GANGGUAN TERHADAP PELAYARAN KAPAL-KAPAL DI TELUK PERSIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERANASIONAL Repository - UNAIR REPOSITORY

  NATALIA TRIYAYf GAMGGUAN TERHADAP PELAYARAN KAPAL- KAPAL DI TELUK PERSIA D1TINJAU DAR! HUKUM LAUT IlMTERAiASiONAL

  ' U . m / m T f U %

  FAKULTAS H u ; a m UNI VERJMTAS AI RLANw O A

  GANGGUAN TERHADAP PELAYARAN KAPAL-KAPAL DI TELUK PERSIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL S I M P S I DIAJUKAN UNTUK MELEMGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAI-SYARAT UNTUK MENCAPAI GELAR SARJAHA HUKUM OLEH NATALIA TRIYAYI

  

03821.1452

PEMBIM

ABDOEL f S • II ^ * L • !L • M

  N P S . N0T0DIP0ETOrH5iHM -M,S

  PAKULTAS HUKUM UUIVEHSITAS AlftLAUGGA SURABAYA

  

19B8 Untuk : Orangtu&lai, adik-adiklcu dan sah ab at - saliab at k u yang a e la lu meutberi doron gan semangat a e r t a doa.

  KATA PENGAHTAIL Puji syulcur kepada Tuhan Yang Maha 12sa atas rahmatNya sehingga saya dapat raenyclesaikan penulisan akripsi ini dan berha3il menyelesaikan etudi di Pakultaa Hukum Universitas Airlangga. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada orang- tua, adik^adik dan sahabat-sahabat, yang telah. memberi* kan dorongan raoril maupun materiil, Bersama ini pula saya mtmghaturkan terima kasih kepada ; t!* Bapak Abdoel Rasjid, S BH . r L*L*M* yang telah berkonan membimbing aaya dalam menulia skripsi, memberikan petunjuk dan earan, sexfcta monguji akripoi ini*

  2. Bapak Hermauan PS. Uotodipoero, S.H., M.S., dan bapak Haryono, S.H., yang telah berkenan menguji akriptii ini* 3* Perpustakaan Universitac Airlangga yang telah menyediakan bahan bacaan dalam rangka penyusun*- an olcripoi. Didalam akripsi ini mun^kin tordapat kekurangan- kekurangan karena perm&salahan yang a a y a bahas terus berkembang sejalan dengan vaktu. Namun saya berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat box-mitn^aat bagi para pembaca dalam rangka pengembangan studi Hukum inter-

  nasional, khususnya Hukum Laut. Surabaya, 30 Dosembor 1988 Penulis ill

  r u n

  da isi Halaman KATA PENGANTAR,................................ ii S * * * DAPTAR ISI• • . . . . < » » . iv BAB I PENDAHULUAN...... ...... .............

  1 1 * Permaaalahan ; Latar Belakang Ban Rumusannya ......... *•.*.»•

  1

  2. Penjelasan Judul....... 3 3* Alasan Pemilihan Judul...........

  9 4-. Tu^uan Penulisan................ *

  10 5* Metodologi............,..........

  10 6. Pertanggung-jawaban Siaternatika..

  11 BAB II ; PENGATURAN DAN PENGGUNAAN PELAYARAN DI TELUK PERSIA DAN SELAT HORMUZ.... ,

  13 1.. Pengaturan Teluk Persia..........

  1.3 1.1* Letak dan kondici geografia.

  13 1.2# Kedudukan Toluk Persia..... 14- 1.2.a* Teluk Peraia adalah laut terkurung..... .

  15 1.2*1). Perairan Teluk Persia diluar laxit wilayah.*

  16

  2. Ponggunaan Pelayaran Do. Toluk Persia. ........................... ‘19

  34 Pengaturan Pelayaran Di Solat Hormuz«.................. *......

  21

  BAB III : PEMASANGAN RAHJAU-HAHJAU DAW PENEMBAK- AH KAPAL-KAPAL DI TELUK PERSIA OLEH IHAN DAN IRAK SEKTA AKIBAI HUKUHNYA.•..

  26 1. l'injauan Menurut Hukum Laut........ ...26 1*1, Kewenangan Iran Dan Irak di Teluk Persia*....... .......... .. 27 1*1.a. Hak-hak negara pantai,..

  27 1*1*1}. ICewajiban negara pantai.

  29 1*2. Pelanggaran terhadap liukum laut 31

  2. Tinjauan Menurut Hul:um Internaaional 32 221.* Pengertian dan kotentuan-ke- tentuan intervenoi............. 32 2*2, Keterlibatan negara-negara asing*................. ........

  37 2 s2.a. Keterlibatan Amerika

  Serikat < ...... *..*«

  38

  2*2.b. Keterlibatan Uni Sovyet. 40

  BAB IV : A L I E R I M I E CARA-CARA UlfTUK MENYELESAI- KAN MASALAH-........................... .. 42 , | 1, Penyelesaian Secara Damai....... ..... 42 1*1* Negosiasi.... -,........ ......... 42 1 fl2. Good offices clan mediasi...... ..43 1*3. Inquiry...................**.*,. 44 1*4. Konsiliaai*.. *............ ....... 45 1.5« Arbitrace...... „. „........ ......47

  Halainan 2* Penyelesaian Melalui P3333 .*..*...... .. 48

  

2*1.* M elalu i D^uan Koainanan

  49

  2.2. Melalui Majelis Uumiii* **»'•»-»•* • 51 2.3, Melalui Mahkamah. Intemaaional* 53

  BAB V : PENUTUP««• *«.............. ............. .. 56

  1 Kesimpulan. ,0 w **.«..«,.... .. 56 2 * Saran................. »*.,,**.,♦...... .. 57 DAP TAR BACAAN LAMP I RAN - LA MPI RAH

