HUBUNGAN USIA PERNIKAHAN PERTAMA IBU DENGAN KEINGINAN PERNIKAHAN DINI ANAK PEREMPUANNYA DI INDONESIA

  

HUBUNGAN USIA PERNIKAHAN PERTAMA IBU DENGAN KEINGINAN

PERNIKAHAN DINI ANAK PEREMPUANNYA DI INDONESIA

1 2 1 Nur Farida Kusumawati dan Sukarno

Fakultas Kesehatan, Universitas Mayjen Sungkono,

2 Jl. Irian Jaya No. 4 Mojokerto – Jawa Timur

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Pusat,

Jln. Permata no. 01 Halim Perdanakusuma Jakarta Timur

  Abstrak

  Pernikahan usia dini masih marak dilakukan remaja dan terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi pernikahan dini diantaranya ekonomi, kehendak orang tua, agama, hamil diluar nikah. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia pernikahan pertama ibu dengan keinginan sendiri pernikahan dini anak perempuannya. Populasi adalah wanita yang menikah dini pada umur kurang dari 21 tahun dan pada saat penelitian berusia kurang atau sama dengan 27 tahun. Penelitian di 3 provinsi, yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo dengan mempertimbangkan kewilayahan serta ASFR 15 -19 Tahun yang tertinggi berdasarkan data Susenas Tahun 2015. Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis deskriptif (univariat dan bivariat) dan analisis inferensial (multivariat) menggunakan model regresi logistik biner. Analisis data menggunakan perangkat lunak stata. Kesimpulan dari studi ini, secara deskriptif ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu tergolong rendah dengan anaknya yang rendah juga memungkinkan adanya transfer pengetahuan dan pengalaman dalam hal pengasuhan terhadap anak perempuannya. Keinginan yang didasari dari sendiri untuk melakukan pernikahan dini tergolong tinggi yaitu sebesar 80 persen. Alasan sudah hamil sebelum menikah 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa mereka melakukan pernikahan dini karena sudah berhubungan seks di usia remaja. Secara statistik ibu yang tinggal bersama anak yang sudah menikah mempunyai peluang bermakna berhubungan dengan keinginan anak perempuannya akan menikah dini 0,4 kali (OR 0.4, 95%CI 0.23 - 0.84; p-value 0.012) sedangkan ibu yang jumlah anak lebih dari dua memiliki peluang 2,8 kali (OR 2.8, 95%CI 1.01 - 8.02; p-value 0.047) anak perempuanya untuk menikah dini berdasarkan keinginan sendiri.

  Kata Kunci: Pernikahan usia dini, Usia kawin pertama, Remaja, Keinginan menikah dini

  pernikahan dini adalah pernikahan yang

I. PENDAHULUAN

  dilakukan wanita yang menikah dibawah usia Pernikahan usia dini dalam tiga dekade 21 tahun dan pada saat penelitian berusia terakhir telah banyak berkurang di berbagai lebih besar atau sama dengan 27 tahun baik Negara. Tetapi tidak di negara berkembang yang masih berstatus menikah maupun yang terutama bagi masyarakat yang tinggal di sudah bercerai. daerah pelosok/ terpencil pada kenyataannya masih banyak terjadi dan masih berkembang.

  Umumnya seorang anak yang kurang Berbagai strata ekonomi dengan beragam dari 18 Tahun masih belum dianggap mampu latarbelakang melandasi terjadinya pernikahan memberikan persetujuan secara sadar terhadap usia dini terjadi di daerah pedesaan maupun 1 berbagai hal yang dianggap penting untuk perkotaan di Indonesia . menentukan pilihannya. Usia yang masih sangat dini mereka seharusnya duduk di

  Pernikahan dini (early mariage) bangku sekolah tidak sebagai istri atau suami merupakan suatu pernikahan formal atau tidak

  (Sagade, 2005). Survei Sosial dan Ekonomi formal yang dilakukan dibawah usia 18 tahun Nasional (SUSENAS) oleh Badan Pusat

  (UNICEF, 2014). Suatu ikatan yang dilakukan Statistik (BPS) pada tahun 2012 menunjukkan oleh seseorang yang masih dalam usia muda bahwa di antara perempuan pernah kawin usia atau pubertas disebut pula pernikahan dini 20-24 tahun, 25 persen menikah sebelum usia

  (Sarwono, 2007). Sedangkan Al Ghifari 18 (BPS, 2016). (2002) berpendapat bahwa pernikahan muda adalah pernikahan yang dilaksanakan diusia remaja. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan

  https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132 https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132

  Pernikahan di usia muda tidak lepas dari peran orang tua dalam menentukan keputusan untuk menjalaninya. Orang tua juga memiliki peran yang besar untuk penundaan usia perkawinan anak (Algifari, 2002). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhajati, dkk (2013) yang mengungkapkan bahwa keputusan menikah di usia muda sangat ditentukan oleh peran oang tua.

