Faktor yang Mempengaruhi Cash Conversion Cycle Perusahaan Manufaktur Subsektor Barang Industri Komsumsi di BEI Periode 2010-2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Siklus Konversi Kas
Konsep siklus konversi kas diperkenalkan oleh Lawrence J. Gitman
pada tahun 1974. Siklus konversi kas merupakan pengukuran dinamis
terhadap manajemen likuiditas berjalan atau on going liquidity management
(Jose et al., 1996) Jose et al. (1996) mengemukakan bahwa siklus konversi
kas mengukur
waktu
antara
pengeluaran
kas untuk sumber daya dan
penerimaan kas dari penjualan produk. Menurut Shin dan Soenen (1998),
siklus konversi kas adalah pengukuran jumlah hari antara dana yang
didedikasikan
terhadap
persediaan (inventory) dan
piutang dagang
(receivables) dikurangi jumlah hari pembayaran yang ditangguhkan kepada
pemasok (supplier).
Siklus
konversi
kas,
menyangkut
bagaimana
suatu
perusahaan
mengusahakan agar pengeluaran kas terpegunakan sesuai dengan waktunya agar
pengeluaran kas terpakai sesuai dengan waktunya. Jika waktu yang digunakan
lebih singkat maka semangkin efisien dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Lukas Setia Atmaja “siklus konversi kas adalah waktu rata – rata
antara penjualan kas untuk sumber daya produktif dengan penerimaan dari
penjualan produk.
Menurut Brealey et al., siklus konversi kas adalah periode antara
pembayaran dari material dan mengumpulkan hasil penjualan. Siklus konversi
kas juga dapat dikaitkan sebagai dana kas yang dipakai untuk menghasilkan
8
Universitas Sumatera Utara
produk atau membeli bahan mentah atau barang setengah jadi atau bahan jadi
untuk selanjutnya diproses dan di jual kembali dengan harga yang jauh lebih
menguntungkan dengan demikian keuntungan tersebut dapat digunakan untuk
menambah kas pada perusahaan.
Menurut Syarief dan Wilujeng (2009) mendefinisikan siklus konversi
kas (SKK) sebagai waktu dalam satuan hari yang diperlukan untuk kas dari hasil
operasi perusahaan yang berasal dari penagihan piutang ditambah penjualan
persediaan dikurangi dengan pembayaran hutang.
Formula untuk menghitung SKK menggunakan persamaan sebagai berikut:
SKK = DSO + DSI – DPO
Keterangan :
SKK = Siklus konversi kas
DSO = Periode penerimaan piutang
DSI = Periode konversi persediaan
DPO = Periode penangguhan utang
Masing-masing komponen dari siklus konversi kas adalah sebagai berikut:
1.
Periode penerimaan piutang adalah
periode
waktu lamanya
pembayaran
Semakin
rendah
pengumpulan
piutang
dari
piutang, maka
pembeli.
profitabilitas
perusahaan
periode
semakin
tinggi.
Nilai DSO terbentuk dari pos-pos piutang usaha (Account
Receivable) dan pendapatan usaha (Sales) . Account Receivable biasa
disingkat A/R merepresentasikan hasil yang akan didapat oleh
9
Universitas Sumatera Utara
perusahaan dari pelanggan atas barang yang telah dijual atau jasa yang
disediakan dimana nilai tunai uang belum diterima. Formula untuk
menghitung periode pengumpulan piutang adalah sebagai berikut :
DSO =
2.
Periode konversi persediaan adalah periode waktu yang dibutuhkan
untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian
menjual barang tersebut. Semakin rendah periode konversi persediaan
semakin tinggi profitabilitas perusahaan. Formula untuk menghitung
periode konversi persediaan adalah sebagai berikut:
DSI =
3.
Periode penangguhan utang adalah
periode
waktu
lamanya
penundaan pembayaran utang lancar. Jika periode penangguhan
utang meningkat maka periode konversi kas akan mengecil, oleh
karena
periode
konversi
kas
menurun
maka
Profitabilitas
meningkat. Di sisi lain, keterlambatan pembayaran tagihan dapat
menjadi sangat mahal apabila perusahaan mendapatkan tawaran
diskon untuk awal pembayaran. Formula untuk menghitung periode
pembayaran hutang adalah sebagai berikut:
DPO =
Khusus untuk perusahaan operator telekomunikasi selular dimana tidak
terdapat COGS dan persediaan maka formula berubah menjadi :
Siklus Konversi Kas = DSO – DPO
10
Universitas Sumatera Utara
Pada operator telekomunikasi non selular tidak terdapat pos persediaan
sehingga formula untuk operator telekomunikasi dari lini bisnis non selular
menjadi:
Siklus Konversi Kas = DSO
Perusahaaan akan lebih baik jika memiliki nilai siklus konversi kas yang
negatif, karena nilai yang positif menggambarkan bahwa perusahaan harus
melakukan pendanaan lebih banyak dengan menggunakan hutang pada saat
menunggu pembayaran (Uyar, 2009). Nilai SKK yang negatif mengambarkan
bahwa semangkin singkat waktu yang dibutuhkan perusahaan menerima
pembayaran atas barang dan jasa yang diberikan sebelum melunasi kewajiban
kepada kreditur (Hutchison et al., 2007). Sebaliknya periode SKK yang terlalu
lama disebabkan karena penggunaan sumber daya tidak efiseien sehingga akan
menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan.
SKK dengan nilai positif
mengambarkan bahwa perusahaan memiliki investasi yang cukup tinggi pada
operating assets dan harus menggunakan kewajiban untuk pendanaannya.
Tujuan perusahaan seharusnnya adalah mempersingkat siklus konversi kas
secepat mungkin tanpa menganggu operasi perusahaan. Hal ini akan
meningkatkan laba,karena semangkin cepat siklus konversi kas, maka semangkin
tinggi kebutuhan pendanaan eksternal dan semangkin besar niaya yang
dibutuhkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Anttari dan rza
(2012) dengan
sampel perusahaan yang terdaftar di Karachi stock Exchange (KSE) pakistan juga
menunjukan bahwa terdapat kolerasi negatif antara siklus konversi kas dan
profitabilitas perusahaaan. Untuk meminimalkan periode siklus konversi kas
11
Universitas Sumatera Utara
manajer harus dapat mmengambil kebijakan yang nantinya dapat menjauhkan
perusahaan dari kesulitan keuangan. Siklus konversi kas dapat dipercepat dengan
cara (Uyar, 2009):
1. Mengurangi periode konversi persediaan
Hal ini dapat dilakukan dengan memproses dan menjual barang secara
lebih cepat. Manajer perusahaan harus memastikan bahwa sistem
persediaan telah berjalan dengan efektif dan efisien seperti pemesanan dan
pengolahan material .
2. Mengurangi periode penerimaan piutang
Manajer harus memastikan bahwa perusahaan sudah menjalankan
prosedur terhadap piutang secara efektif sehingga dapat mempercepat
proses penagihan dan perusahaan tidak mengalami masalah likuiditas.
3. Memperpanjang periode penangguhan hutang.
Perusahaan dianjurkan untuk berusaha memperlambat pembayaran yang
dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk lebih dahulu melakukan
penagihan kas dari piutang dari pada melakukan penguaran kas untuk
pembayaran hutang merupakan salah satu strategi untuk meningkatkam
pertumbuhan perusahaan.
2.2
Ukuran Perusahaan
Defenisi ukuran perusahaan menurut Rianto (1999:313) adalah “besar
kecilnya perusahaan dilihat dari nilai equity , nilai penjualan atau total aktiva.”
Ukuran perusahaan merupakan pengukur yang menunjukkan besar
kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menggunakan total
aset, penjualan, dan ekuitas total utang dan ukuran perusahaan memiliki korelasi
kuat dan positif (Odgen, 1987 dalam Magreta dan Nurmayanti, 2009).
Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya suatu
perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi
pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya.
