Modul Laboratorium Foto Digital Terbaru1

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2011

Daftar Isi

Daftar isi…………………………………………………………………

Dasar- dasar Fotografi…………………………………………………

2 Panduan Praktikum Dasar- dasar Fotografi……………………….....

Teo ri Pencahayaan…………………………………………………..

7 Pedoman Praktikum Teori Pencahayaan………………………….

13

Kemampuan Melihat dan Komposisi…………..………………

14 Pedoman Praktikum Kemampuan Melihat dan Komposisi …….

20

Pemilihan Lensa …………………………..……………………

21 Teknik Pencahayaan de ngan Lampu Kilat………………………….

22

Fotografi Jurnalistik……………………………………………………

26 Pedoman Praktikum Foto Jurnalistik………………………………..

30

Teknik Foto Jurnalistik………………………………………………..

31 Pedoman Praktikum Teknik Foto Jurnalistik……………………….

34

Etika Foto Jurnalistik………………………………………….…

35 Pedoman Praktikum Teknik Foto Jurnalistik……………………….

38

Foto Cerita………………………………………………………………

40 Pedoman Praktikum Foto Cerita atau Esai………………………….

41

43

Daftar Pustaka………………………………………………………….

DASAR-DASAR FOTOGRAFI

Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu "photos" : Cahaya dan "Grafo" : Melukis/menulis.) adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.

Secara sekilas melakukan potret-memotret adalah perkara yang mudah.Beberapa tipe produk kamera saku di era tahun 80-an dan 90-an memang disediakan untuk kalangan amatir/pemula sehingga fasilitas di dalam kamera tersebut hampir segalanya serba otomatis, mulai dari pengukuran pencahayaan, penghitungan kecepatan pencahayaannya, dan bukaan diafragma, sampai pada loading/penggulungan film setelah pemotretan.Dengan kamera seperti itu, tugas seorang pemotret tinggal membidik obyek dan jepret selesai.

Bagi pemotret yang profesional, memotret lebih diartikan sebagai “membuat” daripada „mengambil” foto.Para pemotret profesional ini telah

memiliki “foto hasilnya” sebelum memotret. Di kepala mereka sudah ada konsep total, sedangkan proses memotret hanyalah “sentuhan akhir saja”.

Para pemula yang baru belajar fotografi , dapat mulai menanyakan kepada diri sendiri ketika hendak menjepretkan tombol rana :

a. Mengapa saya mengambil foto ini?

b. Apa yang paling menarik dari obyek ini?

c. Apa arti tempat ini bagi saya ?

d. Apa yang menyebabkan saya memilih tempat ini untuk memotret?

e. Benarkah pemandangan ini lebih indah daripada tempat lainnya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas bisa berkembang terus bergantung obyek, tujuan pemotretan serta situasinya, yang pasti, dalam memotret kita “menterjemahkan” suatu keadaan atau suatu adegan sebuah gambar yang tidak bergerak. Adegan asli mempunyai cerita karena gerakannya, sedangkan foto kita yang tidak bergerak harus mempunyai esensi adegan asli walau ia diam.

Selain itu, adegan asli adalah tiga dimensi,sedangkan foto kita hanya adegan dua dimensi, dan itu pun sangat terbatas pada selembar kertas foto saja(Nugroho Adi,2010:2).

1. PERUBAHAN DARI TIGA DIMENSI KE DUA DIMENSI

Karena kita melihat dengan dua mata, bayangan yang kita dapatkan setelah diolah otak adalah bayangan tiga dimensi . Ada kesan ruang, ada kesan “kedalaman”, serta jelas batasan benda yang dekat dengan benda yang jauh.

Sedangkan foto hanya mempunyaai dua dimensi. Ia hanya kenal panjang dan lebar.Kesan “kedalaman” foto didapat dari logika kita yang dibantu dengan kemampuan sang fotografer menceritakan hal itu.Kesan ruang akan terbentuk dari perspektif yang dipilih pemotretnya. Selain itu, suatu adegan yang tampak indah di mata belum tentu akan tampak indah di dalam foto.

Disamping masalah penerjemahan suasana tiga dimensi, ada masalah utama dalam fotografi yaitu, memilih bagian mana yang akan ditonjolkan pada foto, dan seberapa besar bagian utama yang akan ditonjolkan itu harus direkam.Di sini perlu diingat, bahwa apa yang dilihat mata sangatlah berbeda dengan apa yang direkam kamera serta foto jadinya nanti. Mata bisa memilih dan hanya melihat sesuatu dengan jelas walaupun obyek itu cukup jauh, tapi kamera tidak merekam semuanya yang ada di depannya tanpa memilih milih lagi.

Ada satu cara sederhana untuk melatih penglihatan mata kita terhadap obyek yang akan kita foto. Yaitu dengan membuat bingkai jari tangan kita k emudian kita “letakkan” di depan mata kita, dengan mendekatkan bingkai jari itu ke dekat mata, kita seakan melihat obyek

dengan lensa sudut lebar, namun kalau”bingkai” jauh dari mata seakan kita memakai lensa tele yang mempunyai cakupan pandang sangat sempit (Nugroho Adi,2010:3).

2. KOMPONEN DASAR KAMERA SLR (SINGLE LENS REFLECT)

2.1 DIAFRAGMA

Diafragma adalah salah satu komponen dari lensa yang berfungsi mengatur intensitas cahaya yang masuk ke kamera. Diafragma lensa biasanya membentuk lubang mirip lingkaran atau segi tertentu. Ia terbentuk dari sejumlah lembaran logam (umumnya 5, 7, atau 8 lembar) yang dapat diatur untuk mengubah ukuran lubang (disebut tingkap) (en:aperture) dimana cahaya akan lewat. Tingkap akan mengembang dan menyempit persis pupil di mata manusia.Diafragma selalu ada dalam sebuah kamera dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi banyak tidaknya penerimaan cahaya yang ada pada sebuah foto atau gambar. Faktor faktor yang mempengaruhi gelap terangnya sebuah foto atau gambar adalah shutter speed (kecepatan rana), aperture (diafragma), dan ISO (sensitifitas penerimaan cahaya pada kamera).

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, diafragma berbentuk seperti lubang yang bisa diatur besar kecilnya. Diafragma terletak pada lensa dari kamera yang digunakan. Maka, setiap lensa memiliki kemampuan untuk membuka dan menutup diafragma yang berbeda – beda. Misalnya ada lensa

17- 50mm f/2.8, maka lensa tersebut bisa membuka “bukaan” nya hingga bukaan 2.8, berbeda dengan lensa 18-55mm f/3.5-5.6, lensa ini hanya bisa membuka bukaannya hingga 3.5.

