Gambaran Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan nya Waktu Pengeluaran Plasenta Pada Ibu Melahirkan di Klinik Bersalin Sumiariani

13

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kematian ibu menurut defenisi WHO (2000 dalam Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2014) adalah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang
terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan
disebabkam oleh kecelakaan/cedera.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) selama
periode tahun 1991-2007 angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun pada SDKI 2012 angka
kematian ibu kembali naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun
AKI hasil SDKI tahun 1991 dan 2012 tidak jauh berbeda, namun belum dapat
mencapai target global MDGs (Millenium Development Goals) pada tahun 2015.
Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun

2015. Menurut hasil survey WHO pada tahun 2015 di Indonesia Angka Kematian
Ibu (AKI) mengalami penurunan yaitu 126 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini
masih belum mencapai target MDGs ke-5. Mengacu dari kondisi saat ini, untuk
menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguhsungguh untuk mencapainya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Utara selama empat tahun
terakhir dinilai cukup tinggi yakni melebihi AKI secara nasional yakni
228/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007 AKI mencapai 231/100.000
kelahiran hidup. Tahun 2008 meningkat menjadi 258/100.000 kelahiran hidup dan
tahun 2009 menjadi 260/100.000 kelahiran hidup. Angkanya mencapai
249/100.000 kelahiran hidup per Agustus 2010 (Dinas Kesehatan Sumatera Utara,
2010). Berdasarkan laporan dari profil kabupaten/kota AKI maternal yang
dilaporkan di Sumatera Utara tahun 2013 hanya 95/100.000 kelahiran hidup,
namun ini belum bisa menggambarkan AKI yang sebenarnya di populasi (Dinas
Kesehatan Sumatera Utara, 2013).
Direktorat Kesehatan Ibu pada tahun 2010-2013 juga menyimpulkan
penyebab terbesar kematian ibu selama tahun 2010-2013 masih tetap sama yaitu
perdarahan. Sedangkan partus lama merupakan penyumbang kematian ibu

terendah. Sementara itu penyebab lain-lain juga berperan cukup besar dalam
menyebabkan kematian ibu. Yang dimaksud dengan penyebab lain-lain adalah
penyebab kematian ini secara tidak langsung, seperti kondisi penyakit kanker,
ginjal, jantung, tuberculosis atau penyakit lain yang diderita ibu. Tingginya
kematian ibu akibat penyebab lain-lain menuntut peran besar rumah sakit dalam
menangani penyebab tersebut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2014).
Secara umum kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan (25%),
infeksi pasca persalinan (15%), aborsi tidak aman (13%), gangguan tekanan darah
tinggi (12%), partus lama (8%), penyebab obstetrik langsung lainnya (8%), dan

9
Universitas Sumatera Utara

10

penyebab tidak langsung (19%) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
2007). Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010,
penyebab langsung kematian ibu terjadi 90% pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%),

komplikasi puerperium (8%), abortus (5%), trauma obstetrik (5%), emboli (5%),
partus lama / macet (5%), dan lain-lain (11%). Kematian ibu juga diakibatkan
beberapa faktor risiko keterlambatan (tiga terlambat), diantaranya terlambat
dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan
persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada
saat dalam keadaan emergensi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2011).
Menurut Manuaba (2007) perdarahan pospartum adalah perdarahan yang
terjadi segera setelah persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi bentuk
perdarahan primer dan sekunder. Perdarahan postpartum primer adalah
perdarahan yang berlangsung dalam 24 jam pertama dengan jumlah perdarahan
500 cc atau lebih yang disebabkan oleh atonia uteri, retensio plasenta dan robekan
jalan lahir. Sedangkan postpartum sekunder adalah perdarahan yang berlangsung
setelah 24 jam pertama dengan jumlah perdarahan 500 cc atau lebih yang
disebabkan oleh tertinggalnya sebagian plasenta atau membrannya, perlukaan
terluka kembali dan menimbulkan perdarahan dan infeksi pada tempat implantasi
plasenta. Salah satu penyebab perdarahan postpartum, antoia uterus memegang
peranan besar. Atonia uterus adalah tidak berkontraksi uteri dalam 15 detik
setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (Azwar, 2004).


