TAP.COM - PERAN ANALISA URIN PADA PENANGANAN PENYAKIT GINJAL DAN TRAKTUS ... 17884 42192 1 SM

Tinjauan Pustaka

Peran analisa urin pada penanganan penyakit ginjal
dan traktus urinarius
Ricke Loesnihari
Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak
Penyakit ginjal dan traktus urinarius merupakan penyakit yang bisa berakibat fatal jika terlambat diketahui. Hal tersebut sering
terjadi mengingat organ ginjal merupakan organ yang paling mudah beradaptasi dan mampu berkompensasi sehingga dengan
satu organ ginjal tubuh manusia dapat berfungsi secara normal. Pemeriksaan urinalisa pada pasien merupakan pemeriksaan
skrening yang dilakukan tanpa adanya indikasi dan hasil pemeriksaan urinalisa memberikan informasi yang sangat luas
berdasarkan parameter yang ada dan dapat mencerminkan adanya kelainan terutama penyakit ginjal dan traktus urinarius.
Hasil pemeriksaan yang abnormal bisa menunjukkan adanya penyakit ginjal dan traktus urinarius atau bisa juga kelainan pada
organ ginjal sebagai komplikasi oleh karena adanya penyakit lain. Karena bahan urin sebagai hasil sisa metabolisme tubuh
sehingga banyak dipengaruhi berbagai hal seperti makanan atau obat-obatan dan pada wanita sering timbul gangguan karena
lokasi uretra yang dekat dengan saluran vagina maka dalam melakukan interpretasi hasil pemeriksaan memerlukan
penatalaksanaan yang baik mulai dari persiapan pasien, proses pengambilan dan pengolahan sampel, proses analisa sampai
pasca analisa sehingga hasil pemeriksaan dinyatakan sahih atau dapat dipercaya.
Kata kunci: ginjal; urinalisis; proteinuria; sedimen urin


Abstract
Renal and urinary tract diseases can caused severe problem if its diagnose late. That is because Renal organs have ability to
compensate and human can live normally with one renal organ. Urinalysis test as a screening test can be performed without
any indication and there are parameters which are represent so many condition that are affected by renal function. Abnormal
urinalysis may indicate renal and urinary tract disease or renal damage caused by other disease. The source of uncertain
component in urine specimen were estimated on biological variation or influenced by end product of metabolism and the
question is whether or not this approach represents good laboratory practice should be identified. In conclusion, urinalysis
could detect chronic renal disease in its early stage and also good laboratory practice could give reliable result. Keywords:
renal; urinalysis; proteinuria; urine sediment

PENDAHULUAN
Pemeriksaan analisa urin atau urinalisa dapat
memberikan informasi yang cukup signifikan dan mampu
mendeteksi penyakit pada sistem urinarius baik yang
disebabkan oleh kelainan fungsi maupun kelainan sturktur
anatomi ginjal. Berbagai pemeriksaan terhadap bahan urin
yang dilakukan secara berkelanjutan akan sangat berperan
dalam pengobatan klinik.
Ada tiga tipeurinalisa yaitu pemeriksaan skrening
menggunakan dipstik yang dilakukan di laboratorium, praktek

dokter atau di rumah yang dilakukan oleh pasien; pemeriksaan
urinalisa dasar (rutin) menggunakan mikroskop terhadap
sedimen urin disamping pemeriksaan menggunakan dipstik;
dan pemeriksaan sedimen urin secara sitopatologik khusus.1
Jika informasi yang diperoleh tidak sesuai dengan klinis
pasien maka dilakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap
sedimen urin yang secara tehnik memerlukan waktu dan

membutuhkan keahlian dalam melakukan interpretasi. Jika
terjadi ketidak cocokan hasil pemeriksaan dipstik dengan
pemeriksaan mikroskopik sedimen urin maka dilakukan
evaluasi lebih lanjut yang mungkin disebabkan oleh kesalahan
preanalitik, analitik maupun pasca analitik.
Pemeriksaan urinalisa bukan hanya bersifat diagnostik
tetapi juga untuk penanganan penyakit ginjal dan traktus
urinarius sehingga prognosis menjadi lebih baik atau
memperlambat kerusakan organ ginjal.1
PENYAKIT GINJAL DAN TRAKTUS URINARIUS
Pada orang dewasa perfusi darah di ginjal mendekati 1,200
cc per menit atau 25% dari curah jantung. Jumlah glomerulus

per ginjal mencapai 1 juta dan menerima darah dari pembuluh
aferen arteri kecil untuk filtrasi dan menuju kapsula Bowman
selanjutnya bahan filtrasi menuju tubulus dan colecting duct
dimana proses reabsorbsi dan sekresi berbagai bahan

167 | Majalah Kedokteran Nusantara ' Volume 45 ' No.3 ' Desember 2012

Ricke Loesbihari

berlangsung sehingga terjadi pemekatan urin. Urin yang
terbentuk menuju pelvis renalis, ureter, kandung kemih dan
uretra.
Melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus sejumlah
produk sisa metabolisme dieliminasi dari tubuh yaitu metabolisme protein (nitrogen), asam atau basa organik dan inorganik.
Juga terjadi regulasi cairan, elektrolit (natrium, kalium, kalsium
dan magnesium) dan status asam basa. Selain itu juga ada
regulasi hormon (eritropoitin, renin dan aktivasi vitamin D).2
Penyakit ginjal dan traktus urinarius merupakan penyakit
yang bisa berakibat fatal jika terlambat diketahui. Hal tersebut
sering terjadi mengingat organ ginjal merupakan organ yang

paling mudah beradaptasi dan mampu berkompensasi
sehingga dengan satu organ ginjal tubuh manusia dapat
berfungsi secara normal.
Penyakit ginjal dan traktus urinarius meliputi, kelainan
herediter ginjal; penyakit gagal ginjal akut; penyakit ginjal
kronik; penyakit gagal ginjal dengan tindakan hemodialisis;
penyakit glomerular; penyakit tubulo interstisial ginjal;
nefrolitiasis; dan penyakit infeksi pada ginjal.
PEMERIKSAAN ANALISA URIN
Pemeriksaan analisa urin pada pasien merupakan pemeriksaan skrening yang dilakukan tanpa adanya indikasi dan hasil
pemeriksaan urinalisa memberikan informasi yang sangat luas
berdasarkan banyaknya parameter yang ada dan dapat
mencerminkan adanya kelainan yang terjadi dalam tubuh terutama penyakit ginjal dan traktus urinarius.
Hasil pemeriksaan yang abnormal bisa menunjukkan
adanya penyakit ginjal dan traktus urinarius atau bisa juga
kelainan pada organ ginjal sebagai komplikasi oleh karena
adanya penyakit lain (komorbiditas).
Pemeriksaan urinalisa rutin terdiri dari, pemeriksaan
fisiokimia yaitu makroskopik urin, berat jenis, hasil pemeriksaan
dipstik dan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya atau

dengan fase kontras terhadap sedimen urin untuk membuktikan
adanya hematuria, pyuria, cast (cylindruria), dan kristaluria.
Tahapan urinalisa dimulai dari evaluasi bahan urin,
pemeriksaan makroskopik, skrening kimiawi, pemeriksaan
sedimen.
Evaluasi bahan urin
Mulai dari pemberian label, bahan urin yang tepat (urin
porsi tengah), penggunaan bahan pengawet yang sesuai, ada
tidaknya kontaminasi dan pengiriman bahan yang standar.
Setiap laboratorium mempunyai kriteria mengenai penerimaan
atau penolakan terhadap bahan yang diterima.1,3
Spesimen terbaik urin pertama pagi hari untuk pemeriksaan
urinalisa, bahan urin melalui kateter maupun punksi supra pubik
dengan waktu tertentu. Tahapan pemeriksaan dimulai dengan
pemeriksaan bakteriologi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
urin lainnya.
Pada spesimen dengan jumlah sedikit seperti pada
pasien anak atau seseorang dengan gagal ginjal akut maka
diprioritaskan untuk pemeriksaan diagnostik utama. Untuk
pemeriksaan yang bersifat kuantitatif urin 12 jam atau urin 24


Peran analisa urin pada penanganan penyakit ginjal dan traktus urinarius

jam lebih disukai.1
Pemeriksaan makroskopik
Warna kuning pada urin disebabkan oleh urochrome yang
sebanding dengan metabolisme tubuh dan akan meningkat
jika ada demam, kelaparan dan tirotoksikosis. Urin yang pucat
tipikal untuk berat jenis yang turun tetapi pada pasien diabetes
mellitus (DM) urin pucat disertai berat jenis yang meningkat.
Urin berwarna merah pada wanita perlu dipikirkan
adanya kontaminasi oleh menstruasi, hematuria oleh sel-sel
eritrosit, hemoglobinuria dan myoglobinuria. Bisa juga urin
merah disebabkan oleh obat yang diminum atau pewarna
untuk pemeriksaan diagnostik seperti phenolsulfonphthalein
untuk menilai fungsi ginjal dimana urin yang alkalis akan
berwarna merah.
Pasien dengan hemoglobin yang tidak stabil urin berwarna
merah tetapi hemoglobin dan bilirubinnya negatif. Urin berwarna
kecoklatan umumnya disebabkan oleh bilirubin dan saat

dikocok menimbulkan busa berwarna kuning hal tersebut
membedakannya dengan urin normal yang pekat (konsentrat)
dimana busa akan berwarna putih. Urin berwarna hitam oleh
adanya hemoglobin pada urin yang bersifat asam dan terbentuk
methemoglobin.1
Urin umumnya merupakan cairan yang jernih dan jika
keruh belum tentu patologis. Urin keruh karena presipitasi dari
kristal, bahan amorf dan pada urin alkalis terjadi presipitasi dari
phosphate, ammonium urate dan karbonat yang akan terurai
jika ditambahkan asam asetat. Urin keruh juga oleh sel-sel
dalam urin seperti sel leukosit atau pertumbuhan bakteri.1
Berat jenis urin
Pengukuran berat jenis mencerminkan derajat kepekatan
atau pengenceran urin, hal tersebut untuk mengevaluasi
kemampuan ginjal dan sebagai indikator status hidrasi. Partikel
besar seperti protein dan gula cenderung meningkatkan berat
jenis urin.
Bahan urea (20%), NaCl (25%), sulfat dan fosfat
mempengaruhi berat jenis urin normal. Berat jenis urin 24
jam 1.016-1.022 tetapi kemampuan ginjal memproduksi urin

dengan berat jenis 1.003-1.035 tergantung status hidrasi.
Penurunan berat jenis dapat dijumpai pada pasien diabetes
insipidus, pielonefritis dan glomerulonefritis. Peningkatan berat
jenis pada pasien dehidrasi, adrenal insufficiency, penyakit
hepar dan payah jantung.
Pemeriksaan menggunakan metode dipstik tidak
dipengaruhi oleh kadar glukosa, protein dan bahan kontras
yang berasal dari pemeriksaan radiologis dalam urin.1
Skrening kimiawi
Metode yang paling utama menggunakan dipstik, meskipun
terlihat mudah tetapi merupakan reaksi kimia yang kompleks.
Beberapa rekomendasi untuk penyimpanan maupun
penggunaan metode tersebut yaitu simpan ditempat kering
dan sejuk, jika terjadi perubahan warna maka reaktivitasnya
hilang, wadah tertutup rapat dan periksa intruksi manualnya
mungkin ada perubahan prosedur.

The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |

168


Ricke Loesbihari

Pelaksanaan tes urin dilakukan segera, ambil beberapa
tes dan segera tutup kembali, urin harus homogen, urin pada
suhu kamar saat tes dilakukan, jangan menyentuh area tes
dengan tangan, masukkan disptik dengan singkat dan buang
kelebihan urinnya, pembacaan sesuai instruksi pada kit.
Gangguan pembacaan disebabkan oleh ascorbic acid,
phenazopyridine, senyawa azo dan metilen blue yang
merubah warna urin.1
pH urin
Organ ginjal dan paru mempertahankan keseimbangan
asam basa dimana paru mengeluarkan CO2 dan ginjal
menghasilkan bikarbonat (pembentukan dan reabsorbsinya
di tubulus proksimal) dan mensekresi ion ammonium dan
bersama garam (sodium, kalium, calcium, dan ammonium)
yang diekskresi glomerulus akan mencegah sekresi ion
hidrogen.
pH urin normal 4.6-8.0. Penurunan pH karena diet tinggi

protein, buah-buahan, pengobatan ammonium chloride,
methionine, methenamine mandelat, ketidakseimbangan asam
basa (asidosis metabolik atau respiratorik). Peningkatan pH
urin karena diet sayur dan buah, sodium bicarbonate, kalium
citrate dan acetazolamide.1
Proteinuria
Ekskresi protein dalam urin 150 mg/hari, berasal dari
plasma dan traktus urinarius dan terdiri dari albumin (1/3),
protein plasma yaitu alfa, beta dan gamma globulin (2/3).
Glikoprotein Tamm-Horsfall disekresi tubulus distal dan
ascending loop of Henle dan juga imunoglobulin A (IgA).
Kelebihan ekskresi protein merupakan indikator penting
penyakit ginjal karena reabsorbsi oleh tubulus yang rendah
sehingga filtrasi protein yang tinggi mengakibatkan mekanisme
reabsorbsi menjadi jenuh.1,2
Metode dipstik sensitif terhadap albumin dan metode
presipitasi asam mendeteksi protein baik albumin maupun
globulin. False negative terjadi jika urin encer.
Proteinuria masih dinyatakan fisiologis 30


- Refer tp nephrologist/internist
- Refer to urologist for asolated microhematuna

No urine abnormalities or
ACR < 30

- Creatinine urine tests q 6 months Follow Recommendations 5-7
- Refer to nephrologist/internist if urine protein increasing
or GFR decinning > 10% annually

Abnormal unnalysis or
ACR > 30

- Refer to nephrologist/internist Follow Recommendations 5-7

Regardless of other results - Refer to nephrologist/internist Follow Recommendations 5-7

4
5

Regardless of other results - Urgent referral to nephrologist/internist Follow Recommendations 5-7

Pada proteinuria >1 g/hari
cedera pada barier ultra filtrasi glomerulus (proteinuria
glomerulus) atau ekskresi myeloma light chain (tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan dipstik). Adanya
hemoglobinuria ditandai dengan hasil dipstik positif tetapi
mikroskopik pada sedimen dijumpai sedikit eritrosit.2
Proteinuria menjadi faktor resiko yang paling signifikan
terhadap orang-orang dengan penyakit ginjal non diabetik yang
mendapat pengobatan antihipertensi. Dan ada interaksi yang
signifikan antara kadar protein saat awal pengobatan
penghambat ACE dengan efek dari pengobatan tersebut
dimana yang memperoleh efek terbaik dari pengobatan tersebut
memiliki kadar proteinuria awal yang tinggi.9
Ishani et al menghubungkan proteinuria cara dipstik,
perkiraan GFR dan hematokrit dengan resiko penyakit ginjal
fase terminal dimana dilakukan program intervensi seperti
penurunan tekanan darah, penurunan kolesterol dan
penghentian kebiasaan merokok pada orang yang beresiko
tinggi penyakit kardiovaskuler. Setelah pengamatan 25 tahun
sebanyak 1.7 % berkembang ke penyakit Ginjal fase terminal
dimana pada proteinuria positif •2 dengan GFR 2 dalam 10 tahun terjadi
penyakit ginjal fase terminal sedangkan protein positif 1-2
dalam 20 tahun terjadi penyakit ginjal fase terminal. Penilaian
terhadap peforma pemeriksaan dipstik urin bisa terjadi
kesalahan klasifikasi misalnya pada hasil yang positif palsu.10
Pada pemeriksaan mikroskopik cast granular yang lebar

dijumpai pada penyakit ginjal kronik, fibrosis interstisial atau
dilatasi tubulus.
Analisa urin dilaksanakan berdasarkan rekomendasi untuk
melakukan skrening pada populasi yang beresiko yaitu
pemeriksaan analisa urin setiap 1-2 tahun jika urin pasien
normal. Sedangkan setelah urin pasien menjadi abnormal maka
bersama sama dengan pemeriksaan proteinuria 24 jam untuk
menilai stadium penyakit sehingga penanganan yang dilakukan
dapat memperlambat progresivitas kerusakan ginjal.2
Penyakit gagal ginjal dengan tindakan hemodialisis
Dialisis mungkin diperlukan untuk pengobatan baik
terhadap gagal ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik dan
disebut Continuous RenalReplacement Therapies (CRRT).
Tindakan hemodialisis pada penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD) memperpanjang harapan hidup. Penyebab terbanyak
adalah DM dan di Amerika mencapai 45 % dan
seperempatnya disertai hipertensi.2
Peran analisa urin dalam penanganan pasien ESRD
untuk mendeteksi secara awal jika terjadi infeksi traktus
urinarius seperti leukosituria dan bakteriuria.
Mortazavi et al membandingkan hasil leukosituria pada
pasien dengan CRRT dan hasil bakteriuria signifikan.
Sebanyak separuh pasien (50%) mengalami pyuria tetapi yang
terdapat bakteriuria signifikan hanya 16 (35.5%) dari seluruh
pasien yang diteliti. Sensitivitas pyuria untuk diagnosa infeksi
mencapai 100% tetapi spesifisitasnya 61.8% dengan nilai
prediksi positif dan negatifnya 35.5% dan 100%.
Dengan rendahnya nilai spesifisitas dan nilai prediksi
positifnya maka jika dijumpai pyuria pada hasil analisa urin
sehingga pasien dilakukan pemeriksaan kultur urin.11
Penyakit glomerular
Filtrasi pada kapiler glomerulus 120-180 L/hari semua
protein besar dan sel-sel keluar dari filtrasi karena barier
fisiokimia ukuran pori dan muatan negatif. Albumin dalam
serum bermuatan negatif maka sekitar 4000-9000 mg/hari
melewati barier tersebut tetapi pada nefron yang normal
hanya mengekskresi 8-10 mg/hari.
Pada cedera glomerulus ekskresi albumin dan protein lain
bisa mencapai gram/hari. Penyebab kerusakkannya adalah
mutasi genetik, infeksi, pemaparan toksin, autoimun, aterosklerosis, hipertensi, emboli, trombosis atau DM.
Penyakit diabetes penyebab paling sering terjadinya
penyakit ginjal kronik terutama pada DM tipe 2 dengan faktor
resiko yang lain seperti hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia
merokok dan riwayat keluarga.
Penyakit DM menyebabkan cedera sklerotik yang didapat
dan berhubungan dengan penebalan glomerular basemen
membrane hanya dalam waktu 1-2 tahun dan merupakan
efek dari hiperglikemik. Tetapi, hal tersebut tidak langsung
diikuti nefropati secara klinik dan mengakibatkan proteinuria
karena penebalan glomerulus yang bermuatan negatif
sehingga albumin ada di urin.2
Pada nefropati diabetes terjadi proteinuria yang terdiri dari
albumin dan globulin meskipun pemeriksaan dipstik sensitif

173 | Majalah Kedokteran Nusantara ' Volume 45 ' No.3 ' Desember 2012

Peran analisa urin pada penanganan penyakit ginjal dan traktus urinarius

terhadap albumin dan kurang sensitif terhadap globulin.
Dengan akibat tidak untuk deteksi awal tetapi peran analisa
urin hanya untuk memperlambat progresifitas penyakit ginjal
dengan mengendalikan faktor resiko lain seperti tingginya kadar
gula darah dan adanya infeksi pada ginjal tetapi deteksi awal
sebaiknya dilakukan dengan pemeriksaan mikroalbuminuria
karena mikroalbuminuria < 200 mg/L masih reversibel.2
Pasien DM cenderung mengalami pielonefritis dan juga
resiko timbul emphysematous pielonefritis, papilary necrosis
yang bisa mengakibatkan kegagalan fungsi ginjal dan pada
analisa urin akan dijumpai pyuria.1
Peradangan kapiler glomerulus disebut glomerulonefritis.
Penyakit inflamasi sistemik seperti lupus nefritis menyebar ke
ginjal mengakibatkan cedera glomerulus. Respon imun akibat
adanya komplek imun seperti sitokin dan protease akan
merusak mesangium, kapiler dan membran glomerulus seperti
pada poststreptococcal glomerulonephritis.
Glomerulonefritis yang persisten akan menyebabkan
nefritis interstisial, fibrosis ginjal dan atropi tubulus. Para
ahli berpendapat protein yang difiltrsi glomerulus akan
menyebabkan cairan tubulus menyebabkan cedera pada
tubulus interstisial dan nefritis interstisial proteinuria
semakin meningkat dan membawa sitokin, lipoprotein dan
oksigen reaktif dan terjadi inflamasi pada nefron.
Proteinuria yang terjadi berasamaan dengan hematuria
yang asimptomatik sehingga tidak diketahui maka jika ada
hematuria yang disertai proteinuria (1-2 g/hari.
Penyakit glomerulus pada dewasa bersifat non selektif
sedang pada anak bersifat selektif sehingga sebagian besar
adalah albumin seperti minimal change disesase. Kadang
kadang dijumpai pyuria seperti pada keadaan infeksi ginjal.
Peran analisa urin hanya terbatas pada pemeriksaan
protein yang bersifat sewaktu sementara deteksi awal adanya
cedera glomerulus berdasarkan jumlah protein urin dalam 24
jam dan kelemahan lain jika terjadi pengenceran urin maka
pemeriksaan mikroalbuminuria menjadi pilihan.1,2
Penyakit tubulointerstitial
Pada yang primer ditandai dengan kelainan histologik
dan kelainan fungsi tubulus dan interstitium sedang yang
sekunder oleh adanya cedera glomerular dan vaskuler yang
berlanjut ke tubulus. Dapat dibedakan antara yang akut dan
kronik karena perbedaan kelainan histologik.2
Pada tubular proteinuria dimana albuminnya rendah
maka pemeriksaan dengan dipstik bisa false negative tetapi
mungkin dapat di deteksi dengan menggunakan metode
presipitasi asam.1
Proteinuria pada pemeriksaan dipstik jarang yang melebihi
+2 (>2 g/hari). Pada pemeriksaan mikroskopik urin dijumpai
leukosituria kecuali bentuk yang alergik maka eosinofil menjadi

dominan. Eosinofiluria (deteksi dengan pewarnaan Hansel)
jika terjadi alergik nefritis interstisial yang diinduksi oleh
penggunaan antibiotik dan jika limfosit yang dominan
diinduksi oleh obat NSAID.2 Terjadi penurunan kemampuan
pemekatan dan pengasaman urin.
Pada stadium awal pH urin 5.5.2
Pemeriksaan analisa urin dilakukan untuk mengevaluasi
pyuria (sekitar 50% bersifat steril), pH dan jika dijumpai
hematuria maka telah terjadi nekrosis papiler sebagai awal
terjadinya fibrosis tubulointerstitial.2
Penyakit batu ginjal
Pembentukan batu merupakan hasil akhir proses yang
terjadi secara bertahap dimana ada faktor-faktor keseimbangan
untuk kristalisasi yang meningkat dan faktor yang menghambat
kristalisasi dari garam-garam di urin.1,2
Adanya ion kalsium dan ion oksalat yang ditambahkan
pada larutan akan meningkatkan aktivitas kimiawi menjadi
supersaturasi larutan tetapi tidak terbentuk kristal baru. Tetapi
jika ditambahkan kristal calcium oxalate maka kristal yang ada
akan membesar. Bentuk calcium, oxalate dan phosphate
merupakan kompleks yang larut tetapi dengan adanya citrat di
urin terjadi supersaturasi.2
Mengetahui tipe batu merupakan hal penting dalam
meramalkan proses pembentukannya jika bahan batu untuk
dianalisa tidak ada. Identifikasi penyebab sekunder dan
faktor resiko metabolisme untuk mengetahui prognosanya
dan penatalaksanaan terapi.
Terbentuknya batu berulang mencapai 50% setelah 5
(lima) tahun atau 10 (sepuluh) tahun kemudian.2 Jenis batu
dari kalsium mencapai 80 % terdiri dari calcium oxalate dan
sebagian kecil calcium phosphate, sedangkan sisanya batu
asam urat dan batu struvit (magnesium ammonium
phosphat) yang sering dijumpai saat pemeriksaan sedimen
urin dan tanpa perawatan akan menjadi batu staghorn. Batu
cystine jarang tetapi menyebabkan kerusakan ginjal bahkan
bisa kegagalan fungsi jika batunya bilateral.2
Kombinasi pemeriksaan darah dan urin sangat penting
untuk identifikasi dasar penyakit atau keadaan patologis
yang diketahui sebagai penyebab batu.12
Pemeriksaan untuk identifikasi tersebut meliputi
pemeriksaan darah puasa, urinalisa dan pemeriksaan urin 24
jam. Interpretasi hasil analisa darah maupun urin untuk
memberi anjuran makanan yang diperbolehkan untuk meminimalisir resiko terbentuknya batu dimasa yang akan datang.11,13
Pemeriksaan skrening metabolik mungkin tidak diperlukan
jika batunya tunggal tetapi pada batu yang multipel, batu pada
kedua ginjal, batu asam urat, batu staghorn, batu nefron dan
pembentukan batu berulang akan sangat bermanfaat.
Seseorang pertama kali terserang batu ginjal pada usia
muda (+25 tahun) harus dilakukan skrening metabolik enam
minggu kemudian karena telah terjadi keseimbangan cairan.14
Pemeriksaan urin sewaktu (puasa) termasuk pH, kadar
elektrolit, protein dan skrening cystine. Adanya hematuria,

The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |

174

174

Ricke Loesbihari

protein, leukosit estarase dan nitrit positif pada
pemeriksaan dipstik maka dilanjutkan dengan pemeriksaan
sedimen urin dan kultur urin.13,15
pH urin sebagai penentu pembentukan batu tetapi
biasanya sangat bervariasi oleh karena itu menggunakan
sampel urin ke dua pagi hari setelah puasa. Infeksi urin dengan
bakteri pemecah urea seperti Proteus sp., Klebsiella sp. dan
Pseudomonas sp. meningkatkan pH urin dengan merangsang
ammonium menghasilkan batu yang terdiri dari ammoniummagnesium-phosphate. pH urin yang rendah sering dijumpai
pembentuk batu uric acid dan calcium oxalate dan sindroma
metabolik atau DM type 2.14
Hasil analisa urin seperti adanya hematuria, pyuria dan
bakteriuria menunjukkan adanya obsturksi oleh adanya infeksi
atau batu. Urolitiasis yang disertai infeksi terjadi saat stasis
timbul kolonisasi bakteri pemecah urea dan berhubungan
dengan magnesium amonium fosfat timbul batu struvit. Hal
tersebut akan meningkatkan pH urin. Pemeriksaan mikroskopik
sering dalam batas normal.2
Parks et al melaporkan adanya perubahan tipe batu ginjal
dari calcium oxalate >50% dengan calcium phosphate yang
rendah menjadi batu dengan peningkatan kandungan calcium
phosphate >20%, setelah dibandingkan dengan pasien yang
tidak menunjukkan peningkatan calcium phosphate pada
pasien tersebut dijumpai pH urin yang meningkat.
Perubahan pH urin tersebut terjadi pada kedua kelompok
bisa disebabkan oleh pengobatan atau tindakan tetapi kecil
pengaruhnya sehingga peningkatan pH urin pada pasien
sebagai penyebab terjadinya transformasi batu.15
Atmani et al membandingkan urin orang sehat dan urin pasien
dengan batu ginjal dengan menginduksi pembentukan kristal
dari calcium oxalate dan calcium phosphate , selanjutnya
dilakukan identifikasi protein dari kristal yang terbentuk.
Dijumpai adanya albumin sebagai komponen organik
mayor dari kristal pada pasien dengan
batu ginjal maka albumin dari komponen kristal mungkin
berperan dalam pembentukan batu.
Meskipun kedua kelompok tidak mengalami proteinuria
sebelumnya, mereka berasumsi adanya filtrasi glomerular
yang abnormal pada pasien dengan batu ginjal.16
Pemeriksaan urin 24 jam meliputi volume, pH, calcium,
phosphate, magnesium oxalate, citrate, urate dan electrolytes
(Na + , K +, Cl -), creatinine dan urea sebagai indeks asupan
protein.2,12,14
Mahmoud et al mengevaluasi faktor resiko
terbentuknya batu berulang yang idiopatik dengan
pemeriksaan urin 24 jam mndapatkan adanya peningkatan
kadar calcium, oxalate, uric acid, chloride dan citrate tetapi
resiko menurun jika kalium urin juga meningkat.
Selain itu disimpulkan bahwa peran oxalate sebagai faktor
resiko terpenting dan diikuti calcium dan uric acid. Sebagai
tambahan super saturasi semua faktor resiko. mempunyai
nilai prediktif yang tinggi.13

175

Penyakit infeksi ginjal dan traktus urinarius
Pielonefritis akut merupakan infeksi traktus urinarius bagian

atas, khususnya pada parenkim dan pelvis renalis. Infeksi
tersebut dianggap infeksi tanpa komplikasi jika tidak disertai
kelainan struktur anatomi, kelainan fungsi atau penyebabnya
infeksi yang tipikal seperti bakteri E. coli.
Kesalahan diagnosa dapat mengakibatkan sepsis, abses
ginjal dan pielonefritis kronik dan menyebabkan hipertensi
sekunder atau kegagalan fungsi ginjal. Infeksi terjadi secara
asending dari urethra sedang pada pria oleh adanya prostatitis
atau hipertropi prostat. Infeksi secara hematogen pada penyakit
kronik atau pasien yang mendapat imunosupresif.
Staphylococcus atau jamur dapat menyebar ke ginjal
dari fokus infeksi yang jauh seperti kulit atau tulang.
Penyebab yang sering adalah E. coli (80%).
Infeksi pada pria dianggap sebagai komplikasi karena
kemungkinan yang tinggi adanya abnormalitas seperti
pembesaran prostat dan penurunan aktivitas antibakterial
dari sekret prostat. Penggunaan kateter predisposisi infeksi
oleh Gram negatif seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Serratia
sp atau Pseudomonas sp.17
Pada infeksi ginjal dan traktus urinarius pemeriksaan
dipstik urin dijumpai penurunan/peningkatan pH (tergantung
jenis bakteri dalam urin) atau peningkatan berat jenis dan
pemeriksaan mikroskopik dijumpai bakteriuria atau hapusan
urin tanpa sentrifugasi dengan pewarnaan gram sedang pyuria
merupakan indikator sangat sensitif adanya simptomatik
bakteriuria.
Metode leukosit estarase pada dipstik kurang sensitif
dibandingkan dengan mikroskopik sedimen urin. Jika ada
pyuria tanpa disertai bakteriuria mungkin disebabkan oleh
bakteri yang tidak biasa seperti C. trachomatis, U. urealyticum,
M. tuberculosis atau jamur. Hal tersebut diatas bisa pada non
infeksi seperti batu ginjal, kelainan anatomi, nefritis interstisial
atau penyakit polikistik ginjal.2
Pyuria hampir selalu dijumpai pada pasien pielonefritis akut
dan dideteksi secara cepat dengan pemeriksaan leukosit
estarase atau pemeriksaan nitrit. Hasil pos