Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan

(1)

Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik

Bersalin Kota Medan

Dwi Suci Puspitasari

101121011

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rakhmat, Nikmat dan Karunia-Nya yang tidak terhingga kepada penulis dan menguatkan penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan”, yang merupakan salah satu syarat bagi penulis menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari dalam penyelesaian penelitian ini mengalami banyak keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sebagai masukan untuk perbaikan di waktu yang akan dating.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada orang-orang yang selama ini telah berjasa dalam membantu dan memberi dukungan dengan sepenuh hati kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Siti Saidah Nst. S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu dan memberikan masukan-masukan serta nasehat yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

Kepada dr. Dedi Ardinata M.Kes , selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kepada Ibu Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia sebagai dosen yang membantu dalam melakukan validitas istrumen penelitian dan


(4)

juga selaku dosen Penguji II. Kepada, Ibu Ellyta Aizar S.Kp selaku dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia sebagai dosen yang membantu dalam melakukan validitas instrumen penelitian. Kepada Ibu Nunung Febriany Sitepu S.Kep, Ns, MNS selaku dosen Penguji I. Kepada Ibu Rika Endah Nurhidayah S.Kp, M.Pd selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis. Kepada Ibu Suryani, SST, M.Kes selaku Pimpinan Klinik Bersalin Suryani. Kepada Ibu Hj. Rukni, SST selaku pimpinan Klinik Bersalin Rukni. Dan kepada Ibu Sumiariani, AM.Keb, SST selaku pimpinan Klinik Bersalin Sumiariani yang telah bersedia memberikan izin kepada penulis untuk penelitian di klinik mereka.

Teristimewa buat kedua orang tua saya tersayang ayahanda Muliadi dan ibunda Sri Utami yang sampai saat ini telah membesarkan, mendidik, mendoakan dan selalu memberi dukungan baik moril maupun materil kepada penulis dengan sepenuh hati dan kesabaran. Terima kasih banyak atas kasih sayangnya. Kakakku tersayang Hartati dan adikku tersayang Tri suci yang selalu memberi dukungan, semangat serta doanya. Penulis berharap semoga mereka selalu diberi Rahmat dan Karunia oleh Allah SWT serta selalu mendapat keberkahan, kebahagiaan dan kesejahteraan dunia maupun akhirat.

Terima kasih buat sahabat-sahabat ku Nanda sartika, Sri Wahyuni dan Ismu Raudhah yang banyak membantu, selalu mendukung dan mendoakanku dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan sebagai bahan atau tambahan informasi untuk penelitian lebih lanjut bagi yang membutuhkan pada umumnya mahasiswa keperawatan.

Medan, Februari 2012


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman judul ... i

Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar isi ... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Skema ... ix

Abstrak ... BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Persepsi... 7

2.1.1. Defenisi Persepsi ... 7

2.1.2. Macam-macam Persepsi... 8

2.1.3. Syarat agar Individu Dapat Melakukan Persepsi ... 8

2.1.4. Proses Terjadinya Persepsi ... 8

2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 9

2.2. Kehamilan... 12

2.2.1. Defenisi Kehamilan ... 12

2.2.2. Proses laktasi dan Menyusui ... 14

2.3. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ... 14

2.3.1. Defenisi Inisiasi Menyusu Dini ... 15

2.3.2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini ... 16

2.3.3. Tahapan Perilaku Bayi dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini 18 2.3.4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini ... 19

2.3.5. Inisiasi Menyusu Dini yang Dianjurkan ... 24

2.3.6. Inisiasi Menyusu Dini yang Tidak Dianjurkan ... 25

2.3.7. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini ... 26

2.3.8. Kriteria Bayi yang Tidak Dapat Memungkinkan Diterapkannya Proses Inisiasi Menyusu Dini ... 30

2.4. Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini ... 31

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 34

3.1. Kerangka Konseptual ... 34

3.2. Defenisi Operasional ... 36


(7)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 38

4.1. Desain Penelitian ... 38

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4.4. Pertimbangan Etik ... 41

4.5. Instrumen Penelitian Validitas dan Reliabilitas ... 41

4.6. Validitas dan Reabilitas ... 43

4.7. Pengumpulan Data ... 44

4.8. Analisa Data ... 45

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1. Hasil Penelitian ... 47

5.2. Pembahasan ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... Lampiran

1. Inform consent ... 2. Instrumen penelitian ... 3. Taksasi dana penelitian ... 4. Jadwal penelitian ... 5. Lembar bukti bimbingan ... 6. Surat izin penelitian ... 7. Surat selesai penelitian ... 8. Pengolahan data penelitian ... 9. Curiculum vitae ...


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal Tabel 1 Distribusi dan Presentasi Karakteristik Responden ... 48 Tabel 2 Distribusi dan Presentasi Persepsi Ibu Hamil tentang IMD ... 49


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema Hal Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 35


(10)

Judul : Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan

Peneliti : Dwi Suci Puspitasari

NIM : 101121011

Jurusan : S1 Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012

ABSTRAK

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses alami mengembalikan bayi manusia untuk menyusui, yaitu dengan memberi kesempatan kepada bayi untuk mencari dan menghisap ASI sendiri dalam satu jam pertama kelahiran bayi. IMD tidak hanya menyukseskan pemberian ASI eksklusif tetapi juga menyelamatkan nyawa bayi. Menyusu di satu jam pertama bayi baru lahir sangat berperan dalam menurunkan angka kematian bayi. Beberapa alasan yang melandasi dalam prakteknya, sulit sekali untuk melaksanakan IMD meliputi masyarakat yang belum banyak tahu tentang IMD (terutama Ibu yang mau melahirkan), tenaga penolong persalinan yang belum mengenal lebih jauh IMD, serta keengganan tenaga kesehatan untuk melakukan IMD karena berbagai alasan. Pengetahuan yang cukup tentang IMD bagi masyarakat dan keluarga sangat diperlukan sehingga mereka termotivasi untuk melakukan IMD bagi calon anak yang akan terlahir kelak. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di tiga klinik bersalin yang mewakili kota medan yaitu klinik bersalin Suryani, klinik bersali Rukni dan klinik bersalin Sumiariani dengan jumlah sebanyak 96 orang dan teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner oleh peneliti dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 42 orang (43,8%) responden memiliki persepsi positif dan 54 orang (56,3%) responden memiliki persepsi negatif tentang IMD. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Ibu hamil kurang memperoleh informasi tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan dan saat pengalaman melahirkan sebelumnya lebih dari setengah ibu hamil yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini karena ASI ibu yang tidak keluar setelah melahirkan. Dari hasil penelitian, diharapkan tenaga kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan atau promosi kesehatan tentang IMD. Penyuluhan tidak hanya diberikan kepada ibu yang melahirkan saja tetapi pada saat masa kehamilan ibu sudah diberi informasi tentang IMD dan juga agar tenaga kesehatan lebih menggalakkan program IMD. Kata kunci : Persepsi, ibu hamil, inisiasi menyusu dini


(11)

Judul : Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan

Peneliti : Dwi Suci Puspitasari

NIM : 101121011

Jurusan : S1 Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012

ABSTRAK

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses alami mengembalikan bayi manusia untuk menyusui, yaitu dengan memberi kesempatan kepada bayi untuk mencari dan menghisap ASI sendiri dalam satu jam pertama kelahiran bayi. IMD tidak hanya menyukseskan pemberian ASI eksklusif tetapi juga menyelamatkan nyawa bayi. Menyusu di satu jam pertama bayi baru lahir sangat berperan dalam menurunkan angka kematian bayi. Beberapa alasan yang melandasi dalam prakteknya, sulit sekali untuk melaksanakan IMD meliputi masyarakat yang belum banyak tahu tentang IMD (terutama Ibu yang mau melahirkan), tenaga penolong persalinan yang belum mengenal lebih jauh IMD, serta keengganan tenaga kesehatan untuk melakukan IMD karena berbagai alasan. Pengetahuan yang cukup tentang IMD bagi masyarakat dan keluarga sangat diperlukan sehingga mereka termotivasi untuk melakukan IMD bagi calon anak yang akan terlahir kelak. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di tiga klinik bersalin yang mewakili kota medan yaitu klinik bersalin Suryani, klinik bersali Rukni dan klinik bersalin Sumiariani dengan jumlah sebanyak 96 orang dan teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner oleh peneliti dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 42 orang (43,8%) responden memiliki persepsi positif dan 54 orang (56,3%) responden memiliki persepsi negatif tentang IMD. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Ibu hamil kurang memperoleh informasi tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan dan saat pengalaman melahirkan sebelumnya lebih dari setengah ibu hamil yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini karena ASI ibu yang tidak keluar setelah melahirkan. Dari hasil penelitian, diharapkan tenaga kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan atau promosi kesehatan tentang IMD. Penyuluhan tidak hanya diberikan kepada ibu yang melahirkan saja tetapi pada saat masa kehamilan ibu sudah diberi informasi tentang IMD dan juga agar tenaga kesehatan lebih menggalakkan program IMD. Kata kunci : Persepsi, ibu hamil, inisiasi menyusu dini