  Pekerjaan pelaku pernikahan dini juga merupakan faktor lain yang berhubungan . Pekerjaan dapat digunakan untuk mengukur status sosial ekonomi serta masalah kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja (Guttmacher dalam Yunita, 2014). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zai (2010) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian pernikahan dini dengan pekerjaaan responden. Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan status sosial, pendapatan, pendidikan dan masalah kesehatan.

  Kesehatan reproduksi remaja tersebut akan cenderung terdampak secara negatif jika melakukan pernikahan dini terutama baik dari segi sosial ekonomi, psikologis dan fisik (Nad,2014). Pernikahan usia dini akan berdampak pada kesehatan reproduksi salah satunya yaitu perempuan usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar meninggal saat melahirkan dibandingkan yang berusia 20- 25 tahun, sedangkan usia di bawah 15 tahun kemungkinan meninggal bisa lima kali. Perempuan muda yang sedang hamil, berdasarkan penelitian akan mengalami beberapa hal, seperti akan mengalami pendarahan, keguguran, dan persalinan yang lama atau sulit (Yenrizal Makmur dalam Nad, 2014).

  Selain masalah kesehatan perlu kita lihat juga peran pengasuhan yang diajarkan orang tua terhadap anak perempuannya terkait pernikahan dini. Isu mengenai kesetaraan gender juga menjadi latar belakang terjadinya pernikahan dini. Ketidaksetaraan gender menyebabkan Pernikahan usia dini serta bagaimana pandangan dalam masyarakat terhadap perempuan dan anak perempuan, komunitas, dan keluarga. Jika sebagian besar beranggapan bahwa peran perempuan adalah sebagai istri dan ibu maka mereka lebih besar kemungkinannya untuk dinikahkan pada usia muda. Para orang tua khususnya yang dulunya juga menikah pada usia dini perlu untuk mendapatkan pengetahuan mengenai pengasuhan anak sehingga ketika mereka memiliki kepercayaan diri untuk dapat mengasuh anak.

  Kajian dalam pola pengasuhan menunjukkan hal yang berbeda-beda. Pola yang banyak muncul dalam penelitian adalah pola pengasuhan yang didasari oleh kontrol, tuntutan, dan perhatian (misal Jenkins, Rasbash & O’Connor, 2003; Greenberger & Goldberg, 1989). Pola asuh atau cara pendekatan orangtua pada anak akan muncul dalam pendekatan yang otoritatif atau otoriter dan permisif. Sementara itu menurut Baumrind (Garbarino & Benn, 1992) pendekatan otoritatif adalah pendekatan yang ideal karena di dalamnya terdapat keseimbangan yang tepat antara ketiga aspek pola pengasuhan tersebut. Penelitian ini tertarik untuk melihat apakah ada hubungan ketika usia perkawinan ibunya menikah pada usia muda juga akan mengajarkan atau secara alami diturunkan ke anak perempuanya juga. Oleh karena itu penelitian ini menguji pengaruh usia pernikahan pertama ibu terhadap pernikahan dini anak perempuannya.

  II. METODE

  Studi ini merupakan studi evaluasi bersifat deskriptif dengan pengumpulan data melalui pendekatan kuantitatif, kualitatif dan data sekunder. Pendekatan kuantitatif terdiri dari wanita nikah dini dan orang tuanya serta gambaran karakteristik sosio-demografi, Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) dalam hal kesehatan reproduksi, PSP terhadap nikah dini, pengetahuan dan keikutsertaan dalam program Pendewasaaan Usia Perkawinan (PUP) dan dampak nikah dini dengan kuesioner tertutup. Pedekatan kualitatif diambil dari 10 wanita dengan usia nikah dini dengan orangtuanya.

  Pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam mengenai faktor-faktor penyebab pernikahan dini. Informasi didapatkan melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada wanita yang menikah muda, orangtua dan stakeholder terkait, Toma/toga serta stakeholder terkait melalui kuesioner terbuka. Metode analisis yang digunakan dalam wanita yang menikah usia dini dibawah 21 penelitian ini adalah analisis deskriptif tahun, responden dan orang tua dari wanita (univariat dan bivariat) dan analisis inferensial yang menikah usia dini yang tinggal satu (multivariat) menggunakan model regresi wilayah. logistik biner. Untuk memudahkan analisis data digunakan perangkat lunak stata versi Pemilihan Provinsi dan Kabupaten/Kota

  13.1. berdasarkan SUSENAS 2015, sedangkan pemilihan kecamatan dan desa berdasarkan

  Populasi adalah wanita yang menikah data Pendataan Keluarga (PK) Badan dini yaitu pada umur kurang dari 21 tahun dan kependudukan dan Keluarga Berencana / pada saat penelitian berusia kurang atau sama BKKBN Tahun 2015. Data di tingkat desa dengan ≤ 27 tahun. Lokasi penelitian selanjutnya di mutakhirkan atau diupdate oleh dilakukan di 3 (Tiga) provinsi terpilih dengan PLKB setempat untuk memastikan responden pemilihan provinsi ditentukan secara purposif bisa didatangi untuk diwawancara. dengan pertimbangan sebagai berikut :

  1.Jumlah ASFR 15-19 tahun tertinggi Temuan-temuan dari penelitian berdasarkan data Susenas 2015 sebelumnya terdapat berbagai indikator yang

  2.Kewilayahan (Indonesia bagian barat, tengah dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan dan timur) dini. Analisis ini hanya membatasi beberapa Berdasarkan pertimbangan di atas ditentukan indikator yang dianggap paling mempengaruhi lokasi penelitian di 3 (Tiga) provinsi, yaitu pernikahan dini seperti terlihat pada kerangka Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan pikir dibawah ini : Tengah dan Gorontalo. Setiap provinsi dipilih 2 (dua) kabupaten/kota yang memiliki ASFR 15-19 tahun yang relatif tinggi, dengan rincian sebagai berikut : responden utama adalah

  • Usia Penikahan Pertama Ibu

  Sosial Demografi

  • Tingkat Pendidikan Ibu - Pekerjaan Ibu

  Keinginan Nikah Dini

  • Status Tempat Tinggal

  Anak Perempuan

  • Jumlah Anak

  Pengetahuan

  • Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi

    Gambar 1. Kerangka Pikir dan Analisis

  Usia pernikahan pertama ibu dari pelaku wanita pernikahan dini di tenggarai

  III. HASIL DAN DISKUSI

  berkontribusi terhadap perilaku pernikahan dini anaknya dan menularkan contoh yang Tiga Provinsi yang terpilih yaitu selaras dengan orang tuanya. Faktor sosial

  Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan demografi ibunya seperti pendidikan, Tengah dan Gorontalo selanjutnya ditentukan pekerjaan, status tempat tinggal serta jumlah Kabupaten atau kota untuk dijadikan sampel anak ikut berperan dalam mendorong anaknya berdasarkan kemudahan akses dan untuk melakukan pernikahan dini. ketersediaan biaya. Jumlah sample, target dan

  Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi capaian di tunjukkan pada diagram berikut ini juga hal yang bisa mempengaruhi karena

  : pengetahuan yang rendah disebabkan karena pendidikan yang rendah juga.

  https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132 https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132 Tabel 1. Target Sampel Responden dan Pencapaianya Sumber : BKKBN 2017

  Total target sampel yang direncanakan sebesar 519 responden wanita dan orang tuanya sesuai dengan perhitungan rumus slovin, tetapi karena beberapa daerah yang sulit dijangkau terutama Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah maka capaian target menjadi 87 persen setelah melalui proses analisis dan cleaning. Selain itu jumlah sampel wanita yang ada orang tua perempuanya untuk di wawancara dari 452 responden hanya 432 wanita yang bisa diwawancara bersama orangtuanya, sisanya karena alasan tinggal tidak pada satu wilayah serta alasan lainnya.