Secara umum petunjuk dan fungsi dari masing-masing besaran diafragma adalah sebagai berikut :

2.2 . SHUTTER SPEED/RANA

Shutter speed adalah kecepatan atau lamanya shutter membuka sehingga cahaya mengenai sensor. Jadi, shutter speed bisa diibaratkan lamanya kita membuka keran untuk mengisi air. Semakin lama keran dibuka, maka akan semakin banyak air yang mengisi ember.

Shutter speed diukur dalam satuan waktu, dan kamera DSLR rata-rata dapat menggunakan shutter speed dari 1/4000 detik hingga 30 detik. Karena shutter speed yang digunakan kebanyakan kurang dari satu detik (pecahan), maka biasanya yang tertulis di viewfinder kamera adalah pecahannya saja (shutter speed 1/100 detik akan tertulis 100) di viewfinder. Satuan „detik‟ biasanya tertulis sebagai tanda kutip (“), jadi shutter speed 2 detik akan tertulis sebagai2″. Terkadang satuan detik digunakan juga dalam pecahan, misalnya 0.6″.

Makin besar angkanya, maka gambar akan makin gelap. Faktor pengali satu stop adalah 2x, misalnya shutter speed 1/100 akan 1 EV lebih terang daripada shutter speed 1/200 jika scene dan settingan yang lain tetap sama.

EV adalah satuan brightness, di mana selisih 1EV berarti selisih brightness yang disebabkan jumlah cahaya yang masuk berbeda 2x lipat. 1 EV sering disebut juga 1 stop, istilah warisan dari jaman kamera film dulu.

Pemilihan angka kecapatan membuka rana ini bergantung pada

Untuk menangkap/membekukan obyek yang bergerak semisal mobil atau motor yang sedang melaju maka kita memilih kecepatan tinggi katakankah 500 ke atas. Sebaliknya, bila hendak menghasilkan efek benda bergerak, maka kita pilih speed lambat pada waktu kita membidik obyek yang sedang melaju tersebut. Kecepatan bisa dipilih mulai 30 ke bawah.Dengan pemilihan speed lambat maka ketika fokus kita arahkan pada obyek yang bergerak maka background yang tampak pada foto akan terlihat jelas sementara obyeknya tampak blur/gerak.Tentu saja pemilihan kecepatan ini disesuaikan dengan besar kecilnya diafragma yang kita pilih juga, agar pembakaran film pada pemotretan tepat

situasi/kondisi obyek

2.3 ISO/ASA

ISO adalah sensitifitas sensor. Makin tinggi ISO, maka makin sedikit cahaya yang dibutuhkan untuk mencapai brightness tertentu. Menaikkan ISO bisa diibaratkan memasukkan bebatuan ke dalam ember sehingga jumlah air yang dibutuhkan semakin sedikit. Satuan ISO adalah angka ISO. Faktor pengali satu stop adalah 2x, di mana ISO 800 akan 1EV lebih terang daripada ISO 400.

Dalam kamera DSLR besaran ISO antara 100-1600. Angka – angka tersebut menandakaan berapa kepekaan terhadap cahaya pada film yang sedang kita pakai. Semakin besar angkanya maka semakin peka film tersebut terhadap cahaya. Film-film yang umumnya kita lihat di pasaran berkisar pada ISO 100,200,400.

Shutter speed yang lama akan memungkinkan objek atau kamera bergerak selama cahaya mengenai sensor, sehingga foto menjadi blur, sebagian atau sepenuhnya. Aperture yang besar (angka aperture yang kecil) akan menghasilkan depth-of-field (ruang tajam) yang sempit, sehingga benda- benda yang berjarak tidak terlalu jauh dari jarak fokus pun akan mulai blur. Hal ini bisa jadi hal positif jika ingin membuat bokeh, namun bisa jadi hal negatif jika kita ingin mempunyai ruang tajam yang luas. ISO yang tinggi berarti sensornya makin sensitif, dan efeknya menimbulkan noise pada gambar.

PANDUAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR FOTOGRAFI

1. Cermati komponen-komponen dasar pada kamera SLR. Kenali masing- masing komponen dari kamera tersebut dan ingat fungsi-fungsinya. Tulislah semua komponen kamera dan fungsi-fungsinya ?

2. Buatlah gambar dengan settingan yang berbeda-beda. Dimulai dari diafragma dengan angka terkecil, shutter speed kecil, dan ISO kecil. Kemudian buat gambar dengan settingan yang berbeda. Amati perbedaannya ?

TEORI PENCAHAYAAN

Fotografi artinya “melukis dengan cahaya”.Tanpa cahaya, tidak akan ada karya fotografi.Maka agar bisa terjadi sebuah foto, film yang ada di dalam kamera yang kedap cahaya haruslah disinari.

Pada film hitam putih, lapisan perak halida yang ada pada film akan menjadi „hangus” setelah terkena cahaya. Hitam atau abu-abu yang terjadi pada film bergantung pada banyaknya cahaya yang masuk. Kalau cahaya sangat kuat masuk, pada negatif hitam putih akan terjadi warna hitam pekat, sementara kalau cahaya hanya sedikit masuk akan terjadi warna abu-abu.Film yang sama sekali tidak tercahayai akan berwarna bening setelah diproses (dicuci).

Pada pencetakan fotonya, warna hitam pada film akan mengahsilkan warna putih pada kertas foto, demikian pula sebaliknya.Gradasi dari hitam, abu abu sampai putih inilah yang akan membentuk sebuah gambar. Pada foto berwarna, proses yang terjadi lebih rumit namun pada intinya sama dengan foto hitam putih (Nugroho Adi,2010:6).

1. OVER/UNDER EXPOSURE

Sebuah film dikatakan berhasil secara pencahayaan bila semua warna yang muncul mempunyai nada sama dengan yang diharapkan sang pemotret. Sebuah film dikatakan over exposed (biasa disingkat over saja, “kelebihan “) yang artinya tercahayai secara berlebihan, bila warna yang terjadi lebih hitam dari pada yang diharapkaan. Film yang over terjadi akibat pencahayaan yang berlebihan pada saat pemotretan.

Sedangkan sebuah film dikatakaan under exposed( biasa disingkat under,”kekurangan”)bila kesan yang di dapat pada film itu lebih bening daripada yang diharapkan. Foto under disebabkan kekurangan pencahayaan pada saat pemotretan. Untuk mendapatkan pencahayaan yang tepat pada saat memotret, kita harus mengatur dengan tepat seberapa banyaknya cahaya yang dibutuhkan untuk keperluan kita.