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu, dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi, maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya (Saleha, 2009). Banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk mengisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusu terganggu. Keadaan ini ternyata disebabkan terganggunya proses alami dari bayi untuk menyusu sejak dilahirkan. Selama ini, penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai, dan diberi pakaian. Ternyata proses ini sangat menganggu proses alami bayi untuk menyusu (Roesli, 2008).

Inisiasi menyusui dini adalah proses alami mengembalikan bayi manusia untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya. Hal itu terjadi, jika segera setelah lahir, bayi dibiarkan kontak kulit dengan kulit ibu nya, setidaknya selama satu jam untuk menjamin berlangsungnya proses menyusui yang benar (Roesli, 2008).


(13)

Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam satu jam pertama, karena bayi baru lahir sangat aktif dan tanggap dalam satu jam pertama dan setelah itu akan mengantuk dan tertidur. Bayi mempunyai refleks menghisap (sucking refleks) sangat kuat pada saat itu. Proses menyusui dilakukan dengan membiarkan bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit ke kulit antara ibu dengan bayi. Bayi akan mulai bergerak mencari puting susu ibu dan menghisapnya. Kontak kulit dengan kulit ini akan merangsang aliran ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta perkembangan bayi (IDAI, 2008).

Sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. Hormon yang penting agar menyebabkan rahim ibu berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi pendarahan. Hal ini dapat menurunkan angka kematian ibu pasca persalinan. Inisiasi menyusu dini tidak hanya menyukseskan pemberian ASI eksklusif tetapi juga menyelamatkan nyawa bayi. Resiko kematian bayi meningkat dengan di tundanya inisiasi menyusu dini. Oleh karena itu menyusu di satu jam pertama bayi baru lahir sangat berperan dalam menurunkan angka kematian bayi (Roesli, 2008).

ASI dalam satu jam pertama adalah harta yang tidak ternilai untuk bayi. Inilah hak pertama seorang bayi setelah ia dilahirkan. Ibu bisa membiarkan bayinya belajar menyusu sendiri begitu bayi dilahirkan. Keberhasilan IMD ini telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan terhadap 10.947 bayi baru lahir antara bukan juli 2003 dan juni 2004 di Ghana, ternyata bila bayi


(14)

dapat menyusu 1 jam pertama dapat menyelamatkan 22% bayi dari kematian saat usia bayi sebelum 28 hari (Roesli, 2008).

Sesuai dengan (SDKI) 2007 Angka Kematian Bayi (AKB) masih berada pada kisaran 34 per 1.000 kelahiran hidup. Upaya untuk mencegah kematian bayi baru lahir yang baru disosialisasikan di Indonesia sejak agustus 2007 adalah melalui Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Pemberian ASI sejak dini dapat memberikan efek perlindungan pada bayi dan balita dari penyakit infeksi. Oleh karena itu, disarankan untuk memberi ASI bagi bayi segera mungkin yaitu dalam waktu 1 jam sesaat setelah bayi lahir (Roesli, 2008).

Jarangnya pelaksanaan IMD, dan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan IMD menyebabkan keberhasilan menyusui tidak optimal. Menurut survei demografi kesehatan yang dilakukan pada tahun 2002-2003 hanya 4% bayi yang mendapat ASI pada satu jam pertama kelahiran dan 8% bayi mendapatkan ASI eksklusif sedangkan pemerintah menargetkan 80% pencapaian pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2008).

Dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat mengetahui apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Kadang-kadang ibu keberatan untuk menyusui bayi nya dengan alasan ASI belum keluar. Dalam hal ini ibu harus diberi penjelasan sebaik-baiknya tentang maksud dan tujuan pemberian ASI sedini mungkin (Sumarah dkk, 2009).

Selama ini, baik tenaga kesehatan maupun orang tua berpendapat bahwa bayi baru lahir tidak mungkin dapat menyusu sendiri. Untuk mendapat ASI pertama kalinya, harus membantu bayi dengan memasukkan puting susu ke


(15)

mulut bayi atau menyusuinya. Padahal, bayi baru lahir belum siap menyusu sehingga jika ibu menyusui bayi nya untuk pertama kali, kadang bayi hanya melihat dan menjilat puting susu, bahkan menolak untuk meyusu (Roesli, 2008).

Beberapa alasan yang melandasi dalam prakteknya, sulit sekali untuk melaksanakan IMD. Kesulitan ini tidak terletak pada aspek tekhnis, tetapi lebih pada aspek sosial. Aspek sosial disini meliputi masyarakat yang belum banyak tahu tentang IMD (terutama Ibu yang mau melahirkan), tenaga penolong persalinan yang belum mengenal lebih jauh IMD, serta keengganan tenaga kesehatan untuk melakukan IMD karena berbagai alasan.

Penting untuk menyampaikan informasi tentang IMD pada tenaga kesehatan yang belum menerima informasi ini. Dianjurkan juga kepada tenaga kesehatan untuk menyampaikan informasi IMD pada orang tua dan keluarga sebelum melakukan IMD. Juga dianjurkan untuk menciptakan suasana yang tenang, nyaman, dan penuh kesabaran untuk memberi kesempatan bayi merangkak mencari payudara ibu atau ”the breast crawl” (Roesli, 2008).

Kondisi ini juga perlu dipersiapkan sejak bayi dalam kandungan. Selama kehamilan, ibu sudah mendapatkan konseling tentang pentingnya ASI dan makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI. Secara psikologis ibu harus siap sehingga ia mau dan mampu untuk menyusui (Purwanti, 2004).

Berdasarkan studi lapangan yang peneliti lakukan di tiga klinik bersalin kota medan, 6 dari 10 orang ibu hamil tidak mengetahui tentang inisiasi


(16)

menyusu dini. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi ibu tentang inisiasi menyusu dini. Pengetahuan yang cukup tentang IMD bagi masyarakat dan keluarga sangat diperlukan. Terutama mengenai manfaatnya yang luar biasa, sehingga mereka termotivasi untuk melakukan IMD bagi calon anak yang akan terlahir kelak. Hal ini penting, karena bagaimanapun keluarga ingin memberikan yang terbaik bagi si anak, terutama pada awal-awal kehidupannya dan yang terbaik bagi bayi di awal kehidupan tersebut adalah ASI. Dengan informasi yang diberikan kepada ibu hamil diharapkan terjadi suatu proses perubahan perilaku ibu sehingga ibu memiliki keinginan dan mau melakukan inisiasi menyusu dini pada saat persalinan. Maka berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengidentifikasi persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan.


(17)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam ruang lingkup pembelajaran yang akan disampaikan dalam mata kuliah keperawatan maternitas.

1.4.2. Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bagi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil terutama mengenai inisiasi menyusu dini.

1.4.3. Bagi penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai sumber data dan informasi pengembangan penelitian keperawatan berikutnya yang berkaitan dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

2.1.1. Defenisi Persepsi

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Sunaryo, 2004).

Sedangkan menurut Rakhmat (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsangan yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan aktivitas yang integreted dalam diri individu (Bimo Walgito, 2001 dalam Sunaryo, 2004).

Persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indra atau data (Sobur, 2003).


(19)

2.1.2. Macam – Macam Persepsi

Menurut Sunaryo (2004) ada dua macam persepsi, yaitu : Eksternal perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.

2.1.3. Syarat Agar Individu Dapat Mengadakan Persepsi

Menurut Sunaryo (2004) Syarat untuk terjadinya persepsi adalah: adanya objek: Objek menuju stimulus lalu dihantarkan menuju alat indra (resptor), stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai alat indra/reseptor) dan dari dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensori yang bekerja sebagai reseptor). Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus dan adanya saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran), dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons.

2.1.4. Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor, diteruskan ke otak atau pusat saraf yang diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai


(20)

proses psikologis. Akhirnya individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengar (Sunaryo, 2004).

Menurut Sobur (2003) persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Dari segi psikologis dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya. Terdapat tiga komponen utama dalam proses terjadinya persepsi antara lain : Seleksi, yaitu proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atu sedikit. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, 1985, dalam Soelaeman, 1987). Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

2.1.5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikatagorikan


(21)

menjadi faktor fungsional, faktor struktural, faktor situasional, dan faktor personal.

a. Faktor fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan, dan masa lalu seorang individu. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Dalam suatu eksperimen, levine, chein, dan murphy menunjukkan bahwa orang yang lapar mempersepsikan gambaran yang tidak jelas sebagai makanan dibandingkan orang yang kenyang. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Ini berarti seseorang mempersepsikan sesuatu akan memberikan tekanan yang sesuai dengan tujuan orang tersebut. Misalnya, orang yang lapar dan orang yang haus duduk direstoran, orang yang lapar akan lebih tertarik pada makanan, sedangkan orang yang haus akan lebih tertarik pada minuman. Kebutuhan biologis menyebabkan persepsi yang berbeda. Kerangka rujukan (frame of Reference) merupakan faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya (Rakhmat, 2007; Sobur, 2003).


(22)

b. Faktor Stuktural

Faktor-faktor struktural berarti bahwa faktor-faktor tersebut timbul atau dihasilkan dari bentuk dan efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem saraf individu. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya. Disini Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua : Medan perseptual dan koknitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dan rangkaian stimuli yang kita persepsi.

Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga : sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, bila individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya.

Dalil persepsi yang keempat menurut Krech dan Crutchfield yaitu :

Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama (Rakhmat, 2007; Sobur, 2003).


(23)

c. Faktor Situasional

Faktor – faktor situasional yang mempengaruhi persepsi berkaitan dengan bahasa nonverbal (Sobur, 2003).

d. Faktor Personal

Faktor keempat yang mempengaruhi persepsi adalah faktor personal yang terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Leathers membuktikan bahwa pengalaman akan membantu seseorang dalam meningkatkan kemampuan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Faktor yang mempengaruhi stimuli yang akan diproses adalah motivasi. Kemudian, kepribadian adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola tetap yang dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seorang individu (Sobur, 2003).

2.2. Kehamilan

2.2.1. Defenisi Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis. Setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi, dan melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar kemungkinannya akan mengalami kehamilan (Mandriwati, 2007).


(24)

Menurut Manuaba (1998) Gravida terbagi atas dua bagian yaitu: Primigravida dan Multigravida. Primigravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya. Ciri-cirinya adalah payudara tegang, puting susu runcing, perut tegak menonjol, striae livide, perineum utuh, vulva menonjol, hymen perforatus, vagina sempit denga rugae,

portio runcing dan tertutup dan Multigravida adalah wanita yang pernah hamil dan melahirkan bayi cukup bulan. Ciri-cirinya adalah payudara lembek, puting susu tumpul, perut lembek dan menggantung,

striae livide dan albikan, perineum terdapat bekas robekan, vulva terbuka, karunkule mirtiformis, vagina longgar tanpa rugae, portio tumpul dan terbagi dalam bibir depan belakang.

Selama pertumbuhan dan perkembangan kehamilan dari bulan ke bulan diperlukan kemampuan seorang ibu hamil untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik dan mentalnya. Perubahan ini terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon progesteron dan hormon estrogen yakni hormon kewanitaan yang ada di dalam tubuh ibu sejak terjadinya proses kehamilan (Mandriwati, 2007). Kehamilan membawa perubahan besar pada tubuh, penyesuaian emosional, serta pertumbuhan dan perkembangan dinamis untuk janin. Banyak dari perubahan fisik ini tejadi karena perubahan dalam produksi hormon. Sumber utama dari hormon-hormon ini adalah plasenta, sebuah organ yang terbentuk (bersama dengan bayi yang


(25)

belum lahir) dalam rahim dari sel telur yang terbuahi (Simkin dkk, 2007).

Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang penting karena dengan persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk menyususi bayinya. Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan sangat berarti, karena keputusan atau sikap yang positif harus sudah terjadi pada saat kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya. Banyak ibu yang memiliki masalah, oleh karena bidan harus dapat membuat ibu tertarik dan simpati. Langkah-langkah yang harus diambil dalam mampersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah: setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ibu akan sukses dalam menyusui bayi nya, meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formulamemecahkan masalah yang timbul dalam menyusui, mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan, memberikan kesempatan kepada ibu untuk bertanya (Yeyeh dkk, 2009).

2.2.2. Proses Laktasi dan Menyusui

Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan Laktasi. Ketika bayi menghisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam alveoli, melalui saluran susu (duct/milk canals) menuju reservoir susu (sacs) yang berlokasi dibelakang areola, lalu kedalam mulut bayi. Pengaruh hormonal


(26)

bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara. Proses ini juga dikenal dengan istilah inisiasi menyusu dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta terlepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon palsenta tersebut tidak diproduksi lagi sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang baik sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi pembunuh kuman (Saleha, 2009).

2.3. IMD (Inisiasi Menyusu Dini) 2.3.1. Defenisi IMD

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah pemberian ASI atau menyusui yang dilakukan seketika setelah bayi baru lahir (Kristiansari, 2009).

Inisiasi menyusui dini (early initiation) atau permulaan menyusui dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara (Ambarwati & Wulandari, 2009).

Sedangkan menurut Sumarah dkk (2009), masa-masa belajar menyusu dalam satu jam pertama hidup bayi diluar kandungan disebut sebagai proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD).


(27)

2.3.2 Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

Manfaat inisiasi menyusui dini bagi bayi adalah kualitas dan kuantitas ASI yang keluar sesuai dengan kebutuhan bayi. Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi. Selain itu dapat meningkatkan kecerdasan dan membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas serta juga dapat meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi. Memulai menyusu dini akan dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari. Inisiasi menyusu dini meningkatkan keberhasilan menyusu eksklusif dan lama menyusu sampai dua tahun. Dengan demikian dapat menurunkan kematian anak secara menyeluruh. Merangsang produksi ASI dan memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir (JNPK-KR, 2008).

Dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat mengetahui apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Ini didasari peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan menurun segera setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta. Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang


(28)

dikeluarkan melalui puting susu. Apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau lebih. Hal ini memaksa penolong persalinan memberikan makanan pengganti ASI (Kristiyansari, 2009). Dengan memberi pengganti ASI setelah bayi lahir berarti akan menekan pengeluaran ASI. Bayi yang sudah mendapatkan susu tambahan akan tertidur dan tidak akan terjadi rangsangan pada putting susu. Keadaan ini akan menyebabkan ASI yang keluar sedikit bahkan mungkin berhenti setelah bayi lahir atau ASI akan keluar sedikit, dan berhenti sebelum bayi berumur enam bulan. Hal ini akan sangat merugikan bayi (IDAI, 2008).

Kontak kulit segera setelah bayi lahir dengan ibu pada saat menyusu dalam satu jam pertama dapat menghangatkan bayi selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hyphotermia). Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. ”Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. Hormon


(29)

yang penting agar menyebabkan rahim ibu berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi pendarahan (Roesli, 2008).

2.3.3. Tahapan Perilaku Bayi Dalam Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini

Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan diperut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi akan melalui lima tahap perilaku (pre-feeding behaviour) sebelum ia berhasil menyusui. Berikut ini lima tahapan perilaku bayi tersebut:

a. Dalam 30 menit pertama : stadium istirahat / diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman.

b. Antara 30-40 menit : mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti ingin minum, mencium, dan menjilat tangan. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.

c. Mengeluarkan air liur : saat menyadari bahwa ada makanan disekitarnya, bayi mengeluarkan air liurnya.