  89

  Tengah Kepulauan Bangka Belitung Total Sample dan Capaian

  Karakteristik sample Gorontalo Utara Gorontalo

  Gunung Mas Barito Timur

  Bangka Selatan Bangka Barat

  Sampel wanita dengan orang tua

  Sampel wanita tanpa orang tua

  Target

  93

  Rendah Menengah Tinggi

  81

  81

  93 82 519 Capaian

  87

  92

  37

  59

  Prov/ Kab Gorontalo Kalimantan

  

Presentase Tingkat Pendidikan Responden Wanita

  Pendidikan merupakan faktor penting karena sebagai sarana dalam pembangunan manusia, tentunya merupakan hal yang sangat esensial bagi setiap kehidupan seseorang.

  45.8

  Meskipun hal tersebut tidak bisa dijadikan alat ukur tinggi rendahnya derajat seseorang, namun pendidikan layak dan mampu melatih pola pikir seseorang menjadi lebih berderajat dan untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah (Ilma, N 2015). Tingkat pendidikan responden wanita di ketiga provinsi baik Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo bervariasi dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah, menegah dan tinggi.

  

Gambar 2. Presentase Tingkat Pendidikan Wanita Menikah Dini

  Gambar 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan disemua provinsi hampir 75 persen berada pada pendidikan menengah ke bawah. Pendidikan tinggi hanya sekitar 20 persen dan tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung disusul Gorontalo dan Kalimantan Tengah. Lebih dari 50 persen pendidikan di Provinsi Gorontalo adalah rendah diikuti Kalimatan

  36.7

  32.2

  54.7

  35.6

  21.3

  60 Kep. Bangka Belitung Kalimantan Tengah Gorontalo

  27.7

  21.9

  24

  10

  20

  30

  40

  50

  95 82 452 452 432 %tage Capaian 98% 99% 46% 73% 102% 100% 87% https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132 tengah serta Kepulauan Bangka Belitung.

  Tabel pendidikan menunjukkan bahwa memang pernikahan dini banyak terjadi pada wanita dengan pendidikan rendah hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukann (Alfiyah, 2010) yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini.

  8.3

  

Tingkat Pendidikan Responden Orang Tua Wanita

  Kep. Bangka Belitung Kalimantan Tengah Gorontalo

  80 100

  60

  40

  20

  6

  13.2

  9.1

  Sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Notoatmojo, 2003) bahwa semakin tinggi pendidikan maka akan semakin besar pengetahuan yang didapatkan. Anak remaja yang berlatar belakang pendidikan tinggi memiliki resiko lebih kecil untuk melakukan penikahan dini dibandingkan responden yang berlatarbelakang pendidikan rendah. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang mereka dapatkan lebih banyak.

  23.1

  11.8

  84.9

  63.7

  79.9

  Peran orang tua terhadap kelangsungan pernikahan dini pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan orang tua yang dihubungkan pula dengan tingkat pendidikan orang tua. Selain itu, Juspin (2009) juga mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan keluarga ini akan mempengaruhi pemahaman keluarga tentang tentang kehidupan berkeluarga yang lebih baik. Orang tua yang memiliki pemahaman rendah terhadap berkeluarga dengan memandang bahwa kehidupan keluarga akan tercipta hubungan silaturahmi yang baik sehingga pernikahan yang semakin cepat maka solusi utama bagi orang tua.

  Gambar 3 menunjukkan bahwa pendidikan orang tua pelaku nikah dini lebih rendah dibandingkan dengan pendidikan anaknya, ini akan semakin memperburuk transfer pengetahuan dari orang tua ke anak perempuanya. Rata-rata 85 persen pendidikan orang tua anak nikah dini memang rendah dibanding dengan 40 persen pendidikan anaknya. Selisihnya hampir 50 persen lebih memang pendidikan orang tuanya lebih rendah dari anaknya, ini kemungkinan yang menyebabkan pengetahuan orang tua yang rendah akan mempengaruhi pengasuhan terhadap anak perempuannya.

  

Gambar 3. Presentase tingkat pendidikan orang tua wanita menikah dini

  Selanjutnya tingkat pendidikan responden orang tua wanita di ketiga provinsi baik Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo bervariasi dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah, menegah dan tinggi seperti pada tabel di bawah ini.

  Rendah Menengah Tinggi https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132 Tabel 2 Alasan Menikah Dini n % Tuntunan agama

  4

  0.93 Total 432 100

  21 Tahun ini menggambarkan bahwa sebenernya sebagian besar anak perempuan yang menikah di usia dini dengan keinginan sendiri justru ibunya dulunya tidak menikah dini.

  Berdasarkan 432 responden pasangan ibu dan anak perempuannya yang menikah dini, tersebar di tiga provinsi yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Gorontalo, diperoleh rata-rata umur orang tuanya 47 Tahun rentang usia mulai 29 sampai 78 tahun sedangkan anak perempuannya 22 Tahun rentang usia mulai 15 sampai 27 Tahun. Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari 75 persen anak perempuan yang ingin menikah dini, usia pernikahan pertama ibunya lebih dari

  Alasan menikah dini yang lainnya dibawah 5 persen diantaranya kehendak orang tua yang paling dominan diikuti oleh tuntunan agama, alasan ekonomi serta yang lainnya. Seiring dengan peningkatan ekonomi di beberapa provinsi yang dilakukan penelitian ini, ternyata alasan ekonomi tidak lagi menjadi alasan utama, hal ini bisa jadi terjadi pergeseran tentang pameo bahwa menikah sedini mungkin akan melepaskan beban ekonomi keluarga tetapi lebih ke perilaku remaja pada jaman sekarang yang mudah mengakses informasi secara global dengan konten yang negatif. Lebih rinci lagi bagaimana hal ini terjadi dan apa saja temuan beberapa indikator yang sudah dikumpulkan akan dibahas pada tabel berikutnya yang menguji data secara statistik.

  2009).

  Hubungan seks sebelum menikah di usia remaja merupakan masalah yang serius karena mereka rendah dalam hal penggunaan kontrasepsi dan remaja mempunyai kecenderungan lebih banyak pasangan seksual jika mulai berhubungan seks pada usia yang lebih dini atau seks pra nikah (Kinsman et all, 1998)( American Academy of Pediatrics, 1999). Studi yang dilakukan di Indonesia sebelumnya tentang perilaku seks sebelum menikah di kalangan remaja, hasilnya sekitar 25% – 51% remaja sudah berhubungan seks sebelum menikah (Utomo ID, McDonald P,

  Tabel 2 menunjukkan bahwa 80 persen lebih pelaku pernikahan dini alasannya atas dasar keinginan sendiri, sedangkan 10 persen sudah hamil sebelum menikah, angka kehamilan ini bisa jadi under estimate karena ketika dilakukan indepth interview pada 10 orang pasangan anak dan ibunya dengan melakukan pengecekan ketika umur pertama kali menikah dengan kelahiran anak pertama ada selisih atau bahkan ada anaknya yang lahir duluan sehingga angka 10 persen yang hamil duluan bisa jadi lebih tinggi karena mungkin malu untuk mengakuinya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka melakukan hubungan seks di usia remaja.

  4

  0.93 Keinginan sendiri 361

  10.19 Lainnya

  44

  0.23 Hamil sebelum menikah

  1

  4.17 Alasan ekonomi

  18

  83.56 Kehendak orang tua

  Uji statistik menunjukkan usia pernikahan pertama ibu secara statistik mempunyai pengaruh yang signifikan 0,011 dibawah 0,05. Walaupun proporsinya hanya 3 persen tetapi ibunya yang dulunya nikah dini sudah bisa dipastikan anaknya akan mengikuti jejak ibunya. Begitu juga dengan faktor sosial demografi terutama tingkat pemdidikan dan status tempat tinggal mempunyai hubungan yang signifikan secara statistik masing-masing 0,031 dan 0,01 (p<0,05). Tingkat pendidikan ibu yang rendah adalah pekerjaan padat karya kelihatan dari mempunyai porsi paling besar 87,59 persen tingkat pendidikan ibunya yang 90 persen mempengaruhi keinginan anaknya untuk rendah dan menengah. Variable jumlah anak menikah pada usia dini dibanding dengan juga tidak mempengaruhi terjadinya keinginan pendidikan menengah dan tinggi porsinya nikah di usia muda anak perempuannya, tetapi semakin mengecil. Sedangkan anak yang secara deskriftif bisa dilihat porsinya 85 persen nikah muda, ibunya bekerja maupun tidak lebih yang anaknya lebih dari 2 sebagian besar bekerja hubunganya tidak signifikan secara anak perempuanya punya keinginan untuk statistik, ini karena rata-rata pekerjaan ibunya nikah di usia muda.

  Tabel 5 Karakteristik Responden berdasarkan Usia.Sosial Demografi,status tempat Tinggal dan Tingkat Pendidikan Keinginan Pernikahan Dini Sig Anak Perempuannya

  Variabel Kategori Ya (%) Tidak (%) Usia Penikahan Pertama >= 21 Tahun 75,7 24.3 0,011 Ibu

  < 21 Tahun

  3.11

  96.89 Sosial Demografi Tingkat Pendidikan Ibu Rendah 87,59 12,41 0.031 Menengah 83,27

  16.73 Tinggi

  69.44

  30.56 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja

  82.16 17.84 0.375 Bekerja

  85.34

  14.66 Status Tempat Tinggal Sendiri

  90.48

  9.52

  0.01 Bersama anak

  80.67

  19.33 yang sudah menikah Lainnya

  68.75

  31.25 Jumlah Anak 1 (satu) anak

  68.18 31.82 0.074 2 (dua) anak

  81.08

  18.92 > 2 anak

  85.62

  14.38 Pengetahuan 0.545 Tingkat Pengetahuan Rendah

  83.76

  16.24 Tentang Kesehatan Reproduksi Sedang

  81.76

  18.24 Tinggi

  87.69

  12.31 Sumber: BKKBN 2017

  Tingkat pengetahuan tentang kesehatan untuk menikah di usia muda. Distribusi reproduksi juga tidak mempunyai hubungan indeks/tingkat pengetahuan hampir merata di yang signifikan, baik tingkat pengetahuannya semua tingkatan baik rendah sedang maupung rendah, sedang maupun tinggi tidak serta tinggi rata-rata di atas 80 persen. Ini merta akan mempengaruhi keinginan anaknya menunjukkan bahwa pengetahuan yang rendah

  https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132 https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132

  maupun tinggi ataupun sedang tentang kesehatan reproduksi tidak ada bedanya untuk pengasuhan ibu terhadap anak perempuanya untuk menunda pernikahan di usia muda.

  1 Bersama anak yang sudah menikah .1444463 -2.50 0.012 0.4368914 .2285318 - 0.8352187 Lainnya .1779736 -2.00 0.045 0.2785131 0.0796006 - 0.9744844 Jumlah Anak 1 (satu) anak

  memiliki inisiatif akan menikah dini berdasarkan keinginan sendiri. Variabel- variabel tersebut secara statistik bermakna dan mempengaruhi terjadinya pernikahan dini dengan alasannya keinginan sendiri.

  p-value 0.047) anak perempuanya akan

  Berdasarkan hasil analisis regresi logistik pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Ibu yang status tempat tinggalnya bersama anaknya yang sudah menikah memiliki peluang keinginan anak perempuannya akan menikah dini 0,4 kali (OR 0.4, 95%CI 0.23 - 0.84; p-value 0.012) sedangkan ibu yang jumlah anaknya lebih dari dua memiliki peluang 2,8 kali (OR 2.8, 95%CI 1.01 - 8.02;

  Sumber: BKKBN 2017

  1 Kesehatan Reproduksi Sedang .2503107 -0.51 0.609 0.8619927 .4878952 - 1.522932 Tinggi .8040233 1.28 0.202 1.779465 .7339851 - 4.314112

  1

  1

  Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Tentang Rendah

  1 2 (dua) anak 1.158677 1.32 0.188 2.081795 .6993258 - 6.197209 > 2 anak 1.504758 1.99 0.047 2.852663 1.01449 - 8.021451

  1

  1

  1

  Tabel 6. kesalahan baku (S.E.), rasio kecenderungan (exp(β) Estimasi parameter (β) dan Confident Interval model regresi logistik untuk Hubungan Usia Pernikahan Pertama Ibu dengan Keinginan Pernikahan Dini Anak Perempuannya, Penelitian Pernikahan Dini di Indonesia 2017

  1

  1 Bekerja .3355717 0.70 0.486 1.212597 .7049473 - 2.085817 Status Tempat Tinggal Sendiri

  1

  1

  1 Menengah .2761262 -0.45 0.651 0.8656223 0.463236 - 1.617538 Tinggi .208667 -1.74 0.082 0.4283182 0.1648467 - 1.112892 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja

  1

  1

  Rendah

  1 < 21 Tahun .4641812 1.48 0.138 1.556417 0.8674933 - 2.792453 Sosial Demografi Tingkat Pendidikan Ibu

  1

  1

  Variabel Kategori S.E Sig exp [ β] 95% CI Usia Penikahan Pertama Ibu >= 21 Tahun

  Setelah dilakukan regresi logistik, usia pernikahan pertama ibu di bawah 21 Tahun mempunyai nilai exponensial beta 1,5 kali besarnya kemungkinan terjadinya keinginan pernikahan dini anaknya dibandingkan dengan lebih besar atau sama dengan 21 Tahun walaupun secara statistik tidak signifikan pada 0,138 diatas nilai alfa >0,05. Dari hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kalau usia pernikahan ibunya pada usia dini yaitu dibawah 21 Tahun maka kemungkinan besar https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132

  akan diikuti oleh keinginan sendiri anaknya untuk meniru pola orang tuanya, hal ini mungkin terjadi karena pengaruh tindakan yang dilakukan orang tua langsung berdampak pada anaknya.

  Pengaruh tindakan tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Garbarino & Abramowitz, 1992 dalam Budi Andayani 2004) bahwa berbagai peran kekuatan dalam perkembangan manusia dalam lingkungannya merupakan sistem yang dinamis. Kekuatan tersebut akan disebut membentuk environmental press yang menentukan arah perkembangan manusia jika berbagai kekuatan pada lingkungan bergabung dan berpengaruh pada manusia yang ada di dalam sistem. Environmental press adalah kombinasi dari kekuatan-kekuatan yang berpengaruh yang ada dalam lingkungan. Environmental press terbentuk dari kondisi- kondisi yang menekan dan melingkupi individu yang memunculkan momentum psikologis yang berupa reaksi-reaksi dan cenderung mengarahkan individu tersebut ke arah tertentu.

  Pendidikan ibu walaupun secara statistik tidak bermakna dalam mempengaruhi keinginan anaknya untuk menikah lebih dini tetapi kalau dilihat dari odd ratio (OR) pendidikan rendah angkanya 1 kali dibanding dengan menengah 0,87 serta tinggi 0,43. Selisih dari setiap OR turun 0,2 di pendidikan orang tua yang menengah serta turun hampir 50% (0,43) ketika pendidikan orangtuanya tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Wa Ana Sari & Yanti, 2016) terdapat pengaruh antara pengetahuan, pendidikan dan kehamilan terhadap pernikahan dini serta merupakan faktor penyebabnya terutama di kalangan remaja.

  Menurut penelitian (Nurhajati, 2013) juga mengungkapkan bahwa orang tua yang memiliki keterbatasan pemahaman khususnya tentang kesehatan reproduksi, hak anak maka kecenderungan yang terjadi adalah menikahkan anaknya. Orang tua memiliki peran yang besar terhadap kejadian pernikahan dini. Selain itu orang tua juga memiliki peran yang besar dalam penundaan usia perkawinan anak. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi ibu dari anak perempuan dari hasil pengolahan menunjukkan tidak ada pengaruh yang bermakna bahkan nilai odd ratio angkanya baik yang pengetahuannya rendah, menengah dan tinggi tidak beda jauh. Ibu yang berpendidikan tinggi bahkan nilai odd ratio nya lebih tinggi. Artinya berpendidikan tinggi tetapi malah berpeluang anaknya menikah dini dengan keinginan sendiri lebih besar.

  SIMPULAN

  Secara deskriptif ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu yang tergolong rendah yaitu 85 persen lebih pendidikannya menengah ke bawah dibanding anaknya 75 persen menengah ke bawah dengan demikian pendidikan orang tua yang lebih rendah dikawatirkan mempengaruhi perilaku anaknya. Ini memungkinkan adanya transfer knowledge dan experience terhadap anaknya.

  Keinginan yang didasari dari diri sendiri menjadi alasan anak yang melakukan pernikahan dini tergolong tinggi yaitu sebesar 80 %. Dan alasan lainya sudah hamil sebelum menikah 10 %. Ada kemungkinan angka kehamilan ini bisa jadi under estimate dan angkanya lebih besar karena setelah dilakukan

  indepth interview kemudian dilakukan

  pengecekan ideal umur pertama kali menikah dengan kelahiran anak pertama ada selisih, bahkan ada anak yang lahir duluan dari jarak pernikahanya sehingga kemungkinan yang hamil duluan bisa jadi lebih tinggi. Alasannya karena mungkin remaja malu untuk mengakuinya. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia berasumsi bahwa hamil sebelum nikah adalah aib sehingga banyak yang menutupi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka melakukan pernikahan dini terjadi karena sudah berhubungan seks di usia remaja.

  Ibu yang tinggal bersama anaknya yang sudah menikah mempunyai peluang yang bermakna secara statistik berhubungan dengan keinginan anak perempuannya akan menikah dini 0,4 kali (OR 0.4, 95%CI 0.23 - 0.84; p-

  value 0.012) sedangkan ibu yang jumlah

  anaknya lebih dari dua memiliki peluang 2,8 kali (OR 2.8, 95%CI 1.01 - 8.02; p-value 0.047) anak perempuanya akan memiliki inisiatif akan menikah dini berdasarkan keinginan sendiri.

  SARAN

  Diperlukan studi lebih lanjut tentang pernikahan dini anak dimana pada jaman dahulu pernikahan dini dilakukan berdasarkan

DAFTAR PUSTAKA

  Notoatmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta Nurhajati L., Wardyaningrum D., (2013).

  Zai, F. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini pada remaja di Indonesia. Jakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia.

  A. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pernikahan usia muda pada remaja putri di desa Pagerejo Kabupaten Wonosobo. Wonosobo : STIKES Ngudi Waluyo

  Yunita,

  Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Utomo ID, McDonald P 2009. Adolescent reproductive helath in Indonesia contested value and policy inaction. Studies in Family Planning Journal; 40 (02): 133 – 46

  Sarwono, S. 2007. Psikologis Remaja.

  Socio-legal and Human Rights Dimensions, Oxford University Press, New Delhi, Hal 12.

  104 (5): 1161 - 6 Sagade, Jaya 2005. Child Marriage in India:

  Pediatrics. 1999. American Academy of Pediatrics. Contraseption and adolescents.

  Pambudy MN. Perkawinan anak melanggar undang- undang perkawinan. [diunduh 29 November 2017]. Didapat dari: http://cetak.kompas.com/read, 2008

  Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan. Jakarta : Universitas Al Azhar Indonesia.

  https://ejurnal.bkkbn.go.id http://u.lipi.go.id/1461567456 p ISSN 2527-3132

  budaya/adat dari suku tertentu yang sudah diwariskan secara turun temurun. Tetapi dengan adanya perubahan sosial dimana akses informasi dan tehnologi ini dapat berperan dan mempengaruhi perilaku remaja sekarang. Peran petugas untuk mensosialisasikan bahaya pernikahan dini lebih ditingkatkan lagi ini terkait dengan pendidikan orang tua yang rendah sehingga diharapkan agar para orang tua dapat mengajarkan kesehatan reproduksi yang benar kepada anaknya.

  94 Kinsman SB, Romer D, Furstenberg FF, Schwarz DF 1998. Early sexual initiation: the role of peer norms. Pedriatrics. 102 (5) : 1185 – 92

  Juspin, L., Ridwan T., Zulkifli A., Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada Masyarakat Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja. Makasar: Jurnal MKMI, Vol 5 No.4. Oktober 2009, hal 89-

  2003. The role of the shared family context in differential parenting. Developmental Psychology, 39, 1, 99-113

  Jenkins, J.M., Rasbash, J. & O’Connor, T.G.

  Ilma N, 2015. Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Membangun Karakter Bangsa . Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1), 82 – 87.

  Work, parenting, and the socialization of children. Developmental Psychology, 25, 1, 22-35

  1 Garbarino, J. & Abramowitz, R.H. 1992. The Ecology of Human Development. In James Garbarino (ed.), Children and Families in the Social Environment, 2nd ed., New York: Aldine de Gruyter. Greenberger, E. & Goldberg, W.A. 1989.

  Budi Andayani, 2004. Tinjauan Pendekatan Ekologi. Buletin Psikologi, Tahun XII, No.

  Badan Pusat Statistik. 2016. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia, Berdasarkan Hasil Susenas 2008-2012 dan Sensus Penduduk 2010. Jakarta-Indonesia

  Al-Gifari, A. 2002. Pernikahan Dini Dilema Generasi Ekstravaganza. Bandung : Mujahid Press Alfiyah. 2010. Sebab-sebab Pernikahan Dini. http//alfiyah23.student.umm.ac.id. Diakses tanggal 1 Desember 2017

  Nad. 2014. Beragam Efek Buruk Pernikahan Dini. http// www.beritasatu.com/gaya- hidup/177423-beragam-efek-buruk- pernikahan-dini.html. Diakses tanggal 10 November 2017