Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

15
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika
1. Hakekat Matematika
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang adakah pengaruh kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar matematika siswa, akan lebih baik jika
terlebih dahulu kita ketahui hakekat matematika dan juga tujuan pendidikan
matematika.
a.

Definisi Matematika.
Istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau “matheinein”,
yang artinya “mempelajari”. Mungkin juga, kata tersebut erat hubungannya
dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”,
“ketahuan”, atau “intelegensi”.1 Herman Hudojo mengatakan bahwa,
“hakekat matematika adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur, dan
hubungan yang diatur menurut urutan yang logis”.2
Secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut,
diantaranya :3


1
Moch. Masykur Ag, Abdul Halim Fathani, Mathematical Intellegence, (Jogjakarta : Ar-Ruzz
Madia, 2007), hal. 42
2
Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas,
(Surabaya : Usaha Nasional, 1979), hal. 96
3
Abdul Halim Fathani, Matematika : Hakekat dan Logika, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2009), hal.
23-24

15

16
1) Matematika sebagai struktur yang terorganisasi.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan lain, matematika merupakan
suatu bangunan struktur yang terorganisasi. Sebagai sebuah struktur, ia
terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat,
pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk didalamnya
lemma (teorema pangantar / kecil) dan corolly / sifat).

2) Matematika sebagai alat (tool).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi
berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3) Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif.
Artinya, suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima
kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4) Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking)
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak
karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang
salah (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran
yang sistematis.
5) Matematika sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa
matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial yang baru
memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
6) Matematika sebagai seni yang kreatif.

17
Penalaran yang logis dan efisien serta pembendaharaan ide-ide dan polapola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut

sebagai seni, khususnya seni berpikir yang kreatif.
Selain dari definisi-definisi di atas, ada definisi-definisi lain tentang
matematika yang lebih ringkas, yaitu :4
a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik.
b)

Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi.

c)

Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran
logik dan berhubungan dengan bilangan.

d)

Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta
kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.


e)

Matematika adalah pengetahuan tentang strukturstruktur yang logik.

f)

Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan
yang ketat.
Banyaknya ragam definisi tersebut hanyalah definisi-definisi yang

dikemukakan oleh para ahli berdasarkan sudut pandang, kemampuan,
pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Untuk mendeskripsikan definisi
matematika, para matematikawan belum pernah mencapai satu titik “puncak”
kesepakatan yang “sempurna”.5 Oleh sebab itu, matematika tidak akan pernah
4

R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia : Konstatansi Keadaan Masa Kini Menuju
Harapan Masa Depan, (Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas, 2000) hal. 11
5
Abdul Halim Fathani, Matematika…, hal. 17


18
selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan. Penjelasan
mengenai apa dan bagaimana seharusnya matematika itu akan terus
mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan
manusia serta laju perubahan zaman.
b.

Karakteristik matematika.
Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa pendefinisian matematika belum
mencapai kesepakatan . Meskipun demikian, setelah sedikit mendalami
masing-masing definisi yang beragam tersebut, dalam setiap pandangan
matematika tedapat beberapa ciri-ciri khusus atau karakteristik matematika
yang secara umum disepakati bersama. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Memiliki obyek kajian yang abstrak.
Matematika mempunyai obyek kajian yang bersifat abstrak,
walaupun tidak setiap yang abstrak adalah matematika. Sementara
beberapa matematikawan menganggap obyek matematika itu “konkret”
dalam pikiran mereka, maka kita dapat menyebut obyek matematika
secara lebih tepat sebagai obyek mental atau pikiran.6

2) Bertumpu pada kesepakatan.
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat
penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep
primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam
pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar pada pendefinisan.7

6
7

Ibid., hal. 59
R, Soedjadi, Kiat Pendidikan…, hal. 16

19

3) Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran
yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan
kepada hal yang bersifat khusus.8

4)

Mempunyai simbol yang kosong arti.
Di dalam matematika, banyak sekali simbol baik yang hanya berupa
huruf latin, huruf Yunani, maupun simbol-simbol khusus lainnya.
Simbol-simbol tersebut membentuk kalimat dalam matematika yang
biasa disebut model matematika. Model atau simbol matematika
sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita
mengaitkannya dengan konteks tertentu.9

5)

Memperhatikan semesta pembicaraan.
Dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam
lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraannya bilangan,
maka simbol-simbol itu diartikan trasformasi. Lingkup pembicaraan
inilah yang disebut dengan semesta pembicaraan.10

6)


Konsisten dalam Sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem yang berkaitan satu sama
lain, tetapi adapula sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.

8

Ibid.
Fathani, Matematika…, hal. 70
10
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan…, hal. 17
9

20
Kontradiksi antara sistem tersebut tetap bernilai benar pada sistem dan
strukturnya sendiri.11
2.

Matematika Sekolah.
Definisi-definisi matematika yang telah diuraikan sebelumnya adalah
pengertian matematika sebagai ilmu. Sedangkan matematika yang diajarkan di

sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Umum
disebut matematika sekolah (School Mathematic). Definisi matematika sekolah
adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan
kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukkan
bahwa matematika sekolah tidak sepenuhnya sama dengan matematika sebagai
ilmu. Adapun perbedaannya terletak pada :
a. Cara penyajiannya, penyajian dalam buku matematika di sekolah tidak selalu
diawali dengan teorema atau definisi. Disesuaikan dengan perkembangan
intelektual peserta didik.
b.

Pola pikirnya, dalam matematika sekolah meski tetap
diharapkan mampu berpikir deduktif, namun pada proses pembelajarannya
dapat menggunakan pola pikir induktif.

c.

Keterbatasan semesta, dalam matematika di SD
terlihat secara bertahap diperkenalkan bilangan bulat positif, kemudian lebih
atas lagi diperkenalkan pecahan dan bilangan negatif. Jadi semestanya sempit

menjadi luas.

11

Ibid.

21
d.

Tingkat keabstrakannya, diawal pendidikan tingkat
abstraksi rendah, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula tingkat
abstraksinya.
Terkait dengan fungsi matematika diajarkan di sekolah dalam hal ini

Madrasah Aliyah, matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berhitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri,
aljabar dan trigonometri. Selain itu matematika sekolah

berfungsi untuk


mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika,
diagram grafik atau tabel.
3.

Tujuan Pendidikan Matematika.
Menurut pendapat Soedjadi bahwa :
“Matematika diajarkan kepada anak bukan untuk mengetahui matematika,
namun matematika diberikan kepada siswa untuk membentuk siswa agar
tertata nalarnya, terbentuk kepribadiannya serta terampil menggunakan
matematika dan penalarannya dalam kehidupan kelak”.12
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika yang
dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa :
“Tujuan umum diberikannya matematika dijenjang pendidikan dasar dan
pendidikan umum adalah : 13

12

Ipung Yuwono, Pembelajarn Matematika secara Membumi, (Malang : Jurusan Matematika FMIPA
UNM, 2001), hal. 31
13
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan …, hal. 43

22
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat,
jujur, efektif dan efisien.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
bebagai ilmu pangetahuan.”

Kemudian yang menjadi tujuan khusus pengajaran matematika di sekolah
menengah umum yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus
pengajaran matematika adalah : 14
a. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
pendidikan ke pendidikan tinggi.
b. Siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan matematika
Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan kehidupan yang lebih luas (dunia
kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari.
c. Siswa mempunyai pandangan yang luas serta memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika, sikap kritis, obyektif, terbuka, kreatif serta inovatif.
d. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable) melalui
kegiatan matematika.
Dari tujuan yang dikemukakan di atas memuat nilai-nilai tertentu yang
dapat mengarahkan klasifikasi atau pengelolaan tujuan pembalajaran matematika

14

Ibid., hal. 44

23
di semua jenjang pendidikan perekolahan menjadi 1) Tujuan yang bersifat formal
dan 2) Tujuan yang bersifat material.
Adapun tujuan yang bersifat formal lebih menekankan penalaran dan
membentuk kepribadian. Sedangkan tujuan yang bersifat material lebih
menekankan kepada kemampuan menerapkan matematika dalam ketrampilan
matematika.15
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
matematika di sekolah ditekankan pada penataan nalar, pembentukan sikap siswa
dan ketrampilan dalam menerapkan ilmu matematika.
4.

Belajar Matematika.
Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan, ketrampilan,
kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan
berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat
diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.16
Sebagian

orang

beranggapan

bahwa

belajar

adalah

semata-mata

mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi/materi pelajaran.17 Di samping itu, ada pula sebagian orang yang
memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak latihan membaca
dan menulis.18

15

Ibid., hal. 45
Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika, (Malang : PKIP Malang, 1990), hal.
17
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosda Karya,
2003), hal. 89
18
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 64
16

24
Dalam Kamus Besar Bahasa Indenesia, secara etimologis belajar mamiliki
arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki
pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau
ilmu.19 Di sini, usaha untuk mencapai ilmu atau kepandaian merupakan usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang
belum dipunyai sebelumnya.
Ada beberapa definisi belajar dari para ahli, diantaranya yaitu :20
a.

Witherington,

dalam

buku

Educational

Psychology

mengemukakan : “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.
b.

Morgan,

dalam

buku

Introduction

to

Psychology

(1978)

mengemukakan : “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.
c.

Menurut Charles E. Skinner : “learning is a process of progressive
behavior adaptation,” bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku
ke arah yang lebih maju”.

d.

Menurut Ernest R. Hilgard : “learning is the process by which an
activity priginates or is changed through responding a situation,” Belajar
adalah suatu proses yang menghasilkan suatu aktivitas atau mengubah suatu
aktivitas dengan perantara tanggapan kepada satu situasi.

19

Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2007), hal. 13
20
Daryono, Psiklogi Pendidikan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2007), hal. 211-212

25
Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku baik aspek jasmani maupun rohani yang didahului
atau disertai usaha oleh yang bersangkutan. Selain itu ada beberapa hal unsur
penting sebagai ciri khas pengertian tentang belajar, yaitu:21
a.

Adanya usaha atau aktivitas yang disengaja sehingga
menghasilkan suatu perubahan perilu, dimana perubahan tersebut ada dua
kemungkinan yaitu mengarah pada hal positif dan pada hal negatif.

b.

Perubahan perilaku yang terjadi menyangkut berbagai
aspek kepribadian baik fisik maupun psikis.

c.