(30)

d. Bayi mulai bergerak kearah payudara. Areola sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil.

e. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan melekat dengan baik (Roesli, 2008).

2.3.4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini

Kita sudah mengetahui perilaku alamiah bayi baru lahir di satu jam pertamanya, tinggal kita mengetahui langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk menyukseskan inisiasi menyusu dini.

a. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Secara Umum

Menurut Roesli (2008) tatalaksana inisiasi menyusu dini secara umum yaitu:

1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan. Yulianti (2008) juga berpendapat pemberian dukungan dari suami maupun keluarga sangatlah berpengaruh besar dalam menetapkan niat ibu untuk mau menerapkan proses inisiasi menyusu dini, akan tetapi dukungan tersebut juga dipengaruhi oleh adanya informasi tentang inisiasi menyusu dini yang dimiliki oleh suami maupun keluarga, terutama mengenai manfaat yang diberikan baik bagi bayi


(31)

maupun ibunya sehingga mereka bisa memberikan dukungan yang besar kepada ibu hamil untuk mau menerapkan proses inisiasi menyusu dini.

2. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hypnobirthing. Obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin bisa menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibunya. Kelahiran dengan obat-obatan dan tindakan seperti operasi, vakum, forcep, bahkan perasaan sakit didaerah kulit yang digunting saat episiotomi dan kelelahan ibu dapat pula mengganggu kemampuan alamiah ini.

3. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan normal, di dalam air, atau dengan jongkok.

4. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan

5. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti. Jika perlu, gunakan topi bayi.


(32)

6. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.

7. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama.

8. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi SectioCaesarea.

9. Bayi dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dicap, setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Prosedur yang invasif, misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi dapat ditunda.

10.Rawat gabung-ibu dan bayi dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tetap tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam


(33)

jangkauan ibu. Pemberian minuman pre-laktal (cairan yang diberikan sebelum ASI keluar) dihindarkan.

b. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini pada Operasi Caesar

Usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar pasti tidak dapat dilakukan pada persalinan operasi caesar. Namun, jika diberikan anastesi spinal atau epidural, ibu dalam keadaan sadar dapat segera memberi respon pada bayinya. Bayi dapat segera diposisikan sehingga kontak kulit ibu dan bayi dapat terjadi. Usahan menyusu pertama dilakukan dikamar operasi. Jika keadaan bayi dan ibu belum memungkinkan, bayi diberikan kepada ibu dalam kesempatan yang tercepat. Jika dilakukan anstesi umum, kontak dapat terjadi diruang pulih saat ibu sudah merespon walaupun masih mengantuk atau dalam pengaruh obat bius. Sementara menunggu ibu sadar, ayah dapat menggantikan ibu untuk memberikan kontak kulit dengan kulit sehingga bayi tetap hangat.

Untuk mendukung terjadinya inisiasi menyusu dini pada persalinan Caesar, berikut ini tatalaksananya :

1. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif.

2. Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20-25 derajat. Disediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu. Disiapkan juga topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi.


(34)

3. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti. Jika perlu, gunakan topi bayi. 4. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang

bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.

5. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Dukungan ayah akan dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama.

6. Jika inisiasi menyusu dini belum terjadi dikamar bersalin, kamar operasi, atau bayi harus dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan. Menyusu dini dilanjutkan dikamar perawatan ibu atau kamar pulih (Roesli, 2008).

Namun hal tersebut diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan Isnaini (2009) yang menyatakan adanya perbedaan waktu keberhasilan inisiasi menyusu dini antar persalinan normal


(35)

dengan persalinan caesar. Pada kelompok responden yang menjalani persalinan normal dari 24 responden, 21 orang (87,5%) berhasil melakukan IMD dan pada kelompok responden yang menjalani persalinan caesar dengan jumlah responden juga 24, hanya 1 orang (4,2%) responden yang berhasil melakukan IMD. Dimana hal ini terjadi karena terdapat sayatan pada bagian perut, cenderung masih mengeluhkan sakit pada daerah sayatan dan jahitan diperut sehingga ibu memilih untuk istirahat dahulu dan memulihkan kondisinya yang lemas sebelum memberikan inisiasi menyusu dini dengan bayinya. Bagi ibu, dalam kondisi nyeri seperti itu maka tidak bisa dipaksakan untuk membantu anak dalam melakukan inisiasi menyusu dini. Karena hal ini, maka pada pasien dengan persalinan caesar baru bisa berhasil memberikan ASI pertamanya kepada bayi setelah lebih dari 1 jam pasca melahirkan. Masyarakat awam masih belum mengetahui benar tentang pentingnya inisiasi menyusu dini.

2.3.5. Inisiasi Menyusu Dini yang Dianjurkan

Menurut Roesli (2008) berikut ini adalah langkah-langkah melakukan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan :

a. Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering.


(36)

b. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya.

c. Tali pusat dipotong lalu di ikat. Verniks (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.

d. Tanpa di bedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu bayi diberi topi untuk mengeluarkan panas dari kepala.

Sering kita khawatirkan bayi kedinginan. Menurut penelitian Dr. Niels Bergman dari Afrika Selatan, kulit dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi kedinginan, suhu kulit ibu secara otomatis naik dua derajat unyuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat termoregulator atau thermal sinchrony bagi suhu bayi (Roesli, 2008).

2.3.6. Inisiasi Menyusu Dini yang Tidak Dianjurkan

Menurut Roesli (2008) saat ini, umumnya praktek inisiasi menyusu dini sebagai berikut.

a. Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering.


(37)

b. Bayi segera dikeringkan dengan kain kering. Tali pusat dipotong lalu diikat.

c. Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi.

d. Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan di dada ibu (tidak terjadi kontak kulit dengan ibu). Bayi dibiarkan di dada ibu (bonding) untuk beberapa lama (10-15 menit) atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perinium.

e. Selanjutnya diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi.

f. Setelah itu, bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntika vitamin K, dan kadang diberi tetes mata.

2.3.7. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini

Menurut Roesli (2008) berikut ini pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi.

a. Bayi kedinginan – tidak benar

Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payuadara ibu meningkat 0,5 derajat dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005), ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan 1 derajat lebih panas dari pada suhu dada ibu


(38)

yang tidak melahirkan. Jiak bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1 derajat. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2 derajat untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir.

b. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya – tidak benar.

Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setalah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu. (Roesli, 2008). Pertimbangan dalam hal waktu pelaksanaan proses inisiasi menyusu dini, yang memungkinkan memakan waktu lama serta faktor kelelahan yang dialami ibu pasca persalinan tidak menjadi kendala dalam mempengaruhi niat ibu hamil untuk mau menerapkan proses inisiasi menyusu dini segera setelah bayi dilahirkan. Hal ini didasari atas pedoman ibu hamil untuk mau menerapakan proses tersebut, pedoman tersebut adalah keinginan ibu hamil untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya. Ibu beranggapan bahwa faktor kelelahan akan hilang jika sudah melihat bayinya lahir dengan sehat (Yulianti, 2008).

c. Tenaga kesehatan kurang tersedia – tidak masalah

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan


(39)

ayah atau keluraga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu. Pengetahuan tentang inisiasi menyusui dini (IMD) belum banyak diketahui masyarakat, bahkan juga oleh petugas kesehatan. Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, dan diberi pakaian. Berhasil atau tidaknya inisiasi menyusu dini tergantung pada petugas kesehatan karena merekalah yang pertama membantu ibu bersalin melakukan nisiasi menyusu dini. Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Mereka diharapkan dapat memahami dan mau melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan waktu untuk memotivasi dan membantu ibu habis bersalin untuk melaksanakan inisiasi menyusu dini (Roesli, 2008).

d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk – tidak masalah

Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.


(40)

e. Ibu harus dijahit – tidak masalah

Kegiatan merangkak mencapai payudara terjadi di area payudara. Yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.

f. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir – tidak benar

Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan

Academy Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur – tidak benar

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.

h. Bayi kurang siaga – tidak benar

Justu pada 1 sampai 2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk banding.


(41)

i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal) – tidak benar Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.

j. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi – tidak benar Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.

2.3.8. Kriteria Bayi yang Tidak Dapat Memungkinkan Diterapkannya Proses Inisiasi Menyusu Dini

a. Bayi yang tidak mengalami kasus MAS (Meconium Aspiration Syndrome), yang diartikan sebagai sindrom aspirasi air ketuban atau sindrom pencemaran air ketuban, dimana bayi meminum atau menghirup air ketuban yang sudah tercemar. Bayi yang dapat diselamatkan adalah bila kasus MAS yang diidap relatif ringan, penanganannya pun dilakukan dengan cepat dan tepat. Untuk itu, bagi ibu hamil yang beresiko mengalami MAS sebaiknya pada saat persalinan, selain ditangani oleh dokter kandungan juga didampingi oleh dokter anak.


(42)

b. Bayi yang dilahirkan dari ibu hamil yang terinveksi virus HIV/AIDS, dimana bagi ibu yang melahirkan anak dengan HIV positif sebaiknya tidak menyusui karena dapat terjadi penularan HIV dari ibu ke bayi antara 10-21%, terlebih jika putting payudara ibu mengalami perlukaan, baik terjadi lecet ataupun radang.

c. Bayi yang dilahirkan tidak pada waktunya yang disebut bayi prematur, dimana bayi normalnya lahir adalah berumur kurang lebih 280 hari.

2.4. Persepsi ibu tentang inisiasi menyusu dini

Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya persepsi, sikap, dan perilaku seseorang (over behavior). Persepsi, sikap dan perilaku yang didasari oleh kesadaran dan pengetahuan, akan menghasilkan sebuah perilaku yang akan bertahan lama atau melekat pada individu tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi positif terhadap sesuatu, maka individu tersebut juga akan berperilaku atau menunjukkan partisipasi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Menurut Rakhmat (2007) bahwa pengalaman mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang belum pernah memperoleh informasi tentang sesuatu objek, akan memiliki persepsi yang lebih buruk dari pada individu yang telah memperoleh informasi sebelumnya (Sunaryo, 2004).

Menurut Roesli (2007), bahwa faktor utama tidak tercapainya pelaksanaan IMD yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar


(43)

tentang IMD pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan seorang bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan yang kurang mengenai IMD dan pemberian ASI terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian nasi sebagai tambahan ASI di pedesaan.

Pengetahuan yang cukup tentang IMD bagi masyarakat dan keluarga sangat diperlukan. Terutama mengenai manfaatnya yang luar biasa, sehingga mereka termotivasi untuk melakukan IMD bagi calon anak yang akan terlahir kelak. Hal ini penting, karena bagaimanapun keluarga ingin memberikan yang terbaik bagi si anak, terutama pada awal-awal kehidupannya dan yang terbaik bagi bayi di awal kehidupan tersebut adalah ASI. Dengan informasi yang diberikan kepada ibu hamil diharapkan terjadi suatu proses perubahan perilaku ibu sehingga ibu memiliki keinginan dan mau melakukan inisiasi menyusu dini pada saat persalinan (Yulianti, 2008).

Dalam prakteknya sulit sekali untuk melaksanakan inisiasi menyusu dini. Kesulitan ini tidak terletak pada aspek tekhnis, tetapi lebih pada aspek sosial. Aspek sosial disini meliputi masyarakat yang belum banyak tahu tentang inisiasi menyusu dini (terutama ibu yang mau melahirkan), tenaga penolong persalinan yang belum mengenal lebih jauh inisiasi menyusu dini, serta keengganan tenaga kesehatan untuk melakukan inisiasi menyusu dini karena


(44)

berbagai alasan. Penting sekali dianjurkan kepada tenaga kesehatan untuk menyampaikan informasi inisiasi menyusu dini pada orang tua dan keluarga sebelum melakukan inisiasi menyusu dini. Juga dianjurkan untuk menciptakan suasana yang tenang, nyaman, dan penuh kesabaran untuk melakukan proses inisiasi menyusu dini (Roesli, 2008).


(45)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Inisiasi menyusu dini adalah proses alami bayi untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya. Bayi dibiarkan kontak kulit dengan kulit ibu nya, setidaknya selama satu jam untuk menjamin berlangsungnya proses menyusui yang benar. Kontak kulit ini akan merangsang aliran ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta perkembangan bayi (Roesli, 2008).

Menurut Sobur (2003) persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Dari segi psikologis dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya.


(46)

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti Persepsi ibu hamil tentang

inisiasi menyusu dini :

• Manfaat IMD

• Tahapan perilaku bayi dalam pelaksanaan IMD • Tatalaksana IMD

• IMD yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan • Penghambat IMD

Persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini: • Persepsi Positif • Persepsi Negatif • Defenisi IMD


(47)

3.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati. Defenisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukurannya merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristeristiknya (Hidayat, 2009).

Variabel Defenisi operasional

Indikator Alat ukur No pernya taan Hasil ukur Skala Persepsi ibu hamil tentang Inisiasi menyus u dini Tanggapan ataupun pendapat ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini

1. Manfaat IMD

2. Tahapan perilaku bayi dalam melaksanakan IMD 3. Tatalaksana IMD Kuesio ner

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16, 17, 18 18,19 1. Persepsi positif Skor: 43-84 2. Persepsi negatif Skor: 0-42 Nomin al


(48)

4. IMD yang dianjurkan dan tidak

dianjurkan

5. Penghambat IMD

19, 20, 21, 22

23, 24, 25, 26, 27, 28


(49)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu merupakan penelitian yang didalamnya tidak ada analisis hubungan antar variable, tidak ada variable bebas maupun terikat (Hidayat, 2009). Maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi ibu hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang dipilih peneliti untuk diteliti (Hidayat, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di Klinik Bersalin Rukni, Klinik Bersalin Suryani, dan Klinik Bersalin Sumiariani. Jumlah populasi di ambil dari banyak nya jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan pada ketiga klinik bersalin tersebut dalam satu tahun terakir yaitu sebanyak 2124 orang.

4.2.2. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2009). Menurut Isaac dan Michael (dalam Sarwono, 2006) salah satu cara


(50)

untuk menentukan jumlah sampel dengan menggunakan pendekatan statistik yang tingkat kesalahannya 1%, 5%, 10%, dimana semakin besar tingkat kesalahan yang ditoleransi semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Sebaliknya semakin kecil tingkat kesalahan yang ditoleransi, maka makin besar mendekati populasi sampel yang harus diambil.

Penentuan jumlah sampel menggunakan tingkat kesalahan 10% dengan pertimbangan biaya yang tersedia dan waktu penelitian yang terbatas. Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel adalah :

( )

2 +1 = d N N n Dimana :

n : jumlah sampel N : jumlah populasi

d : tingkat kesalahan yang dipilih

( )

2 +1 =

d N

N n

( )

0,1 1 2124 2124 2 + = n 96 50 , 95 24 , 22

2124 = =

= n

Jadi jumlah sampel dalam penelitian 96 orang pada 3 klinik bersalin. Maka jumlah sampel setiap klinik yang diperkirakan sebanyak 96/3 = 32 orang.


(51)

4.2.3. Sampling

Sampling adalah proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2009). Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan teknik

accidental sampling yaitu teknik penarikan sampel secara kebetulan, maksudnya sampel diambil secara kebetulan pada saat peneliti melakukan penelitian (Hidayat, 2009). Sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria berikut : Ibu hamil yang tidak mengalami komplikasi selama kehamilannya, pada saat diteliti ibu hamil tidak sedang mengalami gannguan jiwa, ibu hamil yang dapat membaca dan menulis serta bersedia menjadi responden penelitian.

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Bersalin Rukni, Klinik Bersalin Suryani, dan Klinik Bersalin Sumiariani dengan pertimbangan bahwa di klinik tersebut belum pernah dilakukan penelitian mengenai persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini dan tersedia sampel yang dibutuhkan peneliti. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober s/d Desember 2011.

4.4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan peneliti setelah peneliti mendapatkan izin dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan izin dari pemimpin Klinik


(52)

Besalin Rukni, Klinik Bersalin Suryani, dan Klinik Bersalin Sumiariani. Dalam penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden, serta tidak menimbulkan resiko terhadap fisik maupun mental.