  BAB I PENDAHULUAH 1»« Permagalahan : _ Latar Belakanp; dan Ruvausannya Perang Iran-Iralc berlangaung sejak tahun 1980, ketika Irak menyerbu Iran pada tanggal 22 September dan berhasil menduduki daerah perbataean mulai bagian utara sekitar Qara**e-Shirin hingga ke aelatan aekitar Khorraui-

  • i

  shar di bagian tiraur jalur air Shaft al Arab, Irak menyerang Iran aebab weraca terancam oleh Ayatullah Khomeini yang dianggap iaeropunyai indikasi hen- dak mengekspor revolusi Islamnya ke negara tetangganya. Hal ini membahayakan pemerintah Irak. Lebih dari 50 per- sen penduduk Irak adalah penganut Syiah, aliran yang sa- ma dengan Khomeini 6 sedanglcan Icaum penguasa Irak umuimya dari golongan Sunni. Karena itu, Irak bertujuan hendak menumbangkan kelcuasaan Khomeini« Selain itu Irak ingin inerailiki propinsi Khuaietan yang kaya minyak dan terkenal sebagai Arabistan karona pon- duduknya orang-orang Arab, Irak berharap untuk diterima sebagai negara yang membebaslcan orang-orang Arab di lChu- sistan* dan mendapatkan otonomi atau uebagian kekuaauan di Khuisistan yang didaaarkan pada tuntutan lama terhu- dap propinsi teroebut dengan dalih ingin uielindungi pen- "Bukan Lagi Perang Lua Nttgc.raM , ToiaDO, No*34 Thn X,

  18 Oktober 1980, h #14

  duduk Arab. Melalui kemenangan melawan Khomeini, Irek berharap dapat memirupin dunia Arab dengan cara menye- imbangkan kekuatan di Teluk Persia, Irak juga ingin merebut kembali tiga pulau yaitu Abu Mu­ sa, Tumb Besar dan Tumb Ke'cil dokat Selat Hormuss, yang

  2 pernah. dikuasai Iran aemasa pemerintahan Shah Pahlevi.

  Sejnula Irak mendapat kernenangan dengan menduduki beberapa wilayah Iran, Ketilca itu Iran baru aaja lepas dari kewelxtt di&alam negeri, dengan runtuhnya pemerintah kerajaan dibawah kekuaeaan Shah Pahlevi* Khomeini ber- hasil inenggulingkan Shah Pahlevi melalui revoluai Islam nya, lalu mendirikan Republik Islam Iran* Tetapi keiuudian terbukti Iran mampu mengungguli Irak dan berhasil merebut kembali wilayah yang telah jatuh ke tangan Irak* Hal ini tnenimbulkan kerugian yang beaar dan korban yang banyak di pihak Irak. Irak tak menduga akan wandapat perlawanan yang hebat dari Iran. Nasional- isme Iran ternyata lebih kuat daripada idealiBme per- satuan bangsa Arab. Irak lalu menawarkan perdamaian* Presiden Saddam Husein mau menghentikan perang dan berunding asalkan Shatt al Arab dikuasainya.^ Iran monolak karena Shatt 2 Ibid. h.15. ^"Sues Paman Saddam", Tempo„ No.33 Thn X t 11 Qkto- ber, 1980, h,12.

  al Arab raerupakan hale Iran yang talc dapat diganggu lagi. Shatt al Arab adalah jalur perairan sepanjang 70 mil yang memisahkan Iran-Irak menuju Teluk Persia, Kedua ne~ gara itu mengekspor rninyak melalui jalur tersebut, Dalam perjanjian Aljir 1975* Irak mengakui hak Iran un­ tuk menggunakan jalur perairan tersebut’. Sebagai imbal- annya, Iran akan rnenghentikan bantuan subversib pada gerakan suku Kurdi di bagian utara Irak..Setelah Shah Pahlevi terguling, Irak membatalkan perjanjian itu se­ cara sepihak. Berbagai upaya penyeleaaian telah dilakukan oleh negara-negar ’maupun orgariisaBi-organisaei internasional, namun tidak membawa hasil. Menteri-menteri Penerangan Arab dalam Komunike akhir di Tunis pada bulan Juli 1985, mendesak Iran dan Irak agar segera mengadakan perundingan dibawah pengawasan PBB dan menandatangani perjanjian bersama berdasarkan konvensi internasional* Organisasi Konperensi Islam ( OKI ) dan tton-Blok juga telah mengeluarkan komunike bereama agar Iran dan Irak segera mengakhiri perang, Sekretaris Jendral PBB Javier Perez de Cuellar telah mengadakan pendekatan dengan mengunjungi kedua negara untuk mengupayakan penyelesaian secara damai. Dewan Keamanan PBB juga telah mengtOuarkyn Kqsoluui No. 598 yang menyerukan kedua negara untuk melakukan gencat-

  A

an senjata dan menarik mundur soluruh pasukan masing-

masing ke perbatasan internasional tanpa syarat.

  

Irak menerima resolusi tersebut, namun Iran menolaknya

dengan alasan resolusi tersebut lianya menguntungkan Irak dan tidak menampung aspiraci-aspirasi Iran, Iran mau raenghentikan perang jika PBB menyatakan Irak sebagai agresor, kemudian baru diadakan perundlagan.

Iran mau melakukan perundingan damai jika syarat yang

diajukan dipenuhi, yaitu: penarikan mundur pasukan ke

wilayah perbatasan internasional, pembayaran kerugiaa

oleh Irak, dan penggantian ke-pomimpinan Presiden Husain.^

  Irak menolak syarat-syarat itu, terutama syarat yang ter akhir talc mungkin dilaksanalcan.

  Perang di darat antara Iran-Irak tersebut kemudi­

an meluas menjadi perang laut di perairan Teluk Persia.

