SEKITAR LEMBAGA PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN YANG TELAH MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM YANG TETAP Repository - UNAIR REPOSITORY

  cn m u liMBAGA p m iik j au ai; uhj&n p u t u sah yak g t t u K r & m RC LEH m LA SA K HU a

  UM lAiiO TLTAP FAKUL7A U R IPS I

  OLtH PUTU hAkA UihKlM I HUKUM U m W v t i i A L AIiiiA.r :CGA

  S U R A B A Y A

  1981

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  M*- 4-.

  SEKIi'AK LEMBAGA PENINJAUAN KLMMLI PUTUSAN YANG T j J i AH MEMPJiRClEH KEKUATAN HUKUM YANG TETAP SKKIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAlI TUGAS p DAN MEKENUHI SYARAT- bYAKAT UNTUK. MENCAPAI GELAH SAKJANA HUKUM OISH PUTU RAKA HERMINI

  7440

  PEMBIMBING PEKTAMA PLMLIKBING KxLUA ISMET BASWEDAN, S.H.

  FAKU1TAS HUKUM UMVLRSITAS AIRLAEGGA

S U H A l i A Y A

  1901

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  KATA iEBKGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Junan

  Yang Maha Kuaaa, saya dapat menyelesaikan skripsi ini

  Eebagai

  tanda untuk mengakhiri study formal pada iakul- tas Hukum Universitas Airlangga. Semua ini tercap&i tak lain hanya karena rakhmat dan karuniaNya, di sunpin^ bantuan dan dorongan dari semua pihak.

  Bersama ini pula saya ingin menyampaikan rrxa te- rima kasih dan penghargaan yang setinggi-tin^ginyr kepa­ da semua pihak yang telah memungkinkan skripsi ini dapat diselesaikan.

  Kamun beberapa nama perlu dituliskan di sini, ka­ rena sifatnya yang eangat khusus.

  Pertama-tama kepada Bapak Ismet Baswedan, £.H, dan Bapak Abdoel Rasjid, S.11. serta Ibu Lilik Kamila, S.H,, yang telah memberikan bimbingan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

  Xedua, kepada seluruh stai pengajar dan biro ad- rainistraei akademik.

  Terakhir kepacta ayah-ibu yang telah raen^asuh dan raembeayai serta kepada teman-teman yang membantu sele- oainya skripsi ini.

  Akhirnya saya berharap karya ini dapat berman- faat betapapun kecilnya, karena saya menyadari aepenuh- iii

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  nya bahva skripsi ini Jauh dari sempurna.

  Surabaya, 5 Agustus 1982 tenulis Putu Raka Hermini iv

  DAiVAh IS I Ralafcru

  16 1. lemba/a Peninjauan cembali Pcda Zamcii

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  36 ▼

  1. Alaaan DikeluarKannya peraturan Koh- kamah Afc>un£ I»o. 1 x'ahun 1980 dan Ta- hun 1982 .... ......................

  36

  31 JL.r III PERlUIiYA iifJAGA XiILuAxI.....

  Jio. 1 r £ahun 19 0 T>1 dnlam tCata Urutan rcr^ndar^-tiid.ji^an Kepubllk Indonesia

  23 ?„ * ec*udukan ptfruturan i.chkaraah

  22 1.3. Seeudah Kerdeka ..............

  16 1.?, Pendudukan Jepang ............

  16 1.2- ifeda Zauan bindia belanda ......

  Hindia Belanda, xendudukan Japan^ dan Sesudah tterdeka ...................

  IN J At AH *LKBALI.. -

  XATA PEKGAVIAR ....................... *..... Ill DA>TAR .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ▼ BAB

  Pfcli

  IJ

  13 fAI

  12 7* oietematika .......................

  12 6. 'etodologi ....... .................

  11 5. xujuan renuliean ........... ......

  3* Pertnacalahan ................ ...... S 4. Huang Llngkup.....................

  5

  ?. Alancm Pemilihan Judul ............

  1 1. Latar helakui^.................... j .

  I PtMHAHUXUAll. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

UMiAQA

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  Hal&fcCJi

  2. Pelakeanaan Pen in 0auan Kembali Untuk Perkara Perdata ......................

I

  3. Hal-hal Xaiifc Meraunckinkah Suatu Putucan Yang Tclah Memperoleh Kekuatan Uukum Tetap £apat Ditinjau kembali .........

  46 BAB IV YURISIKUEENC1 / h^/UTUSAil Jr/.-GADILAl.....

  51 BAB V XESIttP'ULAK BAN SARAli ...................

  60 1, ienlmpulan..........................

  60 2. Saran ....................... .......

  60 DAFTAR BACAAlr

  LAMFBUH

  Vi

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  B A B X HWEAHUIUAM 1. latar Belakana

  Sistem peradllan di Indonesia dalair, men^ariili du-

  idem, br>-r

  atu perkara menganut af?an nebip in artinya hakim tidak boleh memutun perkpra yan^ oudah perna** di- putua eebelumnya antara para pih^k yan^ tama rcrt: * s'n* e- nai pokok perkara yang oama. Berdanarkan pa. ci 1,4 ♦ e l e ­ ment op de Burterlijke Rechtuvorderinfc, uloi^rrt drri tir-

  1 dakon di atae tidak akan raempunyai akibat hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo, terikatnya para pihak

  poBitif

  pada putuean dapat tnempunyci arti dan dcpat pula

  2 merapunyai arti ne^tif. Yrn& mempunyai arti nej.atif, ie- kurtari nan*ikat dcri pada suatu pututan kecuali bprdaaar- kan atas nobit In idem >ang diptur d al a m pat>al 1 M hcfilc- ment op de Bur^trlijke Kechtsvorderin^ ju^a berdauarKnn

  keten-

  pada aaas litiu finiri oportet veriL i-enjadi daear tuan terterg v/aktu untuk ^ei^ajukan upajr. hu*un, yaitu apa janfc p-da padr turtu vaktu telrh di^tloc^ikrn oleh hakim tidak boleh diajukrn lag! poda hakim. Len^rn diptrolehnyr kekuctan hukum paati, .aka putuean itu

  y

  ^Sudikno Kertokuturco, hukum Acrra jerc^tp Indone­ sia. j-iberti, xu^yak&rta, Ic j79, lb4.

  2Ibld.. h. 153. ;ibld.. h. 154.

  1 tidak lagi di.pat^diubah oleh pen^adilan yang lebih tinggi eekalipun, kecuali dengan upaya hukum yang kiiu- suo yaitu peninjauan kemball atau perlawanan >1eh pi- hak ketiga# lang akan dibahas di sinl hanya nen^enri peninjauan kerobali yan<; dlatur dalam pasal 21 lindang- undang no, 14 taaun 1970 dan yang maeiU merserluKan un- dang-undang pelaksanaan.

  Dahulu pada zaman Ilindia Milanda, peninjeuan kerabali dibedakan menjadi dua yaitu dalau perkaru p^r- data d i u e b u t r e q u e e t-civiel sedangkan ctalam ptrkara pi- dana dioebut herziening. Peraturan men^enai rcqueBt- civiel terdapat dalam neglement op de Burgerlijke hccnte- vordering aeuangkan herziening diatur dalam Reglement op de Strafvorderin^. kedua peraturan tersebut tidak

  

b e r l a k u bagi landraad pada waktu itu, raelainkan hanya

4.

  berlartu pada uaad van Juetitie dan Hooggerechtshof.

  Setelah Indonesia merdeka, peninjauan kembali brru pertama kali diatur pada tahun 1964 dengan Un- dang-undang no. 19 tahun 1964, kemudlan dikeluarkan peraturan baru tetapX tidak lama lalu dirubah dan di- cabut lagi sarapai akuirnya paaa tahun 1970 peninjau­ an kembali diatur dalam pat-al

  21 Undang-undang no* 14

  tahun 1970* M bineng hukum accra piu^na, paaa tang- Subekti» duKuni

  Acara

  Perd, La, jtdnacipta, Bandung, 1977, h* 16JI

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  3 gal 31 Desember 1981 telah diundangkan sebuah unda/if undang hukum acara pldana yang di dalamnya mengatur pula peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan peninjauan kembali untuk perkara perdata sampai sekarang belum ada pengaturannya seperti halnya dalam perkara pidana yang berupa undang-undang. Pada tahun 1980, eebelum diaturnya peninjauan kembali untuk perkara pidana da- lam Undang-undang no, 8 tahun 1981, Mahkamah Agung menetapkan Peraturan Mahkamah Agung no. I tahun 1980.

  Peraturan Mahkamah Agung tersebut tentang peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dan dimaksudkan untuk menyelesaikan baik perkara perdata maupun perkara pidana.

  Dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung no, 1 tahun I960, banyak mengundan^ pendapat bagi mereka ^ang berurucan di bicang hukum. Usul supaya dicabut karena bertentangan dengan isi pasal 21 Undang-unaan^ no. 14 tahim 1970, telah disampaikan oleh seorang ear-

  Jana hukum dengan iuemerinci alaaan-alasan lainnya pu­ la eupaya peraturan Mahkamah At>ung tersebut diet but kembali, ju^a beberapa sarjana hukum lainnya tidak menyetujui pula adanya peraturan Mahkamah Agung ter­ sebut. Dipihak lain banyak ju^a jang menghargai dan mendukung prakHrsa Mehkamali Agung dtngan menetapkan peraturannya celagi bangat dibutuhkan. Dalam hal ini

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  4 nyata memang demikianlah keadaannya eebelum ditetap- kannya Peraturan Mahkamah A^un^ no. 1 tahun 1980,

  pasal 21 Undsng-undang no. 14 tahun 1970 bet>erta pcn- jelasannya dalam hal peninjauan kembali tidak beri'ui^.- si Bama sekali. Berlair.an halnya dengan permohonan pe­ ninjauan kembali yang macuk, begitu banyaknya dan tie- ngan alasan yang kuat.

  Di dalam perkara pidana, mula pertamanya adai;;ii kasus Sengkon dan Xarta memaksa Mahkamah Agung untuk mencari jalan keluar a^ar pasal 21 UndcJig-undang no. 14 tahun 1970 dapat berfun^si selama undang-undang pelaksanaannya yang dimakbud belura tercipta. Kengingnt keadaan tersebut dan sambil nenunggu peraturan perun- dang-undangan mengenai peninjauan kembali yang dimak- sud maka Mahkamah Agung setelah mengadakan rapat kerja di EPR pada tanggal 19 liopemcer 1980, demikian ?ntara lain pertiml^n^an Mahkauah Agung di dalam menetapkan peraturannya. Topatnya pada tanggal 1 Desember 1980 Mahkamah Agung Keputlik Indonesia ocbagai ladan pera- dilan tertinggi di negara kita, menetapkan sebuah per­ aturan mengenai upaja hukum iutimewa yaitu peraturan Mahkamah Agung *epublik Indonesia no. 1 tahun 1980 U n ­ tang peninjauan kembali putusan y<-ng telan memperoleh kekuatan hukum ;yang tetap. Peraturan ini berlaku sejak hari dan tanggal ditetapkaxmya yaitu tanggal I Desem­ ber 1980. Upaya hukum peninjauan kembali dieebut sebagai upa- ya hukum lstimewa karena dipergunakan terhadap euatu pu-

  7

  tusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap,' Ada pula upaya hukum biaea, disebut demikian karena diper­ gunakan terhadap suatu putusan yang belum memperoleh keku­ atan hukum yang tetap, contohnya verzet, banding, ka-Lasi*

  Dalam hal peninjauan kembali untuk perkara pidana telah diatur dalam Undang-undang no. 8 tahun 1981, maka Mahkamah Agung pada tanggal 11 Maret 1982 menetapkan pula Peraturan Mahkamah Agung no, 1 tahun 1982 tentan& Peratur­ an Mahkamah Agung no. 1 tahun 1980 yang diserapurnakan. Pe­ raturan ini dipergunakan untuk men^gantikan Peraturan :;an- kamah Agung no, 1 tahun 1980 yang sudah tidak berlaku lagi dalam perkara pidana,

  2. Alasan Pemlllhan Judul Peraturan Mahkamah Agung cukup menarik untuk diba- hae di eini diaebabkan karena bukan untuk pertama kalinya

  Mahkamah Agung men£eluarkan peraturan tentang peninjauan kembali tersebut, melainkan tudah yang kedua kalinya. Per­ tama kali Mahkamah Agung men^eluarkan peraturan tentang peninjauan kembali pada tanggal 19 Juli 1969, >aitu rer- aturen Mahkamah Agun^ no. 1 tahun 1969. kemudian pada

  5

  7 X. fyancik Saleh, Penln.lauan Kembali Putusan Yang. Telah Memperoleh Xekuatan~Hukum Tf^nfi'^e'tap, Ghalla Indo­ nesia, Jakarta, 1980, h. ll.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga tanggal 1 Desember 1980 ftahkaraah Agung mengeluarkan lagi peraturan yang berupa, tetapi setelah selang beberapa tahun sejak peraturan yang pertama dicabut. Dua tahun kemudian barulah Mahkamah Agung mengeluarkan lagi Per­ aturan Nahkamah Agung no. 1 tahun 1982 untuk menyecpur- nakan Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1980. Yang menjadl alasan peraturan-peraturan tersebut dibahas dl

  Bin! adalah selain karena banyaknya tanggapan dari be­ berapa sarjana hukum yang pro maupun yang kontra eewak- tu dltetapkannya Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1980, juga disebabkan karena isl dari peraturan teree- but suriah lama ditunggu-tunggu tetapi dalam bentuk un- dang-undang seperti yang dimaksud oleh pasal 21 Unoan^- undang no. 14 tahun 1970. Adanja bermacam-macam pen- dapat tersebut antara lain dapat dilihat dari pendtpat

  VB da Costa yang tidak setuju ditetapkannya peraturan tersebut dan mengusulkan supaya dicabut. Dikatakannya pula bahwa peraturan tersebut melanggar konstitusi, ha- rian i.ompas tanggal 3 Desember 1980 memuat lima alasan yang ia kenmkakan tersebut eebagai berikut :

  1. f.ahkamah Agung tak toleh r.ergeluarkan peraturan perundan^-unaangan, yang boien melakukannya hr„- nye. brcan legislatiX. Lalam Ketetapan k.P.ft.S, No. XX/MrKL/1966 tak ada tempat bagi peraturan foahkani^h Agung rebat ai ^embuat unc ang-urc. n0 .

  Yang bisa dilakukan Mahkamah ftgung ialah raenge- luarkan suatu rumue yanb berlaku khusus untuk kaeus dan hanya bisa untuK ouatu perkara yanu eed«ng diperik-a;

  2. Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1980 itu

  6 ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  7 bertentangan dengan pat el 21 Undeng-undang no. 14 tahun 1970 yang berbunyi : ......

  3. Peraturan itu tertentangan dengan pas si 4 Unr^r^- undarit, no. 14 tahun 1970 yan^ berbunyi : . . . . 4. fcalirtiat-kPliract del am pasal 1 Peraturan hi.hkMrh

  Agung no, 1 tahun 1980 diambil dari pasal 1 *tr- ataran Hankaraah A^ung no. 1 tahun 1969 namun di- buat sedcmikian rupu hingga men^hilangkan a^r.t j .. Yang diambil alih Kenya sj at b hingga g dcnt an urutan yang berutah, eehingga orang yang tidak te- liti tak memperhatikannya. Fadahal ayat a itu p;iE- ti yang paling jelas diharapkan dalam menyelei. ai- kan kj'Que Sengk^n dan Karta.

  5. G.B.H.N. pada bagian hukum angka 2 ; Menerti^ksn

  fungBi

  badan-badan penegak hukum eesuai a m vcvc- nangnya masing-masing. Demikian pula tanggapan Soeryadi bekae ketua ftah- kamah Agung RI dalam Sinar Harapan tenggal 3 rosembcr

  I960 yang intinya adalah bahwa ia tidak sependapat de­ ngan tindakan Mahkamah Agung menetapkan Peraturan PahXa- mah Agung no. 1 tahun 1980. Sarjana hukum lainnya

  Juga tidak sependapat dengan tindakan Mahkamah Agung ter­ sebut antara lain Suardi Tasrif K.0. Yap Thiam Bien.^

  ,

  Selain itu banyak juga aarjana hukum yang jepen- dfepat dengan tii-dakan Mahkamah Agung tersebut yang pen­ dapatnya dapat kita baca dalam Sinar Harapan tanggal 3

  December 1980 juga, antara lain adalah Albert hasibuan yang sangat menghargai prrkarra Mahkamah Agung menetap­ kan peraturan tersebut."^ Kenurut pendapatnya Mahkamah SI M d . . h. 15.

  Q ^Keadilan lebih penting d^ri eeked^r formalitaj., Sinar Harapan. 3 Leetmber 1980.

  10Ibid.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  8 Agung tidak membuat uridang-undang, tetapi hanya menburt perrturan a^ar una^r^-uriticn^ a.-ipat berlaku. Jadi hel ini tidak melanggar konstituoi, sebab walaupun ada ur.dar.;- undangnya kslau tidak dapat diterapkan apa gunanya.

  Sarjana hukum lainnya eeperti jhasro Yabaoari, Uar- yono Tjitrosoebeno, sependopat dan meridukimg tir_dakan hahkamah Agung ter&ebut sebab menurut penaapat mereka san^at diperlukan sekali adanya peraturan teruebut san- bil raenunggu undang-undaninya.

  ^

  3- Perinaoalahan Peraturan mengenai peninjauan kembali yang ditc- tapkan oleh tfahkamah Agung pada tanggal 1 Deeernoer 1980 adalan berbentuk peraturan Mahkamah Agung, bukan dalam bentuk undan^-unaang eeperti yang dimaksud oleh pasal 21 und&ng-unaang no. 14 tahun 1970. Hal ini direbabkcji karena Mahkamah Agung tiaak berhak membuat undang-undrng.

  Lalam Keadaan ^ang eangat mendesak dan menunggu pembuat- an undang-unda,'g yang dimakcud adalrih tidak mungkin, na- ka .\chkanah Agung seba&ai bc-dan ptiadilan netara yang tertinggi menggunakan haknya untuk mengatasi hal terre­ but dengan membue.t peraturan Kahkamah Atung no, 1 tahun 1980. iengan ditetapkannya pereturan tersebut maka tim- bullah beberapf masalah, walaupun tujuan semula adalah

  .

  11Ibid

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  9 untuk mengatasi hal-hal yang mendesak. Apapun tujuan-

  e t

  nya, proaedur foriral tidak dapat diabaikan begitu . *J deraikian pendapat mereka ; ang kurang mei.yetujui adany-- Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1980 tersebut.

  t jc

  Lain lagi dengan pendapat mereka yang lcbih

  • mentin^kan tujuan, seperti halnya Albert H asibuan yr.ng

  bP-hwa

  meii^atakan : "Apakah kita iembiarkan ecja orrn*

  

yang m e m b utuhkan k e p&stian h u k u m itu merasa tidak p,dil

  dan menirabulkan kereoahan yang meluas di matiyarakat,

  12 pada hal biea d i a t a s i " .

  Biaebabkan oleh tuntutan kebutuhan yang deraikian maka Kahke.mah Agung memberanikan diri men* eluark&n ptr- aturan teraebut. keraudian oetelah diundangkannya oebu: Und^ng-undant hukum acara pidana pada tahun 1981 ker.dt- annya rarnjadi lain. Peraturan Kahkamah A^ung no. 1 tahun 1900 menjprii tidak bcrleku dr lam perkara pidana karena di dpla Und^ng-undarg n°. 8 tahun 1981 mulai dari pa- oal 263 oanpai dcngen patal 269 raengatur tentang penin- jauan Cembali putuean pfcngadil^r y “ *ng tilah ner.iptroleh kekuatan hukum tetap. Litebabkan oleh pei’kembangan yon. ada ecrtp kebutuhan hukum itu sendiri maka Peraturan Kahkanah A&un* no. 1 tahun 1980 perl-t untuk dieenpur*..-- kan, dendkinn pertimhantan yan*, dicun tumk<*n dalam Kon-

  1 2 Ibici.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  10

  n

a

  cidcran n.enirabarg huruf dari Peraturan Kahkanah Agung no. 1 tahun 1982* Pertimbangan selanjutnya ea- perti telah diuraikan di atas bahva oleh karena pe- ninjauan korabali untuk perkara pidana yang semula di­ atur pula dalam Peraturan T.rhkamah Agung no. 1 tahun

  1980 telah memperoleh per^aturannya dalam Undang-un- dang no. 0 tahun 1901, aehingga peninjauan kembali dalam perkern pidana ptsrlu dicabut dari Peraturan Lah- kanah Agung no. 1 tahun 1980. Tetap daltm bentuk Per- rturan Mahkamah Agung ketentuan yang menyetnpurnakan Peraturan r.rhkamh Atung no. 1 tahun 1980, dengan e'e- rciikian dapat dikatakan bahva dalam perkara pcrdatc panal 21 Undrng-ur.dang no. 14 tahun 1970 belum ter* per.uhi, karrna yan£ dikehendnki oleh pacal tertcbut aclalah apebila terdapat hal-hal atau keadaan-ktadaen yrng ditcntukan dongan un; ang-undang# Ceporti halnyr

  ^eninjauan Kanbali untuk perkara pidana jang diatur d; l.^n uncan^-unrtang, denikian jang dikciieudaAi olen parrl 21 Undant-undnng no. 14 tahun 1970. Di rialar tr- ta urutan p©rui*dang-und«r -r^an yent terdapat dalar kt- tctrp^n no. XXAWr*.;/1969 tidal, tertera part tur-

  .

   7R€>

  en rahkfcinah Agurg, tetapi d* pat aaja dikatakan bahv/a peraturan ternrtut dalarj hal ir.i ternacuk peraturan j,<!2aktfc#;a. n ***lnnya yang tercantuw dalr.n urutai* tor- akhir.

  Lcngan riitetL.pkan/V L peraturan Nahkenah Agurg

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  11 no. 1 tahun 1S62, yiitu lerda-aikan pata!

  1

  1 vyct

  peraturan tersebut n.enir.ibulhan Aepan *ei aturan I.ahka- mah Agunt no. 1 tahun 19tO tiaak j.tr.iu beil&ku ias_i.

  4 . Ituanfe H iv .k u p

  lembjhaBan muaaiah han^c. texbatr.ij paua patal- pasal dari , craturan-ptrataran y a ^ men^atur itntan£ pcninjauan ker.bali oan add stm^kul prutn,>r- d:-

  

y t

n^an matulah terecbut.

  a. Undan&-undcin£ no. 14 tanun 1970 pa&al rl, me-

  y

  n^atur tentang penlnj iuan KeuiLali, patal 14 dan 27 (.1), men&cnai kowajiban hanim.

  2

  b# 'eraturaii f-.ahkaraal* AbU*^ no. 1 tahun 19t>9} i'oratur- &n riahkanah n^unt; no. 1 tahun 197x; ieraturrrn ?-ah-

  1

  70

  kamah Acun*; no. 1 tanun ^ ; xeraturan Kahkamah >£,un£ no. 1 tahun 1 % 0 dan xtr >toran fcahWirui . £un0 no. 1 toh-n 19t2.

  u C ' cmc

  c. Uit.an&~u no. 1 tahun 1950 pat*al 1J1 tciitang kekuasaan ^anka:i;ch A&unt w»tuk me..ibuat per* tux an acaxc Eenuixi biiaaana aian^&ap pfci-lu untuk mtlent- kopi hukur.i ccaranya jan^ eudah ada* d. reratuian tcntang pu:inw&uan keutuli peda fi&i.an ^In­ dia i.tlanua hanya ali.ii.&fcun>, Bt i>intati yaitu ^arn.1

  38S sa iipai dengan paLai 401 op de ^.ur* er-

  i\kt,ltmcnX lijko .vccnt^vuiverin^.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  12

  31 Undang-undang no. 13 tahun 1965* £* Pasal 393 HIR yang melarang pemakaian hukum acara lain selain HIR.

  5. Tujuan Penull^n Penullean ekripBi ini bertujunn untuk menunjukkan bahwa lembaga peninjauan kembali di Indonesia telah di­ atur secara umura dalam Undang-undang no. 14 tahun 1970, khususnya peninjauan kembali dalam hukum acara pcrdata helum ada peraturan pelaksanaannya, sehingga mengalarai ke- eulitan dalam menjalankannya. Berkali-kali Mahkamah Agung mencoba untuk membuat peraturan, sementara menunggu undang- undang yang dimaksud, tetapi selalu gagal. Hal ini tcrbuK- ti dengan selalu dicabutnya kembali peraturan-peraturan Mahkamah Agung yang mengatur tentang peninjauan kembali ternebut. 1 Desember 1900 Kaiikamah Agung menetapkan Per­ aturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1980 sobagai peraturan pelaksanaan peninjauan kembali, tetapi pada tanggal 11

  Maret 1982 Mahkamah Agung menetapkon lagi Peraturan Mah­ kamah Agung no. 1 tahun 1982 tentang penyempurnaan Per­ aturan Kahkamah Agung no. 1 tahun 1980.

  6. fretodologi 6.1. Sumter data.

  Untuk penulisan ckripai ini eumber data diperoleh dari kuliah , pcrpuatakaan, pernturan perund^ngan

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  13 dan pengadilan. 6.2, Teknlk pengumpulan data,

  Data-data yang digunakan dalam penyusunan skripci ini diperoleh dengan jalan mengaaakan stiidy ke- pustakaan dan survey ke pengadilan negeri.

  6.3. I’eknik analica data.

  Pembahasan masalah dalam skripsi ini memperguna- kan metode diskriptip analisa komparatif, yaitu dengan menjabarkan eumber-sumber yang didapat, kemudian dengan menganalisa dan merabandingkan antara peraturan-peraturan yang pernah ada akan diperoleh kesimpulan yang bersifat induktif mau- pun deduktif berdaaarkan sumber-sumber yang te­ lah didapat tersebut.

  7. Slatematlka Secara garis besar keeeluruhan tulisan ini akan diungkapkan dalam sistematika yang terdiri dari lima bab.

  ♦ Di dalam bab I yang merupakan pendahuluan, di- kemukakan latar belakang, alasan pemilihan judul, per- masalahan, ruang lingkup, tujuan penulisan, metodologi dan sistematika, yang maaing-masing disampaikan secara ringkas untuk memberi gambaran tentang apa yang ditulis di bab-bab berikutnya,

  Bab II berjudul pengertian lemba^a peninjauan

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  14 kembali* Di sini akati dibahas mengenai lembaga penin- jauan kembali pada zaman sebelum merdeka, yaitu za- man kolonial dan pendudukan Jepang, lalu dibahas ju- ga mengenai lembaga peninjauan kembali pada aaat se- sudah merdeka. Selanjutnya dalam bab ini dibahas pu­ la mengenai kertudukan peraturan Mahkamah Agung di da­ lam tata urutan perundang-undangan HI* Senna ini di- bahas dalam bab J.I karena merupakan sejarah yai.g perlu diketahui sebelum pembthasan maealah pokok.

  Bab III berjudul perlunya lembaga peninjauan kembali, merupakan permaoalahan utama dalara penulie- an skripsi ini yang membahas tentang alasan dikeluar- kannya Feratura.* Mahkamah Agung no. 1 tahun 1980 dan

  Beraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1982, juga di- bahaw mengenai pelaksanaan lembaga peninjauan kemba­ li di dalan perkara perdata. Sub bab berikutnya mera- bahas tentang hal-hal yang menaingkiiikan suatu putus- an yang twlah raemperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat ditinjau kembali. Cetelah dicanpaikan garabar- an ringkas mengenai apa yang akan dibahas beserta eejarahnya, maka dalam bab ini barulah dibahas fce- serta eejexahnya, maka dalam bab ini brrulah dibahas mengenai masalah pokok tentang peninjauan kembali tfirpobut.

  Sab IV, berjudul yuriRprudensi/keputusan pe- ngadilan.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  15 Eab V, kesimpulan den oaran, merupakan tab yang terakhir eebagai penutup dari okripsi ini.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  B A B

  I I JHSKGERIIAIJ j J-KBAUA k e m b a l i

  P^NINuAUAJi 1« X*embaRa Penln.jauan Kembali Pada Zatnan Hlndla Belanda. feildudukan Jepang Dan Sesudah herdeka 1.1* Pada Zairian llindia Belanda.

  "Di Hindia Belanda dahulu tidak ada peraturan yang 1^ soragam tentang uruuan hukum’1. Berdasarkan paaal 163 In-

  d i B o h e

  Staatsregeling rakyat hinciia Belanda dibedakan nen- jadi tlga golongan dan bei-dasarkan panal 131 Indischp Staatsregeling dari ketiga golongan tersebut bor'oeda pula hukumnya. Pasal 163 Indische Staatsregeling mengatur ten­ tang ciapa saja yang tunduk pada ketentuan-ketentuan un­ tuk :

  Orang iiropah, yang dalam hal ini ada liraa kriteria.

  a. fcebangsaan, ialah orang Belanda dan orang Jepang.

  b. ierasal dari Lropah# maKsudnya ialah karena kelnhiran atau keturunan termasuk rakyat ^ropah.

  c. hukum keluar&a, yaitu orang-orang yang di negaranya tunduk kepada hukurc keluarga yang paaa pokoknya ber- dasarkan asaa-asas yang sama dengan hukum Belanda.

  d. Asae keturunan, yaitu anak sah atau yang diakui menu- rut undang-undang dan keturunan aelanjutnya dari orang- ■^Supomo, Slstem Hukum II Indonesia, Koor Xomala, Jakarta, 1962, h. 20.

  16 orang tornebut di atnn.

  e. Xeadaan yan*; terdapat pada tanggal 1 Januari 1920*^ Pumi .Pulera, yang tcrmanuk golongan >umi nitcrr islah rakyat priburai dari hintiia l.elanda yaitu orang, in-

  15 doneaia aeli. Orang Timur A Bing, dirumuskan secaro nesatif ye- itu rcereka .yang tidak termasuk golongan Eropah aar. tidak

  2 6 termaeuX juta dalam £oicngan Bumi rutera, Pasal 151 Indiache *StaatBie£eling mumperbolehkan juga kepelba^aian hukum bagi fiolon^an-^olongan rakyat clan bagian-bagiann,ya yang bej bagal-ba^ai itu. L-alam nal ini untuk orang Lropah berlaku aaao konkordanai dan un­ tuk orang Bumi Putera nertu Timur Aain^ berlaku ascs

  17 penghornatan hukum adatnya. Berdaearkan keriua paaal di atas dapat dinimpul- kan bahv/a niptera hukum di

  ,India lelnnda paca waktu itu adulah pluraliatip* j/crfcedaan golui^an maupun perbedaan tempat tingga] keduanya r.engakibatk&r, berbeda pula hu- kumnya yan& berlrku, seportl ;,ang akan diur?!! an di te- la>ant ytiitu riinobrbkan karena ticak ad any a keaatuan di bidong hukum rcengakibatkan perbedaan golon&an, atau ee~

  14H)ld.. h. 13.