2. PENGATURAN DIAFRAGMA

Untuk dapat mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk melalui lensa, diafragma pada lensa kamera bisa membuka dengan besaran diameter yang bisa dirubah. Besar kecilnya bukaan diafragma dinyatakan dalam f- number tertentu, dimana f-number kecil menyatakan bukaaan besar dan f- number yang besar menyatakan bukaan kecil. Selain itu, secara karakteristik optik lensa, bukaan besar akan membuat foto yang DOFnya sempit (background bisa blur), dan bukaan kecil akan membuat DOF lebar (background tajam).

Saat mengatur nilai diafragma (aperture), ingatlah bahwa setiap stop ditandai dengan nilai f-number tertentu yang digambarkan dalam deret berikut, urut dari yang besar hingga kecil :

f/1 – f/1.4 – f/2 - f/2.8 – f/4 – f/5.6 – f/8 – f/11- f/16 – f/22 – f/32 dst

Sebagai contoh :  jika kita berpindah 1-stop dari f/2 ke f/2.8, maka kita akan mengurangi

setengah intensitas cahaya yang masuk ke kamera  jika kita berpindah 1-stop dari f/8 ke f/5.6, maka kita akan menambah intensitas cahaya yang masuk ke kamera dua kali lipat dari sebelumnya

Perhatikan kalau kamera modern umumnya memberi keleluasaan untuk merubah diafragma di skala yang lebih kecil, dalam hal ini perubahan f-stop dilakukan pada kelipatan 1/2 hingga 1/3 f-stop sehingga bisa didapat banyak sekali variasi eksposure yang bisa didapat dari mengatur nilai diafragma. Sebagai contoh, diantara f/5.6 hingga f/8 bisa terdapat f/6.3 dan f/7.1 yang memiliki rentang 1/3 stop.

Percobaan di bawah ini menunjukkan hasil foto yang didapat dari variasi diafrgama, dengan sebuah foto referensi di f/5.6 (nilai shutter dibuat tetap di 1/125 detik dan ISO 100). Tujuannya untuk melihat bagaimana efek dari merubah bukaan diafragma terhadap eksposure foto yang dihasilkan. Terdapat

3 foto yang over dengan kelipatan 1-stop dan 3 foto yang under dengan kelipatan 1-stop.

Dari contoh di atas tampak pada 3 stops diatas referensi normal, foto tampak amat terang (over) yang ditandai dengan banyaknya area yang wash- out (highlight-clipping). Demikian juga pada 3 stops dibawah referensi normal, foto tampak amat gelap (under).

3. LIGHT METER

Light Meter adalah pengukur cahaya yang terdapat dalam kamera DSLR, belakangan ini beberapa kamera compact / pocket juga sudah mengadopsi light meter. Light Meter pada kamera akan terlihat pada ruag bidik (view finder) dan beberapa kamera yang telah memiliki teknologi live view juga dapat terlihat pada layar LCD kamera. Light Meter ini mempunyai peranan yang sangat penting, pemotret tidaklah perlu menebak-nebak pengaturan speed dan diafragma.

Karena tinggal tentukan saja titik light meter pada titik tengah dengan cara memutar-mutar panel diafragma dan speed. Teknologi ini memang sangat memudah si pemotret untuk membuat sebuah foto dengan cahaya yang normal. Cahaya yang normal ditandai dengan point light meter berada pada angka nol.

4. DEPTH OF FIELD

Depth of field – DOF, adalah ukuran seberapa jauh bidang fokus dalam foto. Depth of Field (DOF) yang lebar berarti sebagian besar obyek foto (dari obyek terdekat dari kamera sampai obyek terjauh) akan terlihat tajam dan fokus. Sementara DOF yang sempit (shallow) berarti hanya bagian obyek pada titik tertentu saja yang tajam sementara sisanya akan blur/ tidak fokus.

Untuk mendapatkan DOF yang lebar gunakan setting aperture yang kecil, misalkan f-22 (makin kecil aperture makin luas jarak fokus) – lihat contoh foto diatas. Sementara untuk mendapat DOF yang sempit, gunakan aperture sebesar mungkin, misal f/2.8 – lihat contoh foto dibawah.

Konsep Depth of Field ini akan banyak berguna terutama dalam fotografi portrait dan fotografi makro, namun sebenarnya semua spesialisasi akan membutuhkannya.

Defi nisi “tajam sacara layak” ini perlu ditekankan sebab secara fakta, titik fokus sebuah lensa adalah betul-betul cuma satu bidang yang mempunyai jarak tertentu terhadap bidang film. Namun, dengan pemilihan bukaan diafragma yang makin kecil(angka diafragmanya makin besar), benda yang berada di depan atau di belakang benda terfokus sering masih tampak tajam pada foto.

Hukum pencahayaan : Bila diafragma dikecilkan,kecepataan harus dilambatkan Bila diafragma dibesarkan, kecepatan harus dipercepat.

Misal: Kalau kita sudah mengukur kombinasi pencahayaan f/5,6 dan kecepatan1/125 detik, maka kalau kita akan mengubah bukaan diafragma dari f/5,6 jadi f/8, kecepatan harus kita rendahkan menjadi 1/60 detik. Sebaliknya kalau kita mengubah diafragma dari f/5,6 jadi f/1,4, kecepatannya harus kita naikkan tiga stop sehingga menjadi 1/1000 detik.

Selain besar kecilnya bukaan, ada faktor lain yang akan mempengaruhi dalamnya ruang tajam, yaitu panjang fokal lensa. Makin panjang suatu lensa, makin tipis ruang tajamnya. Besar kecilnya ruang tajam juga dipengaruhi oleh jarak obyek dengan kameranuya.

Makin jauh objek makin dalam ruang tajam di sekitar objek. Lensa yang difokuskan ke tempat tak terhingga, mempunyai ruang tajam yang sangat panjang. Pada pemotretan sangat dekat, pemotretan mikro misalnya, bisa saja ruang tajamnya cuma seperberapa millimeter.

PEDOMAN PRAKTIKUM TEORI PENCAHAYAAN

1. Amatilah lightmeter yang ada dalam kamera SLR, kemudian coba arahkan kamera ke berbagai objek dengan intensitas cahaya yang berbeda. Tulislah apa yang anda amati terhadap perubahan stop point pada lightmeter!

2. Amati perubahan lightmeter ketika anda merubah diafragma pada lensa. Tulislah hasil pemangatan anda!

3. Pada posisi diafragma yang tetap, lakukan perubahan pada shutter speed dengan angka yang berbeda-beda, tuliskan hasil pengamatan anda!

4. Lakukan pengamatan pada lensa kamera yang anda gunakan dan temukan skala ketajaman yang ada di lensa tersebut. Jelaskan fungsi skala ketajaman yang tertera pada lensa tersebut.

5. Lakukan pengambilan gambar pada objek yang sudah anda susun sebelumya. Ambil-lah gambar bedasarkan teori depth of field dengan shutter speed yang berbeda-beda!

KEMAMPUAN MEMFOKUS DAN KOMPOSISI

1. Memfokus

Secara umum, fokus kamera dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu fokus dekat dan fokus jauh, dan tak berhingga (yang biasanya dilambangkan oleh ∞). Teknik fokus membuat objek yang kita foto menjadi terlihat tajam dan jelas, sehingga pesan yang ingin ditangkap dapat tersampaikan. Fungsi teknik fokus ini antara lain untuk membedakan objek dengan benda lain di sekitar. Jadi, dengan difokuskan, objek menjadi lebih terlihat dibandingkan yang lain. Fokus juga bisa digunakan untuk mendapatkan detil objek tertentu yang diinginkan. Beberapa hal yang membutuhkan detil misalnya putik bunga, miniatur, dll. Dan yang ke tiga, fokus bisa digunakan untuk menguak hal-hal yang sering tidak tertangkap. Bisa saja detil tertentu, pola tertentu (teknik komposisi), atau kesan cacat benda (untuk investigasi, dll).

Fokus dekat digunakan fotografer untuk mendapatkan gambaran objek dekat yang lebih jelas dibandingkan objek di sekelilingnya. Biasanya benda yang membutuhkan fokus dekat adalah benda berukuran kecil, atau suatu detil yang dibutuhkan sehingga harus diambil pada jarak yang dekat. Fokus dekat biasanya lebih dikenal dengan sebutan Makro. Setting Makro yang ada pada kamera biasanya berkisaran pada jarak 10-50 cm. Maksudnya, benda pada jarak itu akan mudah untuk menjadi fokus. Saya biasanya menggunakannya untuk memfoto bunga, dll.

kemudian teknik fokus ke dua, yaitu fokus jauh digunakan untuk membuat tajam benda-benda yang jaraknya lebih jauh. Biasanya untuk memperlihatkan perbedaannya, fotografer menambahkan satu atau lebih benda-benda yang berada lebih dekat dengan kamera. Saya biasanya menggunakan teknik ini ketika saya ingin menciptakan efek bayang-bayang pada objek. Maksudnya, kita mengambil benda jauh, namun terlihat benda jarak dekat yang terlihat kabur. Atau, jika Anda ingin contoh yang lebih pas, bisa Anda perhatikan kamera-kamera yang digunakan oleh fotografer sepak bola. Kamera mereka memiliki lensa teropong yang bisa melihat benda jauh (pemain sepak bola) dengan sangat jelas dan detil. Bisa juga digunakan untuk teknik lining, yaitu kita menggunakan garis tertentu (di dalam gambar) yang dapat memperkuat kesan objek sebenarnya. Insya Allah akan saya jelaskan kemudian.

Yang terakhir yaitu fokus tak berhingga atau infinity. Biasanya fokus ini saya gunakan untuk pemandangan yang jauh, atau luas. Dengan fokus ini, seluruh objek di dalam foto akan terlihat jelas (walau tidak terlalu fokus).

Bagaimana mengetahui gambar kita menggunakan fokus yang benar?

Ada beberapa hal yang bisa menjadikan acuan. Pertama, kita harus tahu objek foto kita. Misalnya kita ingin memfoto manusia. Maka usahakan kita fokuskan kamera kepada manusia. Secara default, microchip kamera (otaknya kamera) akan cenderung fokus kepada benda yang berada di Ada beberapa hal yang bisa menjadikan acuan. Pertama, kita harus tahu objek foto kita. Misalnya kita ingin memfoto manusia. Maka usahakan kita fokuskan kamera kepada manusia. Secara default, microchip kamera (otaknya kamera) akan cenderung fokus kepada benda yang berada di

Kedua, ketika benda fokus, maka terlihat detil di gambar hasil, dengan benda lain kabur (terlihat tidak jelas, seperti kapas atau benda yang dilihat dari kaca yang basah). Maka, kita bisa manfaatkan ini untuk berlatih. Sudahkah fokus di objek yang sesuai? Jika belum, tepatkanlagi hingga sesuai harapan.

Untuk membedakan fokus jauh atau infinity (∞), kita bisa memberikan benda pembanding di dekat kamera. Jika benda di dekat itu terlihat kabur, maka berarti kamera sedang fokus jauh. Dan bila benda yang di dekat kamera tidak terlihat kabur, itulah yang dinamakan fokus tak berhingga.

Beberapa kegiatan saat memfokus: Fokus statis:kegiatan memfokus dalam pemotretan yang obyeknya tidak

bergerak, misalnya memotret pemandangan atau memotret manusia yang memang berpose.

Pada pemotretan manusia, titk yang harus difokus adalah mata manusia. Yang harus dicatat, depth of field bagian jauh dari lensa sekitar dua kali lebih panjaang daripada depth of field ke bagian dekat lensa. Dengan kenyataaan itu, kalau kita memotret orang dalaam tiga baris seperti disebut tadi, sebaiknya kita memfokus ke deret tengah, lalu geser penyetelan lensa sedikit ke baris yang depan.

Fokus bergerak: Misalnya memotret atlet yang bermain tenis, atau memotret peragaan busana Kondisi ini menyebabkan pemotret terus menerus mengubah setelan fokusnya.Di sini , selective focus juga berperan yaitu dengan mengaburkan latar belakang sehingga obyek utama menonjol

Fokus jebakan: Menyetel fokus dengan perkiraan tanpa membidik biasanya disebut dengan preset focus.Ini dilakukan misaalnya ketika kita memotret obyek yang akan lewat dalam waktu singkat, atau pada waktu yang tidak terduga, ataau pada keadaan yang tidak memungkinkan kita memotret dengan normal.

2. Komposisi

Komposisi secara sederhana diartikan sebagai cara menata elemen-elemen dalam gambar, elemen-elemen ini mencakup garis, bentuk, warna, terang dan gelap. Yang paling utama dari aspek komposisi adalah menghasilkan visual impact (sebuah kemampuan untuk menyampaikan perasaan yang anda inginkan untuk berekspresi dalam foto). Dengan komposisi, foto akan tampak lebih menarik dan enak dipandang dengan pengaturan letak dan perbandaingan objek-objek yang mendukung dalam suatu foto. Dengan demikian perlu menata sedemikian rupa agar tujuan dapat tercapai, apakah itu untuk menyampaikan kesan statis dan diam atau sesuatu mengejutkan. Dalam komposisi selalu ada satu titik perhatian yang pertama menarik perhatian.

Tujuan Mengatur Komposisi Dalam Fotografi

1. Dengan mengatur komposisi foto, kita juga dapat membangun “mood” suatu foto dan keseimbangan keseluruhan objek foto.

2. Menyusun perwujudan ide menjadi sebuah penyusunan gambar yang baik sehingga terwujud sebuah kesatuan (unity)dalam karya.

3. Melatih kepekaan mata untuk menangkap berbagai unsur dan mengasah rasa estetik dalam pribadi pemotret.

Jenis-Jenis Komposisi :

 Garis Komposisi ini terbentuk dari pengemasan garis secara dinamis baik garis

lurus, melingkar / melengkung. Biasanya komposisi ini bisa menimbulkan kesan kedalaman dan kesan gerak pada sebuah objek foto. Ketika garis- garis itu digunakan sebagai subjek, yang terjadi adalah foto menjadi menarik perhatian. Tidak penting apakah garis itu lurus, melingkar atau melengkung, membawa mata keluar dari gambar. Yang penting garis- garis itu menjadi dinamis.

 Bentuk Komposisi ini biasanya dipakai fotografer untuk memberikan penekanan

secara visual kualitas abstrak terhadap sebuah objek foto. Biasanya bentuk yang paling sering dijadikan sebagai komposisi adalah kotak dan lingkaran.

 Warna Warna memberikan sebuah kesan yang elegan dan dinamis pada

sebuah foto apabila dikomposisikan dengan baik. Kadang kala komposisi warna dapat pula memberikan kesan anggun serta mampu dengan sempurna memunculkan “mood color” (keserasian warna) sebuah foto terutama pada foto – foto “pictorial”(Foto yang menonjolkan unsur keindahan)

 Gelap dan Terang Komposisi ini sebenarnya dipakai oleh fotografer pada era fotografi

analog masih berkembang pesat terutama pada pemotretan hitam putih. Namun, sekarang ini, ditengah – tengah era digital komposisi ini mulai diterapkan kembali. Kini pengkomposisian gelap dan terang digunakan sebagai penekanan visualitas sebuah objek. Kita dapat menggunakan komposisi ini dengan baik apabila kita mampu memperhatikan kontras sebuah objek dan harus memperhatikan lingkungan sekitar objek yang dirasa mengganggu yang sekiranya menjadikan permainan gelap terang sebuah foto akan hilang.

 Tekstur Yaitu tatanan yang memberikan ksan tentang keadaan prmukaan suatu

benda (halus, kasar, beraturan, tidak beraturan, tajam, lembut,dsb). Tekstur akan tampak dari gelap terang atau bayangan dan kontras yang timbul dari pencahayaan pada saat pemotretan.

Penerapan Komposisi Dalam Pemotretan

Dalam pengemasan sebuah foto agar terkesan dinamis dan menimbulkan keserasian perlu sebuah pemahaman tentang kaidah – kaidah tentang komposisi. Yang antara lain:

A. Rule of Thirds (Sepertiga Bagian / Rumus Pertigaan)

Pada aturan umum fotografi, bidang foto sebenarnya dibagi menjadi 9 bagian yang sama. Sepertiga bagian adalah teknik dimana kita menempatkan objek pada sepertiga bagian bidang foto. Hal ini sangat berbeda dengan yang umum dilakukan dimana kita selalu menempatkan objek di tengah-tengah bidang foto

B. Sudut Pemotretan (Angle of View)

Salah satu unsur yang membangun sebuah komposisi foto adalah sudut pengambilan objek. Sudut pengambilan objek ini sangat ditentukan oleh tujuan pemotretan. Maka dari itu jika kita mendapatkan satu moment dan ingin

terbaik, jangan pernah takut untuk memotret dari berbagai sudut pandang. Mulailah dari yang standar (sejajar dengan objek), kemudian cobalah dengan berbagai sudut pandang dari atas, bawah, samping sampai kepada sudut yang ekstrim

C. Format : Horizontal dan vertical

Proposi pesrsegi panjang pada view vender pada kamera memungkinkan kita untuk memotret dengan menggunakan format landscape(horisontal) maupun portrait (vertikal). Format pengambilan gambar dapat menimbulkan efek berbeda pada komposisi akhir.

D. Dimensi

Meskipun foto bercerita dua dimensi, yang artinya semua terekam diatas satu bidang. Namun, sebenarnya foto dapat dibuat terkesan memiliki kedalaman, seolah-olah dimensi ketiga. Unsur utama membentuk dimensi adalah jarak, Dimensi dapat terbentuk apabila adanya jarak, jika kita menampilkan suatu obyek dalam suatu dimensi maka akan terbentuk jarak dalam setiap elemennya. Untuk membuat suatu dimensi diperlukan adanya permainan ruang tajam, permainan gelap terang dan garis.

E. Sudut Pengambilan Gambar ( Camera Angle )

Dalam fotografi agar foto yang kita hasilkan memiliki nilai dan terkesan indah harus diperhatikan mengenai masalah penggunaan sudut pengambilan gambar yang baik. Dalam fotografi dikenal 3 sudut pengambilan gambar yang mendasar, yaitu: Dalam fotografi agar foto yang kita hasilkan memiliki nilai dan terkesan indah harus diperhatikan mengenai masalah penggunaan sudut pengambilan gambar yang baik. Dalam fotografi dikenal 3 sudut pengambilan gambar yang mendasar, yaitu:

dari kita berdiri. Biasanya sudut pengmbilan gambar ini digunakan untuk menunjukkan apa yang sedang dilakukan objek (HI), elemen apa saja yang ada disekitar objek, dan pemberian kesan perbandingan antara overview(keseluruhan) lingkungan dengan POI (Point Of Interest).

b) High Angle Pandangan tinggi. artinya, pemotret berada pada posisi yang lebih

tinggi dari objek foto.

c) Eye Level Sudut pengembilan gambar yang dimana objek dan kamera sejajar /

sama seperti mata memandang. Biasanya digunakan untuk menghasilkan kesan menyeluruh dan merata terhadap background sebuah objek, menonjolkan sisi ekspresif dari sebuah objek (HI), dan biasanya sudut pemotretan ini juga dimaksudkan untuk memposisikan kamera sejajar dengan mata objek yang lebih rendah dari pada kita missal, anak – anak.

d) Low Angle Pemotretan dilakukan dari bawah. Sudut pemotretan yang dimana

objek lebih tinggi dari posisi kamera. Sudut pengembilan gambar ini digunakan untuk memotret arsitektur sebuah bagunan agar terkesan kokoh, megah dan menjulang. Namu, tidak menutup kemungkinan dapat pula digunakan untuk pemotretan model agar terkesan elegan dan anggun.

e) Frog Eye Sudut penglihatan sebatas mata katak. Pada posisi ini kamera berada

di dasar bawah, hampir sejajar dengan tanah dan tidak dihadapkan ke atas. Biasanya memotret seperti ini dilakukan dalam peperangan dan untuk memotret flora dan fauna.