Perubahan tersebut terjadi melalui pengalaman dan
latihan.

d.

Perubahan relatif bersifat konstan.
Dalam kaitannya belajar Matematika, Herman Hudojo mengatakan bahwa :
”Belajar Matematika ada tiga transfer belajar, yaitu :
a.

Teori disiplin formal menyatakan, bahwa kemampuan berfikir itu
adalah dilatih.

b.

Teori unsur-unsur identik timbul dari koneksionisme yang
menyatakan bahwa belajar merupakan prose pembentukan asosiasi
antara stimulus (pesan panca indra) dan respon (kecederungan
bertindak).

c.

Teori pengorganisasian kembali pengalaman, pengertian, atau
generalisasi kembali pengalaman dari stuasi keseluruhan.” 22

21
22

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1990), hal. 85
Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang : PKIP Malang, 1990), hal. 92

26
Sedangkan belajar Matematika sendiri merupakan suatu proses seorang
siswa untuk mengerti dan memahami tentang matematika. Tujuan Belajar
Matematika adalah :23
a.

Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan. Misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaan konsistensi dan inkonsisten.

b.

Mengembangkan

ativitas

kreatif

yang

melibatkan

imajinasi, institusi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta
mencoba-coba.
c.

Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

d.

Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi
atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan grafik, peta, diagram didalam menyelesaikan gagasan.
Prinsip Cara Belajar Anak / Peserta Didik.

Prinsip cara belajar peserta didik aktif dalam pengajaran matematika adalah
bahwa : 24
a. Setiap konsep baru selalu diperkenalkan melalui kerja praktek yang cukup.
b.

Kerja praktek merupakan bagian dari keseluruhan
pengajaran matematika, bahkan bagian yang terpadu dalam pengajaran
matematika secara keseluruhan.

23

Depdiknas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, (Jakarta : Depdiknas, 2003) hal. 2
Lisnawaty Simanjuntak, dkk, Metode Mengajar Matematika, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1993),
hal. 81-83
24

27
c.

Dengan kerja praktek pengalaman peserta didik
akan bertambah.

d.

Penerapan konsep baru melalui praktek kerja harus
dilakukan berulang kali dengan bervariasi, dengan maksud untuk lebih
menanamkan konsep dan untuk dapat memperbaiki segera.

e.

Pemberian

kesempatan

untuk

mengemukakan

pertanyaan dan hasil penemuan bagi peserta didik/anak perlu diberikan.
f.

Mempergunakan pengalaman sehari-hari dalam
pengajaran matematika.

g.

Kegiatan penilaian/evaluasi jangan hanya melihat
dari hasil yang dikerjakan peserta didik tetapi juga harus dilihat dari proses
kegiatan pelajaran atau keaktifan dalam bekerja.

1. Mengajar Matematika
Mengajar merupakan suatu kejadian dimana pengajar menyampaikan
pengetahuan / pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuannya supaya
pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik.25 Definisi lain
menyebutkan bahwa mengajar itu merupakan penyampaian pengetahuan dan
kebudayaan kepada siswa. Oleh karena itu tujuannya hanya berkisar sekitar
pencapaian penguasaan siswa atas sejumlah pengetahuan dan kebudayaan.26
Adapun pengertian mengajar menurut para ahli, diantaranya :

25
26

Herman Hudojo, Strategi Mengajar…, hal. 6
Muhibbin Syah, Psikologis Pendidikan …, hal. 181

28
a.

Nana Sudjana berpendapat mengajar adalah mengatur dan
mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat
mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.27

b.

Oemar

Hamalik

mengartikan

mengajar

adalah

aktifitas

mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga
menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara
aktif.28
c.

Tartdif (1989) mendefinisikan mengajar adalah … any action
performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating
learning in another individual (the leaner). Artinya, mengajar adalah
perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan
membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini siswa) melakukan
kegiatan belajar.29

d.

S. Nasution merumuskan pengertian mengajar sebagai berikut :
1)

Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada
murid.

2)

Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada
anak, dan

3)

Mengajar adalah aktifitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak
sehingga terjadi proses belajar mengajar.30

27
28

Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru, 1989), hal. 7
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2000), hal.

58.
29
30

Muhibbin Syah, Psikologis Pendidikan…, hal.182
Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hal. 19

29
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan
kegiatan menyampaikan pengetahuan kepada anak sehingga dapat mendorong anak
untuk melakukan kegiatan belajar supaya dapat menerima, menanggapi, menguasai
dan mengembangkan pengetahuan yang telah disampaikan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Proses Mengajar dan Belajar
Matematika.
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, mengajar itu harus diarahkan agar
peristiwa belajar terjadi. Belajar matematika akan berhasil bila proses belajarnya baik
yaitu melibatkan intelektual peserta didik secara optimal. Peristiwa belajar yang kita
kehendaki bisa tercapai bila faktor-faktor berikut ini dapat kita kelola sebaik-baiknya.
a.

Peserta didik.
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung kepada
peserta didik, antara lain dipengaruhi faktor-faktor berikut ini :
1)

Kemampuan dan kesiapan peserta didik untuk mengikuti
kegiatan belajar matematika.

b.

2)

Sikap dan minat peserta didik terhadap matematika.

3)

Kondisi fisiologis dan psikologis peserta didik.

4)

Intelegensi peserta didik.
Pengajar.
Pengajar melaksanakan kegiatan mengajar dengan tujuan agar proses

belajar diharapkan dapat berlangsung efektif. Keberhasilan pengajar dalam
melaksanakan kegiatan mengajar matematika ditentukan oleh hal-hal sebagai
berikut :

30
1)

Kemampuan pengajar dalam menyampaikan materi matematika.

2)

Penguasaan pengajar terhadap materi matematika.

3)

Kepribadian, pengalaman dan motivasi pengajar dalam mengajar
matematika.

c.

Sarana dan Prasarana.
Sarana dan prasarana mempunyai pengaruh yang penting dalam
memperlancar dan meningkatkan kualitas belajar peserta didik, antara lain:
1)

Ruangan yang memadai (sejuk, bersih dan nyaman).

2)

Penyediaan buku teks dan sumber belajar yang lain tentang
pengajaran matematika.

3)

d.

Penyediaan alat bantu belajar matematika.

Penilaian.
Penilaian dipergunakan disamping untuk melihat bagaimana hasil
belajarnya, tetapi juga untuk melihat bagaiman berlangsungnya interaksi
antara pengajar dan peserta didik. Misalnya dapat menganalisasi tentang :

1)

Keberhasilan peserta didik dalam belajar matematika.

2)

Apakah di dalam proses belajar matematika itu didominasi
pengajar ataukah komunikasi terjadi dua arah.

3)

Apakah petanyaan yang diajukan pengajar kepada peserta didik
merangsang belajar atau mematikan.

31
4)

Apakah jenis pertanyaan yang diajukan pengajar menyangkut
ranah kognitif rendah seperti ingatan dan pemahan saja, ataukah ranah
kognitif tinggi seperti penyelesaian masalah.31

B.

Prestasi Belajar Matematika
1.

Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Membahas tentang prestasi Belajar maka tidak akan terlepas dari pengertian

Prestasi dan Belajar.
Menurut Saifuddin Azwar, pengertian prestasi adalah “hasil yang telah dicapai
oleh siswa dalam belajar.”32
Hasil tersebut dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan
pengetahuan, ketrampilan berpikir maupun ketrampilan motorik. Tingkat penguasaan
pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut di sekolah dilambangkan
dengan angka-angka atau huruf. Seperti angka 0 –10 pada pendidikan sekolah dan
huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi.33
Sedangkan pangertian belajar menurut Oemar Hamalik adalah : “Suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”.34
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil
belajar yang diperoleh dari suatu usaha dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan
ketrampilan yang dilambangkan dengan angka atau huruf.
31

Herman Hudojo, Strategi Mengajar…, hal. 8-10
Saifuddin Azwar, Tes Prestasi : Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar,
(Jogjakarta: Pustaka Belajar, 2005), hal. 13
33
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : PT Remaja
Rosda Karya, 2005), hal. 102-103
34
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2001), hal. 28
32

32
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar diartikan
sebagai penguasaan ketrampilan atau pengetahuan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran lazimnya ditunjukkan oleh nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.35
Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, prestasi
belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa dalam pengusaan pengetahuan
dan ketrampilan yang dikembangkan untuk pelajaran matematika yang ditunjukkan
atau dilambangkan dengan nilai tes yang berupa angka atau huruf.
Untuk mengetahui keberhasilan peserta didik dalam mencapai prestasi dalam
belajar diperlukan suatu pengukuran yang disebut dengan tes prestasi. Tujuan tes
pengukuran ini memberikan bukti peningkatan atau pencapaian prestasi belajar yang
diperoleh, serta untuk mengukur sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap
mata pelajaran tersebut.
Tes prestasi belajar merupakan tes yang disusun secara terencana untuk
mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau
materi yang telah diajarkan.36 Tes prestasi ini bisaanya digunakan pada kegiatan
pendidikan formal.
Fungsi utama tes prestasi di kelas menurut Robert L. Ebel (1979) : “Mengukur
prestasi belajar para siswa dan membantu para guru untuk memberikan nilai yang
lebih akurat (valid) dan lebih dapat dipercaya (reliabel)”37

35

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1996), hal. 787
36
Saifudin Azwar, Tes Prestasi…, hal. 9
37
Ibid., hal. 14

33
Pada umumnya bahwa suatu nilai yang baik merupakan tanda keberhasilan
belajar yang tinggi sedangkan nilai tes yang rendah merupakan kegagalan dalam
belajar. Karena nilai tes dianggap satu-satunya yang mempunyai arti penting maka
nilai tes itulah biasanya menjadi target usaha mereka dalam belajar.
Jenis tes tergantung maksud dari tes dan tujuan belajar yang akan diukur.
Bentuk dari jenis tes tersebut berupa tes obyektif dan tes subyektif.38
a.

Tes obyektif adalah tes yang jawabannya dapat diberi skor
nilai secara lugas (seadanya) menurut yang ditentukan sebelumnya.39 Tes
obyektif berupa pilihan benar-salah, pilihan berganda, menjodohkan,
melengkapi dan isian.
Tes obyektif dalam kegiatan mengajar belajar matematika bermanfaat
untuk :
1) menilai bahan yang luas, jawaban tegas dan soalnya banyak serta dapat
dijawab dalam waktu yang singkat
2) memudahkan pemberian skor walaupun peserta didiknya banyak dan
obyektif dalam menilai
3) mendiagnosis kekuatan atau kelemahan peserta didik dalam belajar
matematika.40

b.

Tes subjektif adalah tes yang hasil penilaiannya relatif
tergantung penilainya.41 Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban
yang diberikan oleh para siswa. Faktor kondisi pribadi penilai sangat

38

Herman Hodojo, Strategi Mengajar…, hal. 139
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan…, hal. 146
40
Herman Hodojo, Strategi Mengajar…, hal. 145
41
Ibid., hal. 140
39

34
menentukan terhadap hasil penilaiannya. Tes subjektif biasanya berbentuk
uraian. Tujuan utama tes ini adalah agar peserta didik dapat menunjukkan
proses jawaban (yang ditunjukkan dengan langkah-langkahnya) secara terinci
tidak hanya hasilnya saja.
Tes subjektif dalam kegiatan mengajar belajar matematika bermanfaat
untuk :
1) Mengungkapkan kemampuan intelektual yang tinggi, sebab peserta didik
mengorgaisasikan pengetahuannya untuk menemukan jawaban dengan
menggunakan kata-kata sendiri.
2) Mengungkapkan

cara

berpikir

matematika,

namun

tes

tentang

membuktikan teorema yang sudah dibicarakan akan mendorong hafalan.
3) Mendorong peserta didik untuk terbiasa dalam menentukan langkah
penyelesaian masalah disertai alasan-alasannya.42
Jadi, bentuk tes obyektif dan tes subyektif tersebut dapat dugunakan dalam
kegiatan mengajar belajar matematika yaitu untuk mengetahui prestasi belajar yang
telah dicapai seorang siswa melalui hasil tes tersebut.
2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan

atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.43 Kedua faktor tersebut
saling mempengaruhi daam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas
prestasi belajar.

42
43

Ibid., hal. 146
Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar…, hal. 19

35
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Prestasi Belajar diuraikan sebagai
berikut :
a.

Faktor Internal
Yaitu faktor-faktor yang berasal dari daam diri individu dan dapat
mempengaruhi prestasi belajar :
1) Faktor fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik individu. Keadaan jasmani beserta fungsinya akan sangat
berpengaruh pada prestasi yang akan dicapai siswa. Kondisi fisik jasmani
yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif pada terhadap
kegiatan belajar individu. Sebaliknya, jika kondisi fisiknya lemah atau
sakit akan menghambat tercapai prestasi belajar yang maksimal. Oleh
karena itu, keadaan jasmani beserta fungsi jasmani harus selalu dijaga
kesehatannya.44
2) Faktor psikologis
Setiap manusia atau peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi
psikologis yang berbeda-beda. Sehingga akan berpengaruh pada proses
dan prestasi belajarnya masing-masing. Faktor-faktor rohaniah siswa
yang utama mempengeruhi proses dan prestasi belajar adalah tingkat
kecerdasan/intelegensi siswa, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa.45

b.

44
45

Faktor Eksternal

Ibid.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan…, hal.133

36
Faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar dapat
digolongkan menjadi dua faktor, yaitu :
1) Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan prestasi
belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik (alam) dan dapat
pula berupa lingkungan sosial, sekolah dan masyarakat keluarga.
2) Faktor instrumental
Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaanya dirancang sesuai dengan prestasi (hasil) belajar yang
diharapkan.46 Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana
untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktorfaktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana, dan fasilitas.

C.

Kecerdasan Emosional
1.

Pengertian Kecerdasan Emosinal
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990
oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional
yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering
disebut EQ sebagai :
46

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran : Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta : Gaung Persada (GP)
Press, 2008), hal. 32

37
“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilahmilah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan
tindakan.”
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama
orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan
kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan
kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan
konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh
faktor keturunan.
Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa
bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih
sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan
tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik,
interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai
kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut

sebagai kecerdasan

emosional.47
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka,
bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan.
47

Daniel Goleman, Emotional…, hal. 50

38
Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi
terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu
model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk
menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara
efektif.”.48
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar
pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan
tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan
antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan
“akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk
membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun
tingkah laku”. 49
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey
memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan
sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu.
Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain
(empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang
lain.50
Anita FE. Woolfolk mengemukakan pengertian kecerdasan inteligensi
sebagai:
48

Ibid., hal. 52
Ibid.,hal. 53
50
Ibid.,hal 57
49

39
"Satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan
pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan
lingkungan. Dengan demikian yang dimaksud kecerdasan merupakan kemampuan
individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi”.51
Menurut pandangan Stern, kecerdasan inteligensi adalah daya menyesuaikan
diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berfikir menurut
tujuannya. Stern menitikberatkan kepada soal adjusment terhadap masalah yang
dihadapi. Pada orang yang cerdas akan lebih cepat dan tepat didalam menghadapi
masalah-masalah baru bila dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas.52
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses
kogitif seperti berfikir, daya menghubungkan, dan menilai atau mempertimbangkan
sesuatu. Atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah
dengan menggunakan logika.53
Dalam perkembangan selanjutnya, pemahaman tentang kecerdasan telah
berkembang. Howard Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan inteligensi itu
terdiri dari beberapa kawasan utama. Ia menyebutnya Multiple Intelligence.
Kecerdasan itu antara lain:
1. Kecerdasan linguistik yaitu kemampuan menggunakan kata secara efektif baik
lisan maupun tertulis.
2. Kecerdasan matematis logis yaitu kemampuan menggunakan angka dengan baik
dan melakukan penalaran dengan benar.
3. Kecerdasan spasial yaitu kemampuan memersepsi dunia spasial visual secara
akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial visual tersebut.
51

Yusuf al-Uqshari, Menjadi Pribadi yang Berpengaruh, (Jakarta : Gema Insani, 2005), hal 106
Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal 159
53
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islami, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hal 319
52

40
4. Kecerdasan kinestesis-jasmani yaitu keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk
mengekspresikan ide dan perasaan serta ketrampilan menggunakan tangan
untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.
5. Kecerdasan musikal yaitu kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal,
dengan cara memersepsi, membedakan, mengubah, mengekspresikan musik.
6. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan memersepsi dan membedakan
suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain.
7. Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan memahami diri sendiri dan
bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.
8. Kecerdasan naturalis yaitu keahlian mengenali dan mengkategorisasikan spesies
flora dan fauna di lingkungan sekitar.54
Dua kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner yaitu kecerdasan
interpersonal dan kecerdasan intrapersonal inilah oleh Goleman dinamakan
kecerdasan emosi atau kecerdasan emotional intelligence (EQ). Untuk pembahasan
awal ini maka penulis akan menyajikan definisi tentang kecerdasan emosional yang
diklarifikasikan kedalam dua tinjauan yaitu:
1. Tinjauan secara etimologi.
a.Kata emosi memiliki persamaan arti dengan emotion yang artinya perasaan,
emosi. 55
b. Dalam kamus bahasa Indonesia kata emosi berarti luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu singkat, keadaan dan reaksi psikologis

54
55

Ach.Saifullah, Nine Adien Maulana, Melejitkan…., (Jogjakarta: Kata Hati, 2005), hal 35-38
Jhon.M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), hal. 26

41
dan filosofis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan),
keberanian yang bersifat subyektif.56
c.Emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan didalam oxford english
dictionary sebagai "setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu,
setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap, sedangkan Daniel
Goleman menyatakan bahwa " emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecerdasan untuk bertidak. Pada dasarnya, semua emosi adalah
dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang
telah ditanamkan secara berangsur-angsur.57
d. William James (dalam wedge) mengatakan bahwa yang dimaksud emosi
adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas apabila
berhadapan dengan obyek tertentu dalam lingkungannya. Adapun Crow &
Crows mengartikan emosi sebagai sesuatu keadaan yang bergejolak pada
diri individu yang berfungsi sebagai inner adjusment (penyesuaian diri dari
dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu.58 Menurut Carr, mengemukakan teori organic adjustment
(penyesuaian organis). Menurut teori ini emosi adalah penyesuaian organis
yang timbul secara otomatis pada manusia dalam menghadapi situasi-situasi
tertentu. Misalnya emosi marah timbul jika organisme dihadapkan pada
rintangan yang menghambat kebebasannya untuk bergerak, sehingga semua
tenaga dan daya dikerahkan untuk mengatasi rintangan itu dengan diiringi
56

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
cet 2, 2002), hal 298
57
Yasin Musthofa, EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam,(Sketsa, 2007), hal 23-24
58
Netty Hartaty et.al, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 90

42
oleh gejala-gejala denyut jantung yang meninggi, pernafasan semakin cepat
dan sebagainya.59 Emosi yakni satu reaksi komplek yang mengait satu
tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam serta
dibarengi dengan perasaan (feeling) yang kuat atau disertai dengan keadaan
afektif. Perasaan merupakan pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh
perangsang eksternal maupun oleh motivasi, sehingga antara emosi dan
motivasi terjadi hubungan interaktif.60
e.Coleman dan Hammer menyebutkan ada empat fungsi dari emosi : pertama,
emosi sebagai pembangkit energi. Kedua, emosi adalah pembawa informasi.
Ketiga, emosi bukan hanya pembawa informasi dalam komunikasi
intrapersonal. Keempat, emosi merupakan sumber informasi tentang
keberhasilan kita.61
f. Jeane Segal mengemukakan bahwa emosi adalah penyambung hidup bagi
kesadaran diri dan kelangsungan diri secara mendalam menghubungkan kita
sendiri dengan orang serta dengan alam.62
g. Di pihak kaum empiristik dapat kita catat nama-nama William James (18421910), Amerika Serikat, dan Carl Lange (Denmark). Menurut pendapat atau
teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap rangsanganrangsangan yang datang dari luar.63

59

Ibid…,hal. 91
Netty Hartaty et.al, Islam…, hal 106
61
Wardiana,Psikilogi…,hal 165
62
Jeans Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, (Bandung: Kaifa, 2002), hal. 19
63
Abdul Rahman Shaleh, Muhib Abdul Wahab, Psikologi suatu pengantar dalam perspektif
islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal 168
60

43
h. Nana Syaodih Sukmadinata mengatakan bahwa emosi merupakan
perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relatif
tinggi, dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin, suatu stirred up or
aroused state of the human organization. Emosi seperti halnya perasaan juga
membentuk suatu kontinum, bergerak dari emosi positif sampai dengan
yang bersifat negatif.64

2. Tinjauan secara terminologi.
a. Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional merupakan kemampuankemampuan yang dimiliki seseorang yang mencakup pengendalian diri,
semangat dan ketekunan. Serta mampu untuk memotivasi diri sendiri.
Menurutnya pula dalam bukunya yang lain menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain. Kemampuan memotivasi diri
sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain.65
b. Menurut Usman Najati, mengartikan emotional quotient (EQ) sebagai
sebuah kecerdasan yang bias memotivasi kondisi psikologis menjadi
pribadi-pribadi yang matang.66
c. Kecerdasan emosional, menurut Ary Ginanjar Agustian. Secara luas dapat
diartikan sebagai kecerdasan yang mengantarkan kita kepada hubungan
kebendaan dan hubungan antar manusia. Secara khusus lagi, Agustian
64

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), hal 80
65
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosinal, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal 512
66
M. Usman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi, (Jakarta: Hikmah, 2002), hal xi

44
mengatakan bahwa EQ yang tinggi dapat diindikasikan melalui kemampuan
seseorang untuk menstabilkan tekanan pada amygdale (system syaraf
emosi), sehingga emosi selalu terkendali.67
d. Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk
menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri.
Mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat,
memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain, dan membina hubungan
dengan orang lain.68
e. Menurut Suharsono, keadaan emosional adalah kemampuan untuk melihat,
mengamati, mengenali, bahkan mempertanyakan tentang diri.69
f. Pengertian berikutnya tentang kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan perasaan orang lain dan mengambilnya sebagai inspirasi untuk
menentukan keputusan. Setelah seseorang mampu mengendalikan emosinya
sendiri, akan lebih mudah baginya untuk memahami perasaan orang lain,
lantas menyelesaikan segala sesuatu permasalahan bukan hanya dengan
mempertimbangkan persepsi, pandangan dan pendapat sendiri, tetapi dengan
memperhatikan dan menggunakan cara pandang orang lain.70
g. Robert K. Cooper mendefinisikan kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menetapkan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusiawi.71
67

Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga, 2005), hal

218
68
Abdul Mujib, Jusuf Muzdakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islami, (Jakarta: Remaja Rosdakarya,
2002), hal 321
69
Suharsono, Melejitkan IQ, EQ, (Depok: Insani Press, 2005), hal 114
70
Hamim Thohari, Ika Rais,Tim Nasma, Tumbuh Kembang Kecerdasan Emosi Nabi, (Bekasi:
Pustaka Inti, 2006), hal 1
71
Achmad Patoni, Dinamika Pendidikan Anak, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal 188

45
Merujuk dari beberapa teori tentang kecerdasan emosi diatas maka penulis
menyimpulkan pengertian kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain. Dengan demikian bahwa kecerdasan emosi
sangat penting mengingat didalamnya terdapat sebuah interaksi antara manusia
yang memerlukan kemampuan bagaimana seseorang mampu mengelola emosinya
ketika bersosialisasi dan komunikasi dengan orang lain. Berbeda dengan kecerdasan
intelektual seseorang, hal ini menyangkut kepada proses berfikir seseorang dalam
mengoptimalkan kinerja otak sehingga mampu memberikan sinyal-sinyal untuk
memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka untuk memecahkan
masalah dan mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan demikian
disamping mampu dalam berfikir diperlukan juga mampu untuk mengendalikan
emosinya sehingga kedua kecerdasan ini bisa saling melengkapi dan mendukung
segala aktifitas yang dilakukan oleh seseorang baik secara individu maupun sosial.

2.

Ciri-ciri Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi memiliki beberapa komponen penting. Masing-masing
pakar mengemukakan pendapat yang berbeda-beda terkait dengan komponen atau
ciri-ciri tentang kecerdasan emosi tersebut.
Berikut ini adalah pemaparan dari masing-masing pakar mengenai
kecerdasan emosi :

46
Salovey membagi kecerdasan emosi menjadi lima wilayah utama yaitu
kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotifasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.72
Jeans Segal menjelaskan wilayah kecerdasan emosi adalah hubungan
pribadi antar pribadi, tanggung jawab akan harga diri, kesadaran diri, kepekaan
sosial, kemampuan adaptasi sosial.73
Sedangkan Ary Ginanjar Agustian mengemukakan komponen-komponen
dalam mengembangkan kecerdasan emosi yaitu integritas, kejujuran, komitmen,
visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan,
penguasaan diri atau sinergi.74
Disamping itu ciri-ciri kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman
sebagai berikut:
1. Kecakapan pribadi, yaitu kecakapan tentang bagaimana kita mengelola diri
sendiri.
2. Kesadaran diri, yaitu mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya,
dan intuisi. Kecakapan ini meliputi:
-

Kesadaran emosi, yaitu mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.
Penilaian diri secara teliti, yaitu mengetahui kekuatan dan
batas diri sendiri.

-

Percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan
kemampuan diri.

72

Goleman, Kecerdasan Emosional…, hal 58-59
Segal, Melejitkan…, hal 27
74
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual,
(Jakarta: Arga, 2003), hal xiii
73

47
3. Pengaturan diri, yaitu mengelola kondisi, impuls, dan sumberdaya diri sendiri.
Kecakapan ini meliputi:
- Kendalikan diri, yaitu mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan yang
merusak.
- Sifat-sifat yang dipercaya, yaitu memelihara norma kejujuran.
- Kewaspadaan, yaitu tanggung jawab atas kinerja pribadi.
- Adaptabilitas, yaitu keluwesan dalam menghadapi perubahan.
- Inovasi, yaitu mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan
dan informasi-informasi baru.
4. Motivasi, yaitu kecenderungan emosi yang mengantarkan atau memudahkan
peraihan sasaran. Kecakapan ini meliputi:
- Dorongan prestasi, yaitu dorongan untuk menjadi lebih atau memenuhi
standar keberhasilan.
- Komitmen, yaitu menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau
perusahaan.
- Inisiatif, yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
- Optimisme, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada
halangan atau kegagalan.
- Kecakapan sosial, yaitu kecakapan tentang bagaimana menentukan hubungan
dengan orang lain.
5. Empati, yaitu kesadaran terhadap perasaan atau kebutuhan orang lain.
Kecakapan ini antara lain:

48
- Memahami orang lain, yaitu mengindra perasaan dan perspektif orang lain,
dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
- Orientasi pelayanan, yaitu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha
memenuhi kebutuhan pelanggan.
- Mengembangkan orang lain, merasakan kebutuhan perkembangan orang lain
dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
- Mengatasi keragaman, yaitu menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan
bermacam-macam orang.
- Kesadaran politis, yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok
dan hubungannya dengan kekuasaan.
6. Ketrampilan sosial, yaitu kepintaran dalam menggugah tanggapan yang
dikehendaki pada orang lain. Kecakapan ini meliputi:
- Pengaruh, yaitu memiliki taktik untuk persuasi.
- Komunikasi, yaitu mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.
- Kepemimpinan yaitu membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan
orang lain. Katalisator perubahan, yaitu memulai dan mengelola perubahan.
- Manajemen konflik, yaitu negosiasi dan pemecahan silat pendapat.
- Kolaborasi dan kooperasi, yaitu kerjasama dengan orang lain demi tujuan
bersama.
- Kemampuan

tim,

yaitu

menciptakan

sinergi

kelompok

dalam

memperjuangkan tujuan mereka.75
Dalam bukunya Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata ada beberapa ciri-ciri
tentang emosi, yaitu :
75

Goleman, Kecerdasan Emosi…, hal 34-35

49

1. Pengalaman emosional bersifat pribadi.
Kehidupan emosional seseorang individu tumbuh dari pengalaman
emosionalnya sendiri. Pengalaman emosional ini sangat subyektif dan bersifat
pribadi, berbeda antara seorang individu satu dengan individu yang lainnya. Ada
perangsang-perangsang tertentu yang secara umum menimbulkan rangsangan
emosional yang sama kepada individu, seperti rasa takut akan binatang buas,
api, suara yang sangat keras dan lain sebagainya. Dengan demikian pengalaman
sangat memegang peranan penting dalam pertumbuhan rasa takut, dan jenisjenis emosi lainnya. Pengalaman emosi ini tidak selalu terjadi secara sadar, bisa
juga berlangsung dengan tidak sadar. Kadang sesesorang tidak mengerti
mengapa ia merasa takut pada sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti,
merasa benci pada sesuatu atau seseorang yang tidak diketahui kesalahannya.
Pengalaman emosi tersebut terjadi secara tidak disadari.
2. Perubahan aspek jasmaniah.
Pada waktu individu menghayati suatu emosi, maka terjadi beberapa
perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu
terjadi secara serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Demikian
juga intensitas kekuatan perubahan pada sesuatu aspek berbeda dengan aspek
lainnya, dan pada seseorang individu berbeda dengan individu yang lainnya.
3. Emosi diekspresikan dalam perilaku.

50
Emosi yang dihayati oleh seseorang dalam perilakunya, terutama dalam
ekspresi roman muka dan suara / bahasa. Seseorang yang sedang mengalami
rasa takut atau marah, akan dapat dilhat dari gerak-gerak tubuhnya, tetapi akan
lebih jelas nampak pada roman mukanya. Ekspresi ini juga dipengaruhi oleh
pengalaman, belajar dan kematangan.
4. Emosi sebagai motif.
Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk
melakukan kegiatan. Demikian juga halnya dengan emosi, dapat mendorong
sesuatu kegiatan apakah menjauhi atau mendekati sesuatu obyek yang
memberikan rangsangan emosional. Emosi merupakam suatu motif, sebab
keduanya berasal dari bahasa latin yang seakar, yaitu motive dari movere yang
berarti to move (bergerak), sedang emotion dari emovere yang berarti to move
out bergerak keluar dari. Keduanya berarti bergerak atau menggerakkan.76
Berdasarkan definisi kecerdasan emosi di atas, maka dapat dipahami ciri-ciri
orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi. Diantaranya sebagai berikut :
a. Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki kemampuan untu

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kreativitas Dan Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Garis Singgung Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 5

Pengaruh Kreativitas Dan Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Garis Singgung Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 31

Pengaruh Kreativitas Dan Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Garis Singgung Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Karangrejo Tulungagung Tahun Ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 22

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1