Hubungan Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan Subang Menggunakan Citra Satelit MODIS.

(1)

PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) BLANAKAN

SUBANG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS

NELA UTARI

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) DAN

KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI

PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) BLANAKAN

SUBANG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir Skripsi ini

Bogor, Juli 2013

Nela Utari C54070053

   


(3)

   

NELA UTARI, Hubungan Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan Subang Menggunakan Citra Satelit MODIS. Dibimbing oleh JAMES PARLINDUNGAN PANJAITAN.

Perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh sirkulasi dua massa air yang mendominasi perairan tersebut yaitu massa air Laut Cina Selatan dan massa air Laut Flores. Kedua massa air ini mempengaruhi pola persebaran parameter oseanografi seperti konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut (SPL) yang berdampak pada pola musim penangkapan ikan di Laut Jawa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa sebaran spasial dan temporal SPL dan konsentrasi klorofil-a pada daerah kajian, menganalisa peluang terjadinya SPL dan konsentrasi klorofil-a, serta mengetahui hubungan antara suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI Blanakan Subang.

Data SPL dan klorofil-a diunduh dari situs Aqua MODIS dan diolah dengan menggunakan perangkat lunak SeaDas dengan sistem operasi Linux

Ubuntu 10.04. Dilakukan pemotongan citra (cropping ) sesuai wilayah penelitian.

Hasil pemotongan citra tersebut berupa data American Standard Code for

Information Interchange (ASCII) yang terdiri dari variabel bujur, lintang, nilai

estimasi SPL dan konsentrasi klorofil-a yang harus diolah lebih lanjut untuk membuat sebaran spasial.

Hasil pengolahan berupa data dalam format *ASCII kemudian dilakukan pengontrolan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 sesuai dengan kisaran nilai 0,01 – 5 mg/m3 untuk konsentrasi klorofil dan nilai 27 – 31

o

C untuk suhu permukaan laut. Kemudian dilakukan komputansi distribusi peluang terjadinya SPL dan konsentrasi klorofil-a berdasarkan data sebaran spasial.

SPL rata-rata permusim di Laut Jawa dari citra satelit Aqua MODIS tahun 2008 – 2011 berkisar antara 27,9 – 31 °C. SPL di Laut Jawa mengikuti pola angin musim yang terjadi di perairan Indonesia. Secara umum SPL relatif lebih tinggi pada saat Musim Peralihan 2 dibandingkan dengan musim barat dan musim timur.


(4)

   

30,6-31oC pada musim Peralihan 1 tahun 2011, dan terendah sebesar 0 % untuk suhu 27-29,5 °C pada musim Peralihan 1 tahun 2011.

Pada perairan lepas pantai Laut Jawa konsentrasi klorofil-a yang hampir seragam dengan nilai konsentrasi klorofil-a kecil dari 0.05 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a pada wilayah penelitian berkisar antara 0,5 - 2 mg/m3. Nilai konsentrasi klorofil-a setiap bulannya berfluktuasi mengikuti musim angin yang sedang berlangsung. Nilai maksimum konsentrasi klorofil-a terjadi pada musim Barat dan bernilai rendah pada musim peralihan 2. Demikian juga dengan konsentrasi klorofil-a terdapat distribusi sebaran tertinggi sebesar 92,3 % untuk konsentrasi klorofil-a 0,01-1,5 mg/m3 pada musim peralihan 2 tahun 2011.

Hasil tangkapan utama yang didaratkan di PPI Blanakan di dominasi oleh tiga jenis ikan yaitu: ikan tembang (Sardinellafimbriata), ikan selar (Selaroides

leptolepis) dan tongkol (Auxis thazard). Analisis hubungan antara SPL dan

konsentrasi klorofil-a dengan nilai hasil tangkapan ikan pelagis menunjukkan respon yang berbeda antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya pada musim yang berbeda. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa komposisi SPL dan klorofil-a di Perairan Laut Jawa berpengaruh secara langsung terhadap jumlah hasil tangkapan ikan yang di daratkan di PPI Blanakan.


(5)

PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) BLANAKAN

SUBANG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS

NELA UTARI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Skripsi : HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI)

BLANAKAN SUBANG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS

Nama Mahasiswa : NELA UTARI

NRP : C54070053

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui, Komisi Pembimbing Dosen Pembimbing I

Dr.Ir.James P. Panjaitan, M.Phil NIP. 19630111 198803 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. NIP. 19640801 198903 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) BLANAKAN SUBANG

MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada program sarjana.

Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua (Papa Annofik dan Mama Dewi Reni) beserta adik tercinta Intan Pertiwi dan M.Fadli yang telah memberikan kasih sayang, semangat dan motivasi.

2. Bapak Dr.Ir.James P. Panjaitan, M.Phil. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

3. Bapak Dr.Ir.Jonson Lumban Gaol, M.Si dan ibu Adriani Sunuddin S.Pi,M.Si selaku Penguji pada sidang skripsi atas masukan dan perbaikan untuk memantapkan materi skripsi ini.

4. Bapak Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku Dosen pembimbing akademik yang telah menyarankan mata kuliah yang akan diambil selama ini.

5. Seluruh Dosen ITK yang telah membekali penulis dalam kuliah dan praktikum untuk membekali penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Ega Putra atas bantuan data dan saran-sarannya, Aldino R. Wicaksono, M. Iqbal dan Anugrah Adityayuda atas bantuan dan semangatnya.


(8)

7. Keluarga besar ITK khususnya ITK 44 yang telah memberikan motivasi dan dukungan serta pelajaran hidup bagi penulis.

8. Situs oceancolor.gsdc.nasa.gov yang telah menyediakan data yang dapat diunduh tanpa dikenakan biaya untuk selanjutnya diolah oleh penulis.

9. Seluruh pihak terkait yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi terhadap penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan bermanfaat bagi penulis dalam perbaikan dikemudian hari.

Bogor, Juli 2013

Nela Utari


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Suhu Permukaan Laut ... 3

2.2 Konsentrasi Klorofil-a ... 5

2.3 Satelit Aqua MODIS ... 7

2.4 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Penentuan SPL ... 9

2.5 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pendeteksian Klorofil-a ... 10

2.6 Ikan Pelagis di Laut Jawa ... 10

3. BAHAN DAN METODE ... 12

3.1 Waktu dan Lokasi penelitian ... 12

3.2 Alat dan Data Penelitian ... 13

3.3 Metode Pengolahan Data ... 14

3.3.1 Konsentrasi Klorofil-a dan SPL ... 14

3.3.2 Data dan Hasil Tangkapan ... 17

3.4 Analis Data ... 17

3.4.1 Analisis Konsentrasi Klorofil-a dan Sebaran SPL ... 17

3.4.2 Analisis Korelasi Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan, dan Klorofil dengan Hasil Tangkapan... 18

3.4.3 Distribusi Terjadinya SPL dan Konsentrasi Klorofil-a ... 19


(10)

iv

4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 20

4.2 Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa (2008-2011) ... 22

4.2.1 SPL Musim Barat ... 22

4.2.2 SPL Musim Peralihan I ... 25

4.2.3 SPL Musim Timur ... 28

4.2.4 SPL Musim Peralihan II ... 32

4.3 Konsentrasi Klorofil ... 35

4.3.1 Konsentrasi Klorofil Musim Barat ... 35

4.3.2 Konsentrasi Klorofil Musim Peralihan I ... 37

4.3.3 Konsentrasi Klorofil Musim Timur ... 40

4.3.4 Konsentrasi Klorofil Musim Peralihan II ... 43

4.4 Perbandingan Suhu Permukaan Laut dan Konsentrasi Klorofil-a .... 46

4.4.1 Musim Barat ... 46

4.4.2 Musim Peralihan I ... 47

4.4.3 Musim Timur ... 48

4.4.4 Musim Peralihan II ... 48

4.5 Hasil Tangkapan Ikan ... 48

4.5.1 Korelasi Musim Barat ... 49

4.5.2 Korelasi Musim Peralihan I ... 51

4.5.3 Korelasi Musim Timur ... 53

4.5.4 Korelasi Musim Peralihan II ... 54

4.5.5 Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan ... 56

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(11)

v

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Kegunaan Utama dan Panjang Gelombang Kanal-Kanal Sensor MODIS .. 8 2. Korelasi antara SPL dan Klorofil dengan Hasil Tangkapan Musim Barat .. 49 3. Korelasi antara SPL dan Klorofil dengan Hasil Tangkapan Musim Peralihan 1 51 4. Korelasi antara SPL dan Klorofil dengan Hasil Tangkapan Musim Timur . 53 5. Korelasi antara SPL dan Klorofil dengan Hasil Tangkapan Musim Peralihan 2 55


(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 12

2. Diagram Alir Pengolahan Grafik Konsentrasi klorofil-a dan Sebaran SPL ... 16

3. Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Barat... 23

4. Histogram Distribusi Selang Nilai SPL di Laut Jawa Musim Barat ... 24

5. Grafik Kondisi SPL Musim Barat ... 25

6. Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Peralihan 1 ... 26

7. Histogram Distribusi Selang Nilai SPL di Laut Jawa Musim Peralihan 1 .. 27

8. Grafik Kondisi SPL Musim Peralihan 1 ... 28

9. Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Timur ... 30

10.Histogram Distribusi Selang Nilai SPL di Laut Jawa Musim Timur ... 30

11.Grafik Kondisi SPL Musim Timur ... 31

12.Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Peralihan 2 ... 32

13.Distribusi terjadinya SPL di Laut Jawa pada musim peralihan 2 ... 33

14.Grafik Kondisi SPL Musim Peralihan 2 ... 34

15.Sebaran spasial Klorofil-a permukaan Laut Jawa pada Musim Barat ... 35

16.Histogram Distribusi Selang Nilai Klorofil-a Musim Barat ... 36

17.Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Barat ... 37

18.Sebaran spasial Klorofil-a permukaan Laut Jawa pada Musim Peralihan 1 38 19.Histogram Distribusi Selang Nilai Klorofil-a Musim Peralihan 1 ... 39


(13)

vii

20.Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Peralihan 1 ... 40

21.Sebaran spasial Klorofil-a permukaan Laut Jawa pada Musim Timur ... 41

22.Histogram Distribusi Selang Nilai Klorofil-a Musim Timur ... 42

23.Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Timur ... 43

24.Sebaran spasial Klorofil-a permukaan Laut Jawa pada Musim Peralihan 2 44 25.Histogram Distribusi Selang Nilai Klorofil-a Musim Peralihan 2 ... 45

