View of Identifikasi rhodamin B pada kembang gula yang beredar di Kota Jambi

  

Identifikasi rhodamin B pada kembang gula yang beredar di Kota Jambi

Lili Andriani 1 , Armini Hadriyati 2 , Bambang Irwanto 3 1.2.3 Program Studi Farmasi, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia

  3 .

  METODE PENELITIAN Alat dan Bahan

  Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah rhodamin B terdapat pada makanan jajanan masyarakat Jambi khususnya kembang gula, mengingat makanan tersebut memiliki warna yang mencolok. Analisis rhodamin B dilakukan melalui identifikasi dengan kromatografi lapis tipis dan penentuan panjang gelombang maksimum sampel dan penentuan kadar dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 544 nm.

  5 .

  . Harga yang relatif murah menjadi salah satu alasan produsen menggunakan zat pewarna tekstil untuk ditambahkan pada produk makanan dan minuman, dan warna makanan menjadi lebih menarik dibanding dengan zat pewarna khusus untuk makanan. Selain itu ketidaktahuan masyarakat tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk ditambahkan pada makanan

  4

  Rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Menurut Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, Rhodamin B merupakan zat warna yang dilarang penggunaannya dalam produk- produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati dan dapat menyebabkan kanker

  , kemungkinan besar akan terjadi dampak negatif pada kesehatan masyarakat, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan ataupun yang bersifat tidak langsung, misalnya pewarna sintetis yang digunakan bersifat karsinogenik gelas, cawan penguap, batang pengaduk dan camber, plat KLT, pipa kapiler, pipet tetes dan spektrofotometer UV-Vis.

  ,

ABSTRAK

  2

  Pada saat sekarang diketahui bahwa banyak makanan yang ditambahkan bahan pewarna sintesis. Bahan pewarna sintesis pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila penambahan zat warna pada bahan makanan, dosisnya tidak sesuai dengan aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

  1 .

  Makanan yang beredar di masyarakat, umumnya ditambahkan zat pewarna. Pada awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, akan tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh panas dan cahaya serta harganya mahal

  PENDAHULUAN

  Metode:. Penentuan Rhodamin B secara kualitatif dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis dengan eluen (n-butanol – asam asetat glasial = 6:4), sedangkan penentuan kadar Rhodamin B secara kuantitatif dalam sampel dilakukan dengan Spektrofotometri UV-Vis Hasil: Dari 9 sampel yang diteliti keberadaan Rhodamin B, terdapat 5 sampel yang positif mengandung Rhodamin B dan 4 sampel negatif mengandung Rhodamin B, dengan kadar tertinggi pada sampel G 0.12578 μg/ml dan kadar terendah pada sampel A 0.044062 µg/ ml Kesimpulan: Terdapat 6 sampel yang mengandung rhodamin B. Kadar rhodamin B tertinggi dihasilkan oleh kembang gula G yaitu sebesar 0.12578 mg/mL sedangkan kadar rhodamin B terendah yaitu pada kembang gula A yaitu 0.044062 mg/mL

Kata kunci : Kembang gula, Rhodamin B, Kromatografi lapis tipis, Spektrofotometri UV-Vis

  Latar Belakang: Rhodamin B merupakan zat pewarna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik, karna dapat menyebabkan kerusakan hati, pembengkakan ginjal, dan kanker. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya Rhodamin B dalam sampel kembang gula yang beredar di Kota Jambi.

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah: Neraca listrik, penangas air, alat-alat gelas, erlenmeyer, gelas ukur (10 ml, 50 ml, 100 ml) beaker

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: sabun deterjen, kembang gula, bulu domba, n-heksan, akuades, akuabides, asam asetat 6%, larutan ammonia 10%, rhodamin B, metanol p.a, asam asetat glasial dan n-butanol.

  Larutan standar dibuat dengan cara 50 mg rhodamin B dilarutkan dengan 100 ml metanol p.a

  Spektrofotometri UV-Visible

  Sampel yang secara KLT menunjukkan adanya Rhodamin B dicatat dan selanjutnya rhodamin B ini diidentifikasi lebih lanjut dengan cara Spektrofotometri UV- Visible.

  Metode Kromatografi Lapis Tipis diawali dengan pemotongan plat KLT dengan ukuran 6 x 4 cm, kemudian diberi tepi atas dan tepi bawah masing-masing berjarak 1 cm. Larutan senyawa uji dan standar ditotolkan dengan pipa kapiler pada titik penotolan sampai kering. Bejana kromatografi (chamber) di isi dengan fasa gerak (n-butanol : asam asetat glasial dengan perbandingan 6:4 ) setinggi 1 cm, chamber ditutup, dibiarkan fasa gerak merambat naik sampai membasahi kertas saring (penjenuhan bejana). Plat KLT dimasukkan kedalam chamber dengan posisi sedikit miring, kemudian chamber ditutup, dibiarkan fasa gerak merambat naik sampai garis batas atas, kemudian dikeluarkan, dikeringkan dan kromatogram diamati dibawah lampu UV dan dihitung Rf masing- masing bercak.

  7 .

  Prinsip uji bahan Pewarna Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah zat warna dalam contoh makanan/minuman diserap oleh bulu domba dalam suasana asam dengan pemanasan, dilanjutkan dengan pelarutan bulu domba yang telah berwarna

  Analisis Kualitatif Kromatografi Lapis Tipis

  6 .

  Larutan Standar

  Sampel

  6 .

  Bulu domba yang bersih dimasukkan ke dalam cawan penguap, ditambahkan 30 ml larutan ammonia 10%, dipanaskan di atas penangas air hingga warna bulu domba luntur. Larutan berwarna yang diperoleh dikumpulkan dalam cawan penguap dan diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kering, kemudian ekstrak kering di cukupkan kan dalam 5 ml metanol p.a dan disaring pakai kertas saring dan ditotolkan pada plat KLT yang siap pakai

  Sampel masing-masing ditimbang 40 gram, dilarutkan masing-masing sampel dalam 50 ml akuabides dan tambahkan 30 ml asam asetat 6%, kemudian bulu domba dimasukkan kedalam sampel dan dipanaskan diatas penangas air selama 30 menit, sambil diaduk sampai warna terserap. Bulu domba yang berwarna dibilas dengan akuades hingga bersih.

  Pembuatan Larutan Standar

  6 .

  Bulu domba direndam selama 24 jam dengan sabun, kemudian dicuci hingga bersih. Setelah itu dikeringkan. Bulu domba yang telah kering, direndam dengan n- heksan selama 2 jam, dikeringkan

  Prosedur Penghilangan Lemak Bulu Domba

  Sampel yang digunakan adalah kembang gula yang diambil dari beberapa tempat di Kota Jambi, yaitu di 3 pasar tradisional, 3 sekolah dasar, dan di 3 tempat-tempat umum, masing- masing tempat di ambil 1 (satu) sampel, sampel di ambil secara acak.

  Untuk sampel yang secara KLT terbukti mengandung rhodamin B dilakukan identifikasi secara spektrofotometri, larutan induk ekstrak sampel di ambil 3 ml dan dilakukan pengenceran dalam metanol p.a cukupkan 25 ml diukur serapannya dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 400-800 nm, di tentukan panjang gelombang serapan gelombang maksimum larutan standar, kemudian dibandingkan hasilnya

  • – 0,05716 dengan harga koofisien korelasinya (r) = 0,999, jadi linearitasnya mendekati satu.
  • –tempat umum, 2 pasar tradisional dan 1 dari sekolah dasar dapat dilihat pada tabel 2.

  Hasil uji kualitatif secara KLT dan penetapan kadar menggunakan spektrofotometri sinar tampak menunjukkan bahwa kembang gula menggunakan zat warna sintetis, yaitu rhodamin B. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna sintetis yang terdapat pada sampel yang dijual dibeberapa tempat di Kota Jambi merupakan zat pewarna yang dilarang penggunaannya menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033/Menkes/Per/IX/2012 tentang bahan tambahan makanan. Jenis pewarna sintetis

  PEMBAHASAN

  Hasil kuantitatif pada sampel dari 3 tempat

  . Didapatkan persamaan regresi Y = 0,29366 X

  8

  Penetapan kadar dilakukan dengan metoda spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang maksimum digunakan karena kepekaannya juga maksimum serta perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar. Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 - 0,8 nm

  Penetapan Kadar Rhodamin B pada Sampel

  Sampel juga dilakukan uji kualitatif dengan spektrofotometri UV-Vis dengan membandingkan panjang gelombang sampel dengan pembanding. Dari hasil uji didapatkan 6 sampel panjang gelombangnya hampir mendekati pembanding, yaitu mempunyai selisih ±3 nm dan 3 sampel panjang gelombangnya tidak sama dengan pembanding, dapat dilihat pada tabel 1.

  Dilihat dibawah lampu UV 366 nm, terdapat 7 sampel yang berfluoresensi dan 2 sampel tidak berfluoresensi. Namun hanya 6 sampel yang nilai Rf nya sama dengan pembanding, dapat dilihat pada gambar 1.

  Berdasarkan analisa rhodamin B secara kromatografi lapis tipis terbukti bahwa 6 sampel positif mengandung rhodamin B dari 9 sampel yang diteliti yaitu sampel A, B, C, D, F, G.

  Larutan induk ekstrak sampel diambil 3 mL masukkan ke dalam labu ukur dan dilakukan pengenceran sampai 25 ml dalam metanol p.a sampai tanda batas, kemudian larutan sampel di ukur absorbannya dengan spektrofotometri UV

  HASIL Identifikasi Rhodamin B Dalam Sampel

  Penetapan Kadar Rhodamin B dalam Sampel dengan Spektrofotometri UV-Vis.

  Masing-masing larutan ini diukur serapannya dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum rhodamin B. Kemudian dibuat kurva kalibrasi antara serapan dan konsentrasi larutan standar.

  Dari larutan standar dengan konsentrasi 4 µg/ml, dibuat sederetan larutan dengan berbagai konsentrasi yaitu 1,6 µg/mL; 2 µg/mL; 2,4 µg/mL; 2,8 µg/mL; 3,2 µg/mL.

  Pembuatan Kurva Kalibrasi Rhodamin B

  Larutan standar rhodamin B 4µg/ml dilakukan pengenceran dengan metanol p.a hingga 10 mL kedalam labu ukur, ukur serapan larutan dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 400 – 800 nm.

  Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Rhodamin B 4 µg/ml

  Timbang rhodamin B sebanyak 2 mg, masukan kedalam labu ukur 100 ml, tambahkan metanol p.a kemudian di cukupkan 100 ml sampai tanda batas. Larutan diencerkan dengan metanol sehingga didapat konsentrasi larutan4 µg/ml.

  Analisis Kuantitatif Pembuatan Larutan Standar Rhodamin B 20 µg/ml

  dengan spektrum serapan maksimum rhodamin B.

  • – Vis pada panjang gelombang serapan maksimum  = 544.00 nm dan dihitung kadar menggunakan rumus Lambert-Beer.
Gambar 1. Hasil KLT dibawah lampu UV 366 nm Tabel 1. Panjang gelombang maksimum masing-masing sampel

  Nama sampel Panjang Gelombang Max () A ( Gentala Arasy)

  541,00nm B (Gor Kota Baru) 542,00nm C (Taman Rimba) 541,50nm D (Pasar 46) 543,00nm E (Pasar Rawasari) 540,00nm F (Pasar Baru) 542,00nm G (SD 74 Kota Baru) 544,50nm H (SD 66 Telanai Pura) 530,00nm

  I (SD 01 Rawasari) 530,00nm

  Tabel 2. Kadar rhodamin B pada sampel

  Nama sampel Kadar Rhodamin B dalam Sampel 40g (µg/ml) Kadar Rhodamin B dalam Sampel (% b/b)

  A ( Gentala Arasy) 0,044062 0,00011015 B (Gor Kota Baru) 0,060055 0,00015013 C (Taman Rimba) 0,052133 0,00013032 D (Pasar 46) 0,065427 0,00016356 F (Pasar Baru) 0,057646 0,00014411 G (SD 74 Kota Baru) 0,125780 0,00031445

  ini bersifat toksik dan memberikan dampak yang membahayakan bagi kesehatan manusia

  9 .

  Rhodamin B dapat membahaya kan kesehatan manusia karena tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan mengendap secara utuh dalam hati sehingga dapat menyebabkan keracunan hati. Pengaruh toksisitas yang teramat biasanya bersifat akut saja yaitu yang pengaruhnya cepat terjadi, sedangkan pengaruh yang bersifat kronis tidak dapat diketahui secara cepat karena manusia yang normal memiliki toleransi yang tinggi terhadap racun dalam tubuh dengan adanya mekanisme detoksifikasi. Selain itu pembeli juga diduga tidak mengonsumsi menu yang sama setiap harinya. Efek toksik yang disebabkan oleh makanan yang mengandung pewarna sintetis yang tidak diizinkan dapat timbul pada manusia karena golongan pewarna sintetik tersebut memang bukan untuk dimakan manusia. Efek ini tergantung pada banyaknya intake pewarna sintesik yang tidak diizinkan dan daya tahan seseorang karena dalam tubuh manusia terdapat proses detoksifikasi di dalam tubuh

  10 .

  Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 4/M-DAG/PER/ 2/2006 bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Rhodamin B merupakan jenis zat yang dinyatakan berbahaya dalam lampiran 1 peraturan Menteri Perdagangan tersebut sehingga penggunaanya sama sekali dilarang dan keberadaannya dalam

  

P A B C P D E F P G H I makanan merupakan suatu pelanggaran

  9. KEMENKES RI. Bahan Tambahan

  11 dengan sanksi pidana . Makanan. Kemenkes RI; 2012.

  Penelitian sebelumnya menunjukkan

  10. Sumarlin L. Identifikasi Pewarna Sintetis bahwa pada makanan dan minuman banyak pada Produk Pangan yang Beredar di mengandung rhodamin B. Penelitian pada Jakarta dan Ciputat. J Val. 2010; 1(6). daerah Hyderabad dan Secunderabad, India, 11. Permendag No 04/M-Dag/Per/2/2006. membuktikan bahwa pada jajanan kembang Tentang Distribusi dan Pengawasan

  12

  gula mengandung rhodamin B . Studi pada Bahan Berbahaya. Jakarta: Depdagri; jajanan anak seperti es doger, kerupuk dan 2006. saus yang beredar di Kabupaten Labuahan

  12. Gulla S. Adulteration Pattern in Different Batu Selatan, Sumatera Utara menemukan Food Products Sold in the Twin Cities of bahwa sebanyak 10% jajanan anak-anak Hyderabad and Secunderabad-India.

  13

  sekolah dasar mengandung rhodamin B . J Dairyng, Foods HS. 2011; 30(2): 117 –21.

  KESIMPULAN

  13. Silalahi J, Rahman F. Analisis Rhodamin Sampel kembang gula di Kota Jambi B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di yang diteliti terdapat 6 sampel mengandung Kabupaten Labuhan Batu Selatano

  Sumatera Utara. J Indon Med Assoc. rhodamin B dari total 9 sampel. Kadar rhodamin B tertinggi dihasilkan oleh 2011; 61(7):293

  • –8. kembang gula G yaitu sebesar 0.12578 mg/mL sedangkan kadar rhodamin B terendah yaitu pada kembang gula A yaitu 0.044062 mg/mL.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Azizahwati D. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan yang Berada di Pasaran. Maj Ilmu

  Kefarmasian. 2007; IV(1):7 –8.

  2. Badan POM. Bahan Tambahan Pangan.

  Direktorat SPKP, Deputi III. Jakarta: BPOM; 2013.

  3. Seto S. Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi Industri dan Perdaganga Internasional.

  Bogor: Fakultas Tekologi Pertanian; 2001.

  4. Departemen Kesehatan RI. Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Depkes RI; 2004.

  5. Yuliarti N. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi; 2007.

  6. Hendayana S. Kimia Pemisahan: Metoda Kromatografi dan Elektroforesis Modern. In: Cetakan I. Bandung: PT Remaja Kosdakarya; 2006.

  7. SNI 01-2895-1992. Cara Uji Pewarna Tambahan Makanan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional; 1992.

  8. Rohman A. Kimia Farmasi Analisis.

  Jakarta: Pustaka Pelajar; 2007.