Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

perairan Selat Malaka dan sebagai data dalam mengetahui tingkat kesuburan
perairan Selat Malaka.

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Geografis Selat Malaka
Selat Malaka berada di antara dua daratan besar yaitu Pulau Sumatera dan
Semenanjung Malaysia.Saat ini ada tiga negara berdaulat yang berbatasan
langsung dengan Selat Malaka yaitu Indonesia Malaysia dan Singapura. Pulau
Sumatera (Indonesia) yang kawasannya langsung berhadapan dengan Selat
Malaka adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi
dan Kepulauan Riau, sedangkan negara bagian di Malaysia yang berbatasan
langsung dengan Selat Malaka adalah Kedah, Perlis, Malaka, Johor, Selangor,
Negeri Sembilan, Perak, yang keseluruhan dari negara bahagian ini terletak di
Semenanjung Malaysia. Panjang Selat Malaka sekitar 805 km atau 500 mil
dengan lebar 65 km atau 40 mil di sisi selatan dan semakin ke utara semakin
melebar sekitar 250 km atau 155 mil. Ekologi kondisi tanah dan lingkungan yang
ada di sekitar Selat Malaka memiliki banyak kemiripan (Saeri, 2013).
Pada kawasan tersebut terdapat beberapa selat kecil, misalnya Selat
Bengkalis, Selat Rupat, Selat Johor, secara bersama selat-selat tersebut
menghubungkan perairan Lautan Hindia (melalui Laut Andaman) ke Laut

CinaSelatan dan Lautan Pasifik. Terdapat 14 sungai besar di Sumatera dan 12
sungai utama dari Semenanjung Malaysia yang megalir dan memberikan
kontribusi terhadap dinamika peraian Selat Malaka (Azani, dkk., 2013).

Selat

Malaka

merupakan

kawasan

beriklim

tropik.Keadaan

ini

berhubungan dengan kedudukannya yang berada didekat garis katulistiwa. Curah
hujan terutama di pesisir Timur dan Utara mencapai purata 1000 mm hingga 2000

mm per tahun, sedangkan di bahagian tengah, pesisir Barat dan Selatan curah
hujannya lebih tinggi yaitu mencapai 2000 mm hingga 3000 mm per tahun. Suhu
maksimum rata-rata mencapai 23° Celcius hingga 35° Celcius, dengan
kelembaban nisbi udara mencapai 65% hingga 75 %. Secara umum kawasan Selat
Malaka memiliki ketinggian rata-rata 125 m di atas permukaan laut (Saeri, 2013).
Daerah penangkapan ikan bagi nelayan Pelabuhan Perikanan Samudera
(PPS) Belawan adalah Selat Malaka bagian timur dan bagian barat. Khusus di
bagian barat (perairan Nanggroe Aceh Darussalam) yang sampai saat ini belum
dapat dijadikan daerah penangkapan akibat kondisi keamanan yang kurang
kondusif, sehingga nelayan PPS Belawan melakukan penangkapan ikan sampai ke
perairan Riau yaitu selat Malaka bagian timur mengakibatkan jarak daerah
penangkapan menjadi lebih jauh dari home basedi PPS Belawan. Masa
penangkapan kapal-kapal ikan bervariasi sesuai jenis alat tangkap yang digunakan
yaitu 1 sampai dengan 22 hari. (Masa penangkapan kapal purse seine yang khusus
menangkap ikan teri adalah berangkat malam pulang pagi pada esok harinya
(Statistik Pelabuhan Perikanan Belawan, 2011).

Klorofil-a
Kandungan klorofil-a fitoplankton di suatu perairan dapat digunakan
sebagai ukuran standing stock fitoplankton yang dapat dijadikan sebagai petunjuk

produktivitas primer suatu perairan.Semakin tinggi kandungan klorofil-a
fitoplankton dalam suatu perairan, berarti semakin tinggi pula produktivitas

perairan tersebut sehingga daya dukung terhadap komunitas penghuninya juga
semakin tinggi.Sebaran klorofil-a fitoplankton di suatu perairan bervariasi secara
geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan
oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien yang terdapat
dalam suatu perairan (Riyono, dkk., 2006).
Ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi
konsentrasi klorofil-a suatu perairan. Apabila nutrien dan intensitas cahaya
matahari tersedia cukup, maka konsentrasi klorofil akan tinggi begitu pula
sebaliknya. Perairan di daerah tropis umumnya memiliki konsentrasi klorofil yang
rendah karena keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom perairan
sebagai akibat pemanasan permukaan perairan yang terjadi sepanjang tahun
(Nuriya, dkk., 2010).