26.Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Peralihan 2 ... 46

27.Korelasi SPL dan Klorofil-a dengan hasil tangkapan Musim Barat ... 51

28.Korelasi SPL dan Klorofil-a dengan hasil tangkapan Musim Peralihan 1 .. 52

29.Korelasi SPL dan Klorofil-a dengan hasil tangkapan Musim Timur ... 54

30.Korelasi SPL dan Klorofil-a dengan hasil tangkapan Musim Peralihan 2 .. 55


(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data rata-rata bulanan SPL 2008-2011 ... 62

2. Data rata-rata bulanan Klorofil-a 2008-2011 ... 62

3. Hasil Tangkapan Ikan Tembang bulanan 2008-2011 ... 63

4. Hasil Tangkapan Ikan Selar bulanan 2008-2011 ... 63

5. Hasil Tangkapan Ikan Tongkol bulanan 2008-2011 ... 63

6. Korelasi hasil tangkapan dengan klorofil dan SPL tahun 2008 ... 64

7. Korelasi hasil tangkapan dengan klorofil dan SPL tahun 2009 ... 64

8. Korelasi hasil tangkapan dengan klorofil dan SPL tahun 2010 ... 65

9. Korelasi hasil tangkapan dengan klorofil dan SPL tahun 2011 ... 65

10.Rata-rata nilai korelasi selama 4 tahun (2008-2011) ... 66

11.Tabel Distribusi terjadinya SPL dan Konsentrasi Klorofil-a di Laut Jawa (2008 - 2011) ... 67

12.Tutorial Mengunduh Data dengan Aqua MODIS ... 73

13.Tutorial Pengolahan Data Modis dengan Ubuntu ... 75


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut Jawa merupakan salah satu perairan yang kaya akan potensi ikan pelagis kecil. Menurut Wijopriono (2008), pada periode tahun 1999-2002 sumber daya ikan pelagis di perairan Laut Jawa mengalami variasi dalam sebaran dan kelimpahan menurut musim. Musim-musim penangkapan ikan di Laut Jawa dipengaruhi oleh dua massa air yang mendominasi perairan Laut Jawa. Kedua massa air ini berasal dari massa air Laut Cina Selatan dan massa air Laut Flores (Hadikusumah, 2008). Kedua massa air ini menentukan pola sebaran parameter oseanografi seperti kandungan klorofil-a dan suhu permukaan, yang selanjutnya memengaruhi dinamika hasil tangkapan ikan di perairan Laut Jawa.

Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter oseanografi yang

mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga dapat digunakan dalam menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi di lautan. Suhu adalah faktor penting bagi kehidupan organisme di laut, yang dapat memengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan, selain menjadi indikator fenomena perubahan iklim (Hutabarat dan Evans,1986).

Klorofil-a adalah tipe klorofil yang paling umum dari tumbuhan. Dalam inventarisasi dan pemetaan sumberdaya alam pesisir dan laut, klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air. Sebagaimana diketahui bahwa fitoplakton berperan sebagai produsen primer dalam rantai makanan di perairan, yang selanjutnya dapat mempengaruhi kesuburan perairan dan keberadaan ikan. Menurut Nybakken (1995), indikator kesuburan perairan dapat diukur dari kandungan klorofil-a. Semakin tinggi konsentrasi klorofil-a permukaan maka


(16)

diharapkan semakin berlimpah fitoplankton di perairan tersebut, yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan pelagis kecil seperti tongkol, tembang dan selar.

Penginderaan jauh (inderaja) merupakan perkembangan informasi dan teknologi yang dapat diaplikasikan dalam bidang kelautan untuk membantu penelitian mengenai dinamika lingkungan perairan termasuk memahami sumberdaya alam yang.terkandung di dalamnya Salah satunya adalah mengamati dinamika biofisik oseanografi, seperti kandungan klorofil-a permukaan dan SPL. Salah satu satelit inderaja yang dilengkapi dengan sensor yang dapat mendeteksi kandungan klorofil-a dan SPL adalah satelit Aqua Moderate Resolution Imaging

Spectroradiometer (Aqua MODIS).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1) Menganalisis dinamika spasial dan temporal parameter klorofil-a dan SPL yang diperoleh dari Citra Satelit Aqua MODIS di perairan Laut Jawa.

2) Mengetahui hubungan antara SPL dan klorofil-a permukaan terhadap hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI Blanakan Subang.


(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suhu Permukaan Laut (SPL)

Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda. Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga dapat digunakan dalam menganalisis fenomena-fenomena yang

terjadi di lautan seperti fenomena arus, upwelling, front ( pertemuan dua massa air yang

berbeda), dan aktifitas biologi di laut ( Robinson, 1985).

Menurut Hutabarat dan Evans (1986) pembagian SPL secara horizontal akan sangat tergantung pada letak lintangnya. Semakin tinggi letak lintangnya, maka nilai SPL nya akan semakin rendah, karena daerah ekuator menerima lebih banyak radiasi matahari dari daerah lintang tinggi. Ada 3 faktor yang menyebabkan daerah tropis lebih banyak menerima bahang dibanding kutub, yaitu:

1) Sinar matahari yang merambat melalui atmosfer sebelum sampai di daerah kutub akan

banyak kehilangan bahang dibandingkan dengan daerah ekuator.

2) Besarnya perbedaan sudut sinar datang matahari ketika mencapai permukaan bumi. Pada

daerah kutub, sinar matahari yang sampai di permukaan bumi akan tersebar pada daerah yang lebih luas daripada daerah ekuator.

3) Permukaan bumi di daerah kutub banyak menerima bahang yang dipantulkan kembali ke

atmosfer. Perbedaaan tersebut sebenarnya diakibatkan oleh sudut relatif matahari yang mencapai permukan bumi.


(18)

Perubahan suhu musiman pada suatu perairan, selain disebabkan oleh panas matahari yang menyinari permukaan laut juga dipengaruhi oleh faktor arus permukaan, keadaan awan,

pertukaran massa air secara horizontal dan vertikal maupun adanya upwelling. Distribusi SPL

secara horizontal biasanya berhubungan dengan fenomena musiman. Pada musim angin timur terlihat jelas SPL lebih dingin menunjukkan adanya massa air bagian laut dalam masuk ke Laut Jawa. Laut Jawa relatif lebih panas dibandingkan pada angin muson timur, pada muson barat

pengaruh curah hujan pada SPL dekat pantai sangat nyata (Potier, 1998 dalam Atmadja,

Nugroho, Suwarso, Hariato, Mahisworo, 2003).

Pergerakan angin musson menyebabkan variasi SPL di Laut Jawa, dimana pada saat periode musson tenggara (musim timur), angin dan arus di Laut Jawa bergerak dari timur ke barat membawa massa air yang relatif lebih dingin masuk ke arah barat. Pada saat itu rata-rata

SPL di Laut Jawa sekitar 27,25-28.25 oC dengan SPL yang lebih tinggi berada di sebelah barat

sedangkan pada periode musson barat laut (musim barat) massa air dari Laut Cina Selatan masuk ke Laut Jawa dan mendorong massa air kearah timur sesuai dengan arah pergerakan angin dan arus (Gaol dan Sadhotomo, 2007).

Laevastu dan Hayers (1982) menyatakan suhu merupakan parameter yang biasa

digunakan dan mudah diamati. Setiap spesies organisme laut memiliki tingkatan suhu optimum dan batas toleransi terhadap suhu sekitar 0,1 °C. Ikan merupakan hewan yang tubuhnya dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan di sekitarnya atau juga bisa disebut hewan berdarah

dingin (poikilothermal).

Pengukuran suhu permukaan laut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama dengan


(19)

pengamatan atau biasa disebut in-situmeasurement. Cara kedua adalah dengan memanfaatkan wahana satelit penginderaan jauh dengan menggunakan penginderaan jauh sistem termal.

2.2 Konsentrasi Klorofil-a

Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan. Klorofil-a adalah salah satu tipe klorofil yang paling umum yang terdapat pada tumbuhan. Dalam invertarisasi dan pemetaan sumberdaya alam dan pesisir laut, klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air. Fitoplakton adalah tumbuhan berukuran sangat kecil dan hidupnya terapung atau melayang-layang dalam kolom perairan, sehingga pergerakannya dipengaruhi oleh pergerakan air laut (Odum,1971).

Nybakken (1995) fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air laut serta mampu melakukan fotosintesis. Fitoplankton sebagai tumbuhan sel tunggal

berukuran mikroskopik yang sangat berperan dalam menunjang kehidupan di dalam perairan dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi organisme perairan. Berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi besarnya biomassa, produktifitas ataupun suksesi fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya, dan hara (Nontji, 1984)

Sebaran klorofil-a di laut bervariasi menurut letak geografis maupun kedalaman perairan. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien yang terkandung di dalam perairan. Sebaran konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada perairan pantai dan pesisir, serta konsentrasi klorofil-a rendah diperairan lepas pantai, namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses


(20)

terangkatnya nutrien dari lapisan dasar perairan ke lapisan permukaan (Valiela,1984 dalam

Masrikat, 2009).

Pada sebagian besar tumbuhan laut terdapat pigmen-pigmen pelengkap sebagai alat tambahan bagi klorofil-a dalam menyerap cahaya matahari. Fungsi pigmen-pigmen ini adalah menangkap dan mengumpulkan energi cahaya matahari, kemudian memindahkan energi tersebut ke klorofil-a. Pigmen-pigmen pelengkap ini mampu mengasorbsi panjang gelombang berbeda dari klorofil-a (Basmi, 1999). Selanjutnya pigmen-pigmen pelengkap tersebut antara lain:

a) Klorofil-b, merupakan pigmen yang terdapat pada beberapa jenis alga, mampu menyerap

cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 450 nm dan 645 nm.

b) Karoten, yaitu pigmen yang terdapat pada sebagian besar alga, memiliki puncak

penyerapan cahaya pada panjang gelombang 450 nm dan 470 nm.

c) Xanthopyll, merupakan pigmen yang juga terdapat pada sebagian besar alga, mampu

menyerap cahaya pada panjang gelombang 480 nm dan 540 nm.

d) Phycocyanin, adalah pigmen yang terdapat pada beberapa jens alga, penyerapan cahaya

dilakukan pada panjang gelombang 540 – 560 nm.

Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Melimpahnya

nutrien dari runoff dan pendaur ulangan di daerah pantai menyebabkan produktifitasnya tinggi.

Tingginya produktifitas (100-160 gC m-2 thn-1) merupakan penyangga populasi zooplankton dan

organisme bentos (Nybakken, 1995).

Gaol dan Sadhotomo (2007) menyatakan distribusi horizontal klorofil-a rata-rata bulanan di Laut Jawa menunjukkan konsentrasi klorofil-a lebih tinggi di perairan sekitar pantai dan semakin jauh dari pantai konsentrasi klorofil semakin kecil. Konsentrasi klorofil-a di bagian


(21)

timur Laut Jawa yakni di sekitar pantai Kalimantan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Laut Jawa bagian tengah.

Menurut Arinardi et al. (1997), perairan Indonesia yang memiliki kandungan klorofil-a

yang bernilai tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya proses pengadukan dasar perairan, dampak aliran sungai seperti yang terjadi di pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera bagian selatan, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya serta berlangsungnya proses penaikan massa air lapisan dalam ke permukaan seperti yang terjadi di Laut Banda, Laut Arafura, Selat Bali dan selatan Jawa.

Secara temporal, puncak konsentrasi klorofil-a terjadi pada bulan Desember sampai dengan Maret dimana curah hujan relatif tinggi. Periode ini merupakan periode muson barat laut dimana curah hujan relatif tinggi. Masukan material termasuk unsur-unsur nutrien dari limpasan sungai-sungai khususnya pada musim penghujan diduga merupakan salah satu faktor penyebab tingginya konsentrasi klorofil-a (Gaol dan Sadhotomo, 2007).

2.3 Satelit Aqua MODIS

Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) adalah sensor utama satelit

Terra dan Aqua. Satelit Terra MODIS pertama kali diluncurkan pada 1999, lalu setelahnya Aqua MODIS diluncurkan dari pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, USA, pada

tanggal 4 Mei 2002. Aqua diambil dari bahasa Latin yang berarti air.

Aqua MODIS merupakan satelit ilmu pengetahuan tentang bumi milik Nation

Aeronautics and Space Administration (NASA), yang mempunyai misi untuk mengumpulkan

informasi tentang siklus air di bumi, termasuk penguapan dari samudera, uap air di atmosfer, awan, presipitasi, kelembaban tanah, es yang ada di laut, di darat, serta salju yang menutupi


(22)

daratan, fitoplankton dan bahan organik terlarut di lautan, serta suhu udara, daratan dan air (Graham, 2005).

Satelit Aqua MODIS mempunyai orbit polar selaras matahari (sun-synchronus), yaitu

orbit yang melewati daerah kutub dan satelit yang mengelilingi bumi dari kutub utara ke kutub selatan atau sebaliknya. Menurut Maccherone (2005) hal tersebut berarti satelit akan melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dan dalam waktu lokal yang sama pula. Satelit melintasi khatulistiwa pada siang hari mendekati pukul 13:30 waktu lokal. Satelit mengelilingi bumi setiap satu sampai dua hari dengan arah lintasan dari kutub selatan menuju

kutub utara (ascending node) pada ketinggian 705 km di atas permukaan bumi.

Satelit Aqua membawa sensor MODIS yang mempunyai 36 kanal spektral dengan kisaran panjang gelombang antara 0,4 µm sampai 14,4 µm. Dua kanal memiliki resolusi spasial 250 m (kanal 1-2), lima kanal pada 500 m (kanal 3-7) dan sisanya 29 kanal pada 1000 m (kanal 8-36). Tabel 1 di bawah ini menampilkan panjang gelombang setiap kanal dari sensor MODIS dan penggunaan kanal-kanal tersebut dalam penginderaan jauh.

Tabel 1. Kegunaan Utama dan Panjang Gelombang Kanal-Kanal Sensor MODIS

No Kegunaan Utama Kanal Resolusi Panjang Gelombang

nm µm 1

Batasan daratan/awan/aerosol 1 250 m 620 – 670 0.62 – 0.67

2 250 m 841 – 876 0.841 – 0.876

2 Kajian tentang sifat daratan/

awan/ aerosol

3 500 m 459 – 479 0.459 – 0.479

4 500 m 545 – 565 0.545 – 0.565

5 500 m 1230 – 1250 1.230 – 1.250

6 500 m 1628 – 1652 1.628 – 1.652

7 500 m 2105 – 2155 2.105 – 2.115

3 Menganalisis warna laut/

fitoplankton/ biogeokimia

8 1000 m 405 – 420 0.405 – 0.420

9 1000 m 438 – 448 0.438 – 0.448

10 1000 m 483 – 493 0.483 – 0.493

11 1000 m 526 – 536 0.526 – 0.536

12 1000 m 546 – 556 0.546 – 0.556

13 1000 m 662 – 672 0.662 – 0.672


(23)

15 1000 m 743 – 753 0.743 – 0.753

16 1000 m 862 – 877 0.862 – 0.877

4 Menganalisa kandungan uap

air dari atmosfer

17 1000 m 890 – 920 0.890 – 0.920

18 1000 m 931 – 941 0.931 – 0.941

19 1000 m 915 – 965 0.915 – 0.965

5 Manganalisa tentang suhu

permukaan daratan/ awan

20 1000 m 3660 – 3840 3.660 – 3.840

21 1000 m 3929 – 3989 3.929 – 3.989

22 1000 m 3929 – 3989 3.929 – 3.989

23 1000 m 4020 – 4080 4.020 – 4.080

6 Menganalisa tentang suhu

atmosfer

24 1000 m 4433 – 4498 4.433 – 4.498

25 1000 m 4482 – 4549 4.480 – 4.549

7 Menganalisa kandungan uap

air awan cirrus

26 1000 m 1360 – 1390 1.360 – 1.390

27 1000 m 6535 – 6895 6.535 – 6.895

28 1000 m 7175 – 7475 7.175 – 7.475

8 Menganalisa sifat awan 29 1000 m 8400 – 8700 8.400 – 8.700

9 Menganalisa sifat ozon 30 1000 m 9580 – 9880 9.580 – 9.880

10 Menganalisa suhu awan dan

daratan

31 1000 m 10780 – 11280 10.780 – 11.280

32 1000 m 11770 – 12270 11.770 – 12.270

11 Menganalisa ketingggian

puncak awan

33 1000 m 13185 – 13485 13.185 – 13.485

34 1000 m 13485 – 13785 13.185 – 13.785

35 1000 m 13785 – 14085 13.785 -14.085

36 1000 m 14085 – 14385 14.085 – 14.385

Sumber: (http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov)

Klorofil-a mengabsorbsi cahaya dengan baik pada kanal biru (λ = 430 nm) dan kanal

merah (λ = 660 nm), sedangkan pantulan maksimum dari cahaya terdapat fitoplankton terjadi

pada kanal hijau karena klorofil-a sangat sedikit menyerap radiasi gelombang elektromagnetik (Curran, 1985). Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa kanal 8-16 yang biasa digunakan untuk pemantauan konsentrasi klorofil-a, sedangkan untuk memantulkan SPL digunakan kanal 20-23.

2.4 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Data Suhu Permukaan Laut (SPL)

Pengambilan data SPL dari satelit pengukur dilakukan dengan sensor yang menangkap radiasi infra merah pada panjang gelombang 3,5 µm – 5,5 µm dan 8 µm - 14 µm. Pada panjang gelombang tersebut hambatan atmosfer relatif kecil sehingga tenaga termal dapat melalui


(24)

laut hanya memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman 0,1 mm. Analisa data SPL akan dilakukan dengan menggunakan citra MODIS yang diunduh dari situs NASA (http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov).

2.5 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pendeteksian Klorofil-a

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena dengan jalan menganalisis data yang diperoleh melalui alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994). Untuk mendeteksi adanya konsentrasi klorofil-a yang ada di laut biasanya digunakan penginderaan jauh yang bekerja pada kisaran panjang gelombang 405 nm – 877 nm.

2.6 Ikan Pelagis Laut Jawa

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resource) dan

berdasarkan habitatnya di laut. Secara garis besar ikan dapat dibagi menjadi dua kelompok , yaitu jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis merupakan ikan yang hampir sepanjang daur hidupnya berada pada kolom perairan, jauh dari dasar perairan. Perairan yang diminati oleh ikan pelagis adalah perairan yang masih dapat terkena sinar matahari (zona eufotik) dengan batas kedalaman pada umumnya terletak pada kedalaman 100-200 meter, bervariasi terhadap batas tembus cahaya dan kejernihan air ( Nybakken, 1995). Sedangkan ikan demersal adalah jenis ikan yang hidup pada lapisan yang lebih dalam hingga dasar perairan, dimana umumnya hidup secara soliter dalam lingkungan spesiesnya (Nelwan A, 2004).

Kemampuan renang ikan-ikan pelagis tergantung pada struktur suhu perairan secara vertikal. Apabila suhu permukaan laut lebih tinggi akibat dari intensnya sinar matahari, maka


(25)

jenis ikan pelagis akan berenang semakin ke dalam laut. Pada umumnya hampir semua jenis ikan pelagis akan naik ke lapisan permukaan sebelum matahari terbenam dan biasanya berada pada satu kelompok (Hela dan Laevastu, 1970).

Sumberdaya perikanan pelagis kecil merupakan sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Ikan pelagis umumnya bergerombol baik dengan kelompoknya maupun dengan jenis ikan lainnya. Ikan-ikan ini bersifat fototaksis positif (tertarik pada cahaya) dan tertarik pada benda-benda terapung. Terdapat kecenderungan ikan pelagis bergerombol berdasarkan kelompok ukuran.

Ikan tembang (Sardinellafimbriata) adalah ikan yang merupakan ikan filter feeder yaitu

jenis ikan pemakan plankton. Keberadaan plankton sebagai makanan utama sangat

mempengaruhi keberadaan ikan ini (Nontji, 2005). Ikan selar (Selaroides leptolepis) merupakan

jenis ikan pelagis kecil. Daerah penyebarannya meliputi perairan pantai Indonesia, Taiwan, Australia dan Laut Merah.

Ikan tongkol (Auxis thazard) termasuk jenis ikan yang hidup di perairan hangat dan hidup

bergerombol. Ikan tongkol hidup pada kisaran suhu 18 – 29 oC. Ikan jenis ini berpopulasi di

perairan pantai khususnya di perairan tropis. Laut Jawa merupakan perairan yang relatif hangat sepanjang tahunnya. Keberadaan ikan jenis ini kurang dipengaruhi oleh keberadaan plankton pada perairan yang mana merupakan sumber makanan ikan ini (Nontji, 2005).


(26)

3. BAHAN DAN METODE

3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi pengamatan suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a adalah di perairan Laut Jawa yang ditunjukkan pada kotak merah dalam Gambar 1. Perairan ini terletak pada koordinat 105⁰ 49’ 48” BT – 113⁰58’12” BT dan 2⁰49’48” LS - 6⁰54’ LS. Data hasil tangkapan ikan di peroleh dari pelabuhan perikanan yang terdapat di barat daya Laut Jawa yaitu PPI

Blanakan, Subang. Kegiatan pengambilan data lapang (hasil tangkapan ikan) dilakukan pada Juli - Agustus 2011. Pemrosesan data satelit dilakukan di Laboratorium Komputer Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, Bogor.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian.

Penetapan lokasi penelitian didasari informasi daerah penangkapan ikan dari nelayan yang kapalnya berlabuh di PPI Blanakan. Nelayan dengan alat tangkap purse seine biasanya berlayar sampai ke perairan Selat Bangka selama sekitar 3 bulan. Daerah tangkapan ikan


(27)

citra Aqua MODIS. Ada juga nelayan yang berlayar secara harian, mulai pada malam hari dan kembali esok pagi, yang umumnya memiliki daerah penangkapan ikan diperairan utara Jawa seperti Karawang, Indramayu dan Pekalongan, yang selanjutnya menjadi daerah tangkapan ikan harian yang juga ditampilkan pada peta.

3.2.Alat dan Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan peralatan notebookcore 2 duo processor T6400 dan hard disk yang dilengkapi dengan beberapa perangkat lunak (software), yaitu:

1) SeaDas dengansistem operasi Linux Ubuntu 10.04 untuk mendapatkan nilai konsentrasi

klorofil-a dan SPL dalam bentuk ASCII dari citra Aqua MODIS.

2) Microsoft Word 2007 dan Microsof Excel 2007.

3) WinRAR 3.42 untuk mengekstrak citra Aqua MODIS level 3 yang berisikan data

konsentrasi klorofil dan SPL mingguan.

4) Ocean Data View 3: untuk menampilkan sebaran SPL dan konsentrasi klorofil-a.

5) Minitab 15 untuk menghitung korelasi antara hasil tangkapan dengan parameter SPL dan

klorofil-a.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Citra satelit Aqua MODIS level-3 dengan resolusi 4x4 km2. Citra yang digunakan merupakan composite data mingguan selama 4 tahun (2008-2011) yang diunduh dari situs National Aeronatic Space Agency (http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov). Data tersebut memiliki informasi tentang lintang, bujur, daratan, nilai rata-rata klorofil-a dan nilai rata-rata SPL.


(28)

2) Data hasil tangkapan ikan, khususnya ikan pelagis kecil seperti ikan tembang (Sardinella

fimbriata), ikan selar (Selaroides leptolepis) dan tongkol (Auxis thazard) yang didaratkan

di Pelabuhan Pendaratan Ikan Blanakan Subang dari tahun 2008-2011 (Lampiran 3, 4, 5) 3) Peta rupa bumi yang diterbitkan Bakosurtanal tahun 2010.

3.3.Metode Pengolahan Data

3.3.1. Konsentrasi Klorofil-a dan SPL

Pengolahan data konsentrasi klorofil-a dan SPL melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) pengumpulan citra, (2) pemotongan citra (cropping), (3) pengolahan data konsentrasi klorofil-a, (4) pengolahan data SPL, (5) kontrol data, dan (6) visualisasi data sebaran klorofil-a dan SPL. Proses awal yang dilakukan adalah pengumpulan data dengan mengunduh data citra MODIS melalui situs www.oceancolor.gsfc.nasa.gov, data yang diunduh yaitu data level 3 composite

data 8 harian dan data bulanan dengan resolusi spasial 4 km. Pilih data dengan format

Hierarchical Data Format (HDF) dimana data tersebut merupakan citra yang tampilannya sudah

menjadi datar (flat).

Data konsentrasi klorofil-a dan SPL di peroleh dari citra satelit Aqua MODIS level-3 berupa data digital compressed dalam format HDF. Data ini sudah mengalami koreksi

radiometrik dan atmosferik. Data tersebut kemudian di ekstrak menggunakan perangkat lunak

WinRAR 3.42 (Lampiran 10).

Pengolahan data dilanjutkan dengan menggunakan perangkat lunak SeaWIFS Data

Analisys System (SeaDas) dengansistem operasi Linux Ubuntu 10.04. Pada tahap ini dilakukan

pemotongan citra (cropping ) sesuai wilayah penelitian. Tutorial download data Aqua MODIS dilampirkan pada Lampiran 11. Hasil (output) dari pemotongan citra ini berupa data American


(29)

Standard Code for Information Interchange (ASCII) yang di dalamnya terdiri dari variabel bujur, lintang, nilai estimasi konsentrasi klorofil-a dan SPL. Pada proses pengolahan data ini juga dihasilkan visualisasi konsentrasi klorofil-a dan SPL secara spasial.

Tahap selanjutnya adalah kontrol data ASCII yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsof Excel 2007. Tutorial data dilampirkan pada Lampiran 12. Kontrol data bertujuan untuk menghilangkan data ekstrim tinggi dan data ekstrim rendah yang diperkirakan sebagai nilai intensitas tutupan awan dan nilai intensitas dari daratan. Data ASCII yang telah terkontrol kemudian divisualisasikan dalam bentuk grafik time series menggunakkan perangkat lunak Microsof Excel 2007 yang menampilkan konsentrasi klorofil-a dan SPL secara temporal.

Data suhu permukaan laut diketahui dengan melakukan analisis terhadap citra MODIS yang telah diunduh. Data tersebut diolah untuk memperoleh nilai dan menghasilkan peta sebaran SPL. Langkah-langkah pengolahan citra adalah sebagai berikut:

1) Pembacaan nilai SPL dengan menggunakan program SeaDAS 4.7.

Membuka program seaDAS pada menu ‘terminal’, kemudian akan ditampilkan seaDAS main menu dan seadisp main menu. Langkah selanjutnya adalah memasukkan file citra yang telah didownliad dengan memilih sub menu ‘load’ pada ‘seadisp main menu’. Memasukkan koordinat daerah yang akan dihitung, koordinat yang dimasukkan merupakan koordinat pada daerah penelitian. Setelah citra dibuka, kemudian dilakukan penyimpanan output citra dalam bentuk data ASCII dengan memilih function- output- data- ASCII. Data ini merupakan nilai SPL berdasarkan garis lintang dan bujur (koordinat).


(30)

Data ASCII hasil pengolahan seaDAS diolah kembali dengan menggunakan program Microsoft Office Excel untuk memperoleh nilai kisaran SPL. Nilai kisaran SPL yang dipilih adalah nilai pada koordinat penelitian.

3) Pembuatan peta sebaran suhu permukaan laut

Data hasil pengolahan dari Microsoft Office Excel diolah kembali dengan menggunakan software ODV untuk memperoleh peta sebaran SPL beserta garis konturnya.

Sebaran SPL secara spasial ditentukan dengan melakukan analisis visual terhadap peta sebaran suhu permukaan laut. Secara garis besar tahapan pengolahan data disajikan pada Gambar 2.

Unduh data MODIS (SPL & Klorofil) pada situs NASA (www.oceancolor.gsfc.nasa.gov)

Sortir data menggunakan Microsoft Excel Pengolahan data SeaDAS menggunakan

Linux Ubuntu 10.04

Korelasi dengan hasil tangkapan ikan menggunakan Minitab Tampilan grafik time series dengan Microsoft

Excel

Tampilan gambar sebaran spasial dengan

Ocean Data View


(31)

3.3.2. Data Hasil Tangkapan

Data hasil tangkapan ikan tembang, selar dan tongkol (Lampiran 3, 4, 5) diperoleh dari KUD Mina Fajar Sidiq yang bertugas mencatat jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Blanakan Subang. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan Microsof Excel 2007 untuk mengetahui fluktuasi bulanan hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI Blanakan. Visualisasi data hasil tangkapan berupa grafik time series dan diinterpretasikan berdasarkan jumlah tertinggi dan terendah hasil tangkapan ikan musiman.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis Konsentrasi Klorofil-a dan Sebaran SPL

Sebaran konsentrasi klorofil-a dan SPL yang diolah dari citra Aqua MODIS dianalisa secara spasial dan temporal. Analisis spasial dilakukan secara visual untuk mengetahui sebaran klorofil-a dan SPL. Analisis ini dilakukan dengan melihat dan membandingkan bentuk kontur dan degradasi warna dari citra. Analisis temporal konsentrasi klorofil-a dan SPL dilakukan berdasarkan grafik time series kedua parameter yang dilihat. Kedua analisis ini dilakukan untuk mengetahui variasi konsentrasi klorofil-a dan SPL berdasarkan waktu dan ruang, serta

mengetahui fenomena yang terjadi selama periode penelitian berdasarkan pola musimnya. Pengolahan data dilakukan per parameter yaitu dengan mengolah klorofil dan SPL terlebih dahulu. Analisis korelasi masing-masing variabel biofisik permukaan laut dengan hasil tangkapan dilakukan setelahnya.


(32)

3.4.2. Analisis Korelasi Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan, dan Klorofil dengan Hasil Tangkapan

Hubungan SPL, klorofil dengan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan program Minitab 15

(Lampiran 14). Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa jumlah hasil tangkapan

mencerminkan keberadaan ikan di perairan dan faktor-faktor oseanografi seperti salinitas dan kedalaman perairan dianggap tetap. Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linier (searah bukan timbal balik) antara dua variabel atau lebih.

Analisis korelasi linear adalah suatu cara untuk mengetahui keeratan hubungan dua variabel, yaitu apakah suatu kejadian berkaitan dengan kejadian lainnya dilambangkan dengan r. Dalam penelitian ini variabel X merupakan nilai dari komponen konsentrasi klorofil dan SPL, sedangkan variable Y merupakan banyaknya hasil tangkapan. Analisis korelasi tidak

memberikan dugaan tentang adanya hubungan kausalitas atau hubungan sebab akibat antara variabel yang bersangkutan. Analisis korelasi bertujuan mengukur kuat atau tidaknya tingkat keeratan hubungan (korelasi) linier antara dua variabel. (Walpole, 1995)

Adapun rumus koefisien korelasi sederhana sebagai berikut (Walpole, 1982):

r = ∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑ ^

Keterangan :

r = Koefisien Korelasi

X = SPL dan klorofil-a


(33)

Nilai r2 memperlihatkan koefisien determinasi contoh yang menjelaskan bilangan yang menyatakan variasi nilai-nilai variabel Y (hasil tangkapan) yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai variabel X (klorofil-a dan SPL) melalui hubungan linear. Semakin tinggi nilai r2

mengindikasikan bahwa hubungan antar komponen yang semakin erat (Walpole, 1995) . Kisaran nilai korelasi:

r2 < 50% , berarti korelasi antara x dan y tidak berpengaruh nyata satu sama lain r2 > 50% , berarti korelasi antara x dan y berpengaruh nyata satu sama lain Komputansi untuk mendapatkan korelasi antara SPL dan hasil tangkapan dan korelasi antara klorofil-a dan hasil tangkapan ikan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Minitab. Selanjutnya nilai besaran korelasi antara peubah x dan y yang diperoleh dianalisa dengan membandingkannya dengan kebiasaan ikan tersebut hidup di laut.

3.4.3. Distribusi Terjadinya Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Konsentrasi Klorofil Penghitungan distribusi terjadinya SPL dengan nilai tertentu bertujuan untuk

menampilkan peluang nilai SPL dan konsentrasi klorofil-a tertentu dalam bentuk persentase terjadinya pada suatu musim. Distribusi tersebut dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan: P = Distribusi peluang (%)

n = Jumlah data suhu (oC) atau jumlah data konsentrasi klorofil pada selang ukur tertentu (mg/m3)

N = Jumlah total data suhu atau total data konsentrasi klorofil  


(34)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian

Daerah Blanakan merupakan kecamatan yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kabupaten Subang terletak pada posisi 107o 32’ BT- 107o 54’ BT dan 6o 11’ LS- 6o 30’ LS, memiliki panjang garis pantai lebih kurang 68 km (Gambar 1). Perairan pantai Subang merupakan bagian dari Laut Jawa yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan lingkungan oseanik pada bagian timur berhubungan dengan perairan Selat Makassar dan Laut Flores,

sedangkan pada bagian barat berhubungan dengan Samudera Hindia melalui Selat Sunda sebagai terusan dan Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata.

Laut Jawa secara geografis berada di antara 108⁰-116⁰ BT dan 3⁰-7⁰ LS, dengan kedalaman rata-rata 40 meter dan luasan sekitar 450.000 km², yang secara fisik sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu siklus musiman yang berkaitan dengan perubahan karakteristik lingkungan sebagai proses perubahan internal badan air Laut Jawa, serta perubahan jangka panjang parameter iklim dan faktor osilasi internal yang berkaitan dengan perubahan curah hujan sebagai dampak terjadinya El-Nino (Potier,1998 dalam Atmadja et al., 2003).

Karakteristik massa air dan iklim Laut Jawa dipengaruhi oleh dua musim, yaitu saat Angin Muson Barat bertiup yang berlangsung antara bulan September-Februari dan angin muson timur yang berlangsung antara bulan Maret –Agustus. Pada muson timur, massa air bersalinitas tinggi (>34 ‰) memasuki Laut Jawa melalui Selat Makassar dan Laut Flores, sedangkan pada muson barat, selain terjadi pengenceran oleh air sungai juga masuk air bersalinitas rendah (<34 ‰) yang berasal dari Laut Cina Selatan mendorong massa air bersalinitas tinggi kebagian Timur Laut Jawa (Veen, 1953; Wyrtki, 1961; dalam Atmadja at al., 2003).


(35)

Iklim muson merupakan faktor yang menentukan sifat perairan Laut Jawa. Pertukaran massa air secara musiman dengan Laut Flores menentukan pola penyebaran kelimpahan dan keberadaan ikan pelagis. Kelompok ikan oseanik dan neritik muda memasuki Laut Jawa mengikuti massa air bersalinitas lebih tinggi yang datang dari timur. Sementara itu, kelompok ikan pantai cenderung tinggal di Laut Jawa sepanjang tahun (Priatna dan Natsir, 2007).

Letak Blanakan Subang berada pada posisi strategis, memberikan keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa Blanakan. Lengkapnya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi akan memudahkan pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti produksi dan pemasaran. Kecamatan Blanakan memiliki tiga Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yaitu PPI Blanakan di Desa Blanakan, PPI Cilamaya Girang di Desa Cimalaya Girang dan PPI Muara Ciasem di Desa Muara Ciasem. Pangkalan Pendaratan Ikan Blanakan merupakan PPI yang memiliki fasilitas terlengkap dibandingkan PPI lainnya. Komoditas utama hasil tangkapan yang di daratkan adalah ikan tongkol, selar dan tembang.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Musim Barat adalah mulai dari bulan Desember sampai dengan Februari, dan Musim Timur mulai dari bulan Juni sampai dengan Agustus. selanjutnya yang dimaksud dengan Musim Peralihan 1 adalah kondisi Musim Peralihan dari musim barat ke musim timur (Maret sampai dengan Mei), sedangkan Musim Peralihan 2 adalah kondisi musim peralihan dari musim timur ke musim barat pada bulan September sampai dengan November.


(36)

4.2 Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa (2008-2011) 4.2.1 SPL Musim Barat

Musim barat (Desember – Februari), SPL di Laut Jawa di pengaruhi oleh massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan dan bergerak mendorong massa air dari Laut Flores dan Selat Makassar. Musim Barat adalah musim ketika di Belahan Bumi Utara sedang berlangsung musim dingin dan Belahan Bumi Selatan mengalami musim panas (Nontji, 2005).

Pada Gambar 4, ditampilkan sebaran spasial SPL pada Musim Barat untuk tahun 2008, 2009, 2010 dan 2011. Kisaran suhu perairan Laut Jawa berkisar antara 28 – 30,5 oC. Tahun 2008 massa air yang memiliki suhu lebih rendah terlihat mendominasi Laut bagian utara Jawa dengan suhu 28 – 29 oC. Suhu yang bernilai tinggi sekitar 29,5 – 30 oC terdapat di bagian selatan Selat Bangka, dan di bagian pesisir laut Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di lokasi penangkapan ikan musiman yang berlokasi di selatan Selat Bangka didapat bersuhu hangat yaitu 29,5 oC, sedangkan di lokasi tangkapan harian yang berada di pesisir Laut Jawa memiliki suhu yang berkisar 28,5 – 29 oC.

Tahun 2009 pada musim barat terlihat bahwa perairan Laut Jawa masih didominasi oleh massa air permukaan yang hangat dengan SPL berkisar 29,5 – 30 oC. Hal ini terlihat dari warna perairan yang masih didominasi warna kuning kemerahan yang menandakan suhu bernilai tinggi. Suhu bernilai lebih rendah terlihat baru bergerak dari Laut Cina Selatan dan baru sedikit

mempengaruhi perairan. Suhu di daerah penangkapan musiman yaitu 29 oC, sedangkan di daerah tangkapan harian terlihat lebih hangat yaitu berkisar antara 30 – 30,5 oC. Pada tahun 2010 SPL di Laut Jawa bernilai antara 29 – 29,5 oC, sedangkan nilai SPL yang lebih hangat terdapat di pesisir selatan Kalimantan. Lokasi penangkapan harian dan musiman pada tahun ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun lain yaitu berkisar 29 oC.


(37)

  Pada tahun 2011 terlihat bahwa SPL di Laut Jawa memiliki kisaran 28 – 30 oC. nilai SPL lebih tinggi terdapat di pesisir timur Lampung dan di utara Jawa Tengah. Daerah tangkapan musiman bersuhu 29 oC, sedangkan daerah tangkapan harian bersuhu tinggi yaitu 29,5 – 30 oC.

  P. Kalimantan

P. Kalimantan

P. Suma

te

ra

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

a) Musim Barat tahun 2008 b) Musim Barat tahun 2009

P. Kalimantan P. Kalimantan

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

c) Musim Barat tahun 2010 d) Musim Barat tahun 2011 Gambar 3. Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Barat

Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa distribusi terjadinya selang nilai SPL (dalam %) untuk Musim Barat bervariasi setiap tahunnya. Peluang distribusi terjadinya SPL yang paling tinggi terdapat pada kisaran 28,6 – 29,5 oC.


(38)

a) M c) Mu Gam B hangat be SPL mas rata-rata angin dar adalah gr 2008 men bernilai 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 27 

N = 10627

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 27 %

N = 17142

Musim Barat

usim Barat ta mbar 4. Hist Bulan Desem erkisar antar sih relatif leb SPL berkisa ri perairan L rafik kondisi nunjukkan b 28,6 oC pada ‐27,5 27,6 ‐28,5

7 ‐27,5 27,6 ‐28,5

tahun 2008

ahun 2010 togram Dist mber merupak

ra 29 – 30 oC bih hangat. B ar antara 28 – Laut Cina Sel

i SPL pada M bahwa rata-ra a bulan Febru 28,6 ‐29,5 29,6 ‐3

SPL

528,6 ‐29,529,6 ‐

SPL

tribusi Selan kan awal ma C. Pengaruh Bulan Januar – 29,5 oC. H latan menuju Musim Barat

ata nilai SPL uari.

30,5 30,6 ‐31

oC

30,5 30,6 ‐31oC

b) M

d) M

ng Nilai SPL asuknya Mus

angin Musim ri dan Februa Hal ini menan u ke Laut Fl t selama 4 ta L menurun p

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐2

%

N = 16724

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 27 ‐ %

N = 16945

Musim Barat

Musim Barat L di Laut Ja sim Barat de m Timur ma ari merupaka

ndai bahwa ores melalui ahun (2008-2 pada bulan D

27,5 27,6 ‐28,5 28

S

27,5 27,6 ‐28,5 2

S

tahun 2009

tahun 2011 awa pada M engan nilai S asih terlihat j an puncak d sudah adany i Laut Jawa. 2011). Grafi Desember dar

8,6 ‐29,5 29,6 ‐30

PL

28,6 ‐29,5 29,6 ‐3

SPL

Musim Bara SPL yang ma

elas sehingg ari Musim B ya pergeraka

Gambar 5 ik Musim Ba

ri 29 oC dan

,5 30,6 ‐31

oC

30,5 30,6 ‐31

oC at asih ga Barat an arat


(39)

Pada musim barat tahun 2009 SPL yang tinggi terlihat pada bulan Desember, menurun untuk bulan Januari dan kembali mengalami sedikit peningkatan yang masing-masing bersuhu 30 oC, 28,5 oC dan 28,9 oC. Pada musim barat 2010 SPL bulan Februari lebih tinggi dibanding Desember yaitu 29,8 oC, sedangkan pada bulan Januari rata-rata bernilai 29 oC. Pada Musim Barat 2011 nilai SPL mengalami penurunan saat bulan Januari dan meningkat pada Februari dengan nilai 29,5 oC.

