Filsafat Abad Pertengahan Nicolaus Coper
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepadaTuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dimudahkan dalam setiap langkah, terutama dalam
penyusunan
makalah
ini.
Dalam
makalah
ini,
kami
berusaha
untuk
menguraikan mengenai teori yang dikemukakan salah seorang filsuf Abad
Pertengahan, yaitu Nicolaus Copernicus.
Makalah ini berisi tentang riwayat hidup dan teori yang dikemukakan
oleh Nicolaus Copernicus, dalam hal ini adalah teori Heliosentris. Pembahasan
mengenai teori tersebut akan kami jabarkan secara lengkap dalam makalah
ini.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tentu tidak lepas dari
pihak-pihak yang turut membantu demi kelancaran kesempurnaannya, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Mulyo Wiharto selaku dosen matakuliah PengantarFilsafat yang telah
membimbing kami selama masa perkuliahan kelas Pengantar Filsafat.
2. Rekan-rekan sesame penulis makalah ini yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikirannya untuk bersama-sama menyusun makalah ini
sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
3. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini yang tidak
bisa kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan. Namun kami telah berusaha memberikan yang terbaik
untuk pembuatan makalah ini. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan
saran demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir
kata,
harapan
kami
adalah
semoga
makalah
ini
membantu
menambah pengetahuan bagi pada pembaca.
Jakarta, 22 November 2015
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.
Latar belakang
2.
Tujuan Pembuatan Makalah
A. Mengetahui Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
B. Menjelaskan Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
3.
Perumusan Masalah
A. Definisi Filsuf dan Filsafat
B. Filsafat Abad Pertengahan
C. Tokoh, Biografi dan Hasil Pemikirannya
Bab II Pembahasan
1.
2.
3.
Definisi Filsuf dan Filsafat
Filsafat Abad Pertengahan
Tokoh, Biografi dan Hasil Pemikirannya
Bab III Penutup
1.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
I.
1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dimasa modernitas belakangan ini adalah hasil
berbagai macam pemikiran-pemikiran filosofi dari pemikir atau biasa disebut
filsuf. Hasil buah karya pikir mereka ini pun ada di hampir semua lini atau
bidang-bidang pengetahuan hingga masa kini. Bila kita coba runut, rentetan
sejarah yang tercetak membentuk suatu ilmu pengetahuan manusia dari yang
berbasis mitos, common sense, rasionalisme, epirisme hingga mencapai
kebenaran yang mendekati validitas, biasa disebut Metoda Ilmiah atau
Sciencetific Method yang tak lepas dari peranan para fisuf-filsuf tersebut.
Secara historis, hubungan antara filsafat dan sains saling berkaitan.
Sains bermula dari perenungan manusia akan pengetahuan yang diamati.
Manusia
mengawalinya
dari
sudut
pandang
filsafat
yang
mempunyai
metodologi sendiri. Filsafat adalah ilmu pengetahuan pokok, dasar, pangkal
segala ilmu pengetahuan modern masa kini. Pada makalah ini kami membahas
Filsafat Abad Pertengahan atau biasa sering disebut-sebut abad kegelapan.
Filsafat pada akhir abad pertengahan ini lah bisa dikatakan awal
terbentuknya sains modern, mengakhiri abad kegelapan yang di autorisasi
oleh Gereja
(1)
yang diawali yang pemikiran filosofis pastinya. Bermula dari
gebrakan seorang filsuf yang juga seorang ilmuwan kelahiran Polandia yang
berani mendobrak zaman kegelapan dengan Teori Heliosentrisme hasil
pengembangan dari filsuf sekaligus astronom Yunani Aristarchus dari Samos
(310 SM – 230 SM)(2).
Filsafat Copernicus ini mempengaruhi pemikir-pemikir dan ilmuwan
lainnya, seperti Galileo, Kepler, Newton dan lain-lainnya. Pemikiran Copernicus
sendiri tidak berjalan mulus atau tanpa regresi dari autoritas Gereja Katolik
dalam hal ini Vatikan hingga yang puncaknya pada tahun 1616 melarang
semua buku yang ditulis Copernicus
(3).
Tak luput juga cercaan dari teolog-teolog Kristen Protestan ternama kala
itu seperti John Calvin dan Martin Luther
(4).
Dengan mengutip dari filsuf Francis
Bacon (1561-1626) bahwa “Knowlegde Is Power” (Pengetahuan adalah
Kekuatan),
filsafat
sangat
berperan
penting
untuk
terus
memajukan,
mengembangkan ilmu pengetahuan bagi semesta dan sebagai kekuatan untuk
bertahan hidup.
I.
2. Tujuan Pembuatan Makalah
C. Mengetahui Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
D. Menjelaskan Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
I.
3. Perumusan Masalah
D. Definisi Filsuf dan Filsafat
E. Filsafat Abad Pertengahan
F. Tokoh, Biografi dan Hasil Pemikirannya
Catatan kaki:
1. Bryan Magee, The Story of Philosophy, Yogyakarta: Kanisius, 2012, hlm. 64-65
2. Dreyer, John Louis Emil, A History of Astronomy from Thales to Kepler, New York: Dover Publications, 1953, hlm 134-140
3. Anggraini F.D, Yani, Budi S.S, Ensiklopedia Tokoh Fisika, Jakarta Pusat: Balai Pustaka, 2007, hlm 45
4. Bryan Magee, The Story of Philosophy, Yogyakarta: Kanisius, 2012, hlm. 65
BAB II
PEMBAHASAN
II.
1. Definisi Filsuf dan Filsafat
Filsuf
Seorang
Filsuf,
secara
umum
diartikan
adalah
seorang
yang
mempelajari filsafat, ahli pikir yang membahas masalah-masalah filosofis.
Filsuf atau Philosopher dalam kamus Merriam-webster (5) adalah a person who
studies ideas about knowledge, truth, the nature and meaning of life, etc. : a
person who studies philosophy (Orang yang mempelajari gagasan tentang
pengetahuan, kebenaran, sifat dan makna kehidupan, dll. : orang yang
mempelajari filsafat). Dan jika berdasarkan kamus Oxford (6) Filsuf atau
philosopher adalah a person engaged or learned in philosophy, especially as
an academic discipline (orang yang bergelut atau mempelajari filsafat,
terkhusus dalam disiplin akademik).
Dari
catatan
diperkenalkan
oleh
yang
kami
temui,
matematikawan,
terminologi
seorang
filsuf
filsuf
Yunani
dan
Kuno,
filsafat
ialah
Phytagoras(7). Pada zaman Yunani kuno sekitar abad ke-2 SM (sebelum masehi)
hingga abad ke-5 M (masehi), sebagai reaksi terhadap cendikiawan pada
masanya
yang
menamakan
dirinya
”Ahli
pengetahuan”,
Phytagoras
mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai
untuk manusia . tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam
memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia
tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari
dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena
itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta
pengetahuan(8).
Mengutip tulisan Francis E. Peters dalam buku yang berjudul Greek
Philosophical Term: A Historical Lexicon, Press Universitas New York tahun
1967 halaman 156 menjelaskan bahwa, Pythagoras saat ditanya: “Apakah
engkau seorang yang arif?” dia menjawab: “Aku adalah philosophos”. Atas
jawaban seperti itu lah ia juga disebut sebagai filsuf. Seorang filsuf, tidak mesti
orang yang teoritikus filsafat, atau yang memiliki karya filosofi, tidak mesti
menerima pendidikan filsafat atau menjadi professor filsafat. Sebagai contoh
Marcus Porcius Cato (234-149 SM) atau Cato Major atau Cato Censorius adalah
seorang negarawan dari Roma, seorang moralis, orator dan penulis sekitar
abad pertama sebelum masehi. Salah satu filsuf berfaham Stoik, yang tidak
memiliki karya filosofis apapun selama hidupnya(9).
Menurut Marcus Aurelius (26 April 121 – 17 Maret 180) dalam karyanya
“The Maditations”
(9)
, bahwa seorang dengan julukan atau seorang yang
disebut filsuf tidak mesti menerima pendidikan filsafat, bukan juga seorang
professor
filsafat,
maupun
memiliki
karya
filosofis.
Melainkan
bentuk
pernyataan perubahan secara radikal jalan hidup, gaya hidup seperti para
filsuf terdahulu, yang berbeda dari orang lain dan menjadi acuan berpikir atau
dapat mempengaruhi orang banyak atas pemikirannya.
Dengan demikian, kami dapat menyimpulkan bahwa Filsuf adalah orang
yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
mendalam (radikal/fundamental). Seorang filsuf tidak melulu memiliki karya
filosofis maupun karya ilmiah. Melainkan bentuk pernyataan perubahan secara
radikal jalan hidup, gaya hidup seperti para filsuf terdahulu, yang berbeda dari
orang lain dan menjadi acuan berpikir atau dapat mempengaruhi orang
banyak atas pemikirannya. seorang filsuf tak melulu berkutat soal logika
hidup, etika hidup, konsep-konsep teologis, eskatologis, tapi lebih kompleks
dari
sekedar
membicarakan
hal-hal
tersebut.
Setiap
intelektual
atau
cendikiawan yang berkontribui dalam berbagai ilmu pengetahuan yang
memiliki pemikiran filosofis bisa dikategorikan filsuf atau philosopher. Baik itu
matematikawan,
seniman,
psikolog,
antropolog,
ilmuwan-ilmuwan
yang
bergelut di ilmu eksak pun dapat dikatakan sebagai filsuf. Seperti tokoh yang
akan kami bahas ini, yang orang pada umumnya mengenal dia sebagai
ilmuwan astronomi, Nicolaus Copernicus (1473-1543).
Filsafat
Setelah pembahasan mengenai Filsuf yang bisa kita kategorikan juga
sebagai kata ganti untuk orang. Filsafat merupakan kata benda. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, fil·sa·fat (n) 1 pengetahuan dan penyelidikan dng akal
budi mengenai hakikat segala yg ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2 teori yg
mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; 3 ilmu yg berintikan logika,
estetika, metafisika, dan epistemologi; 4 falsafahFilsafat lahir dari mitos.
Sebagaimana dalam mata kuliah “Pengantar Filsafat”. Cara manusia
mencari, mendapatkan, memperoleh pengetahuan itu berawal dari Mitos
menjadi Common Sense karena kebiasaan akal memperoleh pengetahuan, lalu
menjadi Empiris berdasar pengamatan inderawi, beralih ke Rasio hingga
sampai ilmu pengetahuan yang mendekati validitas yang bersifat ilmiah,
metoda Ilmiah atau scientific method. Semua itu, tak lepas dari hal-hal yang
bersifat mitos (hal-hal yang bersinggungan dengan mitologis). Istilah atau
pengertian Filsafat dapat ditinjau dari dua segi, secara etimologis dan
terminologis(10).
1.
Pengertian Filsafat secara Etimologis
Kata Filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang sepadan
dengan kata berbahasa Arab, “falsafah”, sepadan juga dengan kta berbahasa
inggris, “philosophy”, atau “philosophie” dalam bahasa Perancis dan Belanda
atau “philosophier” dalam bahasa Jerman.
Semua berasal dari kata Latin
“philosophia” yang merupakan kata benda hasil dari kegiatan “philosophien”
sebagai kata kerjanya. Kata “philosophia”
berasal dari bahasa Yunani,
“philein” (mencintai) atau “philia” (persahabatan, atau tertrik kepada….) dan
“sophos” (kebijaksanaan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi) yang
memiliki arti yang sepadan dalam bahaasa Latin, “philos” (teman/sahabat)
dan “sophia” (kebijaksanaan).
Dengan demikian, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana.
Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut “philosopher”, dalam bahasa
Arabnya “failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan
pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan
dirinya kepada pengetahuan. Dalam bukunya Plato yang berjudul The Republic
(terjemahan bahasa Inggris) halaman 335 dalam percakapan mempersoalakn
siapa sejatinya seorang filsuf, dia menjawab who are lovers of the vision of
truth (siapa pun yang memiliki kecintaan terhadap kebenaran).
Berikut kutipan percakapannya dalam buku The Republic karya Plato:
Whereas he who has a taste for every sort of knowledge and who is curious to
learn and is never satisfied, may be justly termed a philosopher? Am I not
right?
Glaucon said: If curiosity makes a philosopher, you will find many a
strange being will have a title to the name. All the lovers of sights have
a delight in learning, and must therefore be included. Musical amateurs,
too, are a folk strangely out of place among philosophers, for they are
the last persons in the world who would come to anything like a
philosophical discussion, if they could help, while they run about at the
Dionysiac festivals as if they had let out their earsto hear every chorus;
whether the performance is in town or country–that makes no
difference–they are there. Now are we to maintain that all these and
any who have similar tastes, as well as the professors of quite minor
arts, are philosophers?
Certainly not, I replied; they are only an imitation.
He said: Who then are the true philosophers?
Those, I said, who are lovers of the vision of truth.
That is also good, he said; but I should like to know what you mean?
To another, I replied, I might have a difficulty in explaining; but I am sure that
you will admit a proposition which I am about to make (11).
Maka kita menyimpulkan bawa Filsafat adalah hasil akal seorang
manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalamdalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
2.
Pengertian Filsafat secara Etimologis
Kerana luasnya definisi lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka
tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya
secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi filsafat dari filsuf Barat
dan Timur di bawah ini:
a. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid
Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan
tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli).
b. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
c. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang
mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
d. Al-Kindi (801 – 873) dikenal sebagai filsuf pertama dikalangan kaum
muslimin
dengan
tegas
mengatakan
bahwa
filsafat
memiliki
keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal
mukjizat, surge, neraka dan kehidupan akhirat. Al –Kindi membagi
pengertian filsafat dan lapangannya filsafat dalam 3 bagian :
1. Thibiyyat (ilmu fisika) sebagi sesuatu yang berbenda
2. Al-ilm-urriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung , tehnik,
astronomi, dan musik, berhubungan dengan benda tapi punya wujud
sendiri, dan yang tertinggi adalah
3. Ilm ur-Rububiyyah (ilmu ketuhanan) tidak berhubungan dengan
benda sama sekali.
4. Al-Farabi (872 – 950), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud
dan
bertujuan
menyelidiki
hakikat
yang
sebenarnya.
Al-
Farabi
mengatakan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud
karena ia wujud.(al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah). Tujuan
terpenting mempelajari filsafat adalah mengetahui tuhan, bahwa ia esa
dan tidak bergerak, bahwa ia memjadi sebab yang aktif bagi semua
yang
ada
,
bahwa
ia
mengatur
alam
ini
dengan
kemurahan,
kebijaksanaan dan keadilan-Nya, Seorang filosof atau al hakim adalah
orang yang mempunyai pengetahuan tentang zat yang ada dengan
sendirinya (al-wajibli-dzatihi), Wujud selain Allah , yaitu mahluk adalah
wujud yang tidak sempurna.
5. Ibnu Sina (980 – 1037) dikenal di dunia barat sebagai Avicenna.
Pembagian filsafat bagi Ibnu sina pada pokoknya tidak berbeda dengan
pembagian yang sebelumnya, filsafat teori dan filsafat amalan. Filsafat
ketuhanan menurut Ibnu Sina adalah:
1. ilmu tentang turunnya wahyu dan mahluk-mahluk rohani yang
membawa wahyu itu, dengan demikian pula bagaimana cara wahyu
itu disampaikan, dati sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu
yang dapat dilihat dan didengar.
2. Ilmu akherat (Ma’ad) antara lain memperkenalkan kepada kita
bahwa manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya
yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.
6. Francis Bacon (1561 – 1626) yang dikenal sebagai pencetus/peletak
dasar empirisme dalam metodologi sains (Metode Bacon) mengakatan,
filsafat adalah induk agung dari ilmu (mother of science atau mater
scientiarum) dan menangani seluruh pengetahuan sebagai bidangnya.
7. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre
(ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu
membicarakan
memperkatakan
sesuatu
bidang
seluruh
bidang
atau
dan
jenis
seluruh
kenyataan.
jenis
ilmu
Filsafat
mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan.
8. Immanuel Kant (1724 -1804) yang sering disebut raksasa pikir Barat,
mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
1. Apakah yang dapat kita ketahui (dijawab dengan Metafisika)
2. Apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab dengan etika)
3. Sampai dimanakah pengharapan kita (dijawab dengan agama)
4. Apakah yang dinamakan manusia (dijawabdengan antropologi)
9. Bertrand Russel (1872 – 1970) Filsafat adalah sesuatu yang berada di
tengah- tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat
berisikan
pemikiran-pemikiran
mengenai
masalah-masalah
yang
pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa
dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal
manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
10.Prof. Dr. Drs. Notonagoro, SH, professor filsafat UGM juga salah satu
tokoh penting bagi berdirinya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
menyimpulkan bahwa filsafat itu menelaah hal yang inti dan mutlak
serta terdalam, yang tetap dan tak berubah, yaitu : hakikat.
11.Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan bahwa
filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari
radiksnya
suatu
gejala,
dari
akarnya
suatu
hal
yang
hendak
dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, kami
menyimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki,
menjelaskan, memikirkan, menerangkan segala sesuatunya secara mendalam
dan sungguh-sungguh, radikal sehingga mencapai kebenaran hakikat segala
pengetahuan, baik pengetahuan yang bersifat horizontal maupun vertikal.
Namun, salah satu kelemahan filsafat ialah. Filsafat tidak melakukan kegiatan
eksperimen atau percobaan-percobaan secara konkrit.
Catatan Kaki:
(5)
http://www.merriam-webster.com/dictionary/philosopher diakses 15 November 2015,
pukul 19.00 WIB
(6)
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/philosopher diakses 15
November 2015, pukul 20.00 WIB
(7)
http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?
doc=Perseus:text:1999.04.0057:entry=filo/sofos diakses 15 November 2015, pukul
22.00 WIB
(8)
(9)
(10)
(11)
Ahmad hanafi, Ma. 1990. Pengantar filsafat islam. Jakarta. Bulan Bintang. Hal 3
Hadot Pierre. 1998. The Inner Citadel: The Meditations of Marcus Aurelius. Harvard
University Press.Hal: 4-5
Bernadien Usuluddin Win. Agustus 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Pustaka
Pelajar. Hal: 46
The Republic by Plato. http://www.idph.net . 18 de maio de 2002. diakses 17 November
2015, pukul 09.00 WIB
II.
2. Filsafat Abad Pertengahan
Dalam sejarah filsafat ada saat-saat yang dianggap penting suatu era
(zaman) sebagai patokan dan bahan pembelajaan, karena selain memiliki
suatu ke-khas-an, suatu aliran filsafat bisa meninggalkan pengaruh yang
sangat
bersejarah
pada
peradaban
manusia.
Baik
peradaban
budaya,
sosiologi, seni, kepercayaan/iman, ilmu pengetahuan dan teknologi dan lain
sebagainya. Ada beberapa penggolongan dalam sejarah Filsafat di bumi yang
kita kenal atau sering dipelajari. Seperti:
1. Filsafat India
2. Filsafat Barat
3. Filsafat China
4. Filsafat Abad Pertengahan
5. Filsafat Islam
6. Filsafat Timur
7. Filsafat Zaman Modern
8. Hingga abad kini yang biasa disebut sebagai post-modern, Filsafat PostModern.
Namun
pada
makalah
ini
kami
membahas
hal-hal
yang
berhubungan/bersinggungan dengan Filsafat Abad Pertengahan. Dari data
yang kami peroleh, sejarah Filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada
akhir abad ke-5 sampai akhir abad ke-14. Sejarawan menentukan tahun 476
masehi (berakhirnya kerajaan Romawi Barat berpusat di Roma dan munculnya
Kerajaan Romawi Timur di Konstantinopel (Istanbul) hingga tahun 1492
(penemuan benua Amerika oleh Christopher Columbus (1450 – 1506) sebagai
batas akhir abad pertengahan(1).
Istilah Abad Pertengahan muncul pada abad ke-17 untuk membantu
memfalsifikasikan abad-abad lainnya yang mewarnai dinamika sosial, politik,
agama, ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih tepatnya untuk “menandai
masa transisi” antara zaman kuno (Yunani dan Romawi) dan zaman Modern
(yang diawali Renaissans pada abad ke-17) (1).
Abad pertengahan selalu
dibahas sebagai zaman yang khas akan pemikiran Eropa yang berkembang
pada abad tersebut, dan menjadikan suatu kendala yang disesuaikan dengan
ajaran agama. Dalam agama kristen, pada abad pertengahan, tentu saja ada
kecerdasan logis yang mendukung iman religius. Namun iman sama sekali
tidak disamakan dengan mistisisme.
Abad Pertengahan ini sangat menarik juga bila diamati dinamika
religiusitas antara Agama Kristen dengan Agama Islam pada saat itu. Agama
Kristen memang bagian sejarah yang tidak terpisahkan dari zaman kekaisaran
Romawi, agama Kristen yang mulai berkembang pada permulaan masehi atau
abad ke-1 pada awalnya agama Kristen monotheisme tidak anggap sebagai
agama resmi, karena romawi menganut konsep Politeisme yang menyembah
banyak dewa atau kaisar karena itu pengikut Kristen diburu dan dihabisi. Pada
tahun 313 kaisar konstantinus mengeluarkan dekrit Milan yang menyebabkan
agama Kristen diakui sebagai agama negara.
Bizantyum yang merupakan kelanjutan dari romawi barat pada abad
pertengahan merupakan kekaisaran yang berlandaskan Kristen pada jaman
kaisar Justinianus Byzantium yang beribu kota di Konstantinopel yang
merupakan pusat dari Byzantium memiliki struktur pertahanan yang kuat
karena selain memiliki selat Dardanela di sekitar Konstantinopel juga dibangun
tembok dan parit agar Konstantinopel memiliki benteng yang kuat sebagai
pertahanan dari serangan musuh. Konstantinopel sangat kuat berbeda dengan
romawi barat. Byzantium mampu bertahan 10 abad dan baru runtuh pada
tahun 1453 M oleh serangan Turki Ottoman(2).
Abad
pertengahan
didominasi
filsafat
Kristiani
di
daratan
Eropa
(walaupun di daratan Timur Tengah juga memiliki ragam pengetahuan yang
justru berbeda). Hampir semua pemikir atau filsuf adalah seorang klerus,
golongan rohaniawan atau biarawan dalam Gereja Katolik (Uskup, Imam,
Rahib, Pimpinan Biara). Para klerus berusaha untuk menyoroti pokok-pokok
iman Kristiani (secara Alkitabiah) dari sudut pengertian dan akal budi dan
memberi
pemahaman
yang
rasional
untuk
membuat
pembelaan
atas
serangan-serangan dari para orang-orang yang dianggap “kafir” yang bersifat
ideologi yang meruntuhkan keimanan terhadap Allah (3).
Namun,
pemahaman-pemahaman
untuk
coba
merasionalisasikan
eksistensi Allah (Tuhan umat Kristen) justru membuat abad ini terkenal dengan
Abad
Kegelapan
di
daratan
Eropa
sana
kemunduran,
kemandegan,
keterbelakangan (kecuali Dunia Islam/Timur Tengah dengan Filsafat Islamnya)
dalam pengetahuan manusia karena pendekatan-pendekatan yang dilakukan
Gereja (para klerus) saat itu sangat membelenggu kehidupan manusia,
sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan
potensi dirinya. Semua hasil-hasil pemikiran manusia diawasi oleh kaum gereja
dan apabila terdapat pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja,
maka orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman yang
berat.
Tema yang paling hangat (paling laris) dibahas adalah perdebatan
antara Iman/Faith dengan Akal/Reason. Pemahaman-pemahan para Klerus ini
sebenarnya adalah pemahaman lama dan bukan hal yang baru. Karena filsuf
Yahudi beraliran Helenistik, Philo dari Alexandria (abad 25SM – abad 50M)
pernah memabahas masalah yang sama tatkala ia bersemboyan (4), “Coniuge
fidem rationemque si possibie!” yang memiliki arti “Hubungkanlah Iman
dengan rasio sebisa mungkin!”.
Masa Patristik dan Masa Skolastik
Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru
ditengah-tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa
Barat. Pada abad pertengahan sendiri terdapat dua masa (periode) yang
mewarnai perkembangan Filsafat Abad Pertengahan. Pertama, masa (periode)
Patristik dan yang kedua, masa (periode) Skolastik. Namun, masa Skolastik
lebih banyak dipelajari karena masa ini bisa kami katakan merupakan masamasa Emas, dimana Filsafat dimasukan, dipelajari secara menyeluruh pada
sekolah-sekolah.
I.
Masa Patristik
Nama Patristik berasal dari kata Latin “patres” yang menunjuk kepada
bapa-bapa Gereja, berarti pujangga-pujangga Kristen dalam abad-abad
pertama Masehi yang meletakan dasar intelektual untuk agama Kristen (5).
Zaman Patristik dimulai pad abad ke-2 sampai abad ke-7 yang dicirikan
dengan usaha para Bapa Gereja (patres) untuk mengartikulasi, menata,
memperkuat penafsiran/isi ajaran-ajaran Kristiani dari serangan kaum "kafir"
dan bi'dah kaum Gnosis yang merupakan gerakan keagamaan pada zaman
Helenistis yang meleburkan gagasan-gagasan filsafat Yunani (neo-Plationisme)
dengan ajaran-ajaran Alkitab. Pada hakikatnya, ajaran Gnosis (Gnosisisme)
adalah ajaran yang dualistis tentang kosmos dan manusia, mempertentangkan
antara roh (nous) sebagai asas segala yang baik dan materi (hyle) sebagai
asas yang jahat. Manusia adalah makhluk rohani yang terbelenggu dalam
penjara materi (hyle).
Pada abad ini, di kota Alexandria berdiri sekolah kristen dan memiliki
mazhab/faham Mazhab Alexandria. Mazhab ini memiliki rancangan teologi
yang tersusun secara ilmiah menggunakan unsur-unsur filsafat Yunani
(Platonisme dan Stoisisme) menjunjung tinggi keterangan alegoris (berdasar
kiasan0kiasan). Tokoh penting dari mazhab ini adalah Clement dari Alexandria
(150 – 251) dan Origenes (185 – 254). Pemikiran mazhab Alexandria tidak
selalu sama dengan ajaran Gereja resmi (Katolik) terutama Origenes (5).
Menurut Origenes, wahyu ilahi adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa
salah. Orang hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila tak
menyimpang dari tradisi Gereja dan ajaran para rasul. Masa Patristik sendiri
terbagi dalam dua bagian. Patristik Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin
(Patristik Barat).
Patristik Yunani (Patristik Timur)
Pemikiran filsafati Kristen dimulai dengan orang-orang yang disebut
para apologit, para pembela agama Kristen yang membela iman Kristen
terhadap filsafat Yunani dengan menggunakan alas an
dari filsafat Yunani
sendiri dengan kata lain, mesintetiskan filsafat Yunani dengan pemahaman
teologi Alkitab.
Beberapa tokoh yang berpengaruh pada Patristik Yunani (Patristik Timur),
ialah:
1. Justin Martyr (100 – 165) juga dikenal sebagai Saint Justin
2. Santo Irenaeus (130 – 202)
3. Clement dari Alexandria (150-215)
4. Origenes (185-254)
5. Gregorius dari Nanzianzus (329 – 389)
6. Santo Basillius Agung (329 – 379)
7. Gregorius dari Nyssa (335 – 395)
8. Eutolmius Tatianus (357 – 392)
9. Santo Yohanes dari Damasku (676 – 749)
Patristik Latin (Patristik Barat)
Ajaran falsafi-teologis dari Bapa-bapa Gereja menunjukkan pengaruh
Plotinos yang berusaha memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiranpikiran paling dalam dari manusia. Mereka berhasil membela ajaran Kristiani
terhadap tuduhan dari pemiki-pemikir kafir (7).
Beberapa tokoh utama Patristik Latin (Patristik Barat), ialah:
1. Lucius Caecilius Firmianus Lactantius (240 – 320)
2. Hilarius dari Poiters (310 – 367)
3. Santo Ambrosius (339 – 397)
4. Hieronimus atau dikenal sebagai Santo Jerome (sekitar 347 – 420)
5. Agustinus dari Hippo (Latin: Aurelius Augustinus Hipponensis) dikenal
Santo Agustinus ( 354 - 430)
Beberapa patres ada yang menolak dan ada juga yang menerima
filsafat Yunani. Mereka yang menerima justru menganggap filsafat Yunani
sebagai persiapan menuju ke Injil (praeparatio evangelica). Salah satunya
Justin Martyr (100 – 165) juga dikenal sebagai Saint Justin yang digelari filsuf
kristen pertama, melihat diri Sokrates bagai "Nabi dan Martir" kristus. Ia
meninggal sebagai martir kristen tahun 165 di Roma. Juga Clement dari
Alexandria (150 – 215) menjunjung tinggi filsafat (terutama filsafat Plato) yang
memiliki
fungsi
rangkap.
Bagi
orang
yang
bukan
Kristen,
filsafat
mempersiapkan orang untuk percaya kepada Injil. Dengan memberikan
batasan-batasan kepada ajaran Kristen guna mempertahankan diri terhadap
filsafat Yunani dan aliran Gnostik serta menerangi ajaran Kristen melalui
pemikiran Yunani(6).
Sebaliknya, bagi mereka yang menolak filsafat, menganggap filsafat
mengancam kemurnian iman Kristiani, salah satunya Tertullianus (160 M - 222
M). Bagi Tertulianus tidak ada hubungan antara Athena (simbol filsafat) dan
Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani)(5). Irenaeus (130 – 202) yang
menentang atas alasan-alasan dialektis dengan pembuktian dari Alkitab. Yang
menerbitkan buku Against Heresies (180) secara terperinci menyerang faham
Gnostisiisme. Menurutnya, uraian para Gnostik bertentangan dirinya sendiri.
Allah adalah esa, oleh karena itu tidak mungkin, ada sesuatu yang diatas Allah
atau dibawah-Nya. Pencipta adalah Allah sendiri dengan perantara Logos,
bukan "ilahi" yang lebih rendah atau eon-eon atau sinar dari diri-Nya sendiri (6).
Jaman Keemasan Patristik
Jaman keemasan pada masa Patristik baik Yunani dan Latin diawali
dengan keputusan radikal Kaisar Konstantinus Agung tahun 313 disebut "Edik
Milano" yang isi utamanya adalah menjamin kebebasan beragama semua
orang
Kristen.
Yang
sebelumnya
umat
Kristen
selalu
dianiaya
dan
terdiskriminasi hak dan tak ada pengakuan sebagai agama dari para Kaisar
Romawi yang berkuasa.
Pada Patristik Yunani bisa kita lihat dari tiga patres yang semua berasal
dari daerah Kapadosia: Gregorius dari Nyssa (335 – 395), Santo Basillius Agung
(329 – 379) dan Gregorius dari Nanzianzus (329 – 389). Mereka membuat
suatu sintesa antara agama Kristen dengan kebudayaan Hellenistis, tanpa
mengurbankan sesuatu pun dari kebenaran agama Kristen. Dari ketiganya,
yang paling pandai dalam bidang filsafat adalah Gregorius dari Nyssa (335 –
395) yang mengenal dan menggunakan filsafat neoplatonisme. Tetapi ia
menolak gagasan neoplatonistis yang memandang rendah materi (manusia).
Dengan kata lain, semua kejahatan berasal dari kehendak manusia, bukan dari
manusia secara subtansial (materi).
Masa Patristik Yunani berakhir kira-kira pada abad ke-8 awal dimasa
Santo Yohanes dari Damasku (676 – 749) yang membuat karya berjudul
Sumber Pengetahuan. Mengurai dengan sistematis seluruh pemikiran Patristik
Yunani yang terbagi 3 jilid. Pertama seputar Logika, kedua Metafisika
Aristoteles dan ketiga yang paling penting dari semuanya memberikan uraian
sistematis
tentang
iman
kepercayaan
kristen.
Para
patres
dalam
daerah/wilayah barat mengalami jaman keemasan pada abad ke- 4. Dari
beberapa tokoh dari nama yang disebut diatas yang paling berpengaruh pada
wilayah barat ini adalah Agustinus. Ia merupakan bapa Gereja yang paling
berpengaruh pada zamannya yang dibaptis pada tahun 387. Dari perspektif
kefilsafatan, dialah pemikir yang paling penting dari seluruh masa Patristik,
beberapa karyanya yang terkenal adalah Kota Tuhan dan Pengakuanpengakuan.
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat,
antara lain Plantoniasme dan Skeptisisme juga pengaruh aliran Gnostik
(Maniisme/Manikheisme). Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk
filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan
sehingga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar
di bidang teologi dan filsafat. Setelah mempelajari aliran Skeptisisme, ia
kemudian
menentang
aliran
skeptisisme
(aliran
yang
meragukan
kebenaran).Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti
bahwa ada kebenaran. Orang dapat meragukan segalanya, tapi tak dapat
meragukan bahwa ia ragu-ragu.
Agustinus memiliki penafsiran atau figuratif dari Kitab Kejadian tentang
Penciptaan. Bahwa, Allah menciptakan dunia secara ex nihilo dalam enam hari
dan beristirahat pada hari ke tujuh seperti dalam Kitab Kejadian (konsep yang
kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinas). Istilah ex nihilo tak berarti bahwa
“tiada” itu merupakan materi, seperti patung yang dibuat dari perunggu.
Namun, “tidak terjadi dari sesuatu yang sudah ada”.
Dari sudut pandang Tuhan (pencipta), menciptakan ialah sebagai
tindakan aktif dan bersifat kontinue. Tetapi dari sudut pandang ciptaan
dipandang pasif yang tergantung dari kuasa Tuhan yang terjadi dalam arus
waktu. Maka ia menafsirkan tidak benar bahwa setelah penciptaan Tuhan tak
bekerja (mengundurkan diri), jika sebaliknya maka hasil penciptaan tersebut
kembali
ke
ketiadaan
(nihilum).
Apa
yang
dilakukan
Tuhan
sebelum
penciptaan, ia menjawab “tidak ada artinya, karena tidak ada waktu sebelum
penciptaan”(8).
Ajaran
Agustinus
menguasai
sepuluh
abad
dan
mempengaruhi
pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir Patristik itu sebagai
pelopor pemikiran skolastik. Ajarannya lebih bersifat sebagai metode daripada
suatu sistem sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa Skolastik.
Secara umum, masa Peripatik perlahan-lahan berakhir dan mengalami
kemunduran hingga abad ke-8 dengan ditutupnya Akademi Plato pada tahun
529 oleh Kaisar Justianus, peninggalan-peninggalan penting Bapa Gereja
(Patres) disimpan dan diwariskan di biara-biara dan dilestarikan oleh para
biarawan dalam perpustakaan-perpustakaan(9).
Catatan kaki:
(1) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 102
(2) Henry S. Lucas. September 1993. Sejarah Peradaban Abad Pertengahan. PT. Tiara Wacana
Yogya
(3) Bernadien Usuluddin Win. Agustus 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Pustaka Pelajar. Hal:
117
(4) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 103
(5) Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 20-21
(6) Harun Hadijiwo. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 73
(7) Hamersma Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 55
(8) Bernadien Usuluddin Win. Agustus 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Pustaka Pelajar. Hal:
118
(9) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 104
II.
Masa Skolastik
Zaman ini berhubungan dengan terjadinya perpindahan penduduk, yaitu
perpindahan suku bangsa Hun dari Asia Tengah ke Eropa sehingga suku-suku
Jerman pindah melewati perbatasan kekaisaran Romawi yang secara politik
sudah mengalami kemerosotan. Pada tahun 410 kota Roma jatuh ditangan
Alarik (Raja suku Got-Barat). Pada tengah Abad Pertengahan perpindahan
bangsa-bangsa berlangsung terus menurus mengubah Eropa secara radikal,
kebudayaan Romawi di Eropa dan Afrika Utara dihancurkan (4).
Pada awal abad ke-9 dibawah pemerintahan Kaisar Karel yang Agung,
stabilitas politik, budaya, pengetahuan dapat berkembang lagi dan masa ini
awal mula masa Soloastik lahir dan berkembang. Masa Skolastik dimulai sejak
abad ke-9. Hal yang membedakan antara masa Patristik dengan Skolastik
ialah, masa Patristik bisa dikatakan pribadi-pribadi yang lewat tulisannya
memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya
sedangkan para tokoh zaman Skolastik terutama adalah para pelajar dari
lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan Raja Karel
yang Agung (742 - 814) dan juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo
biarawan(3). Dimasa Skolastik, filsafat masih berkaitan dengan teologi, tetapi
tidak terlalu intens dipelajari para pelajar karena sudah ada peningkatan
kemandirian yang disebabkan dibukanya universitas-univesitas baru, ordoordo biara, disebarluaskannya karya-karya filsafat Yunani
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang
berarti sekolah. Atau dari kata schuler yang mempunyai arti kurang lebih sama
yaitu ajaran atau sekolahan. Yang demikian karena sekolah yang diadakan oleh
Karel Agung yang mengajarkan apa yang diistilahkan sebagai artes liberales
(seni bebas) meliputi mata pelajaran gramatika, geometria, arithmatika,
astronomi, musika, dan dialektika. Dialektika ini sekarang disebut logika dan
kemudian meliputi seluruh filsafat(1). Jadi, skolastik berarti aliran atau yang
berkaitan dengan sekolah.
Kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad ke-9 sampai
dengan abad ke-15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang
dipengaruhi agama(1). Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah
filsafat abad pertengahan. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi
pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan
mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk (2). Sebutan
skolastik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan
diusahakan oleh sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terikat pada tuntutan
pengajaran di sekolah-sekolah.
Para sejarahwan filsafat membagi masa Skolastik ini menjaid 3 periode,
yaitu skolastik Awal, Skolastik Puncak/Keemasaan dan Skolastik Akhir/Lanjut (3).
Namun, bila dipandangan dari sudut geografis pada saat itu, kami melihat
bahwa Skolastik juga terbagi dalam dua wilayah/bagian penting. Yaitu,
Skolastik Barat dan Skolastik Timur. Skolastik Barat (Dunia Barat) berisikan
teologi-teologi/filsafat-filsafat Kristiani dan Skolastik Timur (Dunia Islam)
berisikan teologi-teologi/filsafat-filsafat Islami. Berikut uraian singkat tentang
perkembangan Skolastik dari masa ke masa dan serta wilayah antar wilayah.
A.
Skolastik Awal (tahun 800 – 1200)
Masa Skolastik awal berkiasar antara abad ke-8 hingga abad ke-12 di
wilayah barat, ajaran Agustinus dan neo-Platonisme memilki pengaruh luas
dan
kuat
dalam
pemikiran
para
filsuf.
Masa
ini
mengupayakan
merasionalisasikan Tuhan dengan akal tanpa berdasarkan atau berlandaskan
Kitab Suci (contohnya Anselmus dan Canterbury. Pada masa ini pun filsafat
Aristoteles
baru
dipelajari
dan
pahami
logika-logika
Aristoteles.karya
Aristoteles yang berkisar Logika diterjamahkan dari bahasa Yunani ke bahasa
Latin oleh Boethius (480 – 524), filsuf yang dianggap “guru Logika” hingga
abad ke-12. Karya lain dari Aristoteles datang kedunia barat bersamaan
dengan para pengikut Islam ke dunia Barat melalui Spanyol dan pulau Sisilia
(Eropa).
Disisi lain pada tahun yang sama sekitar tahun 800 hingga 1200 di
dunia Islam mengalami masa keemasan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh
alam pemikiran sangat berperan penting bagi perkembangan filsafat. Dunia
Islam mampu melestarikan warisan-warisan atau karya-karya para filsuf dan
ilmuwan zaman Yunani Kuno yang sudah diterjemahkan dari bahasa Yunani ke
bahasa Arab. Setidaknya ada 2 filsuf yang paling berjasa dalam hal ini.
Pertama Ibn Sina dengan nama Latin Avicenna (930 – 1037) yang mencoba
menbuat
sintesa
dua
faham
yang
berbeda,
neo-Platonisme
dan
Aristotelianisme. Kedua ialah adalah Muhammad Ibn Rushd (1126 – 1198)
dikenal dibarat dengan nama Averrosa juga dianggap oleh para filsuf lainnya
sebagai “Sang Komentator” karena banyak karya-karyanya mengomentari
karya Aristoteles.
Namun,
ada
beberapa
tokoh
dan
situasi
penting
yang
harus
diperhatikan dalam memahami filsafat masa Skolastik awal di dunia Barat.
I.
Santo Agustinus ( 354 - 430)
Menurutnya, dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti
ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran
agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan
oleh Allah dari yang tidak ada (creatio ex nihilo). Kehidupan yang terbaik
adalah kehidupan bertapa, dan yang terpenting adalah cinta pada Tuhan.
II.
Anicius Manlius Severinus Boethius (480-524 M)
Dalam usianya yang ke 44 tahun, mendapat hukuman mati dengan
tuduhan berkomplot. Ia dianggap sebagai filosof akhir Romawi dan filosof
pertama Skolastik. Jasanya adalah menterjemahkan logika Aristoteles ke
dalam bahasa latin dan menulis beberapa traktat logika Aristoteles. Ia adalah
seorang guru logika pada abad pertengahan dan mengarang beberapa traktat
teologi yang dipelajari sepanjang abad pertengahan. Oleh karenanya, Boethius
dapat disebut sebagai filsuf zaman Romawi atau filsuf Skolastik pertama di
dunia Barat.
III.
Charlemagne atau Kaisar Karel yang Agung (742 – 814)
Seperti pengenalan masa Skolastik diatas. Kaisar Karel yang Agung
memerintah pada awal abad ke-9 yang telah berhasil mencapai stabilitas
politik yang besar, kehidupan sosial hingga perkembangan pada bidang ilmu
pengetahuan. Hal ini menyebabkan perkembangan pemikiran kultural berjalan
pesat. Pendidikan yang dibangunnya terdiri dari tiga jenis yaitu pendidikan
yang digabungkan dengan biara, pendidikan yang ditanggun keuskupan, dan
pendidikan yang dibangun raja atau kerabat kerajaan (5). Sekolah yang
diadakan oleh Karel Agung yang mengajarkan apa yang diistilahkan sebagai
artes liberales (seni bebas) meliputi mata pelajaran gramatika, geometria,
arithmatika, astronomi, musika, dan dialektika. Dialektika ini sekarang disebut
logika dan kemudian meliputi seluruh filsafat (7).
IV.
Santo Anselmus (1033-1109)
Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo
Anselmus yaitu credo ut intelligam (saya percaya agar saya paham). Filsafat
ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih mendahulukan
pengertian dari pada iman. Ia memiliki gagasan bahwa iman berikhtiar
menemukan pemahaman atau pengertian (fides quaerenes intellectum).
Anselmus ingin menunjukan bahwa ajaran Kristiani dapat dikembangkan
dengan rasional tanpa tunduk terhadap otoritas lain (Kitab Suci, wahyu, ajaran
para Bapa Gereja). Ia membuat suatu argumen yang dimuat dalam bukunya
Proslogion yang menjelaskan eksistensi Allah tanpa harus beriman kepada
Allah. Yang pada abad modern di kenalkan oleh Immanuel Kant dengan nama
“Argumen Ontologis”(6).
V.
Peter Abaelardus (1079-1142)
Petrus Abaelardus adalah seorang biarawan, filsuf Skolastik awal, ahli
logika , teolog dan sekaligus seorang komponis. Abaelardus meletakkan
pembaharuan metode pemikiran dan dalam memikirkan lebih lanjut berbagai
masalah
dialektis
yang
aktual.
Chambers
Biographical
Dictionary
menggambarkan Petrus Lombardus sebagai “pemikir paling tajam dan teolog
paling berani” dari abad ke-12. Ia menginginkan kebebasan berpikir dengan
membalik dictum Augustinus-Anselmus credo ut intelligam dan merumuskan
pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya
percaya).
Catatan kaki:
(1) Ahmad Sadali dan Mudzakir. 1999. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia. Hal: 80-91
(2) Http://www.homeartikel.co.cc/2009/06/filsafat-skolastik.html
(3) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 105
(4) Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 25
(5) Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Hal : 73
(6) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 124
(7) Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Hal : 81
B.
Skolastik Puncak/Keemasan (1200 – 1300)
Pada masa Skolastik awal, filsafat bertumpu pada alam pikiran dan
karya-karya Kristianai. Tetapi sejak pertengahan abad ke-12 karya-karya non
Kristiani mulai muncul dan filosuf Islam mulai berpengaruh. Dan pada masa in
merupakan kejayaan Skolastik yang berlangsung dari abad ke-12 sampai abad
ke-13, yang disebut juga masa kejayaan karena bersamaan dengan munculnya
beberapa universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu
pengetahuan. Dalam masa Skolastik puncak, filsafat Aristoteles sangat
mendominasi para pemikir Abad Pertengahan yang sebelumnya didominasi
filsafat Plato/neo-Platonisme. Pada abad ini Aristoteles diakui sebagai “Sang
Filsuf”,
gaya pemikiran
Yunani
semakin
meluas melalui
Perang
Salib.
Universitas (universitas magistorum et scolarium (keseluruhan yang meliputi
para pengajar dan mahasiswa) ternama didirikan pada abad ini, seperti di
Bologna (1158), di Paris (1170), di Oxford (1200) dan beberapa lainnya
(1)
.
Takluput pertentangan Ordo dalam dunia Barat, antara Ordo Fransiskan
(tradisi filsafat pemikiran kristiani Agustinus), ordo yang dikenla dengan
singkatan Ordo Fratum Minorium (OFM) yang didirikan oleh Fransiskus dari
Asisi (1181 - 1226) pada tahun 1209 dengan Ordo Dominikan (tradisi filsafat
Aristoteles)
yang
dikenal
dengan
singkatan
Ordo
Praedicatorum/Ordo
Pengkotbah (OP) yang didirikan oleh Dominicus de Guzman (1170 - 1221) pada
tahun
1215.
Pada
abad
ke-13
perseisilahan
Ordo
tersebut
berhasil
disentesiskan yang dinamakan summa dengan para tokoh seperti, Yohanes
Fidanza (Bonaventura 1221 - 1257), Albertus Magnus (1206 - 1280), dan yang
pemikirannya paling berpengaruh ialah Thomas Aquinas (1225 - 1274)
(1)
.
Ada beberapa faktor penting yang memberi sumbangan yang berguna
bagi kejayaan skolastik dan antara lain:
1. Masuknya pemikiran/filsafat Yunani melalui “sang komentator” Ibn
Rusyd dan dunia pemikiran Arab dengan peradaban Yunani dari Italia
Selatan dan Silsilia dan dengan kerajaan Bizantium di satu pihak, dan
peradaban arab yang ada di Spanyol di lain pihak. Melalui karya orangorang Arab dan Yahudi, Eropa Barat mulai lebih mengenal karya-karya
Aristoteles yang semula memang kurang dikenal. Kecuali melalui karya
orang-orang Arab tulisan-tulisan Aristoteles dikenal melalui karya para
bapak gereja Timur, yang sejak zaman itu dikenal juga.
2. Timbulnya universitas-universitas. Didirikannya Universitas Almamater
di Paris yang merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Dan
universitas inilah yang menjadi awal (embrio) berdirinya universitas di
Paris, Oxford, Mont Pellier, Cambridge dan lainnya (2). Pada abad
pertengahan, umumnya universitas terdiri atas empat fakultas, yaitu
kedokteran, hukum, sastra (fakultas Atrium), dan teologi
(3)
.
3. Timbulnya ordo-ordo baru, yaitu ordo Fransiskan (didirikan 1209 M) dan
ordo Dominikan (didirikan 1215)
(4)
. Ordo-ordo ini muncul karena
banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga
menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang
semarak pada abad ke-13.
Tokoh-tokoh yang ada pada masa Keemasan Skolastik ini diantaranya:
I.
Albertus Magnus (1203-1280 M)
Ia lahir dengan nama Albertus Von Bollstadt yang juga dikenal sebgai
doctor universitas dan doktor magnus, kemudian bernama Albertus Magnus
(Albert the Great) Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia
belajar artes liberales, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican
tahun 1223 M, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir dia diangkat sebagai uskup agung. Pola pmikirannya meniru Ibnu
Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia
mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia
(5)
.
II.
Yohanes Fidanza dikenal sebagai Santo Bonaventura (1221 1274)
Dikenal sebagai
terpenting
dari
pengkotbah dan
Bonaventura
adalah
satrawan.
Sentence
Karya teologis yang
karya
Lombardus
dan
Breviloguium. Yang mengurai tentang Trinitas, Penciptaan, Dosa, Inakarnasi,
karunia
Roh
Kudus,
Sakramen
dan
Negara (5).
Di
dalam
Breviloquium,
Bonaventura mengemukakan suatu teori mengenai 3 tingkat pengetahuan,
yaitu:
1. Tingkat
pertama
adalah
pengetahuan
partikular,
individual,
dan
diperlukan indera fisik untuk merasakan pengalaman tertentu dari
pengetahuan ini.
2. Tingkat kedua adalah pengetahuan yang universal, ide, dan semua yang
diperoleh manusia dari refleksi dirinya sendiri. Pengetahuan ini tidak
datang dari abstraksi seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles dan
Aquinas, namun merupakan hasil iluminasi dari kerjasama langsung
dengan Allah.
3. Tingkat ketiga adalah pemahaman tentang hal superior yang terjadi
pada diri manusia sendiri, yaitu Tuhan, dimana pemahaman tersebut
hanya akan diperoleh melalui mata kontemplasi.
Dalam beberapa bidang, Bonaventura memiliki pemikiran yang berbeda
dengan Aristoteles, seperti pada bidang kosmologi dimana Bonaventura tidak
menerima
konsep
Aristoteles akan
kekekalan
dunia
dan
materi
yang
disebutkan juga kekal bersama dengan Allah.[6] Dalam bidang psikologi,
Bonaventura juga bertentangan dengan Aristoteles yang hanya berpegang
pada fakta pengetahuan, tetapi Bonaventura juga menilai hubungan antara
jiwa dan tubuh serta jiwa dan fakultasnya.
Bonaventura merupakan tokoh teolog dan mistikus yang sangat tegas
dalam karyanya yang berjudul Perjalanan Jiwa kepada Allah. Perjalanan Jiwa
adalah misteri ilahi, rahasia. Doa yang sungguh-sungguh adalah jalan masuk
ke dalam rahasia Allah. Meditasi membawa pada karya Allah dalam dunia dan
melihat gambar Allah sendiri. Mengenai sakramen, Bonaventura menyatakan
bahwa gereja menerima sakramen dari Kristus guna keselamatan oarang
beriman(5).
III.
Thomas Aquinas (1225-1274)
Puncak kejayaan masa skolastik dicapai melalui pemikiran Thomas
Aquinas (1225-1274) lahir di Roccasecca, Italia tahun 1225 dari kedua orang
tua bangsawan(6). Ia mendapat gelar ”The Angelic Doctor”, karena banyak
pikirannya, terutama dalam “Summa Theologia” menjadi bagian yang tak
terpisahkan
dari
gereja.
Menurutnya,
pengetahuan
berbeda
dengan
kepercayaan. Pengetahuan didapat melalui indera dan diolah akal. Namun,
akal tidak mampu mencapai realitas tertinggi yang ada pada daerah
adikodrati.
Pengertian metafisisnya banyak menggunakan pemikiran Aristoteles,
seperti materi dan bentuk. Thomas juga mengajarkan tentang theologia
naturalis, yang ialah manusia dapat membuktikan Allah dengan pengajaran
dan pertolongan Allah. Ada 5 daya jiwani dalam tiap perbuatan manusia,
dianta
Puji syukur kami ucapkan kepadaTuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dimudahkan dalam setiap langkah, terutama dalam
penyusunan
makalah
ini.