Fitoplankton
Plankton didefinisikan sebagai semua jasad hidup nabati (tumbuhan) dan
hewani (hewan) yang hidup bebas di perairan dengan kemampuan gerak terbatas,
sehingga sebagian besar gerakannya secara pasif mengikuti pergerakan arus.

Plankton berbeda dengan nekton, yang juga merupakan organisme pelagik, namun
dapat berenang cukup kuat sehingga dapat melawan gerakan massa air. Plankton
juga memiliki perbedaan dengan bentos yang terdiri dari organisme yang hidup di
dasar perairan (Asriyana dan Yuliana, 2012).
Fitoplankton, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan
sumbermakanan utama bagi hampir semua hewan yang ada di laut.Konsentrasi
dari pigmenhijau fotosintesis (klorofil-a) di perairan estuari, pantai dan laut
merupakan indikator kelimpahan dan biomassa dari tumbuhan mikroskopis

(fitoplankton) sebagai algauniseluler.Di samping itu, klorofil-a biasanya juga
digunakan sebagai ukuran kualitasperairan yaitu sebagai petunjuk ketersediaan
nutrien di perairan.Peningkatan konsentrasi klorofil-a di perairan teluk
selaluberhubungan dengan peningkatan konsentrasi nutrien, berkurangnya
kekuatan arus/perubahan hidrodinamik (peningkatan residence times) dan
penurunan turbiditas(peningkatan penetrasi cahaya).Kualitas perairan juga
bisadilihat dari indeks autotropik perairan tersebut.Indeks autotropik merupakan
rasio atau perbandingan antarakarbon organik dengan konsentrasi klorofil-a(Afdal
dan Sumijo, 2007).
Pengukuran fitoplankton sangat penting dalam studi produktivitas
perairan, karena fitoplankton merupakan produsen primer yang memberikan

kontribusi terbesar terhadap produksi total di dalam ekosistem perairan. Adapun
zooplankton merupakan konsumer I yang berperan besar dalam menjembatani
transfer energi dari produsen primer (fitoplankon) ke jasad hidup yang berada
pada trophic level lebih tinggi (golongan ikan dan udang).Dengan demikian
keberadaan plankton sangat menentukan stabilitas ekosistem perairan (Asriyana
dan Yuliana, 2012).

Ikan Pelagis
Perikanan pelagis besar merupakan salah satu komiditi perikanan yang
memiliki

nilai

ekonomi

yang

relatif

tinggi


dibandingkan

jenis

ikan

lainnya.Perkembangan produksi komoditi utama pelagis besar secara nasional
menunjukkan jenis ikan tuna dalam kurun waktu tahun 2007-2011 sebesar 4,77%;
cakalang 3,63%; dan jenis ikan tongkol sebesar -1,08%. Data tersebut
menunjukkan bahwa sebagai komoditi utama yang bernilai ekonomis laju

produksi dalam kurun waktu lima tahun merupakan indikator utama
tentangtingkat pemanfaatan jenis ikan pelagis besar (tuna, cakalang, tongkol)
(Nelwan, dkk., 2013).
Ikan pelagis merupakan organismeyang mempunyai kemampuan untuk
bergerak, sehingga tidak tergantung pada arus laut atau gerakan air yang
disebabkan oleh angin (Nyabakken, 1998 dalam Susilo, 2010).Ikan pelagis
merupakan ikan yang hidup pada lapisan permukaan perairan sampai tengah (mid
layer). Pada daerah-daerah dimana terjadi proses kenaikan massa air (upwelling),

sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar. Ikan pelagis
umumnya hidup secara bergerombol baik dengan kelompoknya mau pun jenis
ikan lainnya namun terdapat kecenderungan ikan pelagis bergerombol
berdasarkan kelompok ukurannya (Susilo, 2010).
School atau kawanan merupakan struktur paling penting dalam kehidupan
beberapa populasi ikan pelagis.Untuk alasan tersebut maka ikan pelagis tidak
dapat hidup sendiri contohnya ikan sardine, namun manusia memanfaatkan
schooling untuk menangkap ikan pelagis (contoh alat tangkap trawldan purse
seine) dalam jumlah yang banyak karena ikan dalam kondisi berkelompok nilai
kepadatannya akanberbeda dibandingkan jika dalam kondisi scatter atau
terpencar. Pembentukan kelompok pada ikan dipengaruhi oleh tingkah laku
migrasi ikan dalam kolom perairan sehingga tujuan pengelolaan dan pendugaan
stok ikan secara praktis, informasi mengenai karakteristik migrasi sangatlah
penting (Fauziyah, dkk., 2010).
Ikan tongkol merupakan jenis ikan Tuna paling kecil dengan ukuran 200 –
300 gram per ekor. Daerah penyebaran ikan tongkol di Indonesia adalah Laut

Maluku, Laut Sawu, Samudera Indonesia, perairan sebelah barat Sumatra dan
sebelah selatan Nusa Tenggara (Khamidimal, dkk., 2010).
Ikan tongkol (Euthynnus sp.) adalah jenis ikan pelagis yang merupakan

salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akibat pengelolaan yang kurang
baik di beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya informasi
waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan (Mujib, dkk., 2013).

Suhu Permukaan Laut
Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter yang penting
untuk mempelajari variasi musim, fenomena iklim seperti El Nino, dan juga
Indian Ocean Dipole yang selanjutnya dapat lebih memahami perubahan iklim.
Untuk itu diperlukan data SPL dalam skala waktu yang panjang (Cahyarini,
2011). SPL salah satu faktor yang penting bagi kehidupan organisme di lautan,
karena

suhu

mempengaruhi

baik

aktivitas


metabolisme

maupun

perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut (Prasetya, dkk., 2011).
Suhu permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 26oC-30oC.Di perairan
Indonesia, suhu maksimum terjadi pada musim pancaroba I (sekitar April-Mei)
dan musim pancaroba II (sekitar November). Pada saat tersebut angin relatif
lemah sehingga proses pemanasan di permukaan terjadi lebih kuat. Tingginya
intensitas penyinaran dan dengan kondisi permukaan laut lebih tenang
menyebabkan penyerapan panas ke dalam air laut lebih tinggi sehinga suhu air
menjadi maksimum.Sebaliknya pada musim barat (Desember-Februari) suhu
mencapai minimum.Hal ini disebabkan karena pada musim tersebut kecepatan
angin sangat kuat dan curah hujan yang tinggi.Tingginya curah hujan yang berarti

intensitas penyinaran relatif rendah dan permukaan laut yang lebih bergelombang
mengurangi penetrasi panas ke dalam air laut, hal inilah yang mengakibatkan suhu
permukaan mencapai minimum (Rasyid, 2010).
Suhu air merupakan salah satu faktor abiotik yang keberadaannya sangat
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Peningkatan suhu pada kisaran

toleransi akan meningkatkan laju metabolisme dan aktivitas fotosintesis
fitoplankton. Reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis dipengaruhi
secaralangsung oleh suhu. Peningkatan suhu sebesar 100C akan meningkatan laju
fotosintesis maksimum lebih kurang dua kali lipat. Setiap jenis fitoplankton
memiliki suhu yang optimum tersendiri dan sangat bergantung pada faktor
lainsepeti cahaya.Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan adalah 20-300C.Alga dari filum Chlorophyta tumbuh dengan baik pada
kisaran

suhu

30-350C

dan

Diatom

pada

suhu


20-300C

(Asriyana dan Yuliana, 2012).

Penginderaan Jauh
Salah satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik dalam menentukan
daerah penangkapan ikan adalah dengan mengkombinasikan kemampuan SIG dan
penginderaan jauh.SIG atau sistem informasi geografis adalah alat dengan sistem
komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di
muka bumi.Dengan pencitraan, faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi
distribusi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan
cakupan area yang luas, dan kemudian dipetakan dengan menggunakan SIG
(Adnan, 2010).

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah, atau fenomena dengan jalan menganalisis data yang
diperoleh melalui alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau
fenomena yang dikaji (Putra, 2012 ).
Data SPL dan konsentrasi klorofil-a dapat diperoleh dari data
penginderaan jauh sensor ocean color.Sensor ocean color merupakan sensor yang
memanfaatkan

cahaya

matahari

sebagai

sumber

energi

untuk

melakukanpenginderaan terhadap objek yang terdapat di permukaan bumi. Satelit
membawa
sensor yang dapat menerima pantulan radiasi sinar matahari dari permukaan dan
kolom perairan (Aeni, 2012).

Gambar 2. Sistem Penginderaan Jauh Ocean Color(Sathyendranath, 1986 diacu
oleh Putra, 2012).
Keterangan :
A = Pemantulan cahaya matahari oleh atmosfer sebelum dan sesudah dipantulkan
oleh permukaan laut
B = Pemantulan cahaya matahari oleh permukaan laut

C = Pemantulan cahaya matahari oleh partikel di permukaan perairan dan berada
dijalur sapuan sensor satelit
D = Lebar sapuan sensor
Menurut Putra (2012) perjalanan radiasi sinar matahari pada saat menuju
perairan dipengaruhi oleh atmosfer, dimana sebelum sinar matahari mencapai
perairan akan diserap atau dihamburkan oleh awan, molekul udara dan aerosol.
Sinar matahari yang masuk ke dalam kolom perairan akan diserap atau
dipantulkan oleh partikel-partikel yang ada di perairan seperti fitoplankton,
sedimen tersuspensi (suspended sediment) dan substansi kuning (yellow
substances). Cahaya matahari yang dipantulkan oleh partikel-partikel yang ada di
perairan dan ditangkap oleh sensorsatelit secara skematik dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3.Pemantulan Cahaya Matahari oleh Partikel-Partikel di Perairan
(IOCCG Report Number 3, 2000 dalam Putra, 2012).
Keterangan :

A = Pantulan cahaya matahari oleh material inorganic tersuspensi
B = Pemantulan cahaya matahari oleh molekul air
C = Penyerapan cahaya matahari oleh material yellow-substances
D = Pemantulan cahaya matahari oleh dasar perairan
E = Pemantulan cahaya matahari oleh fitoplankton
F = Material inorganic tersuspensi
G = Material yellow-substances
H = Fitoplankton
Menurut Putra (2012) Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer
(MODIS) merupakan sensor utama pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS
PM) yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National
Aeronautics and Space Administration (NASA).Sensor MODIS pertama kali
diluncurkan bersama satelit Terra pada tanggal 18 Desember 1999 dengan
spesifikasi lebih fokus untuk daerah daratan.Pada tanggal 4 Mei 2002 diluncurkan
satelit Aqua yang membawa sensor MODIS dengan spesifikasi daerah laut.Satelit
Aqua MODIS dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Satelit Aqua MODIS(Putra, 2012).

Aqua MODIS mempunyai beberapa produk dengan berbagai sumber.
Salah satu produk Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra MODIS level 3 terdiri
dari data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan data parameter lainnya
yang dapat digunakan dan diproses lebih lanjut oleh para peneliti dari berbagai
disiplin ilmu, termasuk oseanografi dan biologi. Citra MODIS level 3 merupakan
produk data yang sudah diproses. Citra tersebut sudah dikoreksi atmosferik, yang
dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi yang
disebabkan oleh komponen atmosfer.Komponen yang dikoreksi yaitu hamburan
Rayleigh dan hamburan aerosol (www.modis.gsfc.nasa.govdiacu oleh Aeni,
2012).
Purse Seine(Pukat Cincin)
Pukat cincin (Purse seine) adalah suatu alat penangkap ikan yang
digolongkan dalam kelompok jaring lingkar yang dilengkapi tali kerut dan cincin
untuk menguncupkan jaring bagian bawah pada saat dioperasikan.Peranan jaring
terhadap ikan tangkapan adalah sebagai pengurung ikan agar tidak lari dari
sergapan jaring ketika dilingkarkan (Zarochman dan Wahyono, 2005 diacu oleh
Limbong, 2014).
Ikan yang menjadi tujuan penangkapan purse seine adalah ikan-ikan
pelagis yang berkelompok (pelagic schoaling species). Menurut Rahardjo
(1978)diacu oleh Ismy (2014), ikan-ikan ini yang biasanya tertangkap dengan
purse seine adalah hering (Clupea ap.), anchovy (Engraulis sp.), layang
(Decapterus russeli), selar (Caronx sp.), kembung laki-laki (Rastrelliger
kanagurta), kembung perumpuan (Rastrelliger negletus), cakalang (Katsuwonus
pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp.), Sardin (Sardinella sp.), tongkol

Dokumen yang terkait

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

4 39 88

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit aqua modis serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan selat bali.

2 56 135

Variabilitas suhu permukaan laut di Laut Jawa dari citra satelit Aqua MODIS dan Terra MODIS

4 23 76

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Laut Jawa

4 8 197

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dari Citra Aqua-Modis Dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda.

7 21 113

Hubungan Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan Subang Menggunakan Citra Satelit MODIS.

4 14 106

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 15

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 2

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 4

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 3