27 28 29 30 31

Desember Januari Februari

Suhu

 

(°C)

Musim Barat 2008

SST 27 28 29 30 31

Desember Januari Februari

Suhu

 

(°C)

 

Musim Barat 2009

SST 27 28 29 30 31

Desember Januari Februari

Suhu

 

(°C)

 

Musim Barat 2010

SST 27 28 29 30 31

Desember Januari Februari

Suhu

 

(°C)

 

Musim Barat 2011

SST

Gambar 5. Grafik Kondisi SPL Musim Barat

4.2.2 SPL Musim Peralihan I

Gambar 6 menunjukkan kondisi sebaran spasial SPL pada musim peralihan 1. Musim peralihan 1 terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei. Suhu pada musim ini terlihat tinggi berkisar antara 29,5 – 31 °C. Suhu yang rendah masih mempengaruhi dari arah timur Laut Jawa, dan terlihat sudah ada pergerakan suhu yang panas ke arah barat Laut Jawa. Musim peralihan 1merupakan musim terjadinya perubahan musim dari Barat ke Timur tetapi masih ada pengaruh


(40)

dari angin musim barat yang kecepatannya sudah berkurang. Pada tahun 2008 suhu tinggi terlihat berada di pesisir pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan bagian selatan. Daerah tangkapan ikan harian dan musiman pada tahun ini memiliki suhu yang hangat yaitu 29 oC. Pada tahun 2009 dan 2010 Musim Peralihan 1 ini memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan tahun 2008 dan 2011 yaitu bernilai 29,5 oC sampai 31 oC. Pada Gambar 6 terlihat suhu yang lebih rendah bergerak dari arah timur Laut Jawa.

P. Kalimantan P. Kalimantan

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

  a) Musim Peralihan 1 tahun 2008 b) Musim Peralihan 1 tahun 2009

 

P. Kalimantan P. Kalimantan

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

c) Musim Peralihan 1 tahun 2010 d) Musim Peralihan 1 tahun 2011 Gambar 6. Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Peralihan 1

Dari Gambar 6 diketahui bahwa SPL di daerah tangkapan harian dan bulanan pada tahun 2009 dan 2010 memiliki nilai yang sama yaitu 30 oC. Pada Musim Peralihan 1 tahun 2011 suhu hangat terlihat di selatan Kalimantan. Suhu dengan nilai rendah memasuki Laut Jawa namun belum mendominasi karena terlihat pada gambar bahwa suhu dengan nilai 30 oC lebih


(41)

mendominasi. Daerah penangkapan harian memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah penangkapan harian dengan masing-masing suhu 30 oC dan 29,5 oC.

Dapat dilihat pada Gambar 7 distribusi terjadinya selang nilai suhu (dalam %) untuk dinamika SPL pada Musim Peralihan 1 setiap tahunya bervariasi. Distribusi terjadinya SPL 29,6 – 30,5 oC lebih besar pada musim ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL %

°C

N = 17143

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL %

°C

N = 13594

a) Musim Peralihan 1 tahun 2008 b) Musim Peralihan 1 tahun 2009

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL %

°C

N = 6278

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL %

°C

N = 16888

c) Musim Peralihan 1 tahun 2010 d) Musim Peralihan 1 tahun 2011

Gambar 7. Histogram Distribusi Selang Nilai SPL di Laut Jawa pada Musim Peralihan 1 Gambar 8 menunjukkan kondisi SPL pada musim peralihan 1. Grafik SPL musim peralihan 1 menunjukkan bahwa rata-rata dalam 4 tahun penelitian suhu berkisar antara 29,5 oC sampai 30,5 oC. Grafik selalu menunjukkan kenaikan suhu dengan suhu terendah berada pada bulan Maret dan suhu tertinggi pada bulan April, sedangkan pada bulan Mei mengalami


(42)

penurunan namun tidak sampai mendekati nilai suhu pada bulan Maret. Tahun 2008 suhu pada bulan Maret, April dan Mei berturut-turut adalah 29,5 oC, 29,9 oC dan 29,7 oC yang merupakan rata-rata nilai terendah dibandingkan tahun 2009, 2010 dan 2011 pada musim yang sama.

Saat Musim Peralihan 1 tahun 2009, SPL pada bulan Maret berkisar 30,1 oC, meningkat pada bulan April menjadi 30,5 oC, dan kembali menurun pada bulan Mei dengan nilai 30,4 oC. Tahun 2010 bulan Maret suhu bernilai 30,4 oC dan meningkat menjadi 30,5 oC dan turun 0,05 oC menjadi 30,5 oC pada bulan Mei, sedangkan pada tahun 2011 suhu dari bulan Maret meningkat pada bulan April yaitu dari 29,4 oC menjadi 30 oC dan menjadi 29,8 oC pada bulan Mei. Pada Musim Peralihan 1 arus mengalir ke arah barat di pantai Selatan Kalimantan dan di lepas pantai Utara Jawa sudah mengalir kembali ke arah timur.

27 28 29 30 31

Maret April Mei

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 1 2008

27 28 29 30 31

Maret April Mei

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 1 2009

27 28 29 30 31

Maret April Mei

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 1 2010

27 28 29 30 31

Maret April Mei

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 1 2011

Gambar 8. Grafik Kondisi SPL Musim Peralihan 1 4.2.3 SPL Musim Timur

Gambar 9 menunjukkan kondisi sebaran spasial SPL pada Musim Timur. Musim Timur dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. Pada musim timur arus mengalir dari Laut Flores atau Selat Makassar ke Laut Jawa karena suhu di perairan Australia lebih tinggi dibanding


(43)

daratan Asia (Potier, 1998). Dapat dilihat bahwa suhu permukaan laut berkisar 28 - 29,5 °C pada tahun 2008. Suhu yang bernilai rendah terlihat mengalir dari arah timur Laut Jawa menuju ke arah Laut Cina Selatan. Daerah penangkapan harian dan musiman memiliki suhu 28,5 oC.

Tahun 2009 terlihat SPL yang rendah juga bergerak di Laut Jawa, tetapi masih terlihat lebih hangat di pesisir Jawa Tengah. Untuk nilai suhu pada daerah penangkapan ikan musiman adalah 29,5 oC dan 29 oC pada lokasi penangkapan harian. SPL yang rendah pada Musim Timur tahun 2010 baru bergerak dari arah Laut Flores. Terlihat bahwa perairan selatan Selat Bangka dan utara Selat Madura masih memiliki SPL 29 – 30,5 oC. Nilai yang lebih tinggi terdapat di pesisir Jawa Barat, tenggara Sumatera dan selatan Kalimantan. Tingginya SPL di perairan pesisir Laut Jawa juga mempengaruhi suhu di lokasi penangkapan harian dan musiman. Tahun 2011 musim timur suhu Laut Jawa 28,5 – 29 oC. Nilai SPL di daerah penangkapan harian dan musiman bernilai 28,5 oC.

 

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

P. Suma

te

ra

P. Kalimantan

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian

P. Jawa


(44)

 

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

P. Suma

te

ra

c) Musim Timur tahun 2010 d) Musim Timur tahun 2011 Gambar 9. Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Timur

Pada Gambar 10 distribusi terjadinya selang nilai suhu (dalam %) untuk dinamika SPL pada Musim Timur setiap tahunnya bervariasi, dan bernilai terbesar pada 28,6 – 29,5 oC.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 17220

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 17363

a) Musim Timur tahun 2008 b) Musim Timur tahun 2009

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 17142

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 20157

c) Musim Timur tahun 2010 d) Musim Timur tahun 2011


(45)

Musim Timur ditandai dengan terjadinya tekanan udara yang tinggi di atas daratan Australia dan tekanan udara yang rendah di atas daratan Asia sehingga arah angin pada musim timur bergerah dari timur ke barat (Potier, 1998). Pergerakan arah angin ini menyebabkan arus yang membawa massa air dari Laut Flores dan Selat Makassar melintasi perairan Laut Jawa menuju Laut Cina Selatan. Pada bulan Juni grafik SPL juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi dengan kisaran 29 – 30 oC. Puncak musim timur terjadi pada bulan Juli dan Agustus dengan nilai SPL berkisar 28,5 – 29,5 oC.

Gambar 11 menunjukkan SPL Musim Timur pada tahun 2008-2011. SPL Juni 2008 bernilai 29 oC, yang terus mengalami penurunan pada Juli dan Agustus menjadi 28,4 oC dan 28,3

o

C. Pada Juni-Juli 2009, SPL lebih hangat dari tahun sebelumnya dengan nilai 30 oC dan 28,9 oC pada Agustus. Pada Juni 2010 SPL bernilai 30 oC dan turun menjadi 29,5 oC pada Agustus. Pada Musim Timur 2011 SPL mengalami penurunan dari 29,5 oC menjadi 28,5 oC untuk bulan Juni, Juli dan Agustus. Dengan demikian, diketahui bahwa SPL perairan Laut Jawa pada Musim Timur lebih rendah dibanding Musim Peralihan 1, dan Peralihan 2.

27 28 29 30 31

Juni Juli Agustus

Suhu

 

(°C)

 

Musim Timur 2008

27 28 29 30 31

Juni Juli Agustus

Suhu

 

(°C)

 

Musim Timur 2009

27 28 29 30 31

Juni Juli Agustus

Suhu

 

(°C)

 

Musim Timur 2010

27 28 29 30 31

Juni Juli Agustus

Suhu

 

(°C)

 

Musim Timur 2011

Gambar 11. Grafik Kondisi SPL Musim Timur


(46)

4.2.4 SPL Musim Peralihan II

Gambar 12 menunjukkan kondisi sebaran spasial SPL pada musim peralihan 2.Musim peralihan 2 dimulai pada bulan September sampai dengan November. Kisaran suhu pada musim ini antara 29 – 31 °C. Suhu lebih tinggi terdapat di perairan yang masih dekat pantai. Suhu lebih rendah bergerak dari arah timur Laut Jawa dengan kisaran 29 °C sampai 29,5 °C. SPL yang lebih hangat bergerak dari arah Laut Cina Selatan, sedangkan SPL yang bergerak masuk perairan laut Jawa dari Selat Makassar dan Laut Flores nilainya lebih rendah. Sehingga menyebabkan SPL pada musim peralihan 2 lebih rendah dibandingkan dengan SPL pada musim peralihan 1. Suhu lebih tinggi terlihat pada musim peralihan 2 tahun 2010 suhu dengan nilai 31 oC berada pada pesisir pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.Nilai suhu yang lebih rendah ditunjukkan pada tahun 2008 dan 2011.