Semakin besar aktiva suatu
perusahaan maka akan semakin besar pula modal yang ditanam, semakin besar
total penjualan suatu perusahaan maka akan semakin banyak juga perputaran uang
12
Universitas Sumatera Utara
dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal
masyarakat (Hilmi dan Ali, 2008)
Definisi ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008) adalah sebagi berikut:
“Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai
penjualan, atau nilai aktiva”
Sedangkan Torang (2012) memberikan definisi:
“Ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang mengukur tuntutan
pelayanan atau produk organisasi”
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran
perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang
dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total
aktiva yang merupakan variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau
produk organisasi.
UU No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke dalam
kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar.
Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebutt didasarkan pada total aset yang
dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut.
UU No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil,
usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau
badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut
undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet
yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usaha mikro asset
yang harus dimiliki maksimal 50 juta dan omzet maksimal yang
dicapai 300 juta.
13
Universitas Sumatera Utara
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan
jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk
kriteria usaha kecil asset yang harus dimiliki 50 juta sampai 500 juta
dan omzet yang dicapai 300 juta sampai 2,5 miliar.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan
berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha.
Untuk kriteria usa menengah asset yang harus dimiliki 500 juta sampai
10 miliar dan omzet yang dicapai 2,5 miliar sampai 50 miliar.
4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha
nasional milik negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing
yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Yogiyanto
(2007:282) mengemukakan bahwa:
“Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran
aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva.”
Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Prasetyantoko (2008:257)
adalah:
“Aset total dapat menggambarkan ukuran perusahaan, semakin besar aset
biasanya perusahaan tersebut makin besar.”
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menentukan ukuran perusahaan
digunakan ukuran aktiva. Ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari
14
Universitas Sumatera Utara
total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperhalus aset tersebut yang sangat
besar dibanding variabel keuangan lainnya.
2.3
Profitabilitas
Menurut Sartono (2008:122), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri. Sedangkan menurut Greuning (2005:29) mengatakan bahwa
profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana margin laba suatu perusahaan
berhubungan dengan penjualan, modal rata-rata dan ekuitas saham biasa rata-rata.
Rasio profitabilitas adalah keuntungan yang merupakan hasil dari
kebijakan yang diambil manajemen. Rasio profitabilitas digunakan untuk
mengukur seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Semakin
besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam
mengelola perusahaan (Sutrisno, 2005).
Penilaian profitabilitas adalah proses untuk menentukan seberapa baik
aktivitas-aktivitas
bisnis
dilaksanakan
untuk
mencapai
tujuan
strategis,
mengeliminasi pemborosan-pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu
untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan. Dengan demikian
bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingandengan analisa
profitabilitas ini (Simamora, 2000).
Profitabilitas dikatakan baik apabila memenuhi target laba yang
diharapkan. Profitabilitas yang rendah menunjukkan bahwa tingkat kinerja
manajemen perusahaan tersebut kurang baik. Perusahaan yang mempunyai rugi
atau tingkat profitabilitas rendah nantinya akan membawa dampak buruk dari
15
Universitas Sumatera Utara
reaksi pasar dan akan menyebabkan turunnya penilaian kinerja suatu perusahaan.
Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinngi dapat dikatakan bahwa
laporan keuangan tersebut mengandung berita baik dan perusahaan yang
mengalami berita baik cenderung menyerahkan laporan keuangannya dengan
tepat waktu (Hilmi dan Ali, 2008).
Profitabilitas mempunyai tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak
pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar perusahaan,
terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan
perusahaan. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi
pihak luar perusahaan menurut Kasmir (2012), yaitu:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Sementara itu manfaat yang diperoleh adalah untuk:
16
Universitas Sumatera Utara
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Ada beberapa macam rasio yang sering dipakai oleh berbagai lembaga
keuangan dalam menghitung tingkat profitabilitas perusahaan. Menurut Mamduh
(2009) rasio-rasio ini adalah:
1. Profit Margin
Profit margin merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
bersih pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang tinggi menandakan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan
tertentu.
Sementara
Profit margin yang rendah menadakan penjualan yang
terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu. Secara umum rasio yang rendah bisa
menunjukan ketidakefisienan manajemen.
Profit Margin =
2. Net Profit Margin
Net profit margin adalah rasio antar laba setelah pajak dengan penjualan
yang mengukur laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah penjulan.
Disamping itu rasio ini juga digunakan untuk menghitung sejauh mana
17
Universitas Sumatera Utara
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat
penjualan
tertentu. Jadi semakin tinggi net profit margin, maka akan semakin baik
kinerja operasional perusahaan.
Net profit margin =
3. Return On Asset (ROA)
Return on asset adalah rasio keuangan yang menunjukan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dan aktiva yang dipergunakan. Semakin tinggi
rasio ini, maka akan semakin baik keadaan suatu perusahan, begitu pula
sebaliknya.
Return On Asset =
4. Return On Equity (ROE)
Return on equity adalah rasio keuangan perusahaan yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih yang tersedia bagi
pemegang saham perusahan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang
perusahaan, apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan
semakin besar.
Return On Equity =
2.4
Likuiditas
Likuiditas
kewajiban
adalah
keuangannya
kemampuan
yang
harus
suatu
perusahaan
segera
untuk memenuhi
dipenuhi, atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada saat ditagih
(Munawir, 2010).
18
Universitas Sumatera Utara
Menurut Husnan (2003) bahwa “Likuiditas adalah kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi (jangka
pendek)”.
Menurut Kasmir (2012) menyatakan bahwa Rasio Likuiditas sering juga
disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur
seberapa
likuidnya
perusahaan.
Caranya
adalah
dengan
membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan
total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk
beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari
waktu ke waktu.
Likuiditas perusahaan ditentukan oleh dua dimensi pengamatan yaitu statis
dan dinamis (Lancaster, et al.,1999; Hutchison, 2002; Moss dan Stine, 1993).
Pandangan statis berdasarkan pada rasio keuangan tradisional yaitu current ratio
dan quick ratio dengan data yang berasal dari neraca keuangan sementara
pandangan dinamis lebih kepada ketersediaan likuiditas berdasarkan hasil operasi
perusahaan.
Tagihan seorang pemberi kredit jangka panjang, misalnya pemilik obligasi,
sebaliknya bersifat jangka panjang, dan karenanya ia akan lebih berminat terhadap
kemampuan aliran kas untuk melunasi hutang dalam jangka panjang. Pemilik
obligasi mungkin akan menilai struktur modal perusahaan, sumber-sumber dana
dan penggunaan dana, profitabilitas selama beberapa periode dan proyeksi
profitabilitas di masa yang akan datang. Berikut ini adalah tujuan yang dapat
dipetik dari hasil rasio likuiditas, yaitu:
19
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek.
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek tanpa memperhitungkan persediaan.
3. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
4. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
5. Untuk mengukur seberapa besar perputaran kas.
6. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
7. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
kinerjanya.
8. Sebagai alat bagi pihak luar terutama yang berkepentingan terhadap
perusahaan
dalam
menilai
kemampuan
perusahaan
agar
dapat
meningkatkan saling percaya.
Pada umumnya perhatian pertama dalam analisis keuangan adalah rasio
likuiditas, yaitu rasio yang memperlihatkan hubungan (perbandingan) antara kas
dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Menurut Fred Weston yang
dikutip oleh Kasmir (2012) menyebutkan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang)
jangka pendek. Artinya apabila perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang
tersebut terutama utang yang telah jatuh tempo.
20
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah
jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan
usaha) maupun di dalam perusahaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) pada saat ditagih.
Selanjutnya menurut Kasmir (2012) rasio likuiditas atau sering juga disebut
rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen
yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passiva lancar (utang
jangka pendek). Penilaian dapat
dilakukan untuk beberapa periode sehingga
terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
Tujuannya dari rasio likuiditas adalah untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dari rasio likuiditas
ini dapat diketahui apakah perusahaan mampu memenuhi kewajibannya yang
akan segera jatuh tempo. Menurut Kasmir (2012) tujuan dan manfaat yang dapat
dipetik dari hasil rasio likuiditas adalah :
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas
waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah
21
Universitas Sumatera Utara
kewajiban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun
dibandingkan dengan total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang.
Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap
kualitasnya lebih rendah.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan hutang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke
waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing
masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Menurut Riyanto (2001) rasio-rasio dalam likuiditas adalah ”current ratio,
cash ratio, acid test ratio (quick ratio), dan working capital to total assets ratio”.
22
Universitas Sumatera Utara
a. Rasio lancar (Current Ratio)
Rasio umum yang digunakan untuk menganalisa laporan keuangan adalah
current ratio yang memberikan ukuran kasar tentang likuditas perusahaan,
sebagaimana yang dikemukakan Wals (2003).
Perhitungan rasio ini didasarkan pada perbandingan sederhana antara total
aktiva lancar dan kewajiban lancar. Aktiva lancar merupakan jumlah likuid,
misalnya kas, yang tersedia untuk bisnis. Sementara kewajiban lancar
memberikan indikasi kebutuhan akan kas di masa depan.
Menurut Horne (2005) ”Rasio lancar adalah aktiva lancar dibagi kewajiban
lancar. Ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban
lancar dengan aktiva lancar perusahaan”.
Sawir (2005) mengatakan: Current Ratio merupakan ukuran yang paling
umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka
pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka
pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode
yang sama dengan jatuh tempo uang.
Rasio lancar =
b. Cash Ratio (Rasio kontan)
Cash Ratio yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus
segera dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera
dapat diuangakan.
Cash Ratio =
23
Universitas Sumatera Utara
c. Acid test Ratio (Rasio Cair atau Quick Ratio)
Menurut Sartono (2000) “quick ratio (acid test ratio) adalah rasio antara
aktiva lancar dikurangi persediaan dibagi hutang lancar. Rasio ini mengukur
solvabilitas jangka pendek tetapi tidak memperhitungkan persediaan karena
persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang liquid”. Sedangkan menurut
Horne (2005) “acid test ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang
likuiditas daripada rasio lancar”.
Quick Ratio =
d. Working Capital to Total Assets
Working capital to total assets digunakan untuk menghitung berapa kelebihan
aktiva lancar di atas hutang lancar. Working capital to total assets
adalah
kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva
lancar yang lebih likuid (quick assets).
Working capital to total assets =
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa siklus konversi
kas terhadap likuiditas mempunyai hubungan yang saling berkaitan. Apabila
terjadi perubahan tingkat siklus konversi kas maka akan berpengaruh
terhadap tingkat likuiditas. Siklus konversi kas yang cepat menunjukkan
perusahaan semakin baik karena kas dapat segera diputarkan untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan seperti membayar kewajiban lancarnya.
24
Universitas Sumatera Utara
2.5
Penelitian Terdahulu
Dalam
penelitian yang dilakuan oleh Padachi, Kesseven (2006) dalam
risetnya menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara
profitabilitas dan working capital. Hasil lainnya adalah profitabilitas berkurang
sejalan dengan bertambahnya waktu siklus konversi kas yang berarti bahwa
perusahaan dapat menaikkan profitabilitasnya dengan memperpendek jangka
waktu siklus konversi kas.
Penelitian oleh Uyar (2009) menyatakan adanya korelasi negatif yang
signifikan antara lamanya siklus konversi kas dan ukuran perusahaan, dimana
perusahaan yang lebih besar mempunyai waktu siklus konversi kas yang lebih
pendek. Temuan lainnya yaitu adanya hubungan negatif yang signifikan antara
lamanya siklus konversi kas dan profitabilitas perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakuan oleh Ebben dan Johnson (2011) yang
menjadi fokus penelitian ini adalah liquidity, invested capital dan firm
performance pada perusahaan manufaktur dan perusahaan retail di U.S.
Penelitian dilakukan pada 3 periode pada perusahaan financial hasilnya
menunjukan bahwa siklus konversi kas berpengaruh secara signifikan pada
liqudity dan
firm performance. Sedangkan
siklus
konversi kas
tidak
mempengaruhi manajemen perusahaan.
Penelitian oleh Attari dan Raza (2012) dengan menfokuskan pada Firm
size dan profitabilitas. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan yang
listed di Karachi Stock Exchange menunjukan hubungan negative antara siklus
konversi kas dengan firm size yang di hitung dengan menggunakan total Assets
25
Universitas Sumatera Utara
dan memiliki hubungan yang positive antara siklus konversi kas dengan
profitability dari perusahaan .
Penelitian oleh Margandan (2012) menggunakan variable independen
Penelitian efektifitas dewan komisaris, komite audit, kepemilikan keluarga dan
transaksi hubungan istimewa dengan menggunakan jenis data primer. Dari hasil
penelitian efektifitas dewan komisaris, kepemilikan keluarga dan transaksi
hubungan istimewa tidak memiliki hubungan yang signifikant dengan siklus
konversi kas, sedangkan komite audit mempunyai hubungan yang signifikan
dimana hasil pengawasan yang dilakukan oleh komite audit akan meningkatkan
pengolahan modal kerja sehingga periode siklus konversi kas akan lebih pendek.
Penelitian yang dilakukan oleh Manyo (2014) dengan variable Return on
assets. Penelitian yang dilakukan pada nigerian firm menghasilkan menunjukkan
bahwa konversi kas siklus memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap
return on asset, menyiratkan bahwa penurunan siklus konversi kas menyebabkan
peningkatan profitabilitas perusahaan Nigeria.
Penelitian yang dilakukan oleh Toro dan Hartomo (2014) dengan variable
independen
profitabilitas perusahaan
profitabilitas
perusahaan
untuk
antar
industri yang
ukuran perusahaan
yang
berbeda dan
berbeda. Hasil
penelitian adalah Siklus konversi kas berpengaruh negatif pada profitabilitas
perusahaan. Semakin lama siklus konversi kas maka profitabilitas perusahaan
akan semakin menurun, dan sebaliknya semakin pendek siklus konversi kas,
semakin mampu perusahaan dalam aspek likuditasnya sehingga semakin
meningkat profitabilitasnya. Pengaruh siklus konversi kas pada profitabilitas
26
Universitas Sumatera Utara
perusahaan
lebih
dominan dibandingkan
engaruh
current
ratiopada
profitabilitas perusahaan Tidak terdapat perbedaan pengaruh siklus konversi
kas pada profitabilitas perusahaan untuk industri yang berbeda. Struktur
industri yang berbeda pada sampel yang diamati menunjukkan tidak ada
pengaruh
terdapat
siklus konversikas yang lebih besar atau lebih kecil pada Tidak
perbedaan
pengaruh siklus
konversi
kas
pada
profitabilitas
perusahaan antar ukuran perusahaan yang berbeda.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No
1
Nama Peneliti
Padachi,
Kesseven
(2006)
Variable Penelitian
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Profitabilitas
2
Uyar (2009)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Ukuran perusahaan
3
Ebben
Johnson
(2011)
dan
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
liquidity ,invested capital
dan firm performance
4
Attari dan Raza
(2012)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Firm size dan profitabilitas
Hasil penelitian
Dalam
risetnya
menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara profitabilitas dan
working capital. Hasil lainnya adalah
profitabilitas berkurang sejalan dengan
bertambahnya waktu siklus konversi
kas yang berarti bahwa perusahaan
dapat menaikkan profitabilitasnya
dengan memperpendek jangka waktu
siklus konversi kas.
Adanya korelasi negatif yang
signifikan antara lamanya siklus
konversi kas dan ukuran perusahaan,
dimana perusahaan yang lebih besar
mempunyai waktu siklus konversi
kas yang lebih pendek. Temuan
lainnya yaitu adanya hubungan negatif
yang signifikan antara lamanya siklus
konversi kas dan profitabilitas
perusahaan.