Peneliti menjelaskan bahwa partisipasi responden sebagai subjek dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela. Responden mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa ada tekanan ataupun paksaan, dan peneliti akan menghormati hak responden. Peneliti memberi lembar persetujuan (Informed Consent) kepada responden dengan tujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Responden yang bersedia menjadi subjek penelitian diminta untuk menandatangani lembar persetujuan atau menyetujui secara lisan.

Untuk menjaga kerahasiaan, maka kuesioner yang diberikan kepada responden tanpa nama. Selama proses pengambilan data, tidak menimbulkan tekanan psikologis pada responden yang diteliti, sehingga tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap responden (Nursalam, 2009).

4.5. Instrumen Penelitian.

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Kuesioner penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu :


(53)

a. Data demografi yang terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, usia kehamilan, pendapatan per bulan, serta riwayat persalinan sebelumnya.

b. Kuesioner persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini sebanyak 28 pernyataan yang terdiri dari manfaat inisiasi menyusu dini (pernyataan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8), tahapan perilaku bayi dalam melaksanakan inisiasi menyusu dini (pernyataan nomor 9, 10, 11, 12) tatalaksana inisiasi menyusu dini (pernyataan nomor 13, 14, 15, 16, 17, 18), inisiasi menyusu dini yang di anjurkan dan tidak dianjurkan (pernyataan nomor 19, 20, 21, 22), penghambat inisiasi menyusu dini (pernyataan nomor 23, 24, 25, 26, 27, 28). Skala yang digunakan dalam kuesioner penelitian adalah menggunakan skala Likert dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu skor untuk pernyataan positif adalah sangat setuju (SS) = 3, setuju (S) = 2, tidak setuju (TS) = 1, dan sangat tidak setuju (STS) = 0. Sedangkan skor untuk pernyataan negatif adalah sangat tidak setuju (STS) = 3, tidak setuju (TS) = 2, setuju (S) = 1, sangat setuju (SS) = 0. Pernyataan positif terdapat pada nomor 1, 2, 3, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 18, 21, 22, 28 sedangkan pernyataan negatif terdapat pada nomor 4, 5, 8, 12, 16, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 27.


(54)

4.6. Validitas dan Reliabilitas 4.6.1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2002). Validitas yang akan diukur adalah validitas isi yaitu isi instrumen harus disesuaikan dengan tujuan penelitian agar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2009). Menurut Polit & Huengler (1999) suatu istrumen dikatakan valid apabila memiliki nilai CVI (content validity indexs) >0,70. Uji validitas telah dilakukan oleh dosen yang ahli dalam bidang keperawatan Maternitas yaitu sebanyak dua orang dengan nilai CVI 0,85 dan 0,93.

4.6.2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas dilakukan setelah pengumpulan data terhadap 20 orang responden yang memenuhi kriteria sampel (Notoadmodjo, 2010). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha. Tes Cronbach Alpha yang menunjukkan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70 (Polit & Huengler, 1999).


(55)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan kepada 20 orang ibu hamil, maka diperoleh rata-rata nilai Cronbach Alpha 0,742. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen penelitian tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini.

4.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Setelah peneliti mendapatkan izin dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan kemudian izin dari pemimpin Klinik Besalin Rukni, Klinik Bersalin Suryani, dan Klinik Bersalin Sumiariani

b. Menjelaskan tujuan penelitian kepada responden dan meminta kesediaannya menjadi responden penelitian ini.

c. Responden yang bersedia untuk menjadi responden penelitian menandatangani surat persetujuan menjadi responden (informed consent) atau responden dapat menyetujuinya secara lisan. Responden yang tidak bersedia menjadi responden penelitian juga dapat memberikan persetujuan secara lisan.

d. Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden dan mengingatkan untuk mengisi semua pernyataan secara teliti dan cermat. e. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan diperiksa


(56)

4.8. Analisa Data

Data yang telah terkumpul, diolah dan ditabulasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing: Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan, sehingga dapat dipastikan bahwa responden telah mengisi semua kuesioner.

b. Coding: Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori, sehinggga memudahkan penelliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data.

c. Processing: Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.

d. Cleaning: Cleaning adalah mengecek kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahann atau tidak.

e. Analisis: Analisis yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dengan menentukan kriteria jawaban responden (Hidayat, 2009).

Menurut rumus statistika Hidayat (2009), untuk menentukan panjang kelas dapat digunakan rumus :

s banyakkela

g ren

i= tan

Dimana i merupakan panjang kelas, rentang adalah (selisih nilai tertinggi


(57)

pada kuesioner. Nilai terendah dari skor skala likert kuesioner adalah 0 dan skor tertinggi adalah 3. Jumlah keseluruhan pernyataan pada kuesioner sebanyak 28 pernyataan. Banyak kelas yaitu 2 dimana banyak kelas terdiri dari persepsi negatif dan persepsi positif. Maka disimpulkan :

s banyakkela

g ren i= tan

2

) 28 3 ( ) 28 0

( x x

i= −

42 2 84

= = i

Persepsi positif : 43-84 Persepsi negatif : 0-42


(58)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini yang telah dilaksanakan pada bulan Oktober s/d Desember di klinik bersalin kota medan yaitu di klinik bersalin Suryani, klinik bersalin Rukni dan klinik bersalin Sumiariani dengan jumlah responden sebayak 96 orang.

5.1.1 Karakteristik Responden

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil tentang karakteristik responden yaitu setelah dikelompokkan menjadi kelompok yang berada pada usia resiko tinggi pada masa kehamilan (<20 dan > 35 tahun) dan kelompok yang berada pada usia reproduktif (tidak beresiko tinggi) usia 20-35 tahun, mayoritas ibu hamil (80,2%) berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 77 orang. Mayoritas ibu hamil (83,3%) tidak bekerja hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 80 orang. Lebih dari setengah (52,1%) ibu hamil berlatar belakang pendidikan sekolah menengah atas (SMA) yaitu sebanyak 50 orang. Usia kehamilan ibu yang terbanyak pada trimester ketiga (7-9 bulan) yaitu sebanyak 38 orang (39,6%). Sebanyak 60 orang ibu hamil (62,5%) memiliki jumlah anak ≥ 1 orang. Pendapatan perbulan keluarga ibu hamil yang terbanyak adalah 1-3 juta yaitu sebanyak 55


(59)

orang (57,3%). Dan sebanyak 54 orang ibu hamil memiliki riwayat persalinan secara normal (56,3%).

Tabel 1 Distribusi frekuensi dan presentasi karakteristik responden di Klinik Bersalin Kota Medan (n=96)

No Karakteristik Responden

Frekuensi Presentase 1. Usia Responden

<20 tahun 20-35 tahun >35 tahun 10 77 9 10,4 80,2 9,4

2. Pekerjaan

PNS IRT Pegawai swasta Wiraswasta Total : Tidak Bekerja Bekerja 10 80 2 4 80 16 10,4 83,3 2,1 4,2 83,3 16,7

3. Pendidikan

SD SMP SMA Perguruan Tinggi 4 25 50 17 4,2 26,0 52,1 17,7

4. Usia Kehamilan

Trimester pertama Trimester kedua Trimester ketiga 25 33 38 26,0 34,4 39,6

5. Jumlah Anak

Anak pertama

≥1 orang 36 60

37,5 62,5

6. Pendapatan Perbulan

<1 juta 1-3 juta >3 juta 35 55 6 36,5 57,3 6,3


(60)

7. Riwayat Persalinan Sebelumnya

Normal

Section caesarea Belum pernah

54 6 36

56,3 6,3 37,5

5.1.2. Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan

Tabel 2 Disrtibusi frekuensi dan persentasi persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini di klinik bersalin kota medan (manfaat IMD, tahapan perilaku bayi pada pelaksanaan IMD, tatalaksana IMD, proses IMD yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, serta penghambat IMD).

No. Kategori Frekuensi Presentasi

1. 2.

Persepsi positif Persepsi negatif

42 54

43,8 56,3

Dari tabel 2, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini di klinik bersalin kota medan adalah 42 orang (43,8%) memiliki persepsi positif dan 54 orang (56,3%) memiliki persepsi negatif. Hasil ini diperoleh dari skor yang berada pada rentang skor 0-42 berada dalam kategori persepsi negatif dan skor yang berada pada rentang skor 43-84 berada dalam kategori persepsi positif.