 

P. Kalimantan P. Kalimantan

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

a) Musim Peralihan 2 tahun 2008 b) Musim Peralihan 2 tahun 2009

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

P. Suma

te

ra

P. Kalimantan

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian

P. Jawa

c) Musim Peralihan 2 tahun 2010 d) Musim Peralihan 2 tahun 2011 Gambar 12. Sebaran Spasial SPL Laut Jawa pada Musim Peralihan 2


(47)

Suhu permukaan laut di lokasi penangkapan ikan harian pada tahun 2008 bernilai 28,5

o

C dan 29,5 oC pada lokasi penangkapan harian. Tahun 2009 nilai suhu di daerah penangkapan harian dan musiman adalah 30 oC, sedangkan pada tahun 2010 suhu di daerah penangkapan harian bernilai lebih tinggi yaitu 30,5 oC dibandingkan dengan daerah tangkapan musiman yang bernilai 30 oC. Untuk nilai SPL di daerah penangkapan harian dan musiman pada tahun 2011 bernilai sama yaitu 29,5 oC.

Pada Gambar 13 distribusi terjadinya selang nilai suhu (dalam %) untuk dinamika SPL pada Musim Peralihan 2 setiap tahunnya bervariasi, dan bernilai terbesar pada 29,6 – 30,5 oC.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 17202

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 17229

a) Musim Peralihan 2 tahun 2008 b) Musim Peralihan 2 tahun 2009

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 15821

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

27 ‐27,5 27,6 ‐28,5 28,6 ‐29,5 29,6 ‐30,5 30,6 ‐31

SPL

°C %

N = 17179

c) Musim Peralihan 2 tahun 2010 d) Musim Peralihan 2 tahun 2011


(48)

Gambar 14 menunjukkan kondisi nilai SPL pada Musim Peralihan 2. Pada Musim Peralihan 2 ini dimulai pada bulan September dengan kisaran SPL antara 29 – 30 oC. Bulan Oktober SPL berkisar antara 29,5 – 30 oC, sedangkan pada November SPL bernilai rata-rata 30

o

C. Terlihat bahwa suhu kembali lebih hangat sebelum Musim Barat yang suhunya lebih tinggi dibandingkan Musim Timur.

27 28 29 30 31

September Oktober November

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 2 2008

27 28 29 30 31

September Oktober November

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 2 2009

27 28 29 30 31

September Oktober November

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 2 2010

27 28 29 30 31

September Oktober November

Suhu

 

(°C)

 

Musim Peralihan 2 2011

Gambar 14. Grafik Kondisi SPL Musim Peralihan 2

Tingginya nilai SPL pada Musim Peralihan 1 dan 2 terjadi karena adanya pengaruh arus permukaan laut, kecepatan angin, curah hujan dan pergerakan matahari terhadap bumi (revolusi). Ketika Musim Peralihan 1 (Maret – Mei) dan 2 (September – November) berlangsung, posisi matahari terhadap bumi berada di garis equator. Lokasi daerah penelitian yang berdekatan dengan garis equator membuat pengaruh matahari besar untuk menghangatkan suhu perairan di permukaan laut.


(49)

4.3 Konsentrasi Klorofil-a

4.3.1 Konsentrasi Klorofil-a Musim Barat

Gambar 15 menunjukkan sebaran spasial klorofil-a permukaan pada musim barat (Desember – Februari) periode 2008-2011. Warna magenta mewakili klorofil 0,5 mg/m3,

sedangkan warna merah muda pucat mewakili nilai klorofil kurang dari 0,5 mg/m3. Nilai klorofil di perairan pesisir terlihat lebih tinggi, seperti ditunjukkan di perairan barat daya Pulau Bangka pada tahun 2011 dan secara konsisten di pesisir selatan Kalimantan menunjukkan nilai lebih tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh runoff bahan organik yang dibawa sejumlah sungai yang bermuara ke Laut Jawa. Hujan pada Musim Barat yang lebih intensif akan membawa aliran sungai yang kaya akan nutrien dari daratan ke pesisir pantai sehingga nilai konsentrasi klorofil pada pesisir bernilai tinggi.

a) Musim Barat tahun 2008 b) Musim Barat tahun 2009

P. Kalimantan P. Kalimantan

Lokasi tangkapan musiman Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

c) Musim Barat tahun 2010 d) Musim Barat tahun 2011

P. Kalimantan P. Kalimantan

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa


(50)

Konsentrasi klorofil-a permukaan tahun 2008 di Daerah Tangkapan Musiman bernilai 1 - 2 mg/m3, sedangkan di Daerah Tangkapan harian hanya 0,5 - 1 mg/m3. Kandungan klorofil-a permukaan untuk tahun 2009 - 2011 di kedua wilayah perairan tersebut terlihat seragam yaitu 0,5 mg/m3.

Gambar 16 menunjukkan distribusi peluang terjadinya selang nilai konsentrasi klorofil-a permukaan untuk Musim Barat. Diketahui bahwa peluang konsentrasi klorofil-a permukaan pada Musim Barat lebih tinggi terjadi pada selang ukuran 0,01 – 1,5 mg/m3 dengan prevalensi lebih dari 80%. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 10894

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 13241

a) Musim Barat tahun 2008 b) Musim Barat tahun 2009

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 13005

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 16891

c) Musim Barat tahun 2010 d) Musim Barat tahun 2011


(51)

Gambar 17. Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Barat

4.3.2 Konsentrasi Klorofil-a Musim Peralihan I

Gambar 18 menunjukkan sebaran spasial konsentrasi klorofil-a pada Musim Peralihan 1. Musim Peralihan 1 terjadi pada bulan Maret sampai Mei.

Gambar 17 menunjukkan kurva nilai konsentrasi klorofil-a pada tiap bulan ketika Musim Barat berlangsung. Nilai klorofil-a permukaan pada Bulan Desember selama periode penelitian diterapkan adalah 0,8 mg/m3 dengan nilai tertinggi tercatat pada tahun 2010 (1,5 mg/m3). Bulan Januari yang merupakan puncak dari musim barat memiliki nilai rata-rata klorofil 0,8 mg/m3 sampai 1 mg/m3, sedangkan bulan Februari nilai rata-rata klorofil antara 0,8 mg/m3 dan 1,8 mg/m3 pada tahun 2009. Pada tahun 2008 bulan Februari kandungan klorofil hampir mendekati 2 mg/m3.

 

 

0 0.5 1 1.5 2

Desember Januari Februari

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Barat 2008

0 0.5 1 1.5 2

Desember Januari Februari

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Barat 2009

0 0.5 1 1.5 2

Desember Januari Februari

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Barat 2010

0 0.5 1 1.5 2

Desember Januari Februari

Klorofil

 

(mg/m³)

 


(52)

a) Musim Peralihan 1 tahun 2008 b) Musim Peralihan 1 tahun 2009

c) Musim Peralihan 1 tahun 2010 d) Musim n 1 tahun 2011

Gambar 18. Sebaran Spasial Klorofil-a Permukaan Laut Jawa pada Musim Peralihan 1

garuh oleh m hujan

y

engan . Peraliha

Musim peralihan 1 masih dipen i usim barat dengan intensitas curah ang mulai melemah. Klorofil-a pada musim ini berkisar antara 0,5 - 4,01 mg/m3. Kandungan klorofil tertinggi terdapat di Selat Bangka dengan nilai berkisar antara 2,01 - 4,01 mg/m3. Perairan selatan Kalimantan memiliki kandungan klorofil berkisar antara 1,5 - 4,01 mg/m3, sedangkan pada Laut Jawa klorofil bernilai rendah yaitu sekitar 0,5 mg/m3 yang ditandai d warna magenta dan merah muda pucat untuk nilai klorofil yang lebih rendah dari 0,5 mg/m3

Gambar 19 menunjukkan distribusi peluang dapat dilihat distribusi peluang terjadinya selang nilai konsentrasi klorofil-a permukaan untuk Musim Peralihan 1. Diketahui bahwa peluang konsentrasi klorofil-a permukaan pada Musim Barat lebih tinggi terjadi pada selang ukuran 0,01 – 1,5 mg/m3 dengan prevalensi lebih dari 80%.

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

P. Suma

te

ra

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

P. Kalimantan

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian


(53)

a) Musim Peralihan 1 tahun 2008 b) Musim Peralihan 1 tahun 2009

c) Musim Peralihan 1 tahun 2010 d) Musim Peralihan 1 tahun 2011

Gambar 19. Histogram Distribusi Selang Nilai Klorofil-a di Laut Jawa pada Musim Peralihan 1

klorofil-a permukaan di daerah Tangkapan sar sama dari tahun 2008 sampai 2011

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Gambar 18 adalah kondisi klorofil-a permukaan pada Musim Peralihan 1. Kandungan Harian berki

pada Musim Peralihan 1 yaitu 0,5 mg/m3, sementara itu nilai klorofil yang tinggi pada lokasi tangkapan musiman terjadi pada tahun 2010 dengan kisaran 1 - 2 mg/m3, sedangkan pada tahun 2008, 2009 dan 2011 berkisar 0,5 - 2 mg/m3.

100

Konsentrasi Klorofil

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

%

mg/m3

N = 15463

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Konsentrasi Klorofil

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

%

mg/m3

N = 16112

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 15941

N = 15824


(54)

0 0.5 1 1.5 2

Maret April Mei

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 1 2008

0 0.5 1 1.5 2

Maret April Mei

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 1 2009

0 0.5 1 1.5 2

Maret April Mei

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 1 2010

0 0.5 1 1.5 2

Maret April Mei

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 1 2011

Gambar 20. Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Peralihan I

Dari Gambar 20 dapat dilihat bahwa konsentrasi klororfil-a permukaan bulan Maret berkisar 0,5 - 0,8 mg/m3 pada tahun 2010. Pada bulan April nilai kandungan klorofil di perairan Laut Jawa rata-rata 0,6 mg/m3, sedangkan pada bulan Mei berkisar 0,5 - 0,7 mg/m3.