Penelitian dilakukan pada 3 periode
pada perusahaan financial hasilnya
menunjukan bahwa siklus konversi kas
berpengaruh secara signifikan pada
liqudity dan
firm performance
Sedangkan siklus konversi kas tidak
mempengaruhi
manajemen
perusahaan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
pada perusahaan yang listed di Karachi
Stock
Exchange
menunjukan
hubungan negative antara siklus
konversi kas dengan firm size yang di
27
Universitas Sumatera Utara
5
Margandan
(2012)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Penelitian efektifitas dewan
komisaris, komite audit,
kepemilikan keluarga dan
transaksi hubungan istimewa
6
Manyo
(2014)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Return on assets
7
Toro
dan Hartomo
(2014)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Profitabilitas
perusahaan
antar industri
yang
berbeda
dan
profitabilitas
perusahaan
untuk ukuran
perusahaan yang berbeda
hitung dengan menggunakan total
Assets dan memiliki hubungan yang
positive antara siklus konversi kas
dengan profitability dari perusahaan .
Dari hasil penelitian efektifitas
dewan komisaris,kepemilikan keluarga
dan transaksi hubungan istimewa tidak
memiliki hubungan yang signifikant
dengan siklus konversi kas,sedangkan
komite audit mempunyai hubungan
yang
signifikan
dimana
hasil
pengawasan yang dilakukan oleh
komite audit akan meningkatkan
pengolahan modal kerja sehingga
periode siklus konversi kas akan lebih
pendek.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa siklus konversi kas memiliki
dampak negatif yang signifikan
terhadap return on asset, menyiratkan
bahwa penurunan siklus konversi kas
menyebabkan
peningkatan
profitabilitas perusahaan Nigeria
Siklus konversi kas berpengaruh
negatif
pada
profitabilitas
perusahaan. Semakin lama siklus
konversi kas
maka profitabilitas
perusahaan akan semakin
menurun, dan sebaliknya semakin
pendek siklus konversi kas, semakin
mampu perusahaan dalam aspek
likuditasnya
sehingga
semakin
meningkat rofitabilitasnya. Pengaruh
siklus
konversi
kas
pada
profitabilitas
perusahaan
lebih
dominan dibandingkan
engaruh
current
ratiopada profitabilitas
perusahaan Tidak terdapat perbedaan
pengaruh siklus konversi kas pada
profitabilitas perusahaan
untuk
industri
yang berbeda.
Struktur
industri yang berbeda pada sampel
yang diamati menunjukkan tidak ada
pengaruh siklus konversikas yang
lebih besar atau lebih kecil pada
Tidak terdapat perbedaan pengaruh
siklus
konversi
kas
pada
profitabilitas perusahaan antar ukuran
perusahaan yang berbeda.
Sumber:data diolah
28
Universitas Sumatera Utara
2.6
Kerangka Konseptual
Penelitian
ini
bertujuan
mempengaruhi ketepatan
untuk
menganalisis
siklus konversi kas.
Ada
faktor-faktor
yang
tiga
yang
faktor
mempengar siklus konversi kas yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas dan
likuiditas. Rerangka pemikiran teoritis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
UKURAN PERUSAHAAN (X1)
SIKLUS KONVERSI
KAS (Y)
PROFITABILITAS (X2)
LIKUIDITAS (X3)
2.6.1
Ukuran Perusahaan dengan Siklus Konversi kas
Moss-Stine (1993) dan Shin dan Soenen (1993) mengatakan bahwa
ukuran perusahaan atau skala perusahaan adalah ukuran yang ditentukan dari
jumlah total aset yang dimiliki perusahaan, penjulan perusahaan dan tingkat
kapitalisasi pasar perusahaan.
Ketiga variable tersebut sering digunakan
untuk mewakili ukuran perusahaan. Semakin besar aset, semangkin banyak
modal yang ditanamkan.
Semakin banyak penjualan yang dilakukan
perusahaan, semangkin banyak perputaran uang perusahaan. Dan semangkin
besar kapitalisasi suatu perusahaan semangkin dikenal oleh masyarakat.
Moss-Stine
(1993)
mengemukakan
bahwa
perusahaan
non-
manufaktur memiliki kolerasi negatif antara ukuran perusahaan dan panjang
siklus konversi kas, alasannya adalah perusahaan non-manufaktur umumnya
29
Universitas Sumatera Utara
menjual inventory lebih cepat dan lebih sering menjual produknya dalam
bentuk kas.
Total aset dapat mempengaruhi panjangnya siklus konversi kas
karena komponen total asset yaitu piutang dan persediaan merupakan
komponen dari pembentukan siklus konversi kas, maka semangkin besar
piutang, dan persediaan akan mempengaruhi DSO,DSI dan DPO.
2.6.2
Profitabilitas dengan Siklus Konversi Kas
Menurut Deelof (2003) profitabilitas perusahaan dapat menurun
dengan siklus konversi kas.
Jika biaya diinvestasikan pada modal kerja
meningkat lebih cepat dari pada keuntungan dari menyimpan lebih banyak
persediaan atau menawakan kredit bagi custumer. Kolerasi negatif diantara
siklus konversi kas dan profitabilitas merupakan konsekuensi dari
profitabilitas mempengaruhi siklus konversi kas.
Profitabilitas dapat
mempengaruhi panjang siklus konversi kas melalui komponenya yaitu akun
utang, persediaan dan piutang. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang
kecil akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membayar tagihan
mereka. Hal ini akan memperpanjang jumlah hari utang. Profitabilitas yang
menurun karena tingkat penjualan yang rendah juga dapat menyebabkan
semangkin banyak inventory yang tersimpan dan tingkat perputaran
persediaan menjadi rendah, yang mengakibatkan hari penjualan persediaan
semangkin meningkat.
Sedangkan kolerasi negatif terjadi antara profitabilitas dengan akun
piutang dapat terjadi karena pelanggan ingin lebih banyak waktu untuk
30
Universitas Sumatera Utara
menilai kualitas dari produk yang mereka beli dari perusahaan-perusahaan
dengan profitabilitas menurun, yang menyebabkan jumlah hari penjualan
piutang perusahaan denagn profitabilitas yang menurun akan panjang.
Maka profitabilitas yang menurun memperpanjang siklus konversi kas
melalui hari utang, inventory dan piutang semangkin panjang. (Roselin,
2012)
Deelof juga menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang
meningkat lebih berani menawarkan penjualan kredit kepada pelanggan, hal
ini menyebabkan piutang dagang meningkat dan jumlah hari penjualan dalam
piutang semangkin kecil dan akhirnya memperpendek masa siklus konversi
kas.
2.6.3 Likuiditas dengan Siklus Konversi Kas
Tingkat likuiditas merupakan tolak ukur kemajuan perusahaan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.
Cooke (1989) dalam Marwata (2001) menjelaskan bahwa tingkat
likuiditas dapat dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan.
Tingkat
kondisi
likuiditas
keuangan
pendeknya.
Semakin
yang
tinggi akan
perusahaan dalam
kuatnya
menunjukkan
memenuhi kewajiban
kondisi
keuangan
kuatnya
jangka
perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya diikuti dengan risiko yang
semakin
tinggi. Kondisi
ini
akan
mendorong
perusahaan
mengungkapkan informasi risiko yang lebih luas kepada pihak luar
karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel.
31
Universitas Sumatera Utara
Wallace et al (1994) dalam Fitriani (2001) menyatakan bahwa
likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen
dalam
mengelola keuangan perusahaan. Kinerja yang tinggi juga
berhubungan dengan risiko yang tinggi. Kinerja yang tinggi juga akan
mendorong perusahaan untuk melakukan perputaran kas yang tinggi pula.
Semangkin tinggi hutang perusahaaan maka akan mempernagruhi likuiditas.
Perusahaaan sebisa mungkin memperlama pembayaran hutang
usaha agar menjaga kestabilan dari kasnya. Oleh karena itu, erat kaitannya
dengan siklus konversi kas dimana dalam rumus dianyatakan periode
pembayaran hutang DPO dikurangkan untuk melihat berapa lama siklus
konversi kas. Semangkin meningkat DPO maka semangkin kecil ukuran
dari siklus konversi kas. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
likuiditas berpengaruh terhadap siklus konversi kas.
Apabila
terjadi
perubahan tingkat likuiditas maka akan berpengaruh terhadap tingkat
siklus konversi kas.
Siklus
konversi
kas
yang
cepat
menunjukkan perusahaan
semakin baik karena kas dapat segera diputarkan untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan.
32
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Siklus Konversi Kas
Konsep siklus konversi kas diperkenalkan oleh Lawrence J. Gitman
pada tahun 1974. Siklus konversi kas merupakan pengukuran dinamis
terhadap manajemen likuiditas berjalan atau on going liquidity management
(Jose et al., 1996) Jose et al. (1996) mengemukakan bahwa siklus konversi
kas mengukur
waktu
antara
pengeluaran
kas untuk sumber daya dan
penerimaan kas dari penjualan produk. Menurut Shin dan Soenen (1998),
siklus konversi kas adalah pengukuran jumlah hari antara dana yang
didedikasikan
terhadap
persediaan (inventory) dan
piutang dagang
(receivables) dikurangi jumlah hari pembayaran yang ditangguhkan kepada
pemasok (supplier).
Siklus
konversi
kas,
menyangkut
bagaimana
suatu
perusahaan
mengusahakan agar pengeluaran kas terpegunakan sesuai dengan waktunya agar
pengeluaran kas terpakai sesuai dengan waktunya. Jika waktu yang digunakan
lebih singkat maka semangkin efisien dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Lukas Setia Atmaja “siklus konversi kas adalah waktu rata – rata
antara penjualan kas untuk sumber daya produktif dengan penerimaan dari
penjualan produk.
Menurut Brealey et al., siklus konversi kas adalah periode antara
pembayaran dari material dan mengumpulkan hasil penjualan. Siklus konversi
kas juga dapat dikaitkan sebagai dana kas yang dipakai untuk menghasilkan
8
Universitas Sumatera Utara
produk atau membeli bahan mentah atau barang setengah jadi atau bahan jadi
untuk selanjutnya diproses dan di jual kembali dengan harga yang jauh lebih
menguntungkan dengan demikian keuntungan tersebut dapat digunakan untuk
menambah kas pada perusahaan.
Menurut Syarief dan Wilujeng (2009) mendefinisikan siklus konversi
kas (SKK) sebagai waktu dalam satuan hari yang diperlukan untuk kas dari hasil
operasi perusahaan yang berasal dari penagihan piutang ditambah penjualan
persediaan dikurangi dengan pembayaran hutang.
Formula untuk menghitung SKK menggunakan persamaan sebagai berikut:
SKK = DSO + DSI – DPO
Keterangan :
SKK = Siklus konversi kas
DSO = Periode penerimaan piutang
DSI = Periode konversi persediaan
DPO = Periode penangguhan utang
Masing-masing komponen dari siklus konversi kas adalah sebagai berikut:
1.
Periode penerimaan piutang adalah
periode
waktu lamanya
pembayaran
Semakin
rendah
pengumpulan
piutang
dari
piutang, maka
pembeli.
profitabilitas
perusahaan
periode
semakin
tinggi.
Nilai DSO terbentuk dari pos-pos piutang usaha (Account
Receivable) dan pendapatan usaha (Sales) . Account Receivable biasa
disingkat A/R merepresentasikan hasil yang akan didapat oleh
9
Universitas Sumatera Utara
perusahaan dari pelanggan atas barang yang telah dijual atau jasa yang
disediakan dimana nilai tunai uang belum diterima. Formula untuk
menghitung periode pengumpulan piutang adalah sebagai berikut :
DSO =
2.
Periode konversi persediaan adalah periode waktu yang dibutuhkan
untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian
menjual barang tersebut. Semakin rendah periode konversi persediaan
semakin tinggi profitabilitas perusahaan. Formula untuk menghitung
periode konversi persediaan adalah sebagai berikut:
DSI =
3.
Periode penangguhan utang adalah
periode
waktu
lamanya
penundaan pembayaran utang lancar. Jika periode penangguhan
utang meningkat maka periode konversi kas akan mengecil, oleh
karena
periode
konversi
kas
menurun
maka
Profitabilitas
meningkat. Di sisi lain, keterlambatan pembayaran tagihan dapat
menjadi sangat mahal apabila perusahaan mendapatkan tawaran
diskon untuk awal pembayaran. Formula untuk menghitung periode
pembayaran hutang adalah sebagai berikut:
DPO =
Khusus untuk perusahaan operator telekomunikasi selular dimana tidak
terdapat COGS dan persediaan maka formula berubah menjadi :
Siklus Konversi Kas = DSO – DPO
10
Universitas Sumatera Utara
Pada operator telekomunikasi non selular tidak terdapat pos persediaan
sehingga formula untuk operator telekomunikasi dari lini bisnis non selular
menjadi:
Siklus Konversi Kas = DSO
Perusahaaan akan lebih baik jika memiliki nilai siklus konversi kas yang
negatif, karena nilai yang positif menggambarkan bahwa perusahaan harus
melakukan pendanaan lebih banyak dengan menggunakan hutang pada saat
menunggu pembayaran (Uyar, 2009). Nilai SKK yang negatif mengambarkan
bahwa semangkin singkat waktu yang dibutuhkan perusahaan menerima
pembayaran atas barang dan jasa yang diberikan sebelum melunasi kewajiban
kepada kreditur (Hutchison et al., 2007). Sebaliknya periode SKK yang terlalu
lama disebabkan karena penggunaan sumber daya tidak efiseien sehingga akan
menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan.
SKK dengan nilai positif
mengambarkan bahwa perusahaan memiliki investasi yang cukup tinggi pada
operating assets dan harus menggunakan kewajiban untuk pendanaannya.
Tujuan perusahaan seharusnnya adalah mempersingkat siklus konversi kas
secepat mungkin tanpa menganggu operasi perusahaan. Hal ini akan
meningkatkan laba,karena semangkin cepat siklus konversi kas, maka semangkin
tinggi kebutuhan pendanaan eksternal dan semangkin besar niaya yang
dibutuhkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Anttari dan rza
(2012) dengan
sampel perusahaan yang terdaftar di Karachi stock Exchange (KSE) pakistan juga
menunjukan bahwa terdapat kolerasi negatif antara siklus konversi kas dan
profitabilitas perusahaaan. Untuk meminimalkan periode siklus konversi kas
11
Universitas Sumatera Utara
manajer harus dapat mmengambil kebijakan yang nantinya dapat menjauhkan
perusahaan dari kesulitan keuangan. Siklus konversi kas dapat dipercepat dengan
cara (Uyar, 2009):
1. Mengurangi periode konversi persediaan
Hal ini dapat dilakukan dengan memproses dan menjual barang secara
lebih cepat. Manajer perusahaan harus memastikan bahwa sistem
persediaan telah berjalan dengan efektif dan efisien seperti pemesanan dan
pengolahan material .
2. Mengurangi periode penerimaan piutang
Manajer harus memastikan bahwa perusahaan sudah menjalankan
prosedur terhadap piutang secara efektif sehingga dapat mempercepat
proses penagihan dan perusahaan tidak mengalami masalah likuiditas.
3. Memperpanjang periode penangguhan hutang.
Perusahaan dianjurkan untuk berusaha memperlambat pembayaran yang
dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk lebih dahulu melakukan
penagihan kas dari piutang dari pada melakukan penguaran kas untuk
pembayaran hutang merupakan salah satu strategi untuk meningkatkam
pertumbuhan perusahaan.
2.2
Ukuran Perusahaan
Defenisi ukuran perusahaan menurut Rianto (1999:313) adalah “besar
kecilnya perusahaan dilihat dari nilai equity , nilai penjualan atau total aktiva.”
Ukuran perusahaan merupakan pengukur yang menunjukkan besar
kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menggunakan total
aset, penjualan, dan ekuitas total utang dan ukuran perusahaan memiliki korelasi
kuat dan positif (Odgen, 1987 dalam Magreta dan Nurmayanti, 2009).
Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya suatu
perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi
pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya.
Semakin besar aktiva suatu
perusahaan maka akan semakin besar pula modal yang ditanam, semakin besar
total penjualan suatu perusahaan maka akan semakin banyak juga perputaran uang
12
Universitas Sumatera Utara
dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal
masyarakat (Hilmi dan Ali, 2008)
Definisi ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008) adalah sebagi berikut:
“Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai
penjualan, atau nilai aktiva”
Sedangkan Torang (2012) memberikan definisi:
“Ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang mengukur tuntutan
pelayanan atau produk organisasi”
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran
perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang
dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total
aktiva yang merupakan variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau
produk organisasi.
UU No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke dalam
kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar.
Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebutt didasarkan pada total aset yang
dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut.
UU No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil,
usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau
badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut
undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet
yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usaha mikro asset
yang harus dimiliki maksimal 50 juta dan omzet maksimal yang
dicapai 300 juta.
13
Universitas Sumatera Utara
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan
jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk
kriteria usaha kecil asset yang harus dimiliki 50 juta sampai 500 juta
dan omzet yang dicapai 300 juta sampai 2,5 miliar.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan
berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha.
Untuk kriteria usa menengah asset yang harus dimiliki 500 juta sampai
10 miliar dan omzet yang dicapai 2,5 miliar sampai 50 miliar.
4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha
nasional milik negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing
yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Yogiyanto
(2007:282) mengemukakan bahwa:
“Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran
aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva.”
Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Prasetyantoko (2008:257)
adalah:
“Aset total dapat menggambarkan ukuran perusahaan, semakin besar aset
biasanya perusahaan tersebut makin besar.”
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menentukan ukuran perusahaan
digunakan ukuran aktiva. Ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari
14
Universitas Sumatera Utara
total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperhalus aset tersebut yang sangat
besar dibanding variabel keuangan lainnya.
2.3
Profitabilitas
Menurut Sartono (2008:122), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri. Sedangkan menurut Greuning (2005:29) mengatakan bahwa
profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana margin laba suatu perusahaan
berhubungan dengan penjualan, modal rata-rata dan ekuitas saham biasa rata-rata.
Rasio profitabilitas adalah keuntungan yang merupakan hasil dari
kebijakan yang diambil manajemen. Rasio profitabilitas digunakan untuk
mengukur seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Semakin
besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam
mengelola perusahaan (Sutrisno, 2005).
Penilaian profitabilitas adalah proses untuk menentukan seberapa baik
aktivitas-aktivitas
bisnis
dilaksanakan
untuk
mencapai
tujuan
strategis,
mengeliminasi pemborosan-pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu
untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan. Dengan demikian
bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingandengan analisa
profitabilitas ini (Simamora, 2000).
Profitabilitas dikatakan baik apabila memenuhi target laba yang
diharapkan. Profitabilitas yang rendah menunjukkan bahwa tingkat kinerja
manajemen perusahaan tersebut kurang baik. Perusahaan yang mempunyai rugi
atau tingkat profitabilitas rendah nantinya akan membawa dampak buruk dari
15
Universitas Sumatera Utara
reaksi pasar dan akan menyebabkan turunnya penilaian kinerja suatu perusahaan.
Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinngi dapat dikatakan bahwa
laporan keuangan tersebut mengandung berita baik dan perusahaan yang
mengalami berita baik cenderung menyerahkan laporan keuangannya dengan
tepat waktu (Hilmi dan Ali, 2008).
Profitabilitas mempunyai tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak
pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar perusahaan,
terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan
perusahaan. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi
pihak luar perusahaan menurut Kasmir (2012), yaitu:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Sementara itu manfaat yang diperoleh adalah untuk:
16
Universitas Sumatera Utara
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Ada beberapa macam rasio yang sering dipakai oleh berbagai lembaga
keuangan dalam menghitung tingkat profitabilitas perusahaan. Menurut Mamduh
(2009) rasio-rasio ini adalah:
1. Profit Margin
Profit margin merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
bersih pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang tinggi menandakan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan
tertentu.
Sementara
Profit margin yang rendah menadakan penjualan yang
terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu. Secara umum rasio yang rendah bisa
menunjukan ketidakefisienan manajemen.
Profit Margin =
2. Net Profit Margin
Net profit margin adalah rasio antar laba setelah pajak dengan penjualan
yang mengukur laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah penjulan.
Disamping itu rasio ini juga digunakan untuk menghitung sejauh mana
17
Universitas Sumatera Utara
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat
penjualan
tertentu. Jadi semakin tinggi net profit margin, maka akan semakin baik
kinerja operasional perusahaan.
Net profit margin =
3. Return On Asset (ROA)
Return on asset adalah rasio keuangan yang menunjukan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dan aktiva yang dipergunakan. Semakin tinggi
rasio ini, maka akan semakin baik keadaan suatu perusahan, begitu pula
sebaliknya.
Return On Asset =
4. Return On Equity (ROE)
Return on equity adalah rasio keuangan perusahaan yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih yang tersedia bagi
pemegang saham perusahan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang
perusahaan, apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan
semakin besar.
Return On Equity =
2.4
Likuiditas
Likuiditas
kewajiban
adalah
keuangannya
kemampuan
yang
harus
suatu
perusahaan
segera
untuk memenuhi
dipenuhi, atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada saat ditagih
(Munawir, 2010).
18
Universitas Sumatera Utara
Menurut Husnan (2003) bahwa “Likuiditas adalah kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi (jangka
pendek)”.
Menurut Kasmir (2012) menyatakan bahwa Rasio Likuiditas sering juga
disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur
seberapa
likuidnya
perusahaan.
Caranya
adalah
dengan
membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan
total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk
beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari
waktu ke waktu.
Likuiditas perusahaan ditentukan oleh dua dimensi pengamatan yaitu statis
dan dinamis (Lancaster, et al.,1999; Hutchison, 2002; Moss dan Stine, 1993).
Pandangan statis berdasarkan pada rasio keuangan tradisional yaitu current ratio
dan quick ratio dengan data yang berasal dari neraca keuangan sementara
pandangan dinamis lebih kepada ketersediaan likuiditas berdasarkan hasil operasi
perusahaan.
Tagihan seorang pemberi kredit jangka panjang, misalnya pemilik obligasi,
sebaliknya bersifat jangka panjang, dan karenanya ia akan lebih berminat terhadap
kemampuan aliran kas untuk melunasi hutang dalam jangka panjang. Pemilik
obligasi mungkin akan menilai struktur modal perusahaan, sumber-sumber dana
dan penggunaan dana, profitabilitas selama beberapa periode dan proyeksi
profitabilitas di masa yang akan datang. Berikut ini adalah tujuan yang dapat
dipetik dari hasil rasio likuiditas, yaitu:
19
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek.
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek tanpa memperhitungkan persediaan.
3. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
4. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
5. Untuk mengukur seberapa besar perputaran kas.
6. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
7. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
kinerjanya.
8. Sebagai alat bagi pihak luar terutama yang berkepentingan terhadap
perusahaan
dalam
menilai
kemampuan
perusahaan
agar
dapat
meningkatkan saling percaya.
Pada umumnya perhatian pertama dalam analisis keuangan adalah rasio
likuiditas, yaitu rasio yang memperlihatkan hubungan (perbandingan) antara kas
dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Menurut Fred Weston yang
dikutip oleh Kasmir (2012) menyebutkan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang)
jangka pendek. Artinya apabila perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang
tersebut terutama utang yang telah jatuh tempo.
20
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah
jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan
usaha) maupun di dalam perusahaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) pada saat ditagih.
Selanjutnya menurut Kasmir (2012) rasio likuiditas atau sering juga disebut
rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen
yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passiva lancar (utang
jangka pendek). Penilaian dapat
dilakukan untuk beberapa periode sehingga
terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
Tujuannya dari rasio likuiditas adalah untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dari rasio likuiditas
ini dapat diketahui apakah perusahaan mampu memenuhi kewajibannya yang
akan segera jatuh tempo. Menurut Kasmir (2012) tujuan dan manfaat yang dapat
dipetik dari hasil rasio likuiditas adalah :
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas
waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah
21
Universitas Sumatera Utara
kewajiban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun
dibandingkan dengan total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang.
Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap
kualitasnya lebih rendah.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan hutang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke
waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing
masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Menurut Riyanto (2001) rasio-rasio dalam likuiditas adalah ”current ratio,
cash ratio, acid test ratio (quick ratio), dan working capital to total assets ratio”.
22
Universitas Sumatera Utara
a. Rasio lancar (Current Ratio)
Rasio umum yang digunakan untuk menganalisa laporan keuangan adalah
current ratio yang memberikan ukuran kasar tentang likuditas perusahaan,
sebagaimana yang dikemukakan Wals (2003).
Perhitungan rasio ini didasarkan pada perbandingan sederhana antara total
aktiva lancar dan kewajiban lancar. Aktiva lancar merupakan jumlah likuid,
misalnya kas, yang tersedia untuk bisnis. Sementara kewajiban lancar
memberikan indikasi kebutuhan akan kas di masa depan.
Menurut Horne (2005) ”Rasio lancar adalah aktiva lancar dibagi kewajiban
lancar. Ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban
lancar dengan aktiva lancar perusahaan”.
Sawir (2005) mengatakan: Current Ratio merupakan ukuran yang paling
umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka
pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka
pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode
yang sama dengan jatuh tempo uang.
Rasio lancar =
b. Cash Ratio (Rasio kontan)
Cash Ratio yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus
segera dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera
dapat diuangakan.
Cash Ratio =
23
Universitas Sumatera Utara
c. Acid test Ratio (Rasio Cair atau Quick Ratio)
Menurut Sartono (2000) “quick ratio (acid test ratio) adalah rasio antara
aktiva lancar dikurangi persediaan dibagi hutang lancar. Rasio ini mengukur
solvabilitas jangka pendek tetapi tidak memperhitungkan persediaan karena
persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang liquid”. Sedangkan menurut
Horne (2005) “acid test ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang
likuiditas daripada rasio lancar”.
Quick Ratio =
d. Working Capital to Total Assets
Working capital to total assets digunakan untuk menghitung berapa kelebihan
aktiva lancar di atas hutang lancar. Working capital to total assets
adalah
kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva
lancar yang lebih likuid (quick assets).
Working capital to total assets =
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa siklus konversi
kas terhadap likuiditas mempunyai hubungan yang saling berkaitan. Apabila
terjadi perubahan tingkat siklus konversi kas maka akan berpengaruh
terhadap tingkat likuiditas. Siklus konversi kas yang cepat menunjukkan
perusahaan semakin baik karena kas dapat segera diputarkan untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan seperti membayar kewajiban lancarnya.
24
Universitas Sumatera Utara
2.5
Penelitian Terdahulu
Dalam
penelitian yang dilakuan oleh Padachi, Kesseven (2006) dalam
risetnya menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara
profitabilitas dan working capital. Hasil lainnya adalah profitabilitas berkurang
sejalan dengan bertambahnya waktu siklus konversi kas yang berarti bahwa
perusahaan dapat menaikkan profitabilitasnya dengan memperpendek jangka
waktu siklus konversi kas.
Penelitian oleh Uyar (2009) menyatakan adanya korelasi negatif yang
signifikan antara lamanya siklus konversi kas dan ukuran perusahaan, dimana
perusahaan yang lebih besar mempunyai waktu siklus konversi kas yang lebih
pendek. Temuan lainnya yaitu adanya hubungan negatif yang signifikan antara
lamanya siklus konversi kas dan profitabilitas perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakuan oleh Ebben dan Johnson (2011) yang
menjadi fokus penelitian ini adalah liquidity, invested capital dan firm
performance pada perusahaan manufaktur dan perusahaan retail di U.S.
Penelitian dilakukan pada 3 periode pada perusahaan financial hasilnya
menunjukan bahwa siklus konversi kas berpengaruh secara signifikan pada
liqudity dan
firm performance. Sedangkan
siklus
konversi kas
tidak
mempengaruhi manajemen perusahaan.
Penelitian oleh Attari dan Raza (2012) dengan menfokuskan pada Firm
size dan profitabilitas. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan yang
listed di Karachi Stock Exchange menunjukan hubungan negative antara siklus
konversi kas dengan firm size yang di hitung dengan menggunakan total Assets
25
Universitas Sumatera Utara
dan memiliki hubungan yang positive antara siklus konversi kas dengan
profitability dari perusahaan .
Penelitian oleh Margandan (2012) menggunakan variable independen
Penelitian efektifitas dewan komisaris, komite audit, kepemilikan keluarga dan
transaksi hubungan istimewa dengan menggunakan jenis data primer. Dari hasil
penelitian efektifitas dewan komisaris, kepemilikan keluarga dan transaksi
hubungan istimewa tidak memiliki hubungan yang signifikant dengan siklus
konversi kas, sedangkan komite audit mempunyai hubungan yang signifikan
dimana hasil pengawasan yang dilakukan oleh komite audit akan meningkatkan
pengolahan modal kerja sehingga periode siklus konversi kas akan lebih pendek.
Penelitian yang dilakukan oleh Manyo (2014) dengan variable Return on
assets. Penelitian yang dilakukan pada nigerian firm menghasilkan menunjukkan
bahwa konversi kas siklus memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap
return on asset, menyiratkan bahwa penurunan siklus konversi kas menyebabkan
peningkatan profitabilitas perusahaan Nigeria.
Penelitian yang dilakukan oleh Toro dan Hartomo (2014) dengan variable
independen
profitabilitas perusahaan
profitabilitas
perusahaan
untuk
antar
industri yang
ukuran perusahaan
yang
berbeda dan
berbeda. Hasil
penelitian adalah Siklus konversi kas berpengaruh negatif pada profitabilitas
perusahaan. Semakin lama siklus konversi kas maka profitabilitas perusahaan
akan semakin menurun, dan sebaliknya semakin pendek siklus konversi kas,
semakin mampu perusahaan dalam aspek likuditasnya sehingga semakin
meningkat profitabilitasnya. Pengaruh siklus konversi kas pada profitabilitas
26
Universitas Sumatera Utara
perusahaan
lebih
dominan dibandingkan
engaruh
current
ratiopada
profitabilitas perusahaan Tidak terdapat perbedaan pengaruh siklus konversi
kas pada profitabilitas perusahaan untuk industri yang berbeda. Struktur
industri yang berbeda pada sampel yang diamati menunjukkan tidak ada
pengaruh
terdapat
siklus konversikas yang lebih besar atau lebih kecil pada Tidak
perbedaan
pengaruh siklus
konversi
kas
pada
profitabilitas
perusahaan antar ukuran perusahaan yang berbeda.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No
1
Nama Peneliti
Padachi,
Kesseven
(2006)
Variable Penelitian
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Profitabilitas
2
Uyar (2009)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Ukuran perusahaan
3
Ebben
Johnson
(2011)
dan
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
liquidity ,invested capital
dan firm performance
4
Attari dan Raza
(2012)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Firm size dan profitabilitas
Hasil penelitian
Dalam
risetnya
menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara profitabilitas dan
working capital. Hasil lainnya adalah
profitabilitas berkurang sejalan dengan
bertambahnya waktu siklus konversi
kas yang berarti bahwa perusahaan
dapat menaikkan profitabilitasnya
dengan memperpendek jangka waktu
siklus konversi kas.
Adanya korelasi negatif yang
signifikan antara lamanya siklus
konversi kas dan ukuran perusahaan,
dimana perusahaan yang lebih besar
mempunyai waktu siklus konversi
kas yang lebih pendek. Temuan
lainnya yaitu adanya hubungan negatif
yang signifikan antara lamanya siklus
konversi kas dan profitabilitas
perusahaan.
Penelitian dilakukan pada 3 periode
pada perusahaan financial hasilnya
menunjukan bahwa siklus konversi kas
berpengaruh secara signifikan pada
liqudity dan
firm performance
Sedangkan siklus konversi kas tidak
mempengaruhi
manajemen
perusahaan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
pada perusahaan yang listed di Karachi
Stock
Exchange
menunjukan
hubungan negative antara siklus
konversi kas dengan firm size yang di
27
Universitas Sumatera Utara
5
Margandan
(2012)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Penelitian efektifitas dewan
komisaris, komite audit,
kepemilikan keluarga dan
transaksi hubungan istimewa
6
Manyo
(2014)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Return on assets
7
Toro
dan Hartomo
(2014)
Variable Dependen:
Siklus Konversi Kas
Variable Independen:
Profitabilitas
perusahaan
antar industri
yang
berbeda
dan
profitabilitas
perusahaan
untuk ukuran
perusahaan yang berbeda
hitung dengan menggunakan total
Assets dan memiliki hubungan yang
positive antara siklus konversi kas
dengan profitability dari perusahaan .
Dari hasil penelitian efektifitas
dewan komisaris,kepemilikan keluarga
dan transaksi hubungan istimewa tidak
memiliki hubungan yang signifikant
dengan siklus konversi kas,sedangkan
komite audit mempunyai hubungan
yang
signifikan
dimana
hasil
pengawasan yang dilakukan oleh
komite audit akan meningkatkan
pengolahan modal kerja sehingga
periode siklus konversi kas akan lebih
pendek.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa siklus konversi kas memiliki
dampak negatif yang signifikan
terhadap return on asset, menyiratkan
bahwa penurunan siklus konversi kas
menyebabkan
peningkatan
profitabilitas perusahaan Nigeria
Siklus konversi kas berpengaruh
negatif
pada
profitabilitas
perusahaan. Semakin lama siklus
konversi kas
maka profitabilitas
perusahaan akan semakin
menurun, dan sebaliknya semakin
pendek siklus konversi kas, semakin
mampu perusahaan dalam aspek
likuditasnya
sehingga
semakin
meningkat rofitabilitasnya. Pengaruh
siklus
konversi
kas
pada
profitabilitas
perusahaan
lebih
dominan dibandingkan
engaruh
current
ratiopada profitabilitas
perusahaan Tidak terdapat perbedaan
pengaruh siklus konversi kas pada
profitabilitas perusahaan
untuk
industri
yang berbeda.
Struktur
industri yang berbeda pada sampel
yang diamati menunjukkan tidak ada
pengaruh siklus konversikas yang
lebih besar atau lebih kecil pada
Tidak terdapat perbedaan pengaruh
siklus
konversi
kas
pada
profitabilitas perusahaan antar ukuran
perusahaan yang berbeda.
Sumber:data diolah
28
Universitas Sumatera Utara
2.6
Kerangka Konseptual
Penelitian
ini
bertujuan
mempengaruhi ketepatan
untuk
menganalisis
siklus konversi kas.
Ada
faktor-faktor
yang
tiga
yang
faktor
mempengar siklus konversi kas yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas dan
likuiditas. Rerangka pemikiran teoritis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
UKURAN PERUSAHAAN (X1)
SIKLUS KONVERSI
KAS (Y)
PROFITABILITAS (X2)
LIKUIDITAS (X3)
2.6.1
Ukuran Perusahaan dengan Siklus Konversi kas
Moss-Stine (1993) dan Shin dan Soenen (1993) mengatakan bahwa
ukuran perusahaan atau skala perusahaan adalah ukuran yang ditentukan dari
jumlah total aset yang dimiliki perusahaan, penjulan perusahaan dan tingkat
kapitalisasi pasar perusahaan.
Ketiga variable tersebut sering digunakan
untuk mewakili ukuran perusahaan. Semakin besar aset, semangkin banyak
modal yang ditanamkan.
Semakin banyak penjualan yang dilakukan
perusahaan, semangkin banyak perputaran uang perusahaan. Dan semangkin
besar kapitalisasi suatu perusahaan semangkin dikenal oleh masyarakat.
Moss-Stine
(1993)
mengemukakan
bahwa
perusahaan
non-
manufaktur memiliki kolerasi negatif antara ukuran perusahaan dan panjang
siklus konversi kas, alasannya adalah perusahaan non-manufaktur umumnya
29
Universitas Sumatera Utara
menjual inventory lebih cepat dan lebih sering menjual produknya dalam
bentuk kas.
Total aset dapat mempengaruhi panjangnya siklus konversi kas
karena komponen total asset yaitu piutang dan persediaan merupakan
komponen dari pembentukan siklus konversi kas, maka semangkin besar
piutang, dan persediaan akan mempengaruhi DSO,DSI dan DPO.
2.6.2
Profitabilitas dengan Siklus Konversi Kas
Menurut Deelof (2003) profitabilitas perusahaan dapat menurun
dengan siklus konversi kas.
Jika biaya diinvestasikan pada modal kerja
meningkat lebih cepat dari pada keuntungan dari menyimpan lebih banyak
persediaan atau menawakan kredit bagi custumer. Kolerasi negatif diantara
siklus konversi kas dan profitabilitas merupakan konsekuensi dari
profitabilitas mempengaruhi siklus konversi kas.
Profitabilitas dapat
mempengaruhi panjang siklus konversi kas melalui komponenya yaitu akun
utang, persediaan dan piutang. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang
kecil akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membayar tagihan
mereka. Hal ini akan memperpanjang jumlah hari utang. Profitabilitas yang
menurun karena tingkat penjualan yang rendah juga dapat menyebabkan
semangkin banyak inventory yang tersimpan dan tingkat perputaran
persediaan menjadi rendah, yang mengakibatkan hari penjualan persediaan
semangkin meningkat.
Sedangkan kolerasi negatif terjadi antara profitabilitas dengan akun
piutang dapat terjadi karena pelanggan ingin lebih banyak waktu untuk
30
Universitas Sumatera Utara
menilai kualitas dari produk yang mereka beli dari perusahaan-perusahaan
dengan profitabilitas menurun, yang menyebabkan jumlah hari penjualan
piutang perusahaan denagn profitabilitas yang menurun akan panjang.
Maka profitabilitas yang menurun memperpanjang siklus konversi kas
melalui hari utang, inventory dan piutang semangkin panjang. (Roselin,
2012)
Deelof juga menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang
meningkat lebih berani menawarkan penjualan kredit kepada pelanggan, hal
ini menyebabkan piutang dagang meningkat dan jumlah hari penjualan dalam
piutang semangkin kecil dan akhirnya memperpendek masa siklus konversi
kas.
2.6.3 Likuiditas dengan Siklus Konversi Kas
Tingkat likuiditas merupakan tolak ukur kemajuan perusahaan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.
Cooke (1989) dalam Marwata (2001) menjelaskan bahwa tingkat
likuiditas dapat dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan.
Tingkat
kondisi
likuiditas
keuangan
pendeknya.
Semakin
yang
tinggi akan
perusahaan dalam
kuatnya
menunjukkan
memenuhi kewajiban
kondisi
keuangan
kuatnya
jangka
perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya diikuti dengan risiko yang
semakin
tinggi. Kondisi
ini
akan
mendorong
perusahaan
mengungkapkan informasi risiko yang lebih luas kepada pihak luar
karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel.
31
Universitas Sumatera Utara
Wallace et al (1994) dalam Fitriani (2001) menyatakan bahwa
likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen
dalam
mengelola keuangan perusahaan. Kinerja yang tinggi juga
berhubungan dengan risiko yang tinggi. Kinerja yang tinggi juga akan
mendorong perusahaan untuk melakukan perputaran kas yang tinggi pula.
Semangkin tinggi hutang perusahaaan maka akan mempernagruhi likuiditas.
Perusahaaan sebisa mungkin memperlama pembayaran hutang
usaha agar menjaga kestabilan dari kasnya. Oleh karena itu, erat kaitannya
dengan siklus konversi kas dimana dalam rumus dianyatakan periode
pembayaran hutang DPO dikurangkan untuk melihat berapa lama siklus
konversi kas. Semangkin meningkat DPO maka semangkin kecil ukuran
dari siklus konversi kas. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
likuiditas berpengaruh terhadap siklus konversi kas.
Apabila
terjadi
perubahan tingkat likuiditas maka akan berpengaruh terhadap tingkat
siklus konversi kas.
Siklus
konversi
kas
yang
cepat
menunjukkan perusahaan
semakin baik karena kas dapat segera diputarkan untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan.
32
Universitas Sumatera Utara