PANDUAN PRAKTIKUM KEMAMPUAN MEMFOKUS DAN KOMPOSISI

1. Carilah contoh gambar di media massa yang merupakan contoh dari masing-masing teknik komposisi yang sudah dijelaskan di atas, analisalah perkiraan shutter speed dan diafragma yang dipakai dari masing-masing foto tersebut!

2. Carilah contoh gambar dari media massa yang merupakan contoh dari masing-masing teknik memfokus!

PEMILIHAN LENSA

JENIS-JENIS LENSA

1. Lensa Normal Lensa ini berukuran 50-55mm dan memberikan karakter bidikan natural.

Gambar yang dihasilkan tidak akan jauh beda dengan apa yang dilihat oleh mata. Sebuah lensa yang memetakan citra yang nampak seperti perspektif pandang normal mata manusia. Pemetaan perspektif tersebut didapat karena panjang fokus lensa sebanding dengan jarak diagonal bidang fokal dengan sudut pandang diagonal sekitar 35 derajat.

2. Lensa Fokus Halus

Lensa fokus halus adalah lensa dengan aberasi speris. Soft fokus adalah sebuah efek pada fotografi yang disebabkan oleh blur akibat aberasi speris lensa. Sebuah lensa fokus halus didesain untuk menimbulkan efek blur tersebut namun tetap menjaga ketajaman setiap garis dari subjeknya. Efek soft focus yang ditimbulkan oleh lensa ini tidak sama dengan efek out of focus yang disebabkan posisi subjek di luar bidang fokus.

Contoh lensa fokus lunak adalah cannon EF 135mm f/2,8 with softfocus(5) dan pentax SMC 28mm f/2,8 FA soft lens. Keduanya dilengkapi dengan sistem pengaturan aberasi speris, jika aberasi speris tersebut dimatikan, lensa akan menghasilkan citra dengan fokus yang tajam seperti lensa lain pada umumnya.

3. Lensa Wide Angle Lensa Wide Angle zoom adalah lensa yang populer bagi fotografi

pemandangan atau arsitektur karena kemampuan lensa ini untuk menangkap bidang yang luas dengan perspektif yang dinamis. Contoh: Sigma 10-20mm, Canon EF-S 10-22mm, Tokina 12-24mm, dan sebagainya.

4. Lensa Fish Eye Lensa ini termasuk ke dalam lensa sudut lebar, namun memiliki distorsi

yang tinggi. Hasil yang didapat menggunakan lensa ini akan berbentuk lengkungan, seperti cembung pada mata ikan.

Contoh lensa fish eye :canon ef 8-15mm f/4l fisheye usm, Nikon AF DX Fisheye-Nikkor 10.5mm f/2.8G ED

5. Lensa Tele Lensa Tele ini dapat membuat objek yang jauh terasa dekat. Sangat

populer dikalangan fotografer binatang liar, olahraga, fotojurnalistik dan banyak lagi. Lensa ini juga populer untuk potret karena kemampuannya dalam mengkompresi latar bekalang sehingga model Anda terlihat lebih enak dipandang. Biasanya lensa telephoto rawan getar, maka dari itu lensa telephoto zoom yang memiliki Image stabilization sangat dianjurkan. Contoh: Canon 55- 250mm IS, Sony 70-200mm f/2.8, Pentax 65-250mm f/4, Sigma 50-500mm dan sebagainya.

TEKNIK PENCAHAYAAN DENGAN LAMPU FLASH

Seiring dengan perkembangan fotografi digital (kamera digital / kamera dslr) yang sangat pesat, Strobist muncul dan mulai berkembang berkat daya kreatifitas para fotografer, yang kemudian Strobist ini menjadi semacam tren dikalangan forografer di seluruh dunia dalam berkreasi menggunakan artificial light atau cahaya buatan.

Lalu apakah Teknik Strobist itu? Definisi Strobist berikut ini seperti pada pada Daftar Istilah Fotografi pada Abjad S-Z: Strobist adalah trik atau teknik pendayagunaan lampu kilat (flash), yang biasanya hanya dipasang di hotshoe (penampang flash yang ada di atas kamera), agar dapat digunakan untuk melakukan pencahayaan dari berbagai posisi di luar hotshoe kamera (off-shoe / off-camera flash). Untuk menghubungkan lampu kilat (flash) dengan kamera digunakan piranti Wiresless Flash Trigger Control yang terdiri dari Receiver dan Transmitter.

Tujuan utama para fotografer menggunakan teknik Strobist adalah untuk menggantikan lampu studio yang relatif mahal dan cukup sulit untuk dibawa kemana-mana. Nah dengan Teknik Strobist ini kita seperti membawa studio foto ke mana saja, namun dengan teknik dan pengaturan lighting tertentu akan menghasilkan kualitas foto yang tidak kalah dengan foto studio. Karena kemudahan ini juga lah teknik strobist banyak digunakan oleh fotografer komersial seperti fotografer jurnalistik, pre-wedding, wedding, interior, dan foto produk.

Aksesoris flash (lampu kilat) untuk Strobist saat ini juga sudah sama dengan strobe flash studio (lampu studio), perbedaannya hanya pada ukurannya yang lebih kecil, antara lain: honeycomb, snoot, soft box, dll.

Seperti halnya lampu strobe studio, pada teknis Strobist kita juga harus menguasai metering, eksposur, dan sinkronisasi flash. Perbedaannya hanya pada intensitas pancaran cahaya yang lebih lebih terang dan luas dibanding dengan built-in flash, intensitas cahaya ditunjukkan dengan GN (Guide Number).

 Untuk mengetahui berapa kekuatan pancaran cahaya flash, silahkan lihat pada penjelasan GN (Guide Number).  Untuk mengetahui batas maksimum shutter speed saat menggunakan flash, lihat pada penjelasan Flash Sync Speed.  Apa saja mode flash yang bisa kita pilih pada kamera digital (dslr), ada pada penjelasan Mode Sinkronisasi Flash.  Untuk mengetahui Metering pada kamera digital (dslr) untuk teknik strobist, silahkan baca pada artikel Metering Pada Teknik Strobist.

MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN FLASH

Pemakaian lampu kilat yang sekadarnya, sering menghasilkan foto yang datar,bahkan bayangan yang dihasilkan lampu kilat sering merusak isi foto secara keseluruhan.

Ada beberapa cara untuk menghindari hal tersebut :

1. Cara pertama Teknik “bounce”( teknik pantulan). Cahaya lampu kilat kita pantulkan ke langit-langit atau bidang lain sehingga cahaya menerangi obyek secara merata, dan jatuhnya bayangan di tempat yang tidak terlihat foto. Dengan teknik ini, perhitungan bukaan diafragma memakai jarak yang merupakan jumlah jarak dari lampu kilat ke bidang pantul ditambah jarak bidang pantul ke obyak. Untuk menghindari berkurangnya intensitas cahaya karena di serap bidang pantul maka bukaan diafragma harus dikoreksi dengan membukanya lebih besar 1 atau 2 stop.

2. Teknik “remote Flash”: Bila kita tidak dapat memperoleh bidang pantul apapun misalnya ketika berada di luar rumah, maka kita memakai teknik remote flash yakni melepaskan lampu kilat dari badan kameranya dan meletakkan di suatu tempat untuk mendapatkan efek foto yang diinginkan. Dengan teknik ini maka bukaan diafragma diukur dari jarak antara lampukilat ke obyeknya, dan bukannya jarak antara kamera ke obyeknya.Tentu saja penyalaan lampu kilat menggunakan bantuan kabel sinkron.

3. Memakai beberapa lampu kilat. Dipakai bila kita memotret di dalam ruangan yang cukup besar dengan tuntutan cakupan bidang pemotretan yang luas dengan memakai lebih dari satu lampu maka GN yang kita jadikan patokan bukanlah penjumlahaan GN dari beberapaa lampu kilat yang dipakai, cara menentukan bukaan diafragma yang dipakai biasanya dengan cara mencoba-coba.

4. Teknik “Fill in”. Selain sebagai sumber cahaya buatan, lampu kilat juga bisa dipakai sebagai sumber cahaya tambahan.Ini dilakukaan misalnya ketika kita memotret di luar, siang hari pada pukul 12.00 saat matahari berada tegak lurus di atas. Kondisi ini adalah kondisi pencahayaan yang paling buruk karena akan menimbulkan bayangan tajam di wajah obyek yang manusia. Yang perlu diingat pemotretan dengan fill ini , kita harus memakai kecepatan yang diwajibkan pada sinkron kilat kamera kita. Dengan demikan, biasanya bukaan diafragma yaang dipakai sangatlah kecil seperti f/16,f/22 atau bahkan lebih kecil kagi.

FOTOGRAFI JURNALISTIK

1. Pengertian Foto Jurnalistik Terdapat beberapa pengertian mengenai fotografi jurnalistik yang dikemukakan

oleh para ahli fotografi. Menurut Hanapi yang dimaksud dengan fotografi jurnalistik yaitu kegiatan fotografi yang bertujuan merekam jurnal peristiwa- peristiwa yang menyangkut manusia. Wilson Hick dalam bukunya Word and Picture memberi batasan fotografi jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan. Sedangkan Soelarko mendefinisikan foto jurnalistik sebagai foto berita atau bisa juga disebut sebagai sebuah berita yang disajikan dalam bentuk foto.

Sementara itu Oscar Motuloh, fotografer senior Biro Foto LKBN Antara Jakarta menyebut foto jurnalistik adalah medium sajian untuk menyampaikan baragam bukti visual atas suatu peristiwa pada suatu masyarakt seluas-luasnya, bahkan hingga kerak dibalik peristiwa tersebut, tentu dalam waktu yang sesungkat- singkatnya.

Dilihat dari beberapa pengertian yang ada maka foto jurnalistik dapat disebut sebagai suatu sajian dalam bentuk foto akan sebuah peristiwa yang terjadi, dimana peristiwa tersebut berkaitan dengan aspek kehidupan manusia dan disampaikan guna kepentingan manusia itu sendiri. Kepentingan manusia dalam hal ini berupa kebutuhan akan informasi atau juga berita yang terjadi di seluruh belahan bumi ini.

Syarat umum untuk membuat foto berita dengan baik adalah: Memiliki pengetahuan konspesional;mempersoalkan isi (picture content, news

content) Memiliki keterampilan teknis: mempersoalkan penyajian teknis yang matang secara fotografi.

Foto-foto yang dimuat dalam surat kabar memang tidak selalu menggambarkan suatu peristiwa atau berita (newsphoto), melainkan bisa juga bersifat ilustratif, yaitu bisa berdiri sendiri atau menyertai suatu artikel, termasuk di dalamnya adalah foto- foto yang bersifat„human interest‟(menarik perhatian dan membangkitkan kesan). Foto-foto yang dimuat dalam surat kabar itu

secara„salah kaprah‟ biasa disebut sebagai foto jurnalistik, artinya foto yang dihasilkan oleh kerja jurnalis (wartawan) di lapangan.

Suatu foto memang tidak bisa melukiskan keterangan-keterangan verbal yang diperoleh wartawan di lapangan, tapi dengan kemampuan visualisasi yang disuguhkan, sebuah foto bisa mengungkapkan pandangan mata yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Berbeda dengan berita tulis di mana wartawan bisa secara tidak sengaja memasukkan subjektivitas yang bisa memengaruhi opini.

Dengan foto akan memperkecil subjektivitas tersebut. Kepada pembaca disuguhkan secara visual apa adanya. Pembaca akan memberi penafsiran terhadap foto tersebut, yang tentu saja satu dengan lainnya bisa berbeda. Maka tidaklah sal ah ungkapan “one picture is worth one thousand words”

2. Sekilas sejarah Foto Jurnalistik Sudah sejak lama, setelah media massa cetak yang berbentuk

suratkabar muncul, orang memimpikan bagaimana bisa melihat peristiwa/kejadian secara visual lewat lembaran kertas itu. Harapan itu menggebu teruatama setelah fotografi ditemukan tahun 1839 yaitu ketika Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis pada 19 Agustus mengumumkan penemuan alat gambar sinar oleh seniman Louis Jacques Daguerre. Alat temuan Daguerre itu masih sederhana berupa sebuah kotak diberi lensa dan dibelakang diberi plat logam yang sudah dilabur dengan bahan kimia tertentu. Alat itu disebut „camera obscura‟ atau kamar gelap, yang kemudian secara umum disebut kamera.

Orang pun masih kesulitan memeroleh jalan atau cara bagaimana memindahkan gambar yang dibuat oleh kamera Daguerrotype itu ke dalam surat kabar.

Setelah direkayasa maka muncullah jurnalistik foto pertama kali yaitu ketika “The Illustrated London News” untuk pertama kalinya 30 Mei 1842 memuat spotnews atau gambar lukisan (hasil cukilan kayu) yang merupakan reproduksi sebuah foto yang dihasilkan oleh kamera daguerrotype. Gambar tersebut merupakan spotnews atau peristiwa langsung yang menggambarkan saat terjadi pembunuhan (penembakan) dengan pistol atas diri Ratu Victoria di dalam keretanya.

Dalam sejarah tercatat dua wartawan foto perintis yang sangat terkenal, yaitu Roger Fenton (Inggris) yang meliput Perang Krim (1853-1856) dan Mattew Brady (AS) yang meliput American Civil War (perang Abolisi) tahun 1861-1865. Brady membawa peralatan lengkap ke garis depan. Perlenggkapan itu dimuat dalam satu wagon (kereta kuda) sendiri, di mana di dalamnya terdapat laboratorium dan kamar gelapnya.

Karena belum ditemukannya cara membuat nada warna abu-abu atau ‟halftones‟ dalam surat kabar, maka sampai tahun 1897 gambar yang dimuat masih saja dibuat dari cukilan kayu. Baru 21 januari 1897 koran ”Tribune” New York benar-benar memuat foto di dalamnya. Ini dimungkinkan berkat ditemukan sistem penggunaan titik-titik (dots) yang kita kenal sekarang dengan sebutan ‟raster‟ untuk membuat nada-nada warna ‟halftones‟ tadi.

3. Foto Jurnalistik Yang Menarik

Sejak itulah pemuatan gambar di surat kabar menjadi semakin tambah banyak dan mulailah redaksi mempertimbangkan perlunya mangadakan tugas khusus bagi wartawannya hanya untuk pekerjaan memotret saja, artinya hanya mencari gambar melulu. Spesialisasi mulai diberlakukan di dunia persuratkabaran maju. Sesudah ada spesialisasi itu , maka para pakar atau jurnalis mulai memerhatikan apa sebenarnya yang sangat menarik dari sebuah foto yang patut untuk dimuat di surat kabar.

Dari hasil pengamatan mereka, disimpulkan bahwa gambar/foto jurnalistik yang menarik itu harus mempunyai tiga aspek utama : daya tarik visual (eye catching), isi atau arti (meaning) dan daya tarik emosional (impact).

Namanya saja foto berita maka norma-norma atau nilai-nilai yang disandang suatu berita (tulis) yang menarikpun juga dituntut bagi sebuah newsphoto; seperti faktor-faktor yang menambah nilai/bobot foto tersebut, antara lain : sifatnya menarik (interesting), lain dari biasanya (different), satu-satunya (exlusive), peristiwanya dekat dengan pembaca (close to the readers), akibatnya luas, mengandung ketegangan (suspense) dan menyangkut masalah sex, humor, konflik dll.

Dari batasan-batasan foto jurnalistik itulah maka kemudian para jurnalis foto memfokuskan perhatinnya pada hal-hal yang tersirat di dalam kriteria itu. Untuk menjadikan diri sebagai jurnalis foto profesional maka seorang wartawan perlu memerhatikan hal-hal tersebut, disamping mesti memperdalam pengetahuan dan memperbanyak pengalaman. Seorang wartawan foto dituntut tahu benar tentang kamera dan proses fotografi, tahu pula memanfaatkan kesempatan yang baik untuk kameranya serta harus cekatan agar tidak tertinggal oleh peristiwa. Wartawan foto mesti mampu mengkombinasikan kerja mata, otak dan hati dalam tugasnya. Sebagaimana tujuan surat kabar yaitu memberikan kepada pembacanya informasi, edukasi, entertaintment dan (bisa) persuasi, maka bidang cakupan wartawan foto sangatlah tidak terbatas. Apa saja yang bisa memenuhi salah satu saja dari keempat kriteria tersebut dapat disajikan. Jadi dalam hal ini si wartawan-lah yang memegang peranan penting. Ada ungkapan ‟the singer is not the song‟ atau ‟the man behind the gun‟. Bukan objek fotonya yang menarik tapi bagaimana kemampuan si wartawan mengungkapkan dalam foto. Bukan kameranya yang hebat, tapi bagaimana kepiawaian sang wartawan foto menghasilkan gambar yang memenuhi banyak kriteria tersebut di atas.

4. Kategori dan Bidang-bidang Foto Jurnalistik

Kategori Foto jurnalistik meliputi :Spot News, Feature, General News, Tokoh, Keseharian, Seni budaya dan Fashion, Alam dan Lingkungan, IPTEK, dan Olahraga.Sedangkan bidang-bidang yan ada dlam foto jurnalistik di antaranya adalah : War Correspondent ( Wartawan Perang ), Wartawan Foto Olah raga, Glamour dan Pin –Up Fotografi, Fashion Fotografer, wartawan Foto Majalah, General Interest.

5. Makna dan Peranan Foto Jurnalistik

Ruang lingkup foto jurnalistik adalah manusia, dan karena itu kehadiran foto jurnalistik memiliki beberapa makna yang berperan dalam kehidupan manusia, diantaranya yaitu : foto jurnalistik sebagai saksi mata, fotografi jurnalistik sebagai lambang, foto jurnalistik sebagai himbauan dan foto jurnalistik sebagai komentar sosial.

6. Perbedaan Foto Jurnalistik dengan Foto Dokumentasi

Kehadiran foto jurnalistik tak lain merupakan wujud dan perkembangan foto dokumentasi, oleh karena itu foto dokumentasi merupakan dasar dari foto jurnalistik yang ada pada saat ini. Foto dokumentasi adalah sebutan untuk foto berita dan foto sejarah, karena tujuannya merekam suatu peristiwa untuk disimpan bergantung pada urgensitas peristiwa dan subjek foto yang diabadikan.

Antara foto jurnlistik dengan foto dokumentasi memiliki perbedaan dan batasan yang sangat tipis. Nilai berita pada sebuah foto biasanya terletak pada sejauh mana foto itu dapat menggugah perhatian dari khalayak umum, bukan hanya orang atau kelomppok masyarakatyang bersngkutan. Nilai tersebut bisa disebut sebagai publik interest, maka semakin tinggi nilai beritanya. Foto jurnalistik memiliki nilai berita yang sangat tinggi karena dapat menimbulkan perhatian perasaan bahkan reaksi tertentu pada semua khalayak umum secara luas.

Berbeda pada foto dokumentasi, arti kata dokumentasi mengandung konotasi yang lunak dalam hal nilai beritanya. Selain perbedaan, di antaranya foto jurnalistik dan foto dokumentasi memiliki persamaan yaitu dari segi tujuan foto tersebut. Tujuan kedua foto jurnalistik dan foto dokumentasi merekam suatu peristiwa untuk disimpan sebagai arsip.