(61)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, usia ibu hamil di kelompokkan menjadi tiga kategori yaitu usia <20 tahun dan usia >35 tahun yang merupakan kelompok usia resiko tinggi pada masa kehamilan dan usia 20-35 tahun yang merupakan kelompok usia reproduktif (tidak beresiko tinggi). Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 77 orang (80,2%) merupakan kelompok usia 20-35 tahun. Seorang ibu diharapkan dapat hamil dan melahirkan pada usia yang reproduktif agar ibu tetap sehat dan menghasilkan bayi yang sehat juga. Periode usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan salah satu kondisi yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dijalani.

Penting sekali menyampaikan informasi tentang inisiasi menyusu dini pada ibu yang hamil di usia reproduktif karena apabila pengetahuan ibu kurang tentang inisiasi menyusu dini, dengan informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan dapat menambah pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini sehingga di kehamilan berikutnya ibu diharapkan dapat melakukan inisiasi menyusu dini. Berdasarkan hasil penelitian ini, ibu hamil dengan usia reproduktif memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini. Kurangnya pengetahuan ibu hamil disebabkan karena kurangnya


(62)

informasi yang diperoleh ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan pada saat pemeriksaan kehamilan.

Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh kepada respon orang tersebut terhadap sesuatu yang datang dari luar (Rusnita, 2008 dalam Ananda, 2009). Pendidikan ibu hamil dalam penelitian ini lebih dari setengah (52,1%) ibu hamil lulusan SMA yaitu sebanyak 50 orang. Tingkat pendidikan ibu hamil yaitu lulusan SMA, tetapi ibu hamil masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini. Dimana inisiasi menyusu dini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang baru di Indonesia.

Pada hasil penelitian ini, Sebanyak 60 orang ibu hamil (62,5%) memiliki jumlah anak lebih dari 1 orang. Ibu yang sudah memiliki anak dapat memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai inisasi menyusu dini dibandingkan ibu yang belum memiliki anak. Hal ini terkait dengan pengalaman ibu yang sudah pernah melahirkan dan menyusui bayi sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Rakhmat (2007) bahwa pengalaman akan mempengaruhi persepsi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian ini, ibu hamil yang memiliki anak lebih dari 1 masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini disebabkan karena ibu hamil kurang mendapatkan informasi tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan. Selain itu, pada saat peneliti melakukan pengumpulan data lebih dari setengah ibu hamil mengatakan belum pernah melakukan inisiasi menyusu dini


(63)

pada saat pengalaman melahirkan sebelumnya. Alasan ibu tidak menyusui bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI ibu tidak keluar setelah melahirkan.

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar ibu hamil merupakan kategori memiliki pendapatan keluarga 1-3 juta perbulan yaitu sebanyak 55 orang (57,3%) dimana pendapatan keluarga ibu hamil tersebut dapat dikategorikan kedalam UMR. Dengan pendapatan tersebut ibu hamil dapat menentukan makanan yang terbaik bagi bayinya yaitu tidak hanya mengandalkan ASI saja tetapi juga dalam pemberian susu formula. Pada penelitian ini, lebih dari setengah ibu hamil berpendapat apabila ASI tidak keluar setelah bayi lahir maka bayi dapat diberikan susu formula dan jika bayi hanya diberikan ASI saja bayi tidak kenyang.

Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari setengah (56,3%) ibu hamil memiliki riwayat persalinan normal yaitu sebanyak 54 orang. Inisasi menyusu dini tidak hanya dapat dilakukan melalui proses persalinan normal saja akan tetapi dengan proses Caesar pun dapat dilakukan, yang disesuaikan juga atas indikasi dokter yang berwenang untuk mengizinkan apakah proses inisiasi menyusu dini bisa dilakukan atau tidak yang dilihat dari keadaan kondisi ibu dan bayi (Yulianti, 2008).


(64)

5.2.2. Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini

Desain deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengidentifikasi persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini di klinik bersalin kota medan, dengan jumlah sampel sebanyak 96 orang.

Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa 43,8% ibu hamil memiliki persepsi positif tentang inisiasi menyusu dini dan 56,3% ibu hamil memiliki persepsi negatif tentang inisiasi menyusu dini. Pada penelitian ini, persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini dinilai dalam lima aspek yaitu persepsi ibu hamil terhadap manfaat inisiasi menyusu dini, tahapan perilaku bayi dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini, tatalaksana inisiasi menyusu dini, inisiasi menyusu dini yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, serta penghambat inisiasi menyusu dini.

Jumlah ibu hamil lebih banyak memiliki persepsi negatif (56,3%) tentang inisiasi menyusu dini. Peneliti mengasumsikan ibu hamil memiliki persepsi negatif terkait juga dengan latar belakang pendidikan ibu hamil. Mayoritas ibu hamil berlatar belakang pendidikan lulusan SMA, tetapi mereka memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini. Lebih dari setengah ibu hamil memiliki jumlah anak lebih dari 1 dan pernah mengalami persalinan sebelumnya, tetapi tidak semua dari mereka mengetahui tentang inisiasi menyusu dini. Hal ini disebabkan karena kurangnya


(65)

pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Tenaga kesehatan kurang memberikan informasi tentang inisiasi menyusu dini kepada ibu hamil. Sesuai dengan pendapat Sunaryo (2004) bahwa seseorang yang belum pernah memperoleh informasi tentang suatu objek, akan memiliki persepsi yang lebih buruk dari pada individu yang telah memperoleh informasi sebelumnya. Pada saat peneliti melakukan pengumpulan data lebih dari setengah ibu hamil juga mengatakan tidak pernah melakukan inisiasi menyusu dini saat pengalaman melahirkan sebelumnya dikarenakan ASI masih sulit keluar setelah melahirkan. Selain itu, responden memiliki persepsi negatif tentang iniasasi menyusu dini dapat dinilai dari lima aspek yaitu :

a. Manfaat inisiasi menyusu dini

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, tidak semua dari keseluruhan ibu hamil mengetahui tentang manfaat inisiasi menyusu dini. Dari pernyataan yang dijawab ibu hamil terkait dengan manfaat inisiasi menyusu dini lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 4 yaitu bayi tidak dapat segera disusui setelah lahir karena saat disusui untuk pertama kalinya ASI masih sulit keluar dan juga ibu setuju dengan pernyataan 5 yaitu jika ASI yg keluar sedikit ataupun tidak keluar setelah bayi lahir, pemberian ASI dihentikan sementara sampai ASI mulai keluar. Pengetahuan yang kurang


(66)

mengenai IMD dan pemberian ASI terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini. Dari penelitian yang dilakukan, responden menyatakan bahwa meraka tidak menyusui bayinya segera setelah lahir dikarenakan ASI ibu yang belum keluar setelah persalinan. Jadi pemberian ASI di tunda sampai ASI keluar dan bayi di beri makanan pengganti ASI seperti susu formula.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kristiyansari (2009) isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan melalui puting susu. Apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau lebih. Hal ini memaksa penolong persalinan memberikan makanan pengganti ASI.

b. Tahapan perilaku bayi dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini

Berdasarkan pernyataan yang ditujukan untuk ibu hamil terkait dengan tahapan perilaku bayi dalam pelakasanaan inisiasi menyusu dini, lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab tidak setuju pada pernyataaan positif yaitu pada pernyataan 9, 10, dan 11. Ibu hamil tidak setuju dengan pernyataan 9 yaitu antara 30-40


(67)

menit pelaksanaan inisiasi menyusu dini bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium, menjilat tangan dan ini merupakan saat yang tepat untuk segera menyusui bayi. Ibu hamil tidak setuju dengan pernyataan 10 yaitu Antara 30-40 menit pelaksanaan inisiasi menyusu dini bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium, dan menjilat tangan. Ini saat yang tepat untuk segera menyusui bayi.

Ibu hamil juga tidak setuju dengan pernyataan 11 yaitu bayi harus melakukan kontak kulit dengan kulit ibunya paling tidak selama satu jam segera setelah bayi lahir agar bayi mengenali ibu dan siap untuk menyusu. Ibu hamil tidak mengetahui tentang tahapan perilaku bayi dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Ibu hamil kurang memperoleh informasi tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan.

c. Tatalaksana Inisiasi menyusu dini

Ibu hamil juga masih banyak tidak mengetahui tentang tatalaksana inisiasi menyusu dini. Lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 16 yaitu jika bayi tidak dapat menyusu segera setelah lahir, maka bayi dapat diberikan makanan pengganti ASI seperti susu formula. Peneliti mengasumsikan hal ini karena ibu hamil menyatakan tidak menyusui bayinya segera setelah lahir dikarenakan ASI nya tidak


(68)

keluar sehingga memberikan makanan pengganti seperti susu formula. Kemudian, lebih dari setengah ibu hamil berpendapatan cukup besar perbulan yaitu 1-3 juta perbulan dimana pendapatan tersebut dapat dikategorikan kedalam UMR. Dengan penghasilan tersebut terkait dengan kesanggupan ibu hamil dalam membeli susu formula. Dari penelitian yang dilakukan peneliti, juga didapatkan bahwa ibu hamil beranggapan apabila bayinya hanya diberikan ASI saja bayi tidak kenyang untuk itu harus diberi makanan tambahan lain seperti susu formula.

Lebih dari setengah ibu hamil tidak setuju dengan pernyataan 18 yaitu penggunaan obat-obatan pada saat persalinan akan mempengaruhi proses menyusui segera setelah bayi lahir. Hal ini berbeda dengan pendapat Roesli (2008) yang menyatakan bahwa disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hypnobirthing. Obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin bisa menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibunya.

d. Inisiasi menyusu dini yang dinjurkan dan tidak dianjurkan

Terkait dengan proses pelaksanaan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan dan tidak dianjurkan didapatkan hasil bahwa lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab setuju dengan pernyataan


(69)

negatif pada pernyataan 19 yaitu apabila bayi kesulitan mencari puting susu ibu pada saat melakukan proses menyusui segera setelah bayi lahir, maka dapat membantu memasukkan puting susu ibu kedalam mulut bayi. Peneliti mengasumsikan hal ini terkait dengan lama nya waktu pelaksanaan proses inisiasi menyusu dini, dimana bayi memerlukan waktu untuk beradaptasi dalam proses inisiasi menyusu dini. Karena waktu nya yang lama maka lebih baik tenaga kesehatan ataupun ibu membantu bayi untuk segera menyusu.

Lebih dari setengah ibu hamil setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 20 yaitu lebih baik bayi dibersihkan terlebih dahulu sebelum melaksanakan proses menyusui segera setelah lahir. Berbeda dengan pendapat Roesli (2008) yang berpendapat Verniks (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.

Ibu hamil juga setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 21 yaitu lebih baik bayi dibedong pada saat melakukan proses menyusui segera setelah bayi lahir agar bayi tidak kedinginan. Hal ini berbanding terbalik dengan pendapat Roesli (2008) bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payuadara ibu meningkat 0,5 derajat dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan


(1)

P12

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 6 6,3 6,3 6,3

SETUJU 32 33,3 33,3 39,6

TIDAK SETUJU 51 53,1 53,1 92,7

SANGAT TIDAK SETUJU

7 7,3 7,3 100,0

Total 96 100,0 100,0

P13

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 33 34,4 34,4 34,4

SETUJU 55 57,3 57,3 91,7

TIDAK SETUJU 7 7,3 7,3 99,0

SANGAT TIDAK SETUJU

1 1,0 1,0 100,0

Total 96 100,0 100,0

P14

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 17 17,7 17,7 17,7

SETUJU 62 64,6 64,6 82,3

TIDAK SETUJU 16 16,7 16,7 99,0

SANGAT TIDAK SETUJU

1 1,0 1,0 100,0

Total 96 100,0 100,0

P15

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 15 15,6 15,6 15,6

SETUJU 51 53,1 53,1 68,8

TIDAK SETUJU 29 30,2 30,2 99,0

SANGAT TIDAK SETUJU

1 1,0 1,0 100,0


(2)

P16

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 13 13,5 13,5 13,5

SETUJU 53 55,2 55,2 68,8

TIDAK SETUJU 29 30,2 30,2 99,0

SANGAT TIDAK SETUJU

1 1,0 1,0 100,0

Total 96 100,0 100,0

P17

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 7 7,3 7,3 7,3

SETUJU 53 55,2 55,2 62,5

TIDAK SETUJU 27 28,1 28,1 90,6

SANGAT TIDAK SETUJU

9 9,4 9,4 100,0

Total 96 100,0 100,0

P18

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 3 3,1 3,1 3,1

SETUJU 36 37,5 37,5 40,6

TIDAK SETUJU 50 52,1 52,1 92,7

SANGAT TIDAK SETUJU

7 7,3 7,3 100,0

Total 96 100,0 100,0

P19

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 9 9,4 9,4 9,4

SETUJU 64 66,7 66,7 76,0

TIDAK SETUJU 21 21,9 21,9 97,9

SANGAT TIDAK SETUJU

2 2,1 2,1 100,0


(3)

P20

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 13 13,5 13,5 13,5

SETUJU 49 51,0 51,0 64,6

TIDAK SETUJU 28 29,2 29,2 93,8

SANGAT TIDAK SETUJU

6 6,3 6,3 100,0

Total 96 100,0 100,0

P21

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 3 3,1 3,1 3,1

SETUJU 42 43,8 43,8 46,9

TIDAK SETUJU 47 49,0 49,0 95,8

SANGAT TIDAK SETUJU

4 4,2 4,2 100,0

Total 96 100,0 100,0

P22

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 22 22,9 22,9 22,9

SETUJU 39 40,6 40,6 63,5

TIDAK SETUJU 31 32,3 32,3 95,8

SANGAT TIDAK SETUJU

4 4,2 4,2 100,0

Total 96 100,0 100,0

P23

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 5 5,2 5,2 5,2

SETUJU 49 51,0 51,0 56,3

TIDAK SETUJU 36 37,5 37,5 93,8

SANGAT TIDAK SETUJU

6 6,3 6,3 100,0


(4)

P24

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 5 5,2 5,2 5,2

SETUJU 49 51,0 51,0 56,3

TIDAK SETUJU 37 38,5 38,5 94,8

SANGAT TIDAK SETUJU

5 5,2 5,2 100,0

Total 96 100,0 100,0

P25

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 5 5,2 5,2 5,2

SETUJU 38 39,6 39,6 44,8

TIDAK SETUJU 39 40,6 40,6 85,4

SANGAT TIDAK SETUJU

14 14,6 14,6 100,0

Total 96 100,0 100,0

P26

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 2 2,1 2,1 2,1

SETUJU 55 57,3 57,3 59,4

TIDAK SETUJU 34 35,4 35,4 94,8

SANGAT TIDAK SETUJU

5 5,2 5,2 100,0

Total 96 100,0 100,0

P27

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 25 26,0 26,0 26,0

SETUJU 42 43,8 43,8 69,8

TIDAK SETUJU 24 25,0 25,0 94,8


(5)

SETUJU

Total 96 100,0 100,0

P28

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SANGAT SETUJU 4 4,2 4,2 4,2

SETUJU 39 40,6 40,6 44,8

TIDAK SETUJU 49 51,0 51,0 95,8

SANGAT TIDAK SETUJU

4 4,2 4,2 100,0


(6)

Lampiran 9

Curiculum Vitae

Nama

: Dwi Suci Puspitasari

Tempat Tanggal Lahir

: Pabatu, 9 September 1989

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Karya Bakti Gang Rahmat No. 81 E Medan

Nama Ayah

: Muliadi

Nama Ibu

: Sri Utami Ningsih

Riwayat Pendidikan

:

1.

TK Tunas Harapan Tebing Tinggi 1997

2.

SD N. 1 Bah Jambi 1998

3.

SMP Swasta PTPN IV Bah Jambi 2001

4.

SMA N. 1 Tebing Tinggi 2007

5.

Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Kedokteran USU 2007

6.

S1 Ekstensi Fakultas Keperawatan USU 2010