  Irak menembaki tanlcer-tanker yang mengangkut minyak dari

pelabuhan Iran dan menyerang terminal minyak di pulau

Sirri dan Kharq. Iran melakukan pembalasan dengan me-

nembaki. tanlcer-tanker yang mengangkut minyak Arab Saudi

dan Kuwait, yang inerupakan sekutu utaina Irak. Iran daln Irak juga menembaki kapal-kapal asing lain yang

melewati teluk. Kapal-kapal itu milik negara-negara di-

luar kav/asan teluk yang memakai bendera dari negara ter-

  ^"Kemenangan Tinggal 3ejengkal", Tem p o , No.28 Thn JtVI, 6 September 19B6, ii.27*

  Perang Iran-Irak juga berlcembang menjadi perang kota. Kedua pihak saling menghantam ibu lcota negara rna- sing-maaing dengan rudal-rudal sehingga menirnbulkan ke- rugiari yang besar dan korban para pendudulc sipil.

  tentu. Iran bahkan memasang r^njau-ranjau laut di perair­ an teluk, Hal ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya Amerika Serikat rnemergOki .1‘regal: Iran yang sedang me- 5 nyebarkan ranjau.

  Akhirnya Iran menerima baik Resolusi Dev/an Ke-

arnanan PBB No. 598 tanpa syarat pada tanggal 18 Juli 1988

aetelah Presiden Husein mengulangi seruan gencatan sen-

jata.^ Iran meiriutuskan demikian karona terdesak oleh berbagai kesulitan ekonomi dan politik akibat perang

yang berkepanjangan, Kelcalahan beruntun yang dialami di

medan perang ikut menentukan nikap Iran tersebut, Irak bei'hasil merebut beberapa wilayah perbatasan yang

strategis. Kedua negara lalu menyetujui gencatan aenjata

yang diiriulai tanggal 20 Agustus 1988 dan telah melakukan

perundingan di Jenewa sejalc tanggal 25 Agustus 1988 di-

bawah pengawasan Sekjen PBB, yang bertujuan mengakhiri

perang. Namun gencatan senjata itu maaih aaja dilanggar,

di kawasan teluk rnaaih terjadi pertei.ipuran-pertempuran. c

  • '"Kompleksitas Ketegangan di Kawasan Teluk Persia11, Jawa E o s , 23 Oktober 1987, h.VI.

  ^"Tanpa Syarat Iran Akhirnya Selniju JJamai", Jawa . l ' o o 19 Juli 1988, h.I.

  Menurut Iran, jalur pelayaran minyak di i'eluk 7 Persia harus aman atau tidak,aman bagi sernua pihak, Pernyataan tersebut bertentangan dengan hulcum laut in­ ternasional yang mendasarkan pada Doktrin Mare Liberum atau laut bebas dari Hugo Grotiua. Ketentuan tersebut berasal dari kebiasaan internasional yang kemudian men- jadi hukum laut tradisional, dan dipraktekan oleh negara- negara di Eropa Barat sejak abaci XVI,® Hukum laut tradisional kemudian berkembang se- iring dengan kemajuan teknologi yang momungkinkan peng- galian sumber kekayaan alam laut yang semula talc ter- jangkau manusia. Beberapa peristiwa dunia yang tirobul ikut mempengaruhi perkembangan hukum laut, seperti Pe- rang Dunia II yang menyebabkaxi -perubahan peta politik dunia sebagai akibat merdekanya bangsa-bungsa yang baru. Perkembangan-perkembangari tersebut melahirkan konsepsi-lconsepsi baru yang ter bent ulc menjadi hukum laut internasional modern sebagaimana tercantum dalam Konven- si-konvensi Hukum Laut di Jenew<i 1958. Seiring berjalannya v/aktu dan k&adaan, konvensi-konvenei tersebut tak dapat lagi rnemenuh.l kebutuhan di bi.dang hu-

  7 "Meningkatnya Perang Itudal Iran-Irak", Jav/a Pos, 15 Oktober 1,987, h.VII.

  Q

  Mochtar ilusumaatmadj a > Hukum Laut .Internasional, Badan Pembinaan Ilukura NaaionaT^eparbLmen Kehakiiuan, Bi­ na Cipta, Bandung, 1973, h.VII.

  

kum laut sehingga kemudian diadakan lconperensi interna-

eional yang diprakarsai PBB untuk menyusun hukum laut

yang baru, Maka terbentulclah Konvenci PBB tentang Hukum

Laut atau UNCLOS ( United Nations Convention on The Law

of The Sea ).

  UNCLOS merupakan hasil konperensi PBB tentang IIu- kum Laut III di Teluk Montego, Jamaika, 10 Desember 19.82 UNCLOS termuat dalam dokumen PBB 13o„A/ C0iTF.62/ 122

tanggal 7 Oktober 1982* yang terdiri dari 17 bab dan 320

q

pasal. UNCLOS memuat seluruh ketentuan hukum tentang

laut, diadopsi dari Konvensi-konvunsi Hukum Laut di Je-

nev/a 1958 yang kemudian dilengkapi. Hukum laut yang baru

ini bertujuan mernelihara perdamaian, kcadilan, clan ka-

majuan bagi seluruh m a n u s i a . ^

  Berdasarkan uraian mengenai latar belalcang per-*

masalahan diatas dan ketentuan-kttentoan hukum tentajg

laut, maka dapat saya Icetenguhkan jaasalah yang akan di-

bahas dalam penulisan ini.