Dalam
makalah
ini,
kami
berusaha
untuk
menguraikan mengenai teori yang dikemukakan salah seorang filsuf Abad
Pertengahan, yaitu Nicolaus Copernicus.
Makalah ini berisi tentang riwayat hidup dan teori yang dikemukakan
oleh Nicolaus Copernicus, dalam hal ini adalah teori Heliosentris. Pembahasan
mengenai teori tersebut akan kami jabarkan secara lengkap dalam makalah
ini.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tentu tidak lepas dari
pihak-pihak yang turut membantu demi kelancaran kesempurnaannya, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Mulyo Wiharto selaku dosen matakuliah PengantarFilsafat yang telah
membimbing kami selama masa perkuliahan kelas Pengantar Filsafat.
2. Rekan-rekan sesame penulis makalah ini yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikirannya untuk bersama-sama menyusun makalah ini
sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
3. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini yang tidak
bisa kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan. Namun kami telah berusaha memberikan yang terbaik
untuk pembuatan makalah ini. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan
saran demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir
kata,
harapan
kami
adalah
semoga
makalah
ini
membantu
menambah pengetahuan bagi pada pembaca.
Jakarta, 22 November 2015
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.
Latar belakang
2.
Tujuan Pembuatan Makalah
A. Mengetahui Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
B. Menjelaskan Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
3.
Perumusan Masalah
A. Definisi Filsuf dan Filsafat
B. Filsafat Abad Pertengahan
C. Tokoh, Biografi dan Hasil Pemikirannya
Bab II Pembahasan
1.
2.
3.
Definisi Filsuf dan Filsafat
Filsafat Abad Pertengahan
Tokoh, Biografi dan Hasil Pemikirannya
Bab III Penutup
1.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
I.
1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dimasa modernitas belakangan ini adalah hasil
berbagai macam pemikiran-pemikiran filosofi dari pemikir atau biasa disebut
filsuf. Hasil buah karya pikir mereka ini pun ada di hampir semua lini atau
bidang-bidang pengetahuan hingga masa kini. Bila kita coba runut, rentetan
sejarah yang tercetak membentuk suatu ilmu pengetahuan manusia dari yang
berbasis mitos, common sense, rasionalisme, epirisme hingga mencapai
kebenaran yang mendekati validitas, biasa disebut Metoda Ilmiah atau
Sciencetific Method yang tak lepas dari peranan para fisuf-filsuf tersebut.
Secara historis, hubungan antara filsafat dan sains saling berkaitan.
Sains bermula dari perenungan manusia akan pengetahuan yang diamati.
Manusia
mengawalinya
dari
sudut
pandang
filsafat
yang
mempunyai
metodologi sendiri. Filsafat adalah ilmu pengetahuan pokok, dasar, pangkal
segala ilmu pengetahuan modern masa kini. Pada makalah ini kami membahas
Filsafat Abad Pertengahan atau biasa sering disebut-sebut abad kegelapan.
Filsafat pada akhir abad pertengahan ini lah bisa dikatakan awal
terbentuknya sains modern, mengakhiri abad kegelapan yang di autorisasi
oleh Gereja
(1)
yang diawali yang pemikiran filosofis pastinya. Bermula dari
gebrakan seorang filsuf yang juga seorang ilmuwan kelahiran Polandia yang
berani mendobrak zaman kegelapan dengan Teori Heliosentrisme hasil
pengembangan dari filsuf sekaligus astronom Yunani Aristarchus dari Samos
(310 SM – 230 SM)(2).
Filsafat Copernicus ini mempengaruhi pemikir-pemikir dan ilmuwan
lainnya, seperti Galileo, Kepler, Newton dan lain-lainnya. Pemikiran Copernicus
sendiri tidak berjalan mulus atau tanpa regresi dari autoritas Gereja Katolik
dalam hal ini Vatikan hingga yang puncaknya pada tahun 1616 melarang
semua buku yang ditulis Copernicus
(3).
Tak luput juga cercaan dari teolog-teolog Kristen Protestan ternama kala
itu seperti John Calvin dan Martin Luther
(4).
Dengan mengutip dari filsuf Francis
Bacon (1561-1626) bahwa “Knowlegde Is Power” (Pengetahuan adalah
Kekuatan),
filsafat
sangat
berperan
penting
untuk
terus
memajukan,
mengembangkan ilmu pengetahuan bagi semesta dan sebagai kekuatan untuk
bertahan hidup.
I.
2. Tujuan Pembuatan Makalah
C. Mengetahui Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
D. Menjelaskan Hasil Pemikiran Tokoh, Fungsi dan Pengaruhnya
I.
3. Perumusan Masalah
D. Definisi Filsuf dan Filsafat
E. Filsafat Abad Pertengahan
F. Tokoh, Biografi dan Hasil Pemikirannya
Catatan kaki:
1. Bryan Magee, The Story of Philosophy, Yogyakarta: Kanisius, 2012, hlm. 64-65
2. Dreyer, John Louis Emil, A History of Astronomy from Thales to Kepler, New York: Dover Publications, 1953, hlm 134-140
3. Anggraini F.D, Yani, Budi S.S, Ensiklopedia Tokoh Fisika, Jakarta Pusat: Balai Pustaka, 2007, hlm 45
4. Bryan Magee, The Story of Philosophy, Yogyakarta: Kanisius, 2012, hlm. 65
BAB II
PEMBAHASAN
II.
1. Definisi Filsuf dan Filsafat
Filsuf
Seorang
Filsuf,
secara
umum
diartikan
adalah
seorang
yang
mempelajari filsafat, ahli pikir yang membahas masalah-masalah filosofis.
Filsuf atau Philosopher dalam kamus Merriam-webster (5) adalah a person who
studies ideas about knowledge, truth, the nature and meaning of life, etc. : a
person who studies philosophy (Orang yang mempelajari gagasan tentang
pengetahuan, kebenaran, sifat dan makna kehidupan, dll. : orang yang
mempelajari filsafat). Dan jika berdasarkan kamus Oxford (6) Filsuf atau
philosopher adalah a person engaged or learned in philosophy, especially as
an academic discipline (orang yang bergelut atau mempelajari filsafat,
terkhusus dalam disiplin akademik).
Dari
catatan
diperkenalkan
oleh
yang
kami
temui,
matematikawan,
terminologi
seorang
filsuf
filsuf
Yunani
dan
Kuno,
filsafat
ialah
Phytagoras(7). Pada zaman Yunani kuno sekitar abad ke-2 SM (sebelum masehi)
hingga abad ke-5 M (masehi), sebagai reaksi terhadap cendikiawan pada
masanya
yang
menamakan
dirinya
”Ahli
pengetahuan”,
Phytagoras
mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai
untuk manusia . tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam
memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia
tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari
dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena
itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta
pengetahuan(8).
Mengutip tulisan Francis E. Peters dalam buku yang berjudul Greek
Philosophical Term: A Historical Lexicon, Press Universitas New York tahun
1967 halaman 156 menjelaskan bahwa, Pythagoras saat ditanya: “Apakah
engkau seorang yang arif?” dia menjawab: “Aku adalah philosophos”. Atas
jawaban seperti itu lah ia juga disebut sebagai filsuf. Seorang filsuf, tidak mesti
orang yang teoritikus filsafat, atau yang memiliki karya filosofi, tidak mesti
menerima pendidikan filsafat atau menjadi professor filsafat. Sebagai contoh
Marcus Porcius Cato (234-149 SM) atau Cato Major atau Cato Censorius adalah
seorang negarawan dari Roma, seorang moralis, orator dan penulis sekitar
abad pertama sebelum masehi. Salah satu filsuf berfaham Stoik, yang tidak
memiliki karya filosofis apapun selama hidupnya(9).
Menurut Marcus Aurelius (26 April 121 – 17 Maret 180) dalam karyanya
“The Maditations”
(9)
, bahwa seorang dengan julukan atau seorang yang
disebut filsuf tidak mesti menerima pendidikan filsafat, bukan juga seorang
professor
filsafat,
maupun
memiliki
karya
filosofis.
Melainkan
bentuk
pernyataan perubahan secara radikal jalan hidup, gaya hidup seperti para
filsuf terdahulu, yang berbeda dari orang lain dan menjadi acuan berpikir atau
dapat mempengaruhi orang banyak atas pemikirannya.
Dengan demikian, kami dapat menyimpulkan bahwa Filsuf adalah orang
yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
mendalam (radikal/fundamental). Seorang filsuf tidak melulu memiliki karya
filosofis maupun karya ilmiah. Melainkan bentuk pernyataan perubahan secara
radikal jalan hidup, gaya hidup seperti para filsuf terdahulu, yang berbeda dari
orang lain dan menjadi acuan berpikir atau dapat mempengaruhi orang
banyak atas pemikirannya. seorang filsuf tak melulu berkutat soal logika
hidup, etika hidup, konsep-konsep teologis, eskatologis, tapi lebih kompleks
dari
sekedar
membicarakan
hal-hal
tersebut.
Setiap
intelektual
atau
cendikiawan yang berkontribui dalam berbagai ilmu pengetahuan yang
memiliki pemikiran filosofis bisa dikategorikan filsuf atau philosopher. Baik itu
matematikawan,
seniman,
psikolog,
antropolog,
ilmuwan-ilmuwan
yang
bergelut di ilmu eksak pun dapat dikatakan sebagai filsuf. Seperti tokoh yang
akan kami bahas ini, yang orang pada umumnya mengenal dia sebagai
ilmuwan astronomi, Nicolaus Copernicus (1473-1543).
Filsafat
Setelah pembahasan mengenai Filsuf yang bisa kita kategorikan juga
sebagai kata ganti untuk orang. Filsafat merupakan kata benda. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, fil·sa·fat (n) 1 pengetahuan dan penyelidikan dng akal
budi mengenai hakikat segala yg ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2 teori yg
mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; 3 ilmu yg berintikan logika,
estetika, metafisika, dan epistemologi; 4 falsafahFilsafat lahir dari mitos.
Sebagaimana dalam mata kuliah “Pengantar Filsafat”. Cara manusia
mencari, mendapatkan, memperoleh pengetahuan itu berawal dari Mitos
menjadi Common Sense karena kebiasaan akal memperoleh pengetahuan, lalu
menjadi Empiris berdasar pengamatan inderawi, beralih ke Rasio hingga
sampai ilmu pengetahuan yang mendekati validitas yang bersifat ilmiah,
metoda Ilmiah atau scientific method. Semua itu, tak lepas dari hal-hal yang
bersifat mitos (hal-hal yang bersinggungan dengan mitologis). Istilah atau
pengertian Filsafat dapat ditinjau dari dua segi, secara etimologis dan
terminologis(10).
1.
Pengertian Filsafat secara Etimologis
Kata Filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang sepadan
dengan kata berbahasa Arab, “falsafah”, sepadan juga dengan kta berbahasa
inggris, “philosophy”, atau “philosophie” dalam bahasa Perancis dan Belanda
atau “philosophier” dalam bahasa Jerman.
Semua berasal dari kata Latin
“philosophia” yang merupakan kata benda hasil dari kegiatan “philosophien”
sebagai kata kerjanya. Kata “philosophia”
berasal dari bahasa Yunani,
“philein” (mencintai) atau “philia” (persahabatan, atau tertrik kepada….) dan
“sophos” (kebijaksanaan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi) yang
memiliki arti yang sepadan dalam bahaasa Latin, “philos” (teman/sahabat)
dan “sophia” (kebijaksanaan).
Dengan demikian, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana.
Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut “philosopher”, dalam bahasa
Arabnya “failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan
pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan
dirinya kepada pengetahuan. Dalam bukunya Plato yang berjudul The Republic
(terjemahan bahasa Inggris) halaman 335 dalam percakapan mempersoalakn
siapa sejatinya seorang filsuf, dia menjawab who are lovers of the vision of
truth (siapa pun yang memiliki kecintaan terhadap kebenaran).
Berikut kutipan percakapannya dalam buku The Republic karya Plato:
Whereas he who has a taste for every sort of knowledge and who is curious to
learn and is never satisfied, may be justly termed a philosopher? Am I not
right?
Glaucon said: If curiosity makes a philosopher, you will find many a
strange being will have a title to the name. All the lovers of sights have
a delight in learning, and must therefore be included. Musical amateurs,
too, are a folk strangely out of place among philosophers, for they are
the last persons in the world who would come to anything like a
philosophical discussion, if they could help, while they run about at the
Dionysiac festivals as if they had let out their earsto hear every chorus;
whether the performance is in town or country–that makes no
difference–they are there. Now are we to maintain that all these and
any who have similar tastes, as well as the professors of quite minor
arts, are philosophers?
Certainly not, I replied; they are only an imitation.
He said: Who then are the true philosophers?
Those, I said, who are lovers of the vision of truth.
That is also good, he said; but I should like to know what you mean?
To another, I replied, I might have a difficulty in explaining; but I am sure that
you will admit a proposition which I am about to make (11).
Maka kita menyimpulkan bawa Filsafat adalah hasil akal seorang
manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalamdalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
2.
Pengertian Filsafat secara Etimologis
Kerana luasnya definisi lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka
tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya
secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi filsafat dari filsuf Barat
dan Timur di bawah ini:
a. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid
Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan
tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli).
b. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
c. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang
mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
d. Al-Kindi (801 – 873) dikenal sebagai filsuf pertama dikalangan kaum
muslimin
dengan
tegas
mengatakan
bahwa
filsafat
memiliki
keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal
mukjizat, surge, neraka dan kehidupan akhirat. Al –Kindi membagi
pengertian filsafat dan lapangannya filsafat dalam 3 bagian :
1. Thibiyyat (ilmu fisika) sebagi sesuatu yang berbenda
2. Al-ilm-urriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung , tehnik,
astronomi, dan musik, berhubungan dengan benda tapi punya wujud
sendiri, dan yang tertinggi adalah
3. Ilm ur-Rububiyyah (ilmu ketuhanan) tidak berhubungan dengan
benda sama sekali.
4. Al-Farabi (872 – 950), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud
dan
bertujuan
menyelidiki
hakikat
yang
sebenarnya.
Al-
Farabi
mengatakan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud
karena ia wujud.(al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah). Tujuan
terpenting mempelajari filsafat adalah mengetahui tuhan, bahwa ia esa
dan tidak bergerak, bahwa ia memjadi sebab yang aktif bagi semua
yang
ada
,
bahwa
ia
mengatur
alam
ini
dengan
kemurahan,
kebijaksanaan dan keadilan-Nya, Seorang filosof atau al hakim adalah
orang yang mempunyai pengetahuan tentang zat yang ada dengan
sendirinya (al-wajibli-dzatihi), Wujud selain Allah , yaitu mahluk adalah
wujud yang tidak sempurna.
5. Ibnu Sina (980 – 1037) dikenal di dunia barat sebagai Avicenna.
Pembagian filsafat bagi Ibnu sina pada pokoknya tidak berbeda dengan
pembagian yang sebelumnya, filsafat teori dan filsafat amalan. Filsafat
ketuhanan menurut Ibnu Sina adalah:
1. ilmu tentang turunnya wahyu dan mahluk-mahluk rohani yang
membawa wahyu itu, dengan demikian pula bagaimana cara wahyu
itu disampaikan, dati sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu
yang dapat dilihat dan didengar.
2. Ilmu akherat (Ma’ad) antara lain memperkenalkan kepada kita
bahwa manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya
yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.
6. Francis Bacon (1561 – 1626) yang dikenal sebagai pencetus/peletak
dasar empirisme dalam metodologi sains (Metode Bacon) mengakatan,
filsafat adalah induk agung dari ilmu (mother of science atau mater
scientiarum) dan menangani seluruh pengetahuan sebagai bidangnya.
7. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre
(ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu
membicarakan
memperkatakan
sesuatu
bidang
seluruh
bidang
atau
dan
jenis
seluruh
kenyataan.
jenis
ilmu
Filsafat
mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan.
8. Immanuel Kant (1724 -1804) yang sering disebut raksasa pikir Barat,
mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
1. Apakah yang dapat kita ketahui (dijawab dengan Metafisika)
2. Apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab dengan etika)
3. Sampai dimanakah pengharapan kita (dijawab dengan agama)
4. Apakah yang dinamakan manusia (dijawabdengan antropologi)
9. Bertrand Russel (1872 – 1970) Filsafat adalah sesuatu yang berada di
tengah- tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat
berisikan
pemikiran-pemikiran
mengenai
masalah-masalah
yang
pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa
dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal
manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
10.Prof. Dr. Drs. Notonagoro, SH, professor filsafat UGM juga salah satu
tokoh penting bagi berdirinya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
menyimpulkan bahwa filsafat itu menelaah hal yang inti dan mutlak
serta terdalam, yang tetap dan tak berubah, yaitu : hakikat.
11.Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan bahwa
filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari
radiksnya
suatu
gejala,
dari
akarnya
suatu
hal
yang
hendak
dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, kami
menyimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki,
menjelaskan, memikirkan, menerangkan segala sesuatunya secara mendalam
dan sungguh-sungguh, radikal sehingga mencapai kebenaran hakikat segala
pengetahuan, baik pengetahuan yang bersifat horizontal maupun vertikal.
Namun, salah satu kelemahan filsafat ialah. Filsafat tidak melakukan kegiatan
eksperimen atau percobaan-percobaan secara konkrit.
Catatan Kaki:
(5)
http://www.merriam-webster.com/dictionary/philosopher diakses 15 November 2015,
pukul 19.00 WIB
(6)
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/philosopher diakses 15
November 2015, pukul 20.00 WIB
(7)
http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?
doc=Perseus:text:1999.04.0057:entry=filo/sofos diakses 15 November 2015, pukul
22.00 WIB
(8)
(9)
(10)
(11)
Ahmad hanafi, Ma. 1990. Pengantar filsafat islam. Jakarta. Bulan Bintang. Hal 3
Hadot Pierre. 1998. The Inner Citadel: The Meditations of Marcus Aurelius. Harvard
University Press.Hal: 4-5
Bernadien Usuluddin Win. Agustus 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Pustaka
Pelajar. Hal: 46
The Republic by Plato. http://www.idph.net . 18 de maio de 2002. diakses 17 November
2015, pukul 09.00 WIB
II.
2. Filsafat Abad Pertengahan
Dalam sejarah filsafat ada saat-saat yang dianggap penting suatu era
(zaman) sebagai patokan dan bahan pembelajaan, karena selain memiliki
suatu ke-khas-an, suatu aliran filsafat bisa meninggalkan pengaruh yang
sangat
bersejarah
pada
peradaban
manusia.
Baik
peradaban
budaya,
sosiologi, seni, kepercayaan/iman, ilmu pengetahuan dan teknologi dan lain
sebagainya. Ada beberapa penggolongan dalam sejarah Filsafat di bumi yang
kita kenal atau sering dipelajari. Seperti:
1. Filsafat India
2. Filsafat Barat
3. Filsafat China
4. Filsafat Abad Pertengahan
5. Filsafat Islam
6. Filsafat Timur
7. Filsafat Zaman Modern
8. Hingga abad kini yang biasa disebut sebagai post-modern, Filsafat PostModern.
Namun
pada
makalah
ini
kami
membahas
hal-hal
yang
berhubungan/bersinggungan dengan Filsafat Abad Pertengahan. Dari data
yang kami peroleh, sejarah Filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada
akhir abad ke-5 sampai akhir abad ke-14. Sejarawan menentukan tahun 476
masehi (berakhirnya kerajaan Romawi Barat berpusat di Roma dan munculnya
Kerajaan Romawi Timur di Konstantinopel (Istanbul) hingga tahun 1492
(penemuan benua Amerika oleh Christopher Columbus (1450 – 1506) sebagai
batas akhir abad pertengahan(1).
Istilah Abad Pertengahan muncul pada abad ke-17 untuk membantu
memfalsifikasikan abad-abad lainnya yang mewarnai dinamika sosial, politik,
agama, ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih tepatnya untuk “menandai
masa transisi” antara zaman kuno (Yunani dan Romawi) dan zaman Modern
(yang diawali Renaissans pada abad ke-17) (1).
Abad pertengahan selalu
dibahas sebagai zaman yang khas akan pemikiran Eropa yang berkembang
pada abad tersebut, dan menjadikan suatu kendala yang disesuaikan dengan
ajaran agama. Dalam agama kristen, pada abad pertengahan, tentu saja ada
kecerdasan logis yang mendukung iman religius. Namun iman sama sekali
tidak disamakan dengan mistisisme.
Abad Pertengahan ini sangat menarik juga bila diamati dinamika
religiusitas antara Agama Kristen dengan Agama Islam pada saat itu. Agama
Kristen memang bagian sejarah yang tidak terpisahkan dari zaman kekaisaran
Romawi, agama Kristen yang mulai berkembang pada permulaan masehi atau
abad ke-1 pada awalnya agama Kristen monotheisme tidak anggap sebagai
agama resmi, karena romawi menganut konsep Politeisme yang menyembah
banyak dewa atau kaisar karena itu pengikut Kristen diburu dan dihabisi. Pada
tahun 313 kaisar konstantinus mengeluarkan dekrit Milan yang menyebabkan
agama Kristen diakui sebagai agama negara.
Bizantyum yang merupakan kelanjutan dari romawi barat pada abad
pertengahan merupakan kekaisaran yang berlandaskan Kristen pada jaman
kaisar Justinianus Byzantium yang beribu kota di Konstantinopel yang
merupakan pusat dari Byzantium memiliki struktur pertahanan yang kuat
karena selain memiliki selat Dardanela di sekitar Konstantinopel juga dibangun
tembok dan parit agar Konstantinopel memiliki benteng yang kuat sebagai
pertahanan dari serangan musuh. Konstantinopel sangat kuat berbeda dengan
romawi barat. Byzantium mampu bertahan 10 abad dan baru runtuh pada
tahun 1453 M oleh serangan Turki Ottoman(2).
Abad
pertengahan
didominasi
filsafat
Kristiani
di
daratan
Eropa
(walaupun di daratan Timur Tengah juga memiliki ragam pengetahuan yang
justru berbeda). Hampir semua pemikir atau filsuf adalah seorang klerus,
golongan rohaniawan atau biarawan dalam Gereja Katolik (Uskup, Imam,
Rahib, Pimpinan Biara). Para klerus berusaha untuk menyoroti pokok-pokok
iman Kristiani (secara Alkitabiah) dari sudut pengertian dan akal budi dan
memberi
pemahaman
yang
rasional
untuk
membuat
pembelaan
atas
serangan-serangan dari para orang-orang yang dianggap “kafir” yang bersifat
ideologi yang meruntuhkan keimanan terhadap Allah (3).
Namun,
pemahaman-pemahaman
untuk
coba
merasionalisasikan
eksistensi Allah (Tuhan umat Kristen) justru membuat abad ini terkenal dengan
Abad
Kegelapan
di
daratan
Eropa
sana
kemunduran,
kemandegan,
keterbelakangan (kecuali Dunia Islam/Timur Tengah dengan Filsafat Islamnya)
dalam pengetahuan manusia karena pendekatan-pendekatan yang dilakukan
Gereja (para klerus) saat itu sangat membelenggu kehidupan manusia,
sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan
potensi dirinya. Semua hasil-hasil pemikiran manusia diawasi oleh kaum gereja
dan apabila terdapat pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja,
maka orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman yang
berat.
Tema yang paling hangat (paling laris) dibahas adalah perdebatan
antara Iman/Faith dengan Akal/Reason. Pemahaman-pemahan para Klerus ini
sebenarnya adalah pemahaman lama dan bukan hal yang baru. Karena filsuf
Yahudi beraliran Helenistik, Philo dari Alexandria (abad 25SM – abad 50M)
pernah memabahas masalah yang sama tatkala ia bersemboyan (4), “Coniuge
fidem rationemque si possibie!” yang memiliki arti “Hubungkanlah Iman
dengan rasio sebisa mungkin!”.
Masa Patristik dan Masa Skolastik
Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru
ditengah-tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa
Barat. Pada abad pertengahan sendiri terdapat dua masa (periode) yang
mewarnai perkembangan Filsafat Abad Pertengahan. Pertama, masa (periode)
Patristik dan yang kedua, masa (periode) Skolastik. Namun, masa Skolastik
lebih banyak dipelajari karena masa ini bisa kami katakan merupakan masamasa Emas, dimana Filsafat dimasukan, dipelajari secara menyeluruh pada
sekolah-sekolah.
I.
Masa Patristik
Nama Patristik berasal dari kata Latin “patres” yang menunjuk kepada
bapa-bapa Gereja, berarti pujangga-pujangga Kristen dalam abad-abad
pertama Masehi yang meletakan dasar intelektual untuk agama Kristen (5).
Zaman Patristik dimulai pad abad ke-2 sampai abad ke-7 yang dicirikan
dengan usaha para Bapa Gereja (patres) untuk mengartikulasi, menata,
memperkuat penafsiran/isi ajaran-ajaran Kristiani dari serangan kaum "kafir"
dan bi'dah kaum Gnosis yang merupakan gerakan keagamaan pada zaman
Helenistis yang meleburkan gagasan-gagasan filsafat Yunani (neo-Plationisme)
dengan ajaran-ajaran Alkitab. Pada hakikatnya, ajaran Gnosis (Gnosisisme)
adalah ajaran yang dualistis tentang kosmos dan manusia, mempertentangkan
antara roh (nous) sebagai asas segala yang baik dan materi (hyle) sebagai
asas yang jahat. Manusia adalah makhluk rohani yang terbelenggu dalam
penjara materi (hyle).
Pada abad ini, di kota Alexandria berdiri sekolah kristen dan memiliki
mazhab/faham Mazhab Alexandria. Mazhab ini memiliki rancangan teologi
yang tersusun secara ilmiah menggunakan unsur-unsur filsafat Yunani
(Platonisme dan Stoisisme) menjunjung tinggi keterangan alegoris (berdasar
kiasan0kiasan). Tokoh penting dari mazhab ini adalah Clement dari Alexandria
(150 – 251) dan Origenes (185 – 254). Pemikiran mazhab Alexandria tidak
selalu sama dengan ajaran Gereja resmi (Katolik) terutama Origenes (5).
Menurut Origenes, wahyu ilahi adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa
salah. Orang hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila tak
menyimpang dari tradisi Gereja dan ajaran para rasul. Masa Patristik sendiri
terbagi dalam dua bagian. Patristik Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin
(Patristik Barat).
Patristik Yunani (Patristik Timur)
Pemikiran filsafati Kristen dimulai dengan orang-orang yang disebut
para apologit, para pembela agama Kristen yang membela iman Kristen
terhadap filsafat Yunani dengan menggunakan alas an
dari filsafat Yunani
sendiri dengan kata lain, mesintetiskan filsafat Yunani dengan pemahaman
teologi Alkitab.
Beberapa tokoh yang berpengaruh pada Patristik Yunani (Patristik Timur),
ialah:
1. Justin Martyr (100 – 165) juga dikenal sebagai Saint Justin
2. Santo Irenaeus (130 – 202)
3. Clement dari Alexandria (150-215)
4. Origenes (185-254)
5. Gregorius dari Nanzianzus (329 – 389)
6. Santo Basillius Agung (329 – 379)
7. Gregorius dari Nyssa (335 – 395)
8. Eutolmius Tatianus (357 – 392)
9. Santo Yohanes dari Damasku (676 – 749)
Patristik Latin (Patristik Barat)
Ajaran falsafi-teologis dari Bapa-bapa Gereja menunjukkan pengaruh
Plotinos yang berusaha memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiranpikiran paling dalam dari manusia. Mereka berhasil membela ajaran Kristiani
terhadap tuduhan dari pemiki-pemikir kafir (7).
Beberapa tokoh utama Patristik Latin (Patristik Barat), ialah:
1. Lucius Caecilius Firmianus Lactantius (240 – 320)
2. Hilarius dari Poiters (310 – 367)
3. Santo Ambrosius (339 – 397)
4. Hieronimus atau dikenal sebagai Santo Jerome (sekitar 347 – 420)
5. Agustinus dari Hippo (Latin: Aurelius Augustinus Hipponensis) dikenal
Santo Agustinus ( 354 - 430)
Beberapa patres ada yang menolak dan ada juga yang menerima
filsafat Yunani. Mereka yang menerima justru menganggap filsafat Yunani
sebagai persiapan menuju ke Injil (praeparatio evangelica). Salah satunya
Justin Martyr (100 – 165) juga dikenal sebagai Saint Justin yang digelari filsuf
kristen pertama, melihat diri Sokrates bagai "Nabi dan Martir" kristus. Ia
meninggal sebagai martir kristen tahun 165 di Roma. Juga Clement dari
Alexandria (150 – 215) menjunjung tinggi filsafat (terutama filsafat Plato) yang
memiliki
fungsi
rangkap.
Bagi
orang
yang
bukan
Kristen,
filsafat
mempersiapkan orang untuk percaya kepada Injil. Dengan memberikan
batasan-batasan kepada ajaran Kristen guna mempertahankan diri terhadap
filsafat Yunani dan aliran Gnostik serta menerangi ajaran Kristen melalui
pemikiran Yunani(6).
Sebaliknya, bagi mereka yang menolak filsafat, menganggap filsafat
mengancam kemurnian iman Kristiani, salah satunya Tertullianus (160 M - 222
M). Bagi Tertulianus tidak ada hubungan antara Athena (simbol filsafat) dan
Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani)(5). Irenaeus (130 – 202) yang
menentang atas alasan-alasan dialektis dengan pembuktian dari Alkitab. Yang
menerbitkan buku Against Heresies (180) secara terperinci menyerang faham
Gnostisiisme. Menurutnya, uraian para Gnostik bertentangan dirinya sendiri.
Allah adalah esa, oleh karena itu tidak mungkin, ada sesuatu yang diatas Allah
atau dibawah-Nya. Pencipta adalah Allah sendiri dengan perantara Logos,
bukan "ilahi" yang lebih rendah atau eon-eon atau sinar dari diri-Nya sendiri (6).
Jaman Keemasan Patristik
Jaman keemasan pada masa Patristik baik Yunani dan Latin diawali
dengan keputusan radikal Kaisar Konstantinus Agung tahun 313 disebut "Edik
Milano" yang isi utamanya adalah menjamin kebebasan beragama semua
orang
Kristen.
Yang
sebelumnya
umat
Kristen
selalu
dianiaya
dan
terdiskriminasi hak dan tak ada pengakuan sebagai agama dari para Kaisar
Romawi yang berkuasa.
Pada Patristik Yunani bisa kita lihat dari tiga patres yang semua berasal
dari daerah Kapadosia: Gregorius dari Nyssa (335 – 395), Santo Basillius Agung
(329 – 379) dan Gregorius dari Nanzianzus (329 – 389). Mereka membuat
suatu sintesa antara agama Kristen dengan kebudayaan Hellenistis, tanpa
mengurbankan sesuatu pun dari kebenaran agama Kristen. Dari ketiganya,
yang paling pandai dalam bidang filsafat adalah Gregorius dari Nyssa (335 –
395) yang mengenal dan menggunakan filsafat neoplatonisme. Tetapi ia
menolak gagasan neoplatonistis yang memandang rendah materi (manusia).
Dengan kata lain, semua kejahatan berasal dari kehendak manusia, bukan dari
manusia secara subtansial (materi).
Masa Patristik Yunani berakhir kira-kira pada abad ke-8 awal dimasa
Santo Yohanes dari Damasku (676 – 749) yang membuat karya berjudul
Sumber Pengetahuan. Mengurai dengan sistematis seluruh pemikiran Patristik
Yunani yang terbagi 3 jilid. Pertama seputar Logika, kedua Metafisika
Aristoteles dan ketiga yang paling penting dari semuanya memberikan uraian
sistematis
tentang
iman
kepercayaan
kristen.
Para
patres
dalam
daerah/wilayah barat mengalami jaman keemasan pada abad ke- 4. Dari
beberapa tokoh dari nama yang disebut diatas yang paling berpengaruh pada
wilayah barat ini adalah Agustinus. Ia merupakan bapa Gereja yang paling
berpengaruh pada zamannya yang dibaptis pada tahun 387. Dari perspektif
kefilsafatan, dialah pemikir yang paling penting dari seluruh masa Patristik,
beberapa karyanya yang terkenal adalah Kota Tuhan dan Pengakuanpengakuan.
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat,
antara lain Plantoniasme dan Skeptisisme juga pengaruh aliran Gnostik
(Maniisme/Manikheisme). Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk
filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan
sehingga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar
di bidang teologi dan filsafat. Setelah mempelajari aliran Skeptisisme, ia
kemudian
menentang
aliran
skeptisisme
(aliran
yang
meragukan
kebenaran).Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti
bahwa ada kebenaran. Orang dapat meragukan segalanya, tapi tak dapat
meragukan bahwa ia ragu-ragu.
Agustinus memiliki penafsiran atau figuratif dari Kitab Kejadian tentang
Penciptaan. Bahwa, Allah menciptakan dunia secara ex nihilo dalam enam hari
dan beristirahat pada hari ke tujuh seperti dalam Kitab Kejadian (konsep yang
kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinas). Istilah ex nihilo tak berarti bahwa
“tiada” itu merupakan materi, seperti patung yang dibuat dari perunggu.
Namun, “tidak terjadi dari sesuatu yang sudah ada”.
Dari sudut pandang Tuhan (pencipta), menciptakan ialah sebagai
tindakan aktif dan bersifat kontinue. Tetapi dari sudut pandang ciptaan
dipandang pasif yang tergantung dari kuasa Tuhan yang terjadi dalam arus
waktu. Maka ia menafsirkan tidak benar bahwa setelah penciptaan Tuhan tak
bekerja (mengundurkan diri), jika sebaliknya maka hasil penciptaan tersebut
kembali
ke
ketiadaan
(nihilum).
Apa
yang
dilakukan
Tuhan
sebelum
penciptaan, ia menjawab “tidak ada artinya, karena tidak ada waktu sebelum
penciptaan”(8).
Ajaran
Agustinus
menguasai
sepuluh
abad
dan
mempengaruhi
pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir Patristik itu sebagai
pelopor pemikiran skolastik. Ajarannya lebih bersifat sebagai metode daripada
suatu sistem sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa Skolastik.
Secara umum, masa Peripatik perlahan-lahan berakhir dan mengalami
kemunduran hingga abad ke-8 dengan ditutupnya Akademi Plato pada tahun
529 oleh Kaisar Justianus, peninggalan-peninggalan penting Bapa Gereja
(Patres) disimpan dan diwariskan di biara-biara dan dilestarikan oleh para
biarawan dalam perpustakaan-perpustakaan(9).
Catatan kaki:
(1) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 102
(2) Henry S. Lucas. September 1993. Sejarah Peradaban Abad Pertengahan. PT. Tiara Wacana
Yogya
(3) Bernadien Usuluddin Win. Agustus 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Pustaka Pelajar. Hal:
117
(4) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 103
(5) Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 20-21
(6) Harun Hadijiwo. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 73
(7) Hamersma Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 55
(8) Bernadien Usuluddin Win. Agustus 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Pustaka Pelajar. Hal:
118
(9) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 104
II.
Masa Skolastik
Zaman ini berhubungan dengan terjadinya perpindahan penduduk, yaitu
perpindahan suku bangsa Hun dari Asia Tengah ke Eropa sehingga suku-suku
Jerman pindah melewati perbatasan kekaisaran Romawi yang secara politik
sudah mengalami kemerosotan. Pada tahun 410 kota Roma jatuh ditangan
Alarik (Raja suku Got-Barat). Pada tengah Abad Pertengahan perpindahan
bangsa-bangsa berlangsung terus menurus mengubah Eropa secara radikal,
kebudayaan Romawi di Eropa dan Afrika Utara dihancurkan (4).
Pada awal abad ke-9 dibawah pemerintahan Kaisar Karel yang Agung,
stabilitas politik, budaya, pengetahuan dapat berkembang lagi dan masa ini
awal mula masa Soloastik lahir dan berkembang. Masa Skolastik dimulai sejak
abad ke-9. Hal yang membedakan antara masa Patristik dengan Skolastik
ialah, masa Patristik bisa dikatakan pribadi-pribadi yang lewat tulisannya
memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya
sedangkan para tokoh zaman Skolastik terutama adalah para pelajar dari
lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan Raja Karel
yang Agung (742 - 814) dan juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo
biarawan(3). Dimasa Skolastik, filsafat masih berkaitan dengan teologi, tetapi
tidak terlalu intens dipelajari para pelajar karena sudah ada peningkatan
kemandirian yang disebabkan dibukanya universitas-univesitas baru, ordoordo biara, disebarluaskannya karya-karya filsafat Yunani
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang
berarti sekolah. Atau dari kata schuler yang mempunyai arti kurang lebih sama
yaitu ajaran atau sekolahan. Yang demikian karena sekolah yang diadakan oleh
Karel Agung yang mengajarkan apa yang diistilahkan sebagai artes liberales
(seni bebas) meliputi mata pelajaran gramatika, geometria, arithmatika,
astronomi, musika, dan dialektika. Dialektika ini sekarang disebut logika dan
kemudian meliputi seluruh filsafat(1). Jadi, skolastik berarti aliran atau yang
berkaitan dengan sekolah.
Kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad ke-9 sampai
dengan abad ke-15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang
dipengaruhi agama(1). Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah
filsafat abad pertengahan. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi
pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan
mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk (2). Sebutan
skolastik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan
diusahakan oleh sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terikat pada tuntutan
pengajaran di sekolah-sekolah.
Para sejarahwan filsafat membagi masa Skolastik ini menjaid 3 periode,
yaitu skolastik Awal, Skolastik Puncak/Keemasaan dan Skolastik Akhir/Lanjut (3).
Namun, bila dipandangan dari sudut geografis pada saat itu, kami melihat
bahwa Skolastik juga terbagi dalam dua wilayah/bagian penting. Yaitu,
Skolastik Barat dan Skolastik Timur. Skolastik Barat (Dunia Barat) berisikan
teologi-teologi/filsafat-filsafat Kristiani dan Skolastik Timur (Dunia Islam)
berisikan teologi-teologi/filsafat-filsafat Islami. Berikut uraian singkat tentang
perkembangan Skolastik dari masa ke masa dan serta wilayah antar wilayah.
A.
Skolastik Awal (tahun 800 – 1200)
Masa Skolastik awal berkiasar antara abad ke-8 hingga abad ke-12 di
wilayah barat, ajaran Agustinus dan neo-Platonisme memilki pengaruh luas
dan
kuat
dalam
pemikiran
para
filsuf.