4.3.3 Konsentrasi Klorofil-a Musim Timur

Gambar 21 adalah kondisi sebaran spasial konsentrasi klorofil-a pada musim timur. Kandungan klorofil-a Musim Timur untuk perairan Laut Jawa nilainya lebih rendah

dibandingkan nilai klorofil pada Musim Peralihan 1. Hal ini ditunjukkan dengan cakupan rona magenta yang lebih menyebar luas di daerah penelitian yang menandakan kandungan klorofil-a 0,5 mg/m3. Nilai klorofil-a yang lebih tinggi juga terlihat di peraian yang berbatasan dengan daratan. Perairan pesisir utara Jawa memiliki kandungan klorofil lebih rendah dibandingkan selatan Kalimantan. Kandungan klorofil-a permukaan di Pulau Jawa berkisar 2 - 1 mg/m3


(55)

mendekati perairan lepas pantai, sedangkan pada selatan Kalimantan berkisar antara 4 - 1 mg/m3 mendekati laut lepas pantai.

a) Musim Timur tahun 2008 b) Musim Timur 2009

c) Musim Timur tahun 2010 d) Musim Timur tahun 2011

Gambar 21. Sebaran Spasial Klorofil-a Permukaan Laut Jawa pada Musim Timur Nilai kandungan klorofil-a pada Daerah Tangkapan Harian setiap tahunnya rata-rata memiliki nilai yang hampir sama yaitu berkisar antara 0,5- 1 mg/m3, hal yang sama juga terjadi pada lokasi Tangkapan Musiman setiap tahunnya dengan nilai rata-rata 0,5- 1 mg/m3.

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Jawa

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Kalimantan

P. Suma

te

ra

P. Jawa

P. Kalimantan P. Kalimantan

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa


(56)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 15618

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 15993

a) Musim Timur tahun 2008 b) Musim Timur tahun 2009

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 15794

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 15157

c) Musim Timur tahun 2010 d) Musim Timur tahun 2011

Gambar 22. Histogram Distribusi Selang Nilai Klorofil-a di Laut Jawa pada Musim Timur Pada Gambar 22 menunjukkan distribusi peluang dapat dilihat distribusi peluang

terjadinya selang nilai konsentrasi klorofil-a permukaan untuk Musim Timur. Diketahui bahwa peluang konsentrasi klorofil-a permukaan pada Musim Timur lebih tinggi terjadi pada selang ukuran 0,01 – 1,5 mg/m3 dengan prevalensi lebih dari 80%.


(57)

0 0.5 1 1.5 2

Juni Juli Agustus

Klorofil

 

(mg/m³)

  Musim Timur 2008

0 0.5 1 1.5 2

Juni Juli Agustus

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Timur 2009

0 0.5 1 1.5 2

Juni Juli Agustus

Klorofil

 

(mg/m³)

  Musim Timur 2010

0 0.5 1 1.5 2

Juni Juli Agustus

Klorofil

 

(mg/m³)

  Musim Timur 2011

Gambar 23. Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Timur

Gambar 23 menunjukkan kondisi konsentrasi klorofil-a permukaan pada Musim Timur. Grafik klorofil-a Musim Timur memperlihatkan bahwa rata-rata klorofil pada musim ini berkisar antara 0,6 - 0,8 mg/m3. Pada bulan Juni rata-rata klorofil bernilai 0,6 - 0,7 mg/m3, bulan Juli dan Agustus yang merupakan puncak Musim Timur memiliki nilai rata-rata klorofil bernilai 0,7 - 0,8 mg/m3.

4.3.4 Konsentrasi Klorofil Musim Peralihan 2

Gambar 24 adalah kondisi sebaran klorofil-a pada musim peralihan 2 yang dinamikanya masih dipengaruhi oleh musim timur. Nilai klorofil-a pada Musim Peralihan 2 ini lebih rendah dibanding Musim Timur. Hal ini terjadi karena pengaruh musim kemarau yang terjadi pada Musim Timur, sehingga limpasan air sungai yang membawa nutrient ke laut lebih sedikit dibandingkan Musim Barat. Nilai klorofil-a yang lebih kecil terdapat di perairan utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan di perairan selatan Kalimantan lebih tinggi.

Daerah Tangkapan Harian maupun musiman pada Musim Peralihan 2 dari tahun 2008 - 2011 bernilai sama yakni antara 0,5 - 1 mg/m3.


(58)

a) Musim Peralihan 2 tahun 2008 b) Musim Peralihan 2 tahun 2009 P. Kalimantan P. Kalimantan P. Suma te ra P. Suma te ra

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

c) Musim Peralihan 2 tahun 2010 d) Musim Peralihan 2 tahun 2011

P. Kalimantan P. Kalimantan

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

P. Suma

te

ra

Lokasi tangkapan musiman

Lokasi tangkapan harian Lokasi tangkapan harian

P. Jawa P. Jawa

Gambar 24. Sebaran Spasial Klorofil-a Permukaan Laut Jawa pada Musim Peralihan 2 Gambar 25 menunjukkan distribusi peluang dapat dilihat distribusi peluang terjadinya selang nilai konsentrasi klorofil-a permukaan untuk Musim Peralihan 2. Diketahui bahwa peluang konsentrasi klorofil-a permukaan pada Musim Peralihan 2 lebih tinggi terjadi pada selang ukuran 0,01 – 1,5 mg/m3 dengan prevalensi lebih dari 80%.

a) Musim Peralihan 2 tahun 2008 b) Musim Peralihan 2 tahun 2009

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

mg/m3 %

N = 15229

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3


(59)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 14525

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 ‐1,5 1,6 ‐2,5 2,6 ‐3,5 3,6 ‐4,5 4,6 ‐5,0

Konsentrasi Klorofil

%

mg/m3

N = 15743

c) Musim Peralihan 2 tahun 2010 d) Musim Peralihan 2 tahun 2011

Gambar 25. Histogram Distribusi Selang Nilai Klorofil-a di Laut Jawa pada Musim Peralihan 2

Gambar 26 menunjukkan klorofil-a permukaan pada Musim Peralihan 2. Grafik

kandungan nilai klorofil-a permukaan laut Musim Peralihan 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata klorofil berfluktuasi. Pada bulan September nilai rata-rata klorofil berkisar antara 0,4 - 0,5

mg/m3. Pada bulan Oktober mulai terlihat peningkatan dengan rata-rata klorofil 0,4 - 0,6 mg/m3. Bulan November menunjukkan rata-rata tertinggi 0,5 - 0,7 mg/m3.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa nilai klorofil-a permukaan tertinggi adalah pada Musim Barat, diduga karena pada Musim Barat intensitas hujan lebih sering dan tinggi dibanding musim lainnya.

Variasi sebaran klorofil dipengaruhi oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien diperairan Laut Jawa. Sebaran konsentrasi klorofil-a lebih tinggi di perairan pesisir dan lebih rendah di perairan lepas pantai.


(60)

0 0.5 1 1.5 2

September Oktober November

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 2 2008

0 0.5 1 1.5 2

September Oktober November

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 2 2009

0 0.5 1 1.5 2

September Oktober November

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 2 2010

0 0.5 1 1.5 2

September Oktober November

Klorofil

 

(mg/m³)

 

Musim Peralihan 2 2011

Gambar 26. Grafik Konsentrasi Klorofil-a Musim Peralihan II

Konsentrasi klorofil yang lebih besar ada di selatan Kalimantan dengan nilai >1,0 mg/m3. Terdapat lebih banyak sungai di Pulau Kalimantan yang bermuara ke Laut Jawa. Nilai

kandungan klorofil tinggi terdapat pada musim barat pada musim tersebut curah hujan relatif lebih tinggi dibanding musim timur. Hal tersebut mendukung gagasan Gaol dan Sadhotomo (2007) yang menyatakan bahwa tingginya curah hujan pada musim barat mengakibatkan masukan material termasuk unsur-unsur nutrien dari sungai ikut mengalir ke laut dan meningkatkan kandungan klorofil pada perairan.

4.4 Perbandingan Suhu Permukaan Laut dan Konsentrasi Klorofil-a 4.4.1 Musim Barat

Musim Barat yang terjadi pada bulan Desember sampai Februari mempengaruhi SPL dan klorofil-a permukaan di daerah tangkapan ikan. Merujuk pada Gambar 3 Musim Barat tahun 2008 dapat dilihat bahwa SPL di Daerah Tangkapan Harian dan Musiman rata-rata bernilai 29


(1)

Data yang telah terbuka dalam tampilan ms.excel disortir sesuai dengan range yang dibutuhkan (penelitian ini menggunakan range 0,01 – 5)


(2)

Tambahkan komponen yang mendukung data ,save dalam excel dan *.txt untuk kemudian diolah menggunakan ODV

Buka aplikasi ODV

Klik menu [file], [new], lalu ketikkan nama untuk file tersebut, [save]


(3)

Setelah keluar tampilan peta dunia, klik kanan, pilih [Display Option]. Pilih tab [domain], masukkan koordinat lokasi penelitian, [OK]

Setelah data hasil crop daerah penelitian selesai, klik menu [Import], [ODV Spreadsheet], pilih file data yang akan diolah, [open], klik variabel yang sama lalu [associete], [OK]

Akan muncul tampilan seperti gambar kiri (a), pilih menu [surface] yang terletak di bawah


(4)

(a) (b) Klik kanan pada tampilan gambar [Display Option], pilih [VG griding], naikkan nilai x dan y scale, klik [properties] lalu masukkan range nilai data dan pilih [draw contour], [OK]

Hasilnya seperti tampilan gambar berikut:

Untuk penyimpanan pilih menu [file], [save canvas as], ketikkan nama penyimpanan,pilih output *.gif, save


(5)

(6)

Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dengan masuk di jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama perkuliahan penulis cukup aktif diberbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya: Ikatan Keluarga Mahasiswa Payakumbuh (IKMP) 2008-2010, kepengurusan Himpunan

Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) 2008-2009. Penulis pernah melakukan praktek kerja lapang (PKL) di Dinas Kelautan dan Perikanan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Suhu Permukaan LAut dan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan Subang

menggunakan Citra Satelit MODIS” yang dipertahankan penulis di depan tim penguji pada tanggal … 2013.


Dokumen yang terkait

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

4 39 88

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit aqua modis serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan selat bali.

2 56 135

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Laut Jawa

4 8 197

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dari Citra Aqua-Modis Dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda.

7 21 113

Kajian Suhu Permukaan Laut dengan Menggunakan Citra Satelit Aqua MODIS dan Hasil Tangkapan Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhan Ratu

0 6 53

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 15

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 2

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 4

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 11

Analisis Konsentrasi Klorofil-adan Suhu Permukaan Laut dari Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Malaka

0 0 3