Universitas Sumatera Utara

11

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah atonia uteri
sehingga mencegah perdarahan pada ibu adalah Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Menurut Maryunani (2012), IMD (Early Initiation) harus dilakukan langsung saat
lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi
juga tidak boleh dibersihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini
harus dilakukan skin to skin antara bayi dan ibu. Namun, hal yang begitu vital
untuk kehidupan bayi ini tidak disadari dan tidak dilakukan oleh orangtua dan
tenaga medis. IMD merupakan intervensi yang direncanakan untuk mempercepat
pelepasan

plasenta

dalam

mencegah


perdarahan

post

partum

dengan

meningkatkan kontraksi uterus sehingga menghindari terjadinya atonia uteri. IMD
akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang dapat membantu rahim
berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi
perdarahan ibu. IMD juga dapat merangsang produksi hormon lain yang membuat
ibu menjadi rileks, lebih mencintai bayinya, menurunkan ambang nyeri, dan
perasaan sangat bahagia sehingga dapat menenangkan ibu dan bayi serta
mendekatkan mereka berdua dengan demikian dinamakan juga hormon kasih
sayang. Dengan melakukan IMD juga dapat merangsang pengaliran ASI (Air
Susu Ibu) dari payudara (Roesli, Utami. 2008).
Hal ini juga didukung oleh pendapat Gimpl dan Fahrenholz (2001) yang
mengatakan bahwa aktifitas oksitosin tidak hanya menyebabkan kontraksi otototot myoepitelia disekitar alveoli mammae, tetapi juga memberikan efek pada
reflek neuroendokrin, memproduksi analgesik, mengurangi respon stres dan


Universitas Sumatera Utara

12

kecemasan, menyebabkan kontraksi uterus dan berperan meningkatkan perilaku
bonding pada ibu dan bayi.
Teori ini diperkuat lagi dengan adanya pengamatan oleh Maryunani
(2012) di sebuah desa di Klaten, Jawa tengah dengan pembuktian bahwa gerakan
kaki bayi yang menekan-nekan perut ibu untuk bergerak ke arah payudara serta
menyentuh puting susu ibunya merupakan cara alami

untuk menekan dan

membantu mengurangi perdarahan dan mengeluarkan plasenta lebih cepat. Hal ini
dikarenakan aktifitas bayi yang demikian akan merangsang produksi hormon
oksitosin yang berfungsi merangsang kontraksi uterus sehingga dapat mengurangi
perdarahan.
Sementara itu menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004),
bagi ibu sentuhan


dan

isapan pada payudara ibu mendorong terbentuknya

oksitosin yang berdampak pada kontraksi uterus sehingga membantu keluarnya
plasenta, kontraksi rahim akan mengurangi area plasenta, karena rahim bertambah
kecil dan dindingnya bertambah tebal beberapa cm. Kontraksi tadi menyebabkan
bagian yang longgar dan lemah dari plasenta pada dinding rahim terlepas, mulamula sebagian dan kemudian seluruhnya dan tinggal bebas dalam kavum uteri.
Namun, terkadang ada sebagian kecil plasenta yang masih melekat pada dinding
rahim. Proses pengeluaran plasenta ini biasanya setahap demi setahap dan
pengumpulan darah di belakang plasenta akan membantu pengeluaran plasenta.
Selaput ketuban pun dikeluarkan, sebagian oleh kontraksi rahim, sebagian
sewaktu keluarnya plasenta. Ditempat-tempat yang lepas, terjadi perdarahan
antara plasenta dan desidua basalis yang disebut retroplasenter haematoma. Bila