Masa
ini
mengupayakan
merasionalisasikan Tuhan dengan akal tanpa berdasarkan atau berlandaskan
Kitab Suci (contohnya Anselmus dan Canterbury. Pada masa ini pun filsafat
Aristoteles
baru
dipelajari
dan
pahami
logika-logika
Aristoteles.karya
Aristoteles yang berkisar Logika diterjamahkan dari bahasa Yunani ke bahasa
Latin oleh Boethius (480 – 524), filsuf yang dianggap “guru Logika” hingga
abad ke-12. Karya lain dari Aristoteles datang kedunia barat bersamaan
dengan para pengikut Islam ke dunia Barat melalui Spanyol dan pulau Sisilia
(Eropa).
Disisi lain pada tahun yang sama sekitar tahun 800 hingga 1200 di
dunia Islam mengalami masa keemasan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh
alam pemikiran sangat berperan penting bagi perkembangan filsafat. Dunia
Islam mampu melestarikan warisan-warisan atau karya-karya para filsuf dan
ilmuwan zaman Yunani Kuno yang sudah diterjemahkan dari bahasa Yunani ke
bahasa Arab. Setidaknya ada 2 filsuf yang paling berjasa dalam hal ini.
Pertama Ibn Sina dengan nama Latin Avicenna (930 – 1037) yang mencoba
menbuat
sintesa
dua
faham
yang
berbeda,
neo-Platonisme
dan
Aristotelianisme. Kedua ialah adalah Muhammad Ibn Rushd (1126 – 1198)
dikenal dibarat dengan nama Averrosa juga dianggap oleh para filsuf lainnya
sebagai “Sang Komentator” karena banyak karya-karyanya mengomentari
karya Aristoteles.
Namun,
ada
beberapa
tokoh
dan
situasi
penting
yang
harus
diperhatikan dalam memahami filsafat masa Skolastik awal di dunia Barat.
I.
Santo Agustinus ( 354 - 430)
Menurutnya, dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti
ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran
agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan
oleh Allah dari yang tidak ada (creatio ex nihilo). Kehidupan yang terbaik
adalah kehidupan bertapa, dan yang terpenting adalah cinta pada Tuhan.
II.
Anicius Manlius Severinus Boethius (480-524 M)
Dalam usianya yang ke 44 tahun, mendapat hukuman mati dengan
tuduhan berkomplot. Ia dianggap sebagai filosof akhir Romawi dan filosof
pertama Skolastik. Jasanya adalah menterjemahkan logika Aristoteles ke
dalam bahasa latin dan menulis beberapa traktat logika Aristoteles. Ia adalah
seorang guru logika pada abad pertengahan dan mengarang beberapa traktat
teologi yang dipelajari sepanjang abad pertengahan. Oleh karenanya, Boethius
dapat disebut sebagai filsuf zaman Romawi atau filsuf Skolastik pertama di
dunia Barat.
III.
Charlemagne atau Kaisar Karel yang Agung (742 – 814)
Seperti pengenalan masa Skolastik diatas. Kaisar Karel yang Agung
memerintah pada awal abad ke-9 yang telah berhasil mencapai stabilitas
politik yang besar, kehidupan sosial hingga perkembangan pada bidang ilmu
pengetahuan. Hal ini menyebabkan perkembangan pemikiran kultural berjalan
pesat. Pendidikan yang dibangunnya terdiri dari tiga jenis yaitu pendidikan
yang digabungkan dengan biara, pendidikan yang ditanggun keuskupan, dan
pendidikan yang dibangun raja atau kerabat kerajaan (5). Sekolah yang
diadakan oleh Karel Agung yang mengajarkan apa yang diistilahkan sebagai
artes liberales (seni bebas) meliputi mata pelajaran gramatika, geometria,
arithmatika, astronomi, musika, dan dialektika. Dialektika ini sekarang disebut
logika dan kemudian meliputi seluruh filsafat (7).
IV.
Santo Anselmus (1033-1109)
Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo
Anselmus yaitu credo ut intelligam (saya percaya agar saya paham). Filsafat
ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih mendahulukan
pengertian dari pada iman. Ia memiliki gagasan bahwa iman berikhtiar
menemukan pemahaman atau pengertian (fides quaerenes intellectum).
Anselmus ingin menunjukan bahwa ajaran Kristiani dapat dikembangkan
dengan rasional tanpa tunduk terhadap otoritas lain (Kitab Suci, wahyu, ajaran
para Bapa Gereja). Ia membuat suatu argumen yang dimuat dalam bukunya
Proslogion yang menjelaskan eksistensi Allah tanpa harus beriman kepada
Allah. Yang pada abad modern di kenalkan oleh Immanuel Kant dengan nama
“Argumen Ontologis”(6).
V.
Peter Abaelardus (1079-1142)
Petrus Abaelardus adalah seorang biarawan, filsuf Skolastik awal, ahli
logika , teolog dan sekaligus seorang komponis. Abaelardus meletakkan
pembaharuan metode pemikiran dan dalam memikirkan lebih lanjut berbagai
masalah
dialektis
yang
aktual.
Chambers
Biographical
Dictionary
menggambarkan Petrus Lombardus sebagai “pemikir paling tajam dan teolog
paling berani” dari abad ke-12. Ia menginginkan kebebasan berpikir dengan
membalik dictum Augustinus-Anselmus credo ut intelligam dan merumuskan
pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya
percaya).
Catatan kaki:
(1) Ahmad Sadali dan Mudzakir. 1999. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia. Hal: 80-91
(2) Http://www.homeartikel.co.cc/2009/06/filsafat-skolastik.html
(3) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 105
(4) Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal : 25
(5) Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Hal : 73
(6) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal 124
(7) Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Hal : 81
B.
Skolastik Puncak/Keemasan (1200 – 1300)
Pada masa Skolastik awal, filsafat bertumpu pada alam pikiran dan
karya-karya Kristianai. Tetapi sejak pertengahan abad ke-12 karya-karya non
Kristiani mulai muncul dan filosuf Islam mulai berpengaruh. Dan pada masa in
merupakan kejayaan Skolastik yang berlangsung dari abad ke-12 sampai abad
ke-13, yang disebut juga masa kejayaan karena bersamaan dengan munculnya
beberapa universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu
pengetahuan. Dalam masa Skolastik puncak, filsafat Aristoteles sangat
mendominasi para pemikir Abad Pertengahan yang sebelumnya didominasi
filsafat Plato/neo-Platonisme. Pada abad ini Aristoteles diakui sebagai “Sang
Filsuf”,
gaya pemikiran
Yunani
semakin
meluas melalui
Perang
Salib.
Universitas (universitas magistorum et scolarium (keseluruhan yang meliputi
para pengajar dan mahasiswa) ternama didirikan pada abad ini, seperti di
Bologna (1158), di Paris (1170), di Oxford (1200) dan beberapa lainnya
(1)
.
Takluput pertentangan Ordo dalam dunia Barat, antara Ordo Fransiskan
(tradisi filsafat pemikiran kristiani Agustinus), ordo yang dikenla dengan
singkatan Ordo Fratum Minorium (OFM) yang didirikan oleh Fransiskus dari
Asisi (1181 - 1226) pada tahun 1209 dengan Ordo Dominikan (tradisi filsafat
Aristoteles)
yang
dikenal
dengan
singkatan
Ordo
Praedicatorum/Ordo
Pengkotbah (OP) yang didirikan oleh Dominicus de Guzman (1170 - 1221) pada
tahun
1215.
Pada
abad
ke-13
perseisilahan
Ordo
tersebut
berhasil
disentesiskan yang dinamakan summa dengan para tokoh seperti, Yohanes
Fidanza (Bonaventura 1221 - 1257), Albertus Magnus (1206 - 1280), dan yang
pemikirannya paling berpengaruh ialah Thomas Aquinas (1225 - 1274)
(1)
.
Ada beberapa faktor penting yang memberi sumbangan yang berguna
bagi kejayaan skolastik dan antara lain:
1. Masuknya pemikiran/filsafat Yunani melalui “sang komentator” Ibn
Rusyd dan dunia pemikiran Arab dengan peradaban Yunani dari Italia
Selatan dan Silsilia dan dengan kerajaan Bizantium di satu pihak, dan
peradaban arab yang ada di Spanyol di lain pihak. Melalui karya orangorang Arab dan Yahudi, Eropa Barat mulai lebih mengenal karya-karya
Aristoteles yang semula memang kurang dikenal. Kecuali melalui karya
orang-orang Arab tulisan-tulisan Aristoteles dikenal melalui karya para
bapak gereja Timur, yang sejak zaman itu dikenal juga.
2. Timbulnya universitas-universitas. Didirikannya Universitas Almamater
di Paris yang merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Dan
universitas inilah yang menjadi awal (embrio) berdirinya universitas di
Paris, Oxford, Mont Pellier, Cambridge dan lainnya (2). Pada abad
pertengahan, umumnya universitas terdiri atas empat fakultas, yaitu
kedokteran, hukum, sastra (fakultas Atrium), dan teologi
(3)
.
3. Timbulnya ordo-ordo baru, yaitu ordo Fransiskan (didirikan 1209 M) dan
ordo Dominikan (didirikan 1215)
(4)
. Ordo-ordo ini muncul karena
banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga
menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang
semarak pada abad ke-13.
Tokoh-tokoh yang ada pada masa Keemasan Skolastik ini diantaranya:
I.
Albertus Magnus (1203-1280 M)
Ia lahir dengan nama Albertus Von Bollstadt yang juga dikenal sebgai
doctor universitas dan doktor magnus, kemudian bernama Albertus Magnus
(Albert the Great) Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia
belajar artes liberales, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican
tahun 1223 M, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir dia diangkat sebagai uskup agung. Pola pmikirannya meniru Ibnu
Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia
mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia
(5)
.
II.
Yohanes Fidanza dikenal sebagai Santo Bonaventura (1221 1274)
Dikenal sebagai
terpenting
dari
pengkotbah dan
Bonaventura
adalah
satrawan.
Sentence
Karya teologis yang
karya
Lombardus
dan
Breviloguium. Yang mengurai tentang Trinitas, Penciptaan, Dosa, Inakarnasi,
karunia
Roh
Kudus,
Sakramen
dan
Negara (5).
Di
dalam
Breviloquium,
Bonaventura mengemukakan suatu teori mengenai 3 tingkat pengetahuan,
yaitu:
1. Tingkat
pertama
adalah
pengetahuan
partikular,
individual,
dan
diperlukan indera fisik untuk merasakan pengalaman tertentu dari
pengetahuan ini.
2. Tingkat kedua adalah pengetahuan yang universal, ide, dan semua yang
diperoleh manusia dari refleksi dirinya sendiri. Pengetahuan ini tidak
datang dari abstraksi seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles dan
Aquinas, namun merupakan hasil iluminasi dari kerjasama langsung
dengan Allah.
3. Tingkat ketiga adalah pemahaman tentang hal superior yang terjadi
pada diri manusia sendiri, yaitu Tuhan, dimana pemahaman tersebut
hanya akan diperoleh melalui mata kontemplasi.
Dalam beberapa bidang, Bonaventura memiliki pemikiran yang berbeda
dengan Aristoteles, seperti pada bidang kosmologi dimana Bonaventura tidak
menerima
konsep
Aristoteles akan
kekekalan
dunia
dan
materi
yang
disebutkan juga kekal bersama dengan Allah.[6] Dalam bidang psikologi,
Bonaventura juga bertentangan dengan Aristoteles yang hanya berpegang
pada fakta pengetahuan, tetapi Bonaventura juga menilai hubungan antara
jiwa dan tubuh serta jiwa dan fakultasnya.
Bonaventura merupakan tokoh teolog dan mistikus yang sangat tegas
dalam karyanya yang berjudul Perjalanan Jiwa kepada Allah. Perjalanan Jiwa
adalah misteri ilahi, rahasia. Doa yang sungguh-sungguh adalah jalan masuk
ke dalam rahasia Allah. Meditasi membawa pada karya Allah dalam dunia dan
melihat gambar Allah sendiri. Mengenai sakramen, Bonaventura menyatakan
bahwa gereja menerima sakramen dari Kristus guna keselamatan oarang
beriman(5).
III.
Thomas Aquinas (1225-1274)
Puncak kejayaan masa skolastik dicapai melalui pemikiran Thomas
Aquinas (1225-1274) lahir di Roccasecca, Italia tahun 1225 dari kedua orang
tua bangsawan(6). Ia mendapat gelar ”The Angelic Doctor”, karena banyak
pikirannya, terutama dalam “Summa Theologia” menjadi bagian yang tak
terpisahkan
dari
gereja.
Menurutnya,
pengetahuan
berbeda
dengan
kepercayaan. Pengetahuan didapat melalui indera dan diolah akal. Namun,
akal tidak mampu mencapai realitas tertinggi yang ada pada daerah
adikodrati.
Pengertian metafisisnya banyak menggunakan pemikiran Aristoteles,
seperti materi dan bentuk. Thomas juga mengajarkan tentang theologia
naturalis, yang ialah manusia dapat membuktikan Allah dengan pengajaran
dan pertolongan Allah. Ada 5 daya jiwani dalam tiap perbuatan manusia,
dianta