'Pertain*, bagaimana pengaturan dan penggunaan pelayaran

di Teluk Persia serta bagaimana pongaturan pelayaran di

  ^Sahono Subroto, Sunardi, Wahyono, Konvensi PBB ten- taag Hukum L a u t . Cet.ke 1, Surya Indah * “^JaKrta, "

  1 ,

  ,OV/0lfgang Graf Witshuia and Hojvate Platzoder,M Thu United Nations Convention on The Lav/ of The Sea: The Pros and Cons11, Law and State, Vol.28, The Institute for Scientific Coopei-ation,” Tubi i70 un , h.35#

  Selat Hormuz?

  

Kedua, sejauh mana dapat dilakukan pencegahan dan pe~

nanggulangan terhadap gangguan pelayaran tersebut inenurut

  hukum laut internasional, serta bagaimana akibat hukumnya?

  i Ketiga, bagaimana cara-cara yang dapat ditempuh untuk me- nyeleaaikan masalah tersebut? Dari rumusan diatas, masalah tersebut akan dibahas berdasarkan tinjauan yuridiy.

  2, Pen.jelasan Judul Penulisan skripsi ini berjudul ;" GANGGUAN TER­

HADAP PELAYARAN KAPAL-KAPAL DI TiJlUK PJ2RSI a DITINJ a U

DARI HUKUM LAU11

INT]3HNASIOHAL.1

  1 Yang dima'ksud dengan gangguan terhadap pelayaran

kapal-kapal di Teluk Persia adalah pernasangan ranjau -

ranjau dan penembakan rudal-rud&l terhadap kapal-kapal

yang melewati Teluk Persia, yang dilakukan oleh Iran dan

  Irak.

  Yang diraaksud dengan hukum laut internasional ada­

lah bigian dari hukum internasional publik yang berisi

keteniuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum

antara subyek hukum berkenaan dengan hak /. kepentingan di laut seperti hak atas semua suruber kekayaan alam laut dan dasar laut, lintas laut dan lintas udara, penelitian

  ilmiah kelautan, serta perlindungan lingkungan laut.

  3« Alasart emiliban Judul

  V A l a s a n pertama, karena perang Iran-Irak telah ber-

kembang menjadi perang kota yang mengakibatkan jatuhnya

korban para penduduk sipil. Maain^-maning pihak merasa

mendapat ltemenangan dan berhasil menimhulkan kerugian yang besar, kemudian iflengumumkamiya kepada pern dunia.

  Alasan lcedua, karena perang Iran-Irak telah me- i luas menjadi perang teluk yang terbuka dan melibatkan negara-negara lain sehingga menambab keruh situaoi.

  

Pemasangan ranjau-ranjau dan puiumbakan kapal-kapal di

Teluk Persia rnerupakari gangguan terhadap lalu-lintan pe­

layaran internasional, yang rnerupakan kebutuhan vita],

bagi negara-negara lain yang berkepentingan dalam meng-

gunakan Teluk Persia.

  Alaaan ketiga, karena Iran dan Irak telah ine-

ratifikasi Konvensi-konvcnci Jenewa 1953. Irak juga te­

lah meratifikasi UNCLOS 1982, s<.dang!.;ar« Iran hanya r.u-

nandatangani, namun UNCLOS 198,? ju^a bcrlaku terhadap

Iran. V/alaupun UNCLOS 1982 tidw.k diratii’ikaci, akan, tetap diterima melalui konsensus umum masyarakat internasional

sebagai. operational umum. Maka uelayaknya Iran dan Irak

molakscinakan ketontuan-ketentuan yang terdapat didalam

  UNCLOS 1982 secara konaekuen.

  4. Tujuan Penulisan Penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut ; a* Untulc memenuhi persyaratan akademis di Fakul- tas Hukum Unair guna memperoleh gelar sarjana, b. Untuk memberik£in suatu sumbangan pemikiran terhadap masalah yang terjadi, khususnya yang menyanglcut hukum laut, c* Untuk mengetahui sejauh mana peranan dari hu- lcum laut terhadap masalah pemasangan ranjau- ranjau dan penembakan kapal-kapal di l'eluk

  Persia, sehubungan dengan perang Iran-Irak*

  5. Metodologi a. Pendekatan masalah.

  Pembahasan dalam penalisan ini adalali pembahasan

dari segi hukum sehingga pendekatan masalahnya adalah

pendekatan yuridis dengan meadasavkan pada ketentuan yang berlaku,

b. Sumber data.

  Sumber data yang digunakan berupa; buku, majalah,

surat kabar, bacaan lainnya serta sumber lain yang men-

dukung yaitu informasi dari lembaga tertentu yan^ berisi keterangan yang berkaitan dengan masalah ini.

c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.

  Pengumpulan data dengan cara mengadakan studi ke-

pustakaan dan rnenginve nt ar i s a s ilean bahan-bahan dari sum-

  

ber data, kemudian dari hasil pengumpulan tersebut di-

adakan pengolahan data dengan cara mengambil inti yang

terkandung. Setelah itu dilakukan pembahasan secara yu-

ridia*

d. Analisa data.

  Analisa yang saya pilih adalah analisa deskriptif.

Masalah yang ada, saya analisa guna memperoleh beberapa

keaimpulan dan jawabannya,

6. Pertanggung-nawaban Sistematlka Penulisan skripsi ini, saya bagi dalam lima bub.

  Bab pertaina merupalcan bab pendahuluan karena da-

lain bab ini diuraikan mengenai Jatar belakang dari masa­

lah yang akan dibahas.

  Sebelum pembahasan masalah pokok, perlu diketuhui

lebih dulu pengaturan dan penggunaan pelayaran di Teluk

Persia serta pengaturan pelayaran di S^lat Hormuz.

  Dalam bab kedua diuraikan mengenai letalc, kondisi

geograi’is, dan kedudukan serta penggunaan pelayaran di

Teluk Persia..Juga diuraikan mengenai pengaturan transit passage di Selat Hormuz. Dari aini kita akan lebih rnudali

dan runtut dalam menganalisa dan membahas permasalahan.

  Pada bab ketiga, pembahasan dinruhkan pada pokok masalah. Pc-ncegahan dan pcnanggulangau terhadap ganggu-

an pelayaran ditinjau berdasarkan hukum laut internasio­

nal, dikaitkan dengan kewenangan Iran dan Irak sebagai negara pantai. Disini juga diurailcan mengenai campur ta­

ngan negara-negara asing sebagai akibat dari pemasangan

ranjau-ranjau dan penembakan kapal-kapal, ditinjau dari

hukum internasional.

  Dalam bab keempat diurailcan mengenai cara-cara

yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah ini, ya-

itu penyelesaian secara damai'dan penyelesaian dibawah PBB,

  Seperti lazimnya dalam penulisan ilmiah, diperlu- kan kesimpulan dan saran. Ini saya letakkan pada bab terakhir yaitu bab kelima sebagai penutup.

  

Saya mengambil kesimpulan setelah membahas dan rnengkaji

masalah tersebut. Kemudian dari kesimpulan itu, saya co~

ba memberikan saran-saran guna ikut mengatasinya.

  PJ3NGATURAN BAN PENGGUNAAN PK1AYARAN

DI TELUK PERSIA DAN SELAT HORMUZ -

1. Pengaturan Teluk Persia 1.1.Letak dan kondisi geografis.

  Teluk Persia terletak diantara Semenanjung Arab

  2 dan Iran, mempunyai luas 241 .000 km . Dari hulu sungai

Shatt al Arab hingga muaranya di Selat Hormus, panjang-

nya lebih kurang 430 mil laut dan lebar maksimal 160 mil

laut dengan kedalaman yang paling dalam sekitar 100 me-

  11

  ter dan rata-rata tidak lebih dari 40 rneter. Bagian

yang lebih dalam ada di bagian teluk yang lebih rendah

dan sepanjang pantai pegunungan Iran.

Ada delapan negara yang letaknya mengelilingi teluk ya-

itu: Iran dan Irak yang membentang dari Selat Hormuz, Kuwait, Saudi Arabia, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan Omman yang menghadap sebelah barat Shatt al Arab,

  Di kawasan Teluk Persia terkurnpul sedikitnya 60 %

dari sumber minj'-ak dunia, sekitar 370 milyar barrel mi-

  1 ' ?

nyak, yang terbagi dalam delapan negara teluk. ‘ Adanya

^ R i c h a r d Young," The Persian Gulf", R.Churchil,

K.R.Simmonda, Jane Welch, New Direction : In The Law of

The S e a , Vol.Ill, The British Institute of International and Comparative Law, London, 1973, h.231.

  Sumber minyak ini menjadikan negara-negara tersebut mem- peroleh penghasilan yang tinggi dari ekspor minyak burai. Selain memberikan keuntungan ekonomi, sumber minyak ini juga membaua implikasi politic dan strategis. 1*2.Kedudukan Teluk Persia. Perairan Teluk Persia dianggap sebagai bagian da­ ri laut lepas, kecuali sekeliling laut wilayah. sepanjang dataran pantai* Hal ini dinyatakan oleh ahli-ahli hukum dari komite dalam Konperensi Internasional Perdagangan 1 ’*$ Senjata di Jenewa tahun 1925. Menurut komite khusus, sesuai dengan pandangan Hukum Internasional* status TeLuk Persia sama dengan laut terbuka. Teluk Persia merupakan laut terkurung ( enclosed sea ) yang digunakan untuk berbagai tujuan.**^ Perairan yang substansial dari teluk adalah vvewenang nasional di bawah rezim laut wilayah dari nogara pantai tetapi de­ ngan hak innocent passage ( lintas damai ) untuk kapal- kapal asing*

  1 2

  Anthony Hyman,” Security Contrains in The Gulf States", Conflict Studies, No.168, The International for Study of ConfU'c'FV'"London, h.3* 1 ^ ^Richard Young, op.cit., h.232.

  14Ibid., h,238. Lihat juga Anthony Hyman, op.cit», h.4-.

  Dari delapan negara teluk, ada lima negara yang mengklaim laut wilayahnya eelebar 12 mil yaitu: Saudi Arabia pada tahun 1958, Irak pada tahun 1958, Iran pada tahun 1959* Kuwait pada tahun 1967 dan Omraan pada tahun 1972. Sedangkan Bahrain, Qatar dan Uni Emirat Arab belum meraberikan pernyataan berapa lebar laut wilayah masing- masing, tetapi umumnya negara-negara berkembang meng­ klaim laut wilayahnya oelebar 12 mil. Hal ini demi rae- lindungi kepentingan-kepentingan dan menjamin keamanan negara-negara. tersebut di laut wilayah. Tak ada ketentuan lain yang mengatur tentang per- airan diluar laut wilayah negara-negara teluk. Hal ini menyulitlcan untuk menentukan hak-hak yang timbul dari perairan di laut wilayah negara pantai, Metode lama yang biaaanya digunakan untuk memecahkan maaalah ini. adalah melalui perjanjian internasional, tetapi dalam hal ini talc ada perjanjian internasional antara negara-negara teluk, khususnya antara Iran~Irak sebagai pihak-pihak yang berperang, mengenai pengaturan Teluk Persia. Karena itu kita pergunakan saja ketentuan-ketentuan yang telah ada*

  1,.2.a.Teluk Persia adalah laut terkurung ( enclosed oca ).