  15Ibld.. h. 14.

  16Ibld. 17lbl<l.. h. 78.

  17 ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

I

  ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  18 baliknya. Mengutip sekali lagi pendapat Supomo mengenai keadaan di atas adalah sebagai berikut, di Hindia Belan­ da dahulu tidak ada peraturan yang seragam tentang urus- an hukum. Di dalam lingkungan yang berbagai-bagai pera- turannya tersebut terdapat pelbagai tatanan hukum yang sangat meruwetkan gambaran tentang urusan hukum Hindia Belanda.'*'8

  Keruwetan tersebut selain nampak dengan adanya berbagai golongan rakyat, juga adanya bermacam-macan ta­ tanan peradilan pada waktu itu beserta hukumnya yang ber- beda-beda pula. Ada lima buah tatanan peradilan pada za- iq man Hindia Belanda dahulu. *

  1. Tatanan peradilan gubernemen, yang meliputi ee- luruh daerah Hindia Belanda, terdiri dari ; a. peradilan Gubernemen iropah, yaitu di Jawa dan Madura serta di luar Jawa dan Madura yaitu, Residentiegerecht,

  Raad van Justitie, Hoogerechtsliof;

  b. peradilan Gubernemen Bumi Putera di Jawa dan Madura, yaitu Districtsgerecht, hegentschapsgerecht, Landra- ad. Peradilan Gubernemen Bumi Putera di luar Jawa dan Madura, yaitu Negorijrehtbank, Districtsgerecht, Magistraatsgerecht, landraad;

  c. peradilan untuk seraua golongan rakyat, yaitu Landge-

  18Ibld.. h. 20 19Ibld.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  19 r e c l i t .

  d. peradilan tfiliter, yt-ng tidak mengenai peinbagian rak­ yat tetapi hanya dibedakan menjadi dua yaitu untuk angkatan darat dan angkatan laut. Untuk angkatiin dt- rat yaitu krijgraad, hoog Kilitair Gerechtshof. Untuk angkatan laut yaitu, Zee Xrijgsraad, Hoog Militair Ge- reclitshof.

  2. Tatanan Peradilan itibumi, di bagian-bagian Hindia Belanda di raana rakyatnya dibiarkan menyelengga-

  Damping

  rakan peradilannya ecndiri, di hakim-hakin Gu­ bernemen terdapat juga hakim-hakin pribumi yang menga- dili menurut tatanan peradilan pribumi# Peradilan pri­ bumi ini hanya terdapat di luar Jawa dan Madura.

  3. Di dalam daerah Swapraja di samping tatanan peradilan Gubernemen terdapat juga tatanan peradilan Swa- praja, kecuali di daerah Swapraja Paku Alaman (Jav-e) dan Pontianak (Kalimantan Baxat).

  4. Selanjutnya terdapat tatanan peradilan agaraa. Pengadilan egaraa terdapat baik di bagian-bagian Hindia Belanda yang oemata-mata ada peradilan Guberneraen aiau- pun di daerah-daerah di mana peradilan agama merupakan banian dari peradilan prifcund atau dalam daerah Swapra- ja sebagai bagian dari peradilan tv*apraja.

  5. Akhirnya dalam kebanyakan daerah terdapat ju-

  dalam ga peradilan desa di maujarakat deaa.

  Di antara keliraa tatanan peradilan di atats tidak

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  20 ada suatu tatanan peradilan khusue untuk orang Tiraur Asing. Bagi orang Timur Asing dalam perkara perdata, orang Tionghoa termasuk kekuasaan pen^adilan kropah dan dalam perkara pidana termasuk kekuasaan pengadilan Bumi xutera, seaangkan orang Timur Asing golone,an lain, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana mempunyai kedudukan yang sama dengan orang Bumi Putera,

  Eengan adanya pembagian pcnduauk ke dalam tiga golongan dan dengan adanya tatanan peradilan yang ber- macam-macam pula tentunyu hukum yang berlaku berbeda- beda pula baik formal maupun material. II antara hukum- hukum formal yang berlaku pada waktu itu hanya Reglemen op de Burgerlijke Rechtsvordering yang di dalamnya me- ngatur tentang request civiel, Reglement op de Burger- lijke Rechtsvordering hanya berlaku sebagai hukum acara dari pengadilan-pengadilan i-ropali baik di Jav/a dan . ’.a- dur& maupun di luar Java dan Madura, Sedangkan hukum acata dari peradilan-peradilan lainnya tidak ada yang memUat tentang request civiel. li dalam aeglement op de burgerlijke nechtsvordering, request civiel diatur mulai dari pasal 385 sampai dengan pasal 401. Request civiel yang diatur dalam reglemen tersebut di atas ada- lah berbeda dengan peninjauan kembali yang diatur dalam Peraturan Mahkaman Jigung no. 1 tahun 1980. ri dalam re- glemen tersebut request civiel bukan merupakan wewenang

  Mahkamah Agung karena bukan hanya Kahkamah Agung yang dapat melaksanakan peninjauan kembali raelainkan peng­ adilan yang putusannya dimohonkan agar ditinjau kem­ bali, seperti yang tertulis dalam pasal 393 Regiement op de Burgerlijke Rechtsvordering. Isi pasal tersebut antara lain, "request civiel diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dimintn untuk ditinjau kei^ali. sedangkan caranya adalah sama seperti mengajukan gugat- an biaea dan harus menurut alasan-alasan request clvi-

  e l -'.20

  Karena bukan merupakan wewenang Mahkamah Aguna melainkan wewenang pengadilan yang putusannya di minta untuk ditinjau kembali, maka bagi request civiel masih ada kemungkinan untuk banding atau kasasi kecuali apa- bila yang dimintekan untuk ditinjau kembali adalah pu­ tusan Mahkamah Agung. Peninjauan kembali dapat diajukan oleh yang berkepentingan, sedangkan request civiel ha­ nya dapat diajukan oleh mereka yang pernah menjadi pi- hak dalam perkara tersebut. Hal Ini nampak dalam pasal 385 Reglement op de Burgerlijke Rechtcvordcring batiwa yang berhak mengajukan peninjauan kembali adalah orang yang pernah menjadi salah satu pihak di dalam perknra yang telah diputus dan dimintakan peninjauan kembali. Sedangkan pasal 2 ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung no. 1

  ? I I b l d . . h. 175.

  21 ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  22 tahun 1980, tidak terbatae pada mereka yang pernah men- jadi pihak-pibak eaja yang dapat roengajukan peninjauan kembali melainkan mereka yang berkepentingan termasuk ahli warionya atau seorang wakilnya yang eecara khusus dikuasakan*

  Mengenai tenggang waktu selain terdapat perbeda- an, ada juga peraaraaannya. Walaupun terdapat perbedaan- perbedaan yang prinsip dengan beberapa persamaan dalam hal-hal lainnya tetapi pada hakekatnya request civiel adalah peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap,

  1.2. Pendudukan Jepang Pada zaman ini berdasarkan paaal 6 Undpng-unciang no. 14 tahun 194? dan pasal 7 Undang-undang n&. 34 ta­ hun 1942, cara menuntut, memerikea dan memutus perkara sepanjang tidak atau belum ada peraturan lain, adalah menurut peraturan-peraturan yang dulu pernah dipakai.

  Burgerlijke Kechtevordering yang dictdalamnya terdapat rturan tentang peninjauan kembali tetap berlaku dan di- pergunakpn eebagai hukum acara perdata pada Saikoo Hooin eebagai ganti dari HoogerechtBhof dan hootoo Hooin ee- bagai ganti dari Kaad van Justitie. Eengan demikian pa­ da zaman ini tentang Peninjeuan kembali tidak ada per-

  uba>)an, h a n y a nama dari pengadilan yang mempergunakan Burgerlijke K e c h t e v o r d e r i n g oebagai acara, yang ditanti

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  23

  22 dengan bahaea Jepang.

  1.3. Sesudah Kerdeka.

  Berdaaarkan pasal II aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, segala badan negara dan peraturan yang ada ma- slh langsung berlaku selama belum diadakan yang baru nenu- rut Undang-undang Daoar ini, Dengan demikian untuk pemerik- saan perkara perdata dalam tingkat pertama di muka peng- adilan-pengadilan negeri di pulau Java dan Madura berlaku Herziene Indonesisch Regleraent (dlsingkat HIR§, sedangkan di daerah luar Jawa dan Madura berlaku Reglement Buiteng- eweeten (dieingkat RJ3G). HIK dan RBG berdasarkan paaal II aturan peralihan Undang-undang laser 1945 langsung berlaku karena eejak aebelum kemerdekaan, kedua hukum acara ter­ sebut sudah berlaku cebogai acara pada Landraad yaitu ea- lah Batu peradilan gubernemen untuk Bumi Putera di Jawa dan Madura maupun luar Jawa dan Madura.

  Keglement op de Uurgerlijke Kechtevordering (sering disingkat dengan BuV atau HV saja) yang di dalaranya ter­ dapat aturan mengenai peninjauan kembali, pada zaman Hin- dia Belanda berlaku ceba^ai hukum acara pada peradilan gubernemen untuk orang Lropah balk di Jawa maupun luar

  Jawa. Karena bentuk peradilan tornebut yaitu Raad van Jue- title dan Hoogerechtohof isesudnh kercerdekaan tidak ada

  undnnfr-undanMinn.ya di Indonesia, uununt; AaunR. Yooa- kartaT 1970, n. 21.

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  24 lagi maka eeharuenya BHV tersebut tidak berlaku lagi, sebab pasal 393 Hln melarang pemakalan hukum acsra la­ in selain H1R. Walaupun deinikian di dalam beberapa hal tertentu yang tidak diatur oleh HIH# hakiro-hakim penga­ dilan negeri sering mempergunakan BKV sebagai hukum acara tambahan. Sayangnya mengenai peninjauan kembali tidak inempergunakan kesempatan tersebut eebagai acora di pengadilan negeri pada waktu itu. Hal ini difcebabjtan karena sejak zaman hindia Belanda peradilan burai putcra aama aekali tidak inengenal peninjauan kembali. Baru pa­ da tahun 1964, ketika keluar Undang-undang no. 19 tahun 1964 di dalam pasal 15 diatur tentang peninjauan keirbali, tetapi maaih harue menunggu peraturan pelakeanasnnya yang akan ditetapkan dalam bentuk undang-undeng.

  Kemudian diulang lagi pergaturan rcengenai penin­ jauan kembali teraebut dalam pa^al 31 Undang-uncang no.

  13 tahun 19&5t bahwa terhadap putusan pengadilan negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimihtakan peninjauan kembali kepada Kahkamah Agung te- suai dengan ketentuan yang diatur dengan undang-undan*;. Sama seperti ketentuan undang-undang yong terddhulu brh- wa mengonai peninjauan kembali maslh harua menunggu un- dang-undang pelakaanaan lebih lanjut. Tetapi dalam un- dang-undang ini nampak bahwa peninjauan kembali merupa­ kan wev-enang Mahkamah Agun^ aan yan/, dapat ditinjau kem­ bali hanyalah putuBan pengadilan negeri yang telah mem-

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  25 punyai kekuatan hukum yang tetap, Dengan keluornya peraturan ini banyak pencari keadilan yang mengajukan perraohonan peninjpuan kembali ke pengadilan negeri, Sampai akhirnya Mahkamah -Agung raengeluarkan Surat Ldaran no. 6 tanun 1967 yang mengin- strukeikan agar seraua ptrkara yang rnemohon peninjauan kembali ditolak karena undan^-undang pelakeenaarmya belum ada, yaitu dengan jawaban tidak diterima, apabila permohonan diajukan ke hahkam&u'Agung, atau tidak ber- wenang apabiln pormohonan diajukan ke pengadilan ne^e-

  Diaebabkan karena banyaknya permohonan peninjau­ an kembali yang diajukan ke pengadilan negeri atau gfc- ^ c&ra langsung ke Mahkamah Agung dan ternyata banyak dt- ri permohonan tersebut mempunyai dauar-daaar yang kuat sehingga apabila tidak diterima hanya karena belum ada undang-undang yang mengatur pelakeanar-miya, mai^ akan meninbulkan rasa ketidakpuaoan dan ketidakadilan. oleh karena itu maka aebelum adanya undang-undang pelaksa- naan yang dimaktmtl, r.ahkamah Agung menc,anggap pcrlu untuk nenambah hukun acaranya dorgan mengeluarkan Per- aturan Mahkamah Agung Hepublik Indonesia no. 1 tahun 1969 pada tanggal 19 Juli 1969 dengan memperhatikan pasal 31 Undang-undang no. 13 tahun 19^5; pasal 15 Un-

  ^Kubini dan Chidir Ali, Pennontnr Hukun; Acpra Perdata, Alumni, Bandung, h. 137*1

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  26 dang-undang no. 19 tahun 1964 dan pasal 131 Undang-un- dang no. 1 tahun 1950, lalu mencabut Surat Edaran Kah- kamah Agung no. 6 tahun 1967.

  Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1969 terse- but berioikan alaaan dan ccra rr.engajukan ptrmhononan pe- ninjauan kembali putuEj&n perdata maupun pidana yang te­ lah raempunyai kekuatan hukum tetap beoerta akibatnya den mulai berlakunya peraturan ini aocara terperinci dalam paeal 1 aa-T.pai dengan pasal 8* Pada tanggal 23 Oktober 1969 Mahkamah Agung KI mengcluarkar* Lurat Idaran no* 10 tahun 1969 tentang bclum dcpatnya dijelackan Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1969, dengan riemikian maka Peraturan H.ahkamah Agung no. 1 tahun 1969 belum dapet dij&lankan sesuai dengan isi burat edaran tersebut, Per­ aturan tcrcebut belum dapat dijalonkan karena maaih di- perlukannya peraturan lebih lanJut mengenai fceberapa so- al, aeperti :

  a. tentang biaya yang mengenai perhara perdata (untuk mana diperJukan persetujuan dari Kentcri Kehakiman); b, peraturalihan mengenai permohcnan-permohonan yang oudrh mulai diperiksa oleh pengadllan ncgeri ataupun eudah berada di tangan pengadilan tinggi dan aobagai- Ibid.. h. 135.

  H

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  27 Dengan demikian permohonan-permohonan yang masuk eetelah dikeluarkannya reraturan ttahkamah Agung no, 1 tahun 1969 dapat diterima dan sementara ditahan di kepa- niteraan, untuk kemudian apabila sudah ada peraturannya lebih lanjut yang dimaksud di atas, didaftarkan menurut tanggal pengirimannya di kepaniteraan itu, sedangkan per- mohonan-permohonan yang telah mulai diperiksa sebelum tanggal 19 Juli 1969 aupaya diteruskan menurut cara yar^ lama, yaitu diperiksa oleh pengadilan negeri dengan hak

  25 banding dan kasasi. Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung RI no. 1 tahun 1969* y&ng kemudian disusul dengan Surat Ldaran no, 18 tahun 1969 keadaan yang Bedemikian ini menurut

  ,

  Mahkamah Agung dapat menimbulkan keragu-raguan yaitu bagaimana celanjutnye pelaksanaan peninjauan kembali ter- sebut. Juga disebabkan karena peraturan pelaksanaan yang diperlukan untuk menjalankan Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1969 nampaknya macih terlalu lama ditunggu, sehingga setelah didapat kepaetian bahwa pelaksanaan peninjauan kembali akan diatur dalam undang-undang Kahka- mah Agung yang rencananya sedang di IPK, maka pada tan^- gal 30 Nopember 1971 Mahkamah Agung menetapkan peraturan

  Of\ Mahkamah Agung no* 1 tahun 1971.

  25Ibld.

  K. V.ancik Saleh, op, clt., h, 57.

  "

  Di dalam Peraturan Mahkamah Agung no* 1 tahun 1971 Mahkamah Agung memutuBkan mencabut kembali Peratur­ an Mahkamah Agung no, 1 tahun 1969 teeerta surat edaran-

  27 nya yaitu Surat kdaran no, 18 tahun 1969• Jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung £e-

  i

  telah mencabut peraturan beeerta surat edaran di atas, tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun 1971 (2) yaitu,

  Mengenai perrcohonan-permohonan peninjauan kembali yang dialamatkan kepada Mahkamah Agung berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung no. 1 tahun

  1969 ,

  yang ber- dasarkan Surat hdaran Mahkamah Agung tanggal 23 Ok- tober 1969 no. 18 tahun 1969 telah ditahan di kepa- niteraan pengadilan-pengadilan negeri, supaya pemo- hon-pernohonnyfi dipanggil dan diberitahu oeked^r ce- ngenai putusan perdata bahwa mereka dapat mengajukan gugatan request civiel menurut cara gugatan biasa dengan berpedoman pada peraturan "Bur&erlijka hechte- vordering,, f searmgkan yang mengenai putusan pidana tidak0dapat dilayani karena belum ada undang-undang- nya.

  Akibat dari peraturan di atas maka sejak tcnggal

  30 Uopember 1971 Burgerlijke Rechtsvordering bcrlaku kembali sebagai pedooan untuk laengajukan gugatan request civiel. Pada tanggal 17 leeember 1970 pemerintah dengan persotujuan DxK menetapkan Undang-undang no. 14 tahun

  1970 tentang ketentuan-Ketentuan pokok kekuasaan keh^ki,w- man dengan terlebih dahulu mencabut Undang-undang no. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuaoaan

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

  29 kehakiman juga. Dengan ditetapkannya Undang-undang no- 14 tahun 1970, rasanya semakin membingungkan aaja, ka­ rena pasal 21 undang-undang ini memuat juga tentang pe- ninjauan kembali yaitu seba^ai berikut,

  Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhsdap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang t< tap dapat dimintakan pcninjauon kembali kepada Kah- kamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan,