sampling) dan kuantisasi (quantization) Penerokan adalah pembagian citra ke dalam elemen elemen diskrit (pixel), sedangkan kuantisasi adalah pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa bilangan bulat.

Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut :

Contoh ilustrasi citra digital dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(3)

2.2.1 Jenis Citra

Banyaknya nilai yang dapat digunakan dalam kuantisasi citra bergantung kepada kedalaman pixel, yaitu banyaknya bit yang digunakan untuk merepresentasikan intensitas warna pixel. Kedalaman pixel sering disebut juga kedalaman warna.

Berdasarkan warna-warna penyusunnya, citra digital dapat dibagi menjadi tiga macam (Kadir, 2013) yaitu:

1. Citra Biner

Citra biner adalah citra yang hanya direpresentasikan nilai tiap pixel-nya dalam satu bit (satu nilai binary). Jadi, kemungkinan nilai yang dimiliki oleh citra biner ini hanya ada dua yaitu hitam dan putih. Dibutuhkan satu bit pada memori untuk menyimpan kedua warna ini dan setiap pixel pada citra biner bernilai 0 untuk warna hitam dan 1 untuk warna putih.

Contoh citra biner dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Citra Biner

2. Citra Grayscale (Skala Keabuan)

Citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan derajat keabuan atau intensitas warna putih. Nilai intensitas paling rendah merepresentasikan warna hitam dan nilai intensitas paling tinggi merepresentasikan warna putih. Pada umumnya citra grayscale memiliki kedalaman pixel 8 bit (255 derajat keabuan), tetapi ada juga citra grayscale yang kedalaman pixel-nya bukan 8 bit, misalnya 16 bit untuk penggunaan yang memerlukan ketelitian tinggi atau dengan bit yang kecil. Pada


(4)

citra grayscale, intensitas berkisar dari nilai 0 sampai 225. Nilai 0 menyatakan warna hitam dan nilai 255 menyatakan putih (Kadir, 2013).

Contoh citra grayscale dengan skala keabuan 4 bit dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Citra Grayscale

3. Citra Berwarna atau RGB (Red, Green, and Blue)

Citra berwarna atau RGB memiliki pixel yang mempresentasikan warna dengan warna dasar R (merah), G (hijau), dan B (biru). Setiap komponen warna dasar tersebut menggunakan 8 bit dengan nilai yang berkisar antara 0 sampai 255. Nilai tersebut akan menghasilkan warna tertentu sesuai nilainya. Jadi kemungkinan warna yang dapat dihasilkan mencapai 255 x 255 x 255 atau 16.581.375 warna.

Contoh citra berwarna dapat dilihat pada Gambar 2.4.


(5)

2.2.2 Format File Citra

Ada beberapa jenis format standar file citra digital yang digunakan saat ini. Format ini digunakan untuk menyimpan sebuah citra digital dalam bentuk file dan masing-masing dari format tersebut memiliki karakteristiknya sendiri. Berikut beberapa format standar file citra digital yang sering digunakan :

1. Bitmap (.bmp)

Format .bmp adalah format penyimpanan standar file citra digital tanpa kompresi yang umum. Format ini dapat menyimpan citra biner hingga citra berwarna (RGB). Masing-masing jenis dari format .bmp ini ditentukan oleh jumlah bit yang digunakan untuk menyyimpan sebuah nilai pixel.

2. Portable Network Graphics (.png)

Format .png adalah format penyimpanan citra digital yang sudah terkompresi. Format ini dapat digunakan pada hampir semua citra seprti citra grayscale, citra dengan palet warna, dan jug citra yang fullcolor. Format .png mampu menyimpan informasi citra dengan penyimpanan sebesar 1 hingga 16 bit.

3. Joint Photograpic Experts atau JPEG (.jpg)

Format .jpg adalah format yang sangat umum digunakan saat ini khususnya untuk transmisi citra. Format ini digunakan untuk menyimpan citra hasil kompresi dengan metode JPEG.

2.3 Noise (Derau)

Derau atau noise sesungguhnya adalah komponen pada citra yang tidak dikehendaki. Dalam praktik, kehadiran derau ini tidak dapat dihindari (Kadir, 2013). Derau merupakan suatu ggangguan yang disebabkan oleh penyimpanan data digital yang diterima oleh alat penerima data gambar yang dapat menggangu


(6)

kualitas citra. Derau ini juga dapat disebabkan oleh proses pengolahan citra yang tidak sesuai (Wiliyana, 2010). Namun, ada juga derau yang dibahas pada ranah pengolahan citra dengan tujuan untuk menurunkan kualitas citra digital untuk kepentingan khusus, yakni untuk pengujian penghilangan derau.

2.3.1 Gamma (Erlang) Noise

Derau Gamma (atau kadang disebut Erlang) merupakan efek penapisan lolos-rendah terhadap citra yang mengandung derau eksponensial sebagai hasil pengambilan citra yang teriluminasi oleh laser yang koheren (Myler dan Weeks, 1993).

Contoh perbandingan citra sebelum dan setelah terkena Gamma noise dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(a) (b)

Gambar 2.5. (a) Citra sebelum terkena noise, (b) Citra setelah terkena

GammaNoise

2.3.2 RayleighNoise

Derau Rayleigh biasa muncul pada jangkauan radar dan citra yang mengalami pergerakan (Myler dan Weeks, 1993).


(7)

Contoh perbandingan citra asli dan citra yang terkena Rayleigh noise dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(a) (b)

Gambar 2.6. (a) Citra sebelum terkena noise, (b) Citra setelah terkena

RayleighNoise.

2.4 Filtering

Filtering adalah teknik untuk memodifikasi atau meningkatkan mutu citra. Sebagai contoh, kita dapat mem-filter sebuah citra untuk mengutamakan fitur tertentu dan membuang fitur yang lain (noise). Filtering merupakan salah satu aspek pengolahan citra yang pada umumnya memiliki tujuan untuk menghilangkan noise pada citra digital dan juga untuk menghaluskan citra. Dalam pengolahan citra, filtering juga menggunakan prinsip mengambil fungsi citra pada frekuensi-frekuensi tertentu dan membuang fungsi citra pada frekuensi-frekuensi tertentu.

2.4.1 Weighted Mean Filtering (Filter Rata-rata Berbobot)

Weighted Mean Filtering adalah merupakan salah satu dari kategori Spatial Filtering. Pada dasarnya metode ini hampir sama dengan Mean Filtering, tetapi pada Weighted Mean Filtering kita menambahkan bobot individu pada posisi wilayah subimage nilai pixel citra yang akan di-filter dan mengganti nilai pixel


(8)

dengan hasil jumlah perkalian semua nilai intensitas dari tetangga pixel tersebut dengan bobot yang diberikan kemudian dibagi dengan jumlah bobot keseluruhan.

Bobot (weight) yang dipakai pada perhitungan ini bukanlah bilangan random. Tetapi nilai bobot tersebut merupakan nilai terbaik yang dapat digunakan sehingga nantinya didapat hasil yang maksimal dalam proses filtering-nya. Bobot tersebut memiliki pola tertentu pada setiap baris dan kolomnya, dalam hal ini peneliti memakai bobot dengan pola binomial. Pola bobot yang peneliti pakai pada penelitian ini adalah W= [1,2,1,2,3,2,1,2,1] (Burger, 2008). Secara matematis, Weighted Mean diberikan oleh persamaan (Burger 2008) :

̅

Keterangan:

̅= Weighted Mean

xi = nilai nilai intensitas pixel ke-i wi = bobot (weight) ke-i

n = jumlah pixel dalam kernel

Cara kerja rumus Weighted Mean Filter :

1. Misalkan nilai dari citra adalah W = [3,7,2,1,0,0,9,5,5]. 2. Bobot untuk Weighted Mean adalah X = [1,2,1,2,3,2,1,2,1].

3. Lakukan perkalian nilai citra dengan banyak bobot Weighted Mean kemudian hasilnya dijumlahkan.

4. Kemudian lakukan pembagian dengan jumlah semua bobot . 5. Setelah proses dilakukan maka nilai Weighted Mean ̅ = 3


(9)

Contoh proses perhitungan Weighted Mean Filtering ditunjukkan pada Gambar 2.7.

3 7 2 1 0 0 9 5 5

Nilai Weighted Mean :

̅

Hasil perhitungan :

Gambar 2.7. Contoh proses perhitungan Weighted Mean Filtering.

2.4.2 Harmonic Mean Filtering

Harmonic mean filter adalah anggota dari bagian Nonlinear filter yang lebih baik

dalam menghilangkan Gaussian noise dari pada metode Aritmetic mean filter (Sutoyo, T. & Mulyanto, E. 2009). Pada filter ini, pixel akan digantikan oleh

perkalian ukuran subimage pixel dibagi dengan hasil penjumlahan tiap per satuan nilai pixel.

1

2

1

2

3

2

1

2

1

3

7 2

1

0 0

9

5 5

3

7 2

1

3 0

9

5 5


(10)

Operasi dari harmonic mean filter diberikan oleh persamaan (Kadir, 2013):

Keterangan :

1. m x n adalah mbaris dan nkolom kernel Harmonic Mean Filter. 2. G(s,t) adalah baris dan kolom pixel yang akan diproses

Perhitungan digital dari Harmonic mean filter :

Misalkan Sxy adalah subimage dari sebuah citra berukuran 3 x 3 yang mempunyai nilai- nilai intensitas seperti berikut :

G = [5,6,5,9,10,1,5,6,10]

Contoh proses perhitungan Harmonic Mean Filtering ditunjukkan pada Gambar 2.8.

nilai Harmonic Mean :

f (x,y) =

⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄

= 4

5 6 5

9 10 1 5 6 10


(11)

Hasil perhitumgan :

Gambar 2.8. Contoh proses perhitungan Harmonic Mean Filtering

2.5 Mean Square Error (MSE)

Pengamatan baik tidaknya suatu pendekatan untuk melakukan perbaikan citra biasa dilakukan dengan menggunakan mata (visual). Namun, cara seperti itu bersifat subjektif. Agar biasa diukur secara kuantitatif, keberhasilan reduksi noise dapat dilakukan dengan menghitung nilai MSE.

MSE merupakan ukuran yang baik untuk mengukur kesamaan dua buah citra yang didefinisikan sebagai rata-rata kuadrat nilai kesalahan antara citra asli dengan citra hasil pengolahan, secara matematis dapat dirumuskan dengan persamaan (Sutoyo, T. & Mulyanto, E. 2009):

Keterangan :

MSE : nilai Mean Squared Error f(x,y) : Intensitas citra asli

̂(x,y): Intensitas citra hasil filter m : baris matriks nilai piksel citra n : kolom matriks nilai piksel citra

Semakin kecil nilai MSE, maka semakin bagus kualitas citra hasil filter (Sutoyo, T. & Mulyanto, E. 2009).

5 6 5 9 4 1 5 6 10

5 6 5

9 10 1 5 6 10

   



   

1 0 1 0 2

,

ˆ

,

1

m i n j

y

x

f

y

x

f

mn

MSE


(12)

2.6 Peak Signal to Noise Ratio (PNSR)

Pengamatan baik tidaknya suatu pendekatan untuk melakukan perbaikan citra juga dapat dilakukan dengan menghitung nilai PNSR.

PSNR merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra hasil pengolahan (filtering) dengan kuantitas gangguan (noise), yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), noise yang dimaksud adalah akar rata-rata kuadrat nilai kesalahan ( MSE) (Santoso, 2013). Secara matematis, nilai PSNR dapat dirumuskan pada persamaan :

Keterangan :

PSNR : nilai Peak Signal to Noise Ratio MSE : nilai Mean Squared Errors MAXI = 255 : nilai skala keabuan citra.

)

255

(

10

*

20

MSE

Log


(1)

Contoh perbandingan citra asli dan citra yang terkena Rayleigh noise dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(a) (b) Gambar 2.6. (a) Citra sebelum terkena noise, (b) Citra setelah terkena

RayleighNoise.

2.4 Filtering

Filtering adalah teknik untuk memodifikasi atau meningkatkan mutu citra. Sebagai contoh, kita dapat mem-filter sebuah citra untuk mengutamakan fitur tertentu dan membuang fitur yang lain (noise). Filtering merupakan salah satu aspek pengolahan citra yang pada umumnya memiliki tujuan untuk menghilangkan noise pada citra digital dan juga untuk menghaluskan citra. Dalam pengolahan citra, filtering juga menggunakan prinsip mengambil fungsi citra pada frekuensi-frekuensi tertentu dan membuang fungsi citra pada frekuensi-frekuensi tertentu.

2.4.1 Weighted Mean Filtering (Filter Rata-rata Berbobot)

Weighted Mean Filtering adalah merupakan salah satu dari kategori Spatial Filtering. Pada dasarnya metode ini hampir sama dengan Mean Filtering, tetapi pada Weighted Mean Filtering kita menambahkan bobot individu pada posisi wilayah subimage nilai pixel citra yang akan di-filter dan mengganti nilai pixel


(2)

dengan hasil jumlah perkalian semua nilai intensitas dari tetangga pixel tersebut dengan bobot yang diberikan kemudian dibagi dengan jumlah bobot keseluruhan.

Bobot (weight) yang dipakai pada perhitungan ini bukanlah bilangan random. Tetapi nilai bobot tersebut merupakan nilai terbaik yang dapat digunakan sehingga nantinya didapat hasil yang maksimal dalam proses filtering-nya. Bobot tersebut memiliki pola tertentu pada setiap baris dan kolomnya, dalam hal ini peneliti memakai bobot dengan pola binomial. Pola bobot yang peneliti pakai pada penelitian ini adalah W= [1,2,1,2,3,2,1,2,1] (Burger, 2008). Secara matematis, Weighted Mean diberikan oleh persamaan (Burger 2008) :

̅

Keterangan:

̅= Weighted Mean

xi = nilai nilai intensitas pixel ke-i wi = bobot (weight) ke-i

n = jumlah pixel dalam kernel

Cara kerja rumus Weighted Mean Filter :

1. Misalkan nilai dari citra adalah W = [3,7,2,1,0,0,9,5,5]. 2. Bobot untuk Weighted Mean adalah X = [1,2,1,2,3,2,1,2,1].

3. Lakukan perkalian nilai citra dengan banyak bobot Weighted Mean kemudian hasilnya dijumlahkan.

4. Kemudian lakukan pembagian dengan jumlah semua bobot . 5. Setelah proses dilakukan maka nilai Weighted Mean ̅ = 3


(3)

Contoh proses perhitungan Weighted Mean Filtering ditunjukkan pada Gambar 2.7.

3 7 2 1 0 0 9 5 5

Nilai Weighted Mean :

̅

Hasil perhitungan :

Gambar 2.7. Contoh proses perhitungan Weighted Mean Filtering.

2.4.2 Harmonic Mean Filtering

Harmonic mean filter adalah anggota dari bagian Nonlinear filter yang lebih baik

dalam menghilangkan Gaussian noise dari pada metode Aritmetic mean filter (Sutoyo, T. & Mulyanto, E. 2009). Pada filter ini, pixel akan digantikan oleh

perkalian ukuran subimage pixel dibagi dengan hasil penjumlahan tiap per satuan nilai pixel.

1

2

1

2

3

2

1

2

1

3

7 2

1

0 0

9

5 5

3

7 2

1

3 0

9

5 5


(4)

Operasi dari harmonic mean filter diberikan oleh persamaan (Kadir, 2013):

Keterangan :

1. m x n adalah mbaris dan nkolom kernel Harmonic Mean Filter. 2. G(s,t) adalah baris dan kolom pixel yang akan diproses

Perhitungan digital dari Harmonic mean filter :

Misalkan Sxy adalah subimage dari sebuah citra berukuran 3 x 3 yang mempunyai nilai- nilai intensitas seperti berikut :

G = [5,6,5,9,10,1,5,6,10]

Contoh proses perhitungan Harmonic Mean Filtering ditunjukkan pada Gambar 2.8.

nilai Harmonic Mean :

f (x,y) =

⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄

=

4

5 6 5

9 10 1 5 6 10


(5)

Hasil perhitumgan :

Gambar 2.8. Contoh proses perhitungan Harmonic Mean Filtering

2.5 Mean Square Error (MSE)

Pengamatan baik tidaknya suatu pendekatan untuk melakukan perbaikan citra biasa dilakukan dengan menggunakan mata (visual). Namun, cara seperti itu bersifat subjektif. Agar biasa diukur secara kuantitatif, keberhasilan reduksi noise dapat dilakukan dengan menghitung nilai MSE.

MSE merupakan ukuran yang baik untuk mengukur kesamaan dua buah citra yang didefinisikan sebagai rata-rata kuadrat nilai kesalahan antara citra asli dengan citra hasil pengolahan, secara matematis dapat dirumuskan dengan persamaan (Sutoyo, T. & Mulyanto, E. 2009):

Keterangan :

MSE : nilai Mean Squared Error f(x,y) : Intensitas citra asli

̂(x,y): Intensitas citra hasil filter m : baris matriks nilai piksel citra n : kolom matriks nilai piksel citra

Semakin kecil nilai MSE, maka semakin bagus kualitas citra hasil filter (Sutoyo, T. & Mulyanto, E. 2009).

5 6 5

9 4 1 5 6 10

5 6 5

9 10 1

5 6 10

   



   

1 0 1 0 2

,

ˆ

,

1

m i n j

y

x

f

y

x

f

mn

MSE


(6)

2.6 Peak Signal to Noise Ratio (PNSR)

Pengamatan baik tidaknya suatu pendekatan untuk melakukan perbaikan citra juga dapat dilakukan dengan menghitung nilai PNSR.

PSNR merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra hasil pengolahan (filtering) dengan kuantitas gangguan (noise), yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), noise yang dimaksud adalah akar rata-rata kuadrat nilai kesalahan ( MSE) (Santoso, 2013). Secara matematis, nilai PSNR dapat dirumuskan pada persamaan :

Keterangan :

PSNR : nilai Peak Signal to Noise Ratio MSE : nilai Mean Squared Errors MAXI = 255 : nilai skala keabuan citra.

)

255

(

10

*

20

MSE

Log