  Hal ini dinyatakan oleh ahli hukum internaoio*- nal Richard Young dan Anthony Hyman. Ketontuan mengenai laut terkurung dan aetengali

  terkurung terdapat dalam UNCLOS 1982 pasal 122 dan 123,

  Pasal 122. menjelaskan definisi laut terkurung atau se-

  15 tengah terkurung : ' For the purpose of this Convention, "enclosed or semienclosed sea" means a gulf, basin, or aea surrounded by two or more state and connected to another sea or the ocean by a narrow outlet or consisting entirely or primarily of the territorial seas and exclusive economic zones of two or more coastal states. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat di- ketahul bahwa Teluk Persia termasuk laut terkurung, se~ bab Teluk Persia dikelilingi oleh beberapa negara yaitu Iran, Irak Saudi Arabia, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan Omman; yang dihubungkan dengan laut terbuka yaitu Arabia; oleh suatu celah sempit yaitu Selat Hormuz. Jadi Teluk Persia memenuhi syarat untuk laut terkurung* 1*2.b, Perairan Teluk Persia diluar laut wilayah- Lebar teluk yang hanya 160 mil laut sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk dilcategorikan kedalam laut lepas, karena.setelah dikurangi 12 mil yang merupakan laut wilayah negara pantai dan hingga aejauh 200 mil yang merupakan zona ekonomi ekaklusif, perairan teluk ^ S a h o n o Subroto, Sunardi, Wahyono S.K*, Konvensi PBB tentang Hukum Laut, Cet.ke 1, Surya Indah, Jakarta, T9B3, fiTi'45" tidak mencukupi bahkan tidak memungkinkan untuk adanya laut lepas, bila negara-negara teluk mengklaim zona ekonomi oksklusif. Namun diluar laut wilayah negara pan­

tai, perairan Teluk Persia terbuka untuk lalu lintaa pe­

layaran negara-negara martapun. Ini menurut pandangan hu­

kum internasional yang berasal dari keb.iar.aan internasio­

nal yang berlaku sejak dahulu. Telah berabad-abad Teluk

Persia digunakan untuk bcrbagai tcepentingan terutama d&-

lam bidang pordag&ng&n. Teluk Persia merupakan sarana transportasi yang vital bagi para pedagang. Banyak kapal-

kapal yang merapat di pelabuhan-pelabuhan sekitar teluk.

  Dibawah ini diaebutkan ke Lent.uan-ketentuan me­

ngenai zona ekonomi eksklusif dan laut lepas, yang di-

kaitkan dengan Teluk Persia.

  Pasal 55 UNCLOS 1982 menguraikan pengertian zona

ekonomi eksklusif yaitu wilayah diluar dan berdamp.ingan

dengan Laut Teritorial, yang tunduk pada rezim hukiun khusus^yang ditetapkan, dimana Lak-hak dan jurisdikni negara pantai dan hak-hak stirU kehebauan-kcbebasan ne­

gara lain diatur oleh ketentuan-kotentuan yang relevan

dan konvensi ini.

  Pasal 86 UNCLOS 1982 monguruikan pengertian laut

lepas yaitu semua bagian dari laut yang bukan termacuk

laut teritorial, perairan pedal Lilian atau perairan ke-

pulauan suatu negara, dan sona ekonomi eksklusif*

Pasal 55 berkaitan dengan .nana] 86.

  Sebelum negara-negara teluk inengklaim zona ekonomi eksklusif, maka perairan teluk diluar laut teritorial merupakan laut lepas. Apabila negara-negara teluk meng- klaim zona ekonomi eksklusif, raaka Teluk Persia tidak memunglcinkan adanya laut lepas karena lebar teluk hanya 160 rail, Diluar laut teritorial negara pantai, berlaku freedom of navigation untuk pelayaran kapal-kapal asing, Kemudian pasal 74 ayat 1 UNCLOS 1982 menegaskan bahwa penetapan zona ekonomi eksklusif antara negara-ne­ gara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus diadakan dengan persetujuan atas dasar hukum internasio­ nal untuk mencapai suatu pemecahan yang adil. Negara-ne- gara teluk berhak mengklaira zona ekonomi eksklusif sain- pai jarak setengah dari lebar teluk yaitu 80 mil ber­ dasarkan penarikan garis batas yang sama jarak ( equi- distance line ), atau dapat juga menetapkan zona ekonomi eksklusif dengan mengadakan persetujuan antara negara- negara tersebut.

  Pasal 58 Juneto pasal 87 UNCLOS 1982 menegaskan kebebasan pelayaran di zona ekonomi eksklusif, Kebebaean itu meliputi : (a) Kebebasan pelayaran dan penerbangan; (b) Kebebasan untuk memasang kabel-kabol dan saluran pipa-pipa dibawah permukaan laut; (c) Penggunaan lain yang sah menurut hukum internasional yang bertalian dengan kebebasan-lcebebasan ini.

  Ada ketentuan penting yang tercantum didalain pasal ini yang membatasi kebebasan pelayaran, Kapal-kapal asing berhak melakukan pelayaran nanmn sesuai dengan ketentuan dalam pasal ini yang menyatakan bahwa kebebasan berlayar tak boleh* diartikan secara mutlak, maka harus pula di- perhatikan kepentingan-kepentingan negara-negara lain,

  Pasal 88 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa laut lepas diperuntukan bagi tujuan-tujuan damai. Ini berarti laut lepas tak boleh digunakan untuk makaud-makaud yang ber~ tentangan dengan kemanusiaan dan yang dapat merugikan kepentingan masyarakat umumnya* Hal ini juga berlaku terhadap Teluk Persia, Pemasangan ranjau-ranjau dan penembakan kapal-kapal yang dilakukan Iran dan Irak ber- tentangan dengan ketentuan pasal tersebut* Pasal 89 UNCLOS 1982 menegaskan bahwa tak satupun negara yang berhak niengklaim laut lepas menjadi kedaulat- annya* Laut lepas tidak berada dibawah kedaulatan negara tertentu, melainkan terbuka untuk seraua negara, Kapal-kapal asing berhak menggunakan perairan Teluk Persia dan melakukan pelayaran.'

2. Penggunaan Pelayaran di Teluk Persia

  Kawasan Teluk Persia merupakan pengfrasil minyak yang terbeaar. Setiap hari beberapa juta barrel minyak mentah diproduksi dari ladang-ladang minyak lepas pantai yang tersebar di aepanjang teluk, Aktivitas ini menimbul-

  kan kebutuhan sarana untuk menunjang kelancaran produksi terutama yang menyangkut tranaportasi. Minyak yang di** hasilkan dari ladang-ladang minyak lepas pantai diekspor ke luar negeri melalui laut yang diangkut dengan tanker- tanker. Selain itu perairan Teluk Persia juga digunakan untuk lalu-lintas kapal-kapal niaga lainnya.. Hal ini rne- nimbulkan masalah baru mengenai pelayaran, bagaimana mengatur penggunaan perairan teluk sehingga dapat men- cakup berbagai kepentingan*

  Pasal 14 Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Wila­ yah dan pasal 1.7 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa setiap kapal berhak melakukan lintas damai di laut wilayah. Kemudian pada pasal 19 UNCLOS dijelaskan pengertian lin­ tas damai yaitu sepanjang tidak melanggar kedamaian, ke- tertiban atau keamanan negara pantai. Ketentuan mengenai lintas damai ini dapat dikonfirmasikan melalui perjanji- an internasional dan peraturan hukum internasional lain- nya. Sesuai dengan ketentuan kedua pasal diatas, maka setiap kapal berhak melakukan pelayaran di laut vrilayah negara-negara kawasan Teluk Persia sepanjang tidak meng~ ganggu kedamaian, melanggar ketertiban dan keamanan. Pasal 14 ayat 6 Konvensi Jenewa 1958 tentang La­ ut Wilayah dan pasal 20 UNCLOS menyatakan bahwa kapal- kapal selam dan sejenisnya wajib untuk berlayar diatas permukaan laut wilayah dan harus memperlihatkan bendera- nya* Ini berarti terhadap kapal-kapal selam dan sejenis-

  nya yang berlayar di Teluk Persia berlaku ketentuan yang sama.

  Pasal 23 UHC10S 1982 menegaskan bahwa kapal-kapal asing yang bertenaga nuklir dan kapal-kapal yang mem- baua muatan nuklir atau aat-zat yang berbahaya dan rne- rusak lainnya bila raelalui laut wilayah, wajib wembawa dokumen-dokumen dan memenuhi tindalcan-tindakan pen- cegahan yang ditetapkan oleh perjanjian-perjanjian in- ternasional untuk kapal-kapal demikian. Ini berarti kapal-kapal asing yang dapat digolongkan kedalam kriteria diatas, wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan bila melalui laut vilayali dari negara-ne&ara kawasan Teluk Persia.

  1

  3» Pengaturan Pelayaran di Selat Hormuz Selat Hormuz merupalcan bagian dari Teluk Persia

  1

  yang paling aempit dan merupakan jalan rnaouk menuju te- luk. Panjang Selat Hormuz 16,5 mil dan lebarnya lebih.

  16 kurang 26 rail* Selat Hormuz tei'masuk nelat internasio- nal karena sejak dahulu dipergunakan sebagai lalu-lintau kapal-kapal ke Teluk Persia dan dari Teluk Persia, ter- utama kapal-kapal yang mengangkut minyak. Ketentuan mengenai selat-selat yang dipergunakan untuk pelayaran internaeional tidak diatur dalam Konven- ^ R i c h a r d Young, op,cit., h,231.

  si-lconvensi Jenewa 1953* melainkan diatur dalam Bagian

  III UNCLOS 1982 pasal 34-45 - Berdaearkan fungainya ae~ bagai lalu-lintas pelayaran internasional, maka terhadap Selat Hormuz berlaku ketentuan mengenai transit passage yang terdapat didalam pasal 37“44> seksi 2.

  Pasal 37 UNCLOS 1982 raenyatakan babwa seksi 2 ber­ laku terhadap selat-selat yang dipergunakan untuk pe­ layaran internaalonal antara satu bagian dari laut bebas atau suatu zona ekonomi eksklusif dengan bagian lain da­ ri laut bebas atau auatu zona ekonomi eksklusif* Ketentuan ini sesuai dengan kondisi geografis Selat Hor­ muz yang terletak antara Laut Arabia dan Teluk Persia, yang merupakan laut bebas, dibubungkan oleh. Selat Hormuz* Pasal 38 ayat 2 UNCLOS 1982 menegaskan bahwa transit passage harus sesuai dengan kebebasan pelayaran dan lintas udara yang bersifat meneruakan dan melanjut- kan perjalanan melalui selat tetapi tidak merintangi pe­ layaran melalui selat dengan maksud untuk raemasuki, me- ninggalkan atau kembali dari suatu negara yang berbatas- an dengan selat itu dengan meinenuhi syarat-syarat rnasuk- nya ke negara tersebut. Berdasarkan pasal ini, maka se- tiap lcapal berhak melakukan transit passage melalui Selat Hormuz asalkan memenuhi syarat-syarat inaauk ke negara yang berbatasan dengan selat. Pasal 39 UNCLOS 1982 menegaskan tentang kewajiban kapal-kapal dan pesawat terbang apabila melakukan transit

  passage ; ■ * Meneruskan tanpa menunda melalui atau diatas selat; - Menghentikan setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan negara-negara yang berbatasan de­ ngan selat atau dengan cara lain yang bertentangan do- ngan prinsip-prinsip hukura internasional seperti ter- cantura dalam Piagara PBB; - Menghentikan setiap kegiatan selain dari kejadian de- ngan cara yang biasa dalara melanjutkan dan meneruskan lintas pelayaran kecuali diperlukan akibat lceadaan darurat atau karena kecelakaan; - Memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang relevan dalara . bagian ini. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap kapal-kapal yang melakukan transit passage melalui Selat Hormuz.

  Pasal 41 ayat 1 UNCLOS 1982 raenyatakan bahwa ne­ gara-negara yang berbatasan dengan selat dapat menentukan alur-alur laut dan raenetapkan pemisahan lalu-lintas alur-alur untuk pelayaran di selat dengan maksud me- ninglcatkan keselamatan pelayaran. Kemudian ayat 6 menegaskan bahwa negara-negara yang ber­ batasan dengan selat harus secara jelao menunjukkan alur- alur laut dan pemisahan lalu-lintas alur-alur laut yang dirumuokan kedalam peta dan menguraumkannya* Selanjutnya ayat 7 menegaskan bahwa kapal-kapal yang me­ lakukan transit passage harus monghormati alur-alur laut

  dan pemisahan lalu-lintas alur-alur yang ditentulcan pa­ sal ini.

  

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan paaal ini, malca negara-

negara yang berbatasan dengan Selat Hormuz dan kapal-ka­

pal yang inelalui selat tersebut v/ajib menerapkannya*

  Pasal 42 ayat 1(a) UNCLOS 19Q2 menyatakan bahwa negara-negara yang berbatasan dengan selat dapat menetap- kan hukum dan peraturan-peraturan mengenai transit passage melalui selat,yang berkenaan seluruhnya atau se- bagian untuk menjaga keselamatan pelayaran dan peraturan tentang lalu^lintas laut eeporti yang ditentulcan dalam paaal 41* Kemudian ayat 2 iaenyatakan bahwa hukum dan peraturan demikian tidak akan roenimbulkan diskriminasi baik dalam bentuknya maupun kenyataannya diantara kapal- kapal aai'ag atau dalam pelakaanaannya mempunyai akibat yang bersifat mengingkari, menghambat atau mengui'angi hak transit passage seperti ditentukan dalam seksi ini. Kemudian ayat 3 dan 4 menegaakan bahwa negara-negara yang berbatasan dengan selat uajib mengumumkan seraua hukum dan peraturan-peraturan torsebut, dan kapal-kapal asing yang melakukan transit passage wajib rnenaatinya, Selanjutnya ayat 5 menyatakan bahwa negara bendera kapal atau negara tempat pendaratan kapal terbang yang mein- punyai kelcebalan kedaulatan apabila bertindak bertentang- an dengan hukum atau peraturan-peraturan demikian atau ketentuan lain yang terdapat pada bagian ini akan me-

  nimbulkan tanggung-jawab international atas setiap ke- rugian yang menimpa negara yang berbatasan dengan selat- Berdasarkan isi paaal 42, maka ketentuan-ketentuan ter­ sebut wajib diterapkan oleh negara-negara yang berbatas- aii dengan Selat Hormuz dan kapal-kapal yang melakukan transit passage.

  Pasal 44 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa negara-ne­ gara yang berbatasan dengan selat tidak diperlcdnankan raenghalangi transit passage dan rnenguiimmkan adanya ba- haya terhadap pelayaran dan lintas udara didalam atau diatas selat-selat yang telah diketahxd. Tidak boleh ada penundaan dalam transit passage. Ini berarti ketentuan tersebut uajib dijalankan oleh ne­ gara-negara yang berbatasan dengan Selat llormua demi ke- lancaran transit passage dan keselaraatan pelayaran.

  BAB III PEMASANGAIT RAHJAU-RANJAtJ DAN PEHEMBAKAN KAPAL-KAPAL DI TELUK PERSIA. OLEH IRAK DAW IRAK SERTA AKIBAT HUKUHiTYA Sejalc av/al perang teluk afitara Iran.dan Irak pada

tahun 1981, banyak sekali kapal-kapal yang terkena ran-

jau dan menjadi korban cerangan rudal-rudal Iran dan Irak. Tindakan-tind&kan itu dilaltukan Iran dan Irak laun^-

kin dcmi kepentingan nasional yang bortujuan melindungi

Iceamanan negara masing-m&sing dari cainpur tangan pihak-

pihak lain. Iran dan Irak sama-sama khawatir bila kapal-

kapal tersebut menganglcut amunisi dan persenjataan atau

memasok bantuan lainnya untuk kepentingan pihak lawan.

  Tindakin Iran dan Irak tersebut mengakibatkan kapal-kapal

asing yang tak ada sangkut-pautnya dengan perang teluk

menjadi korban, sebingga inorugikan negara-negara lain

serta meiabahayakan keselainatan pelayaran .international♦

  1.L Tinjja.uan Menurut Hukum Laut Internaoional " Iran dan Irak aebagai negara pantai dapat member- lakukan jurisdiksinya hanya di laut wilayali- Ada ketentu-

an-ketentuan yang mengatur tentang kevenangan negara pan­

tai di laut wilayah.

as

  1.1.Kewenangan Iran dan Irak di Teluk Persia. Iran dan Irak sebagai negara pantai inempunyai ke­ wenangan tertentu di laut v/ilayah mengenai hak-hak dan kewajiban, yang tercantum didalam Konvensi Jenewa 1958 tentang Iiaut Wilayah clan UNCLOS 1982. 1.1.a.Hak-hak negara pantai.

  Pasal 15 ayat 1 Konvenoi Jenewa 1958 tentang La­ ut V/ilayah dan pasal 21 UNCLOS raenyatakan bahwa negara pantai dapat menerapkan hukum dan peraturan perundangan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan lconvensi dan per- aturan^-peraturan hukum internasional lainnya berkenaan dengan lintas damai melalui laut wilayah yang menyangkut keselamatan pelayaran dan peraturan tentang lalu-lintas laut ( pasal 21 ayat ,T(a)

  

) 9