Universitas Sumatera Utara

13


pengeluaran plasenta sudah komplit, maka kontraksi rahim mendorong plasenta
yang sudah lepas ke segmen bawah rahim, lalu ke vagina dan dilahirkan.
Penelitian yang dilakukan di VP Ponek RSUD Jombang terkait hubungan
Inisiasi Menyusu Dini terhadap kelancaran proses pengeluaran plasenta,
menunjukkan hasil bahwa ada hubungan IMD dengan kelancaran proses
pengeluaran plasenta. Ibu yang mengalami kelancaran dalam mengeluarkan
plasentanya dan melakukan IMD sebagian besar 61,4% dari responden ibu
bersalin dan ibu yang tidak lancar dalam proses pengeluaran plasentanya dan
berhasil melakukan IMD sebagian kecil 6,8% dari responden bersalin. Dari hasil
studi pendahuluan pada tanggal 25 april 2012 di VK PONEK RSUD Jombang
secara observasi pada 6 ibu bersalin yang melahirkan, didapatkan bahwa 4 bayi
dalam waktu 1hari berhasil melakukan IMD dan mengalami kelancaran dalam
mengeluarkan plasenta (plasenta lahir 5-10 menit). Sedangkan 2 bayi yang tidak
berhasil melakukan IMD, 1 diantaranya lebih lama dalam mengeluarkan plasenta
(selama > 10 menit). Plasenta dikatakan lancar apabila dapat keluar 15-30 menit
setelah bayi lahir, apabila dalam waktu > 30 menit plasenta tidak keluar maka
dikatakan tidak lancar (Sumarah, 2009).
Dari beberapa masalah diatas yang timbul akibat lamanya pengeluaran
plasenta dan terbukti adanya hubungan serta efektifnya IMD dalam hal mencegah
masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran lamanya

proses pengeluaran plasenta jika IMD dilakukan dengan kualitas yang berbeda,
sehingga peneliti menarik judul penelitian “gambaran pelaksanaan Inisiasi

Universitas Sumatera Utara

14

Menyusu Dini (IMD) dan lamanya waktu pengeluaran plasenta pada ibu
melahirkan di Klinik Bersalin Sumiariani”.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti mengangkat rumusan
masalah bagaimanakah gambaran pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan
lamanya waktu pengeluaran plasenta pada ibu melahirkan di Klinik Bersalin
Sumiariani.

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan lamanya waktu pengeluaran plasenta pada ibu
melahirkan di Klinik Bersalin Sumiariani.

Tujuan khusus penelitian ini antara lain adalah:
1.3.1. Mengetahui karakteristik demografi responden
1.3.2. Mengetahui gambaran pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada ibu
melahirkan di Klinik Bersalin Sumiariani
1.3.3. Mengetahui gambaran lamanya proses pengeluaran plasenta pada ibu
melahirkan di Klinik Bersalin Sumiariani

Universitas Sumatera Utara

15

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ditinjau dari pendidikan keperawatan, pelayanan
keperawatan dan peneitian keperawatan yaitu;
1.4.1. Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini sangat bermanfaat pada pendidikan keperawatan karena
mahasiwa dapat memahami pentingnya pengeluaran plasenta dengan cepat untuk
menghindari pendarahan pada ibu melahirkan.serta dapat meningkatkan motivasi
mahasiswa dalam latihan skill Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan baik dan teliti
sesuai prosedur sehingga manfaat yang didapat bisa dapat dirasakan.

1.4.2. Pelayanan Keperawatan
Bagi pelayanan keperawatan, manfaat penelitian ini adalah agar proses
persalinan untuk semua kala dapat menerapkan prosedur yang baik dan benar
termasuk manajemen aktif kala III dan IMD sehingga dapat menurunkan angka
kejadian kematian ibu dan bayi.
1.4.3. Penelitian Keperawatan
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai rujukan untuk penelitian
selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara