Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

  

Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang

Mukhni

  , Armiati, Hastuti Febrianti,

  

FMIPA UNP, Matematika FMIPA UNP

Abstrak. Sebagian besar siswa kelas VIII SMPN 9 Padang tahun pelajaran 2012-2013

belum mampu menyelesaikan soal-soal matematika yang berkaitan dengan pemechan

masalah. Salah satu penyebab adalah dalam proses pembelajaran matematika guru

kurang menekankan bagaimana mengakaitkan masalah kontektual dengan soal -soal

pemecahan masalah matematika. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran

matematika merupakan salah satu alternatif yang dapat di gunakan. Rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimanakah keefektifan penerapanan pendekatan kontekstual terhadap

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa bila dibandingkan dengan

pembelajaran langsung? Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan

Pretest-Posttest Control Group Design.

  Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII

SMPN 9 Padang tahun pelajaran 2012-2013. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas

  VIII 5 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII 6 sebagai kelas kontrol, yang dipilih secara

acak. Instrumen penelitian ini adalah tes (pretest dan posttest). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika cukup efektif

untuk meningkatkan kemampuan pemecaham masalah matematika siswa, bila dibandingkan

dengan pembelajaran langsung.

  Keywords -- Pendekatan Kontekstual, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika PENDAHULUAN

  Pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah. Peratur-an Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang standar isi menegaskan bahwa tujuan ketiga dari pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, meran-cang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

  [1] .

  Hampir semua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar matema-tika dalam standar isi mengkaitkan dengan pemecahan masalah.

  Sejalan dengan hal tersebut dalam NCTM (2000: 52) dinyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, yang tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika

  [2]

  . Gagné, dkk (1992) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan intelektual lainnya

  [3] .

  Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Siswa dikatakan mampu memecahkan masalah matematika jika mereka dapat memahami, memilih strategi yang tepat, kemudian menerapkannya dalam penyelesaian masalah. Terkait dengan hal tersebut, Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 dalam Wardhani

  

Mukhni dkk: Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang

  584| Semirata 2013 FMIPA Unila

  (2008: 18) menguraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika adalah apabila ia mampu

  [4]

  : a) Menunjukkan pemahaman masalah, b) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, c) Menyajikan masalah dalam matematik dalam berbagai bentuk, d) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, e) Mengem-bangkan strategi pemecahan masalah, f) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah, g) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

  Setiap guru matematika dalam melaksanakan pembelajaran matematika hendaknya memberikan pengalaman kepada siswa tentang bagaimana me- nyelsaikan soal-soal pemechan masalah matematika. George Polya dalam Suherman (2003: 99-103), mengatkan ada empat tahap pemecahan masalah yaitu:a) Memahami masalah, b) Membuat rencana penyelesaian masalah, c) Melaksanakan penye-lesaian masalah dan, d) Memeriksa kembali jawaban

  [5] .

  Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas VIII SMP N 9 Padang pada tanggal 24-27 September 2012 terlihat bahwa siswa kurang mamapu menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah terutama yang berhubungan dengan kehi-dupan nyata siswa. Kepada 147 orang diberikan soal pemecahan masalah materi faktori-sasi aljabar yang telah dipelajari siswa. Hanya 38 orang (sekitar 25%) siswa yang mampu menyelesaikan dengan baik. Ada siswa yang tidak membuat penyelesaian, tidak memahami soal, keliru dalam perhitungan

  [6] .

  Rendahnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika ini, berkaitan erat dengan pro-ses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif, dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa. Agar pembelajaran efektif, guru harus ba-nyak memberi kebebasan kepada siswa untuk dapat menyelidiki, mengamati, menemukan, belajar, dan mencari pemecahan masalah secara mandiri. Melalui kreativitas guru, pembelajaran di kelas menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan. Pembelajaran yang efektif akan terlaksana jika guru dapat memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat. Salah pendekatan yang dapat digunakan guru adalah pendekatan kontekstual.

  Pendekatan kontekstual atau contextual

  teaching and learning (CTL) adalah suatu

  strategi pembelajaran yang menekankan kepda proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat mene-mukan materi yang dipelajari dan menghu-bungkannya dengan situasi kehidupan nyata se-hingga mendorong siswa untuk dapat menerap- kannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2006: 255)

  [7] .

  Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Siswa tidak hanya memahami konsep akademik yang abstrak, akan tetapi lebih banyak diberi kesempatan untuk mencari, mengolah dan mene-mukan sendiri konsep tersebut. Guru merancang dan mengelola aktivitas belajar bersifat terbuka dan informal agar siwa memiliki kebebasan untuk ber-tanya dan mengeksplorasi ide-ide mereka. Siswa diberi kebebasan untuk melakukan dugaan dan pembuktian sendiri berdasarkan konsep-konsep matematika yang dimilikinya. Hasil dari menemukan sendiri akan lebih bermakna dan mampu diterapkan dalam berbagai permasalahan.

  Pengelolaan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual mengacu pada 7 komponen, yaitu (Dit. SLTP, 2002:

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  10-20)

  Tabel 2 berikut ini menyajikan hasil perhitungan kemampuan pemecahan

  Pengolahan data skor pretest dan posttest pada kedua kelas menunjukkanan bahwa penerapanan pendekatan kontekstual dalam matematika cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Persentase siswa yang mampu memecahkan masalah yang belajar dengan pendekatan kontekstual secara umum lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan metode langsung.

  Sedang g ≥ 0,7 Tinggi

  Koefesien Gain Tafsiran g < 0,3 Rendah 0,3 ≤ g < 0,7

  : Tabel 1 Tafsiran normal gain

  [10]

  Tafsiran efektifitas dari N-gain (Ahmad dan Siti, 2009: 77) yaitu

  [9] .

  cahan masalah matematika dengan menggunakan rumus normal gain yang dikemukakan oleh Meltzer (2002: 1260)

  posttest , dilihat gain kemampuan peme-

  Hasil tes dianalisis dengan menghitung rata-rata dan nilai gain kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas sampel. Dari data pretest dan

  Instrumen penelitian adalah tes (pretest dan posttest). Penskoran tes menggunakan langkah-langkah menurut George Polya yaitu 1) memahami masalah, 2) membuat rencana menyelesaikan masalah, 3) melak- sanakan penyelesaian masalah, dan (4) memeriksa jawaban kembali. Pemberian skor kemampuan peme-cahan masalah siswa dimodifikasi dari rubrik penskoran.

  Padang pada kelas VIII semester Juli- Desember tahun pelajaran 2012/2013 pada materi persamaan linear dua varibel (PLDV) dan sistem persamaan liner dua variabel.

  Design. Penelitian ini dilakukan di SMPN 9

  Metode penelitian ini tergolong metode quasi ekperimen, karena mengkaji sejauhmana suatu treatment (menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika) yang digunakan berdampak terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Rancangan penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control Group

  Berdasarkan rasional yang dikemukan di atas maka permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah: 1) Bagaimanakah keefektifan penerapanan pendekatan kontekstual terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa bila dibandingkan dengan pembelajaran langsung? Keefektifan yang dimaksud adalah skor peningkatan (gain) kemampuan pemecahan masalah yang diperolah siswa dalam pretest posttest .

  : a) Berfilosofi konstruktivisme, b) Mengutamakan kegiatan mene-mukan (discovery) dan menyelidiki (inquiry) oleh siswa, c) Mengutamakan terjadinya kegiatan berta-nya, d) Menciptakan masyarakat belajar (learning community) di kelas melalui komunikasi dua arah antara guru dan siswa atau antara siswa dan siswa, e) Ada pemodelan (modelling) yang berarti ada contoh atau rujukan dari guru atau orang lain yang dianggap pakar, f) Ada refleksi (reflection) yang berarti ada kesempatan untuk berpikir tentang hal-hal yang baru saja dipelajari dan dihasilkan siswa, g) Penilaian pembelajaran autentik (authentic assessment) yaitu penilaian yang berpijak pada hasil belajar nyata mencakup penilaian terhadap kemajuan (proses) dan hasil belajar siswa.

  [8]

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN

  

Mukhni dkk: Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang

  Dari Tabel 3, terlihat bahwa persentase siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam memahami masalah pada pretest cukup tinggi. Setelah siswa kelas eksperimen belajar dengan pendekatan kontekstual dan kelas kontrol dengan pembelajaran langsung kemampuan siswa dalam memahami masalah (artinya siswa yang memilah soal menjadi apa yang diketahui dan apa yang harus dicari) menurun. Hal ini terjadi karena siswa lebih mementingkan menyelesaikan soal dengan cepat tanpa harus menuliskan apa yang diketahui dan ditanya dari soal. Terbukti dari jawaban siswa yang tidak lengkap menuliskan informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan soal.

  B.

  rencana penyelsain soal pada kedua kelas masih rendah. Pada posttest terlihat persentase siswa yang mebuat rencana menyelesaikan soal meningkat drastis. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah membuat rencana dalam menyelesaikan soal, walaupun sebagian siswa itu ada yang tidak memilah soal menjadi apa yang diketahui dan apa yang harus dicari terlebih dulu.

  pretest persentase siswa yang membuat

  Dari Tabel 4 terlihat bahwa pada

  Kelas Pretest Posttest K<50% K 50% K < 50% K 50% Eksperimen 67,36 32,64 2,08 97,92 Kontrol 57,64 42,36 4,17 95,83

  4 Persentase Siswa Yang Membuat Rencana Menyelesaikan Masalah

  ABEL

  Persentase siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang membuat rencana menyelesaikan masalah dapat dilihat pada Tabel 4. T

  Masalah Pada aspek ini diharapkan siswa mampu menyajikan masalah matematika dalam berbagai bentuk, memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, mengembangkan strategi pemecahan masalah, dan membuat serta menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

  Membuat Rencana Menyelesaikan

  A.

  Kelas Pretest Posttest K 50% K 50% K 50% K 50% Eksperimen 30,56 69,44 38,19 61,81 Kontrol 36,81 63,19 43,75 56,25

  586| Semirata 2013 FMIPA Unila

  Tabel 3 PERSENTASE SISWA YANG Memahami Masalah

  Memahami Masalah Pada aspek ini diharapkan siwa mampu menunjukkan pemahaman masalah, mengorganisasi data, dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. Persentase siswa kelas eks- perimen dan kelas kontrol yang memahami masalah pada pretest dan posttest dapat dilihat pada Tabel 3.

  Siswa dikatakan mampu menyelesaikan setiap aspek apabila siswa mampu menjawab dengan benar > 50%. Analisis jawaban siswa pada setiap aspek seperti berikut.

  dengan kategori tinggi) lebih tinggi dari kelas kontrol (0,68 dengan kategori sedang). Rata-rata N-gain kelas ekperimen (0,56) lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol (0,40).

  N-gain tertinggi kelas ekperimen (0,80

  Simp. Baku 0,108 0,1153 Memperhatikan Tabel 2, kedua kelas sampel memperoleh N-gain terendah sama yaitu 0,40 (kategori sedang).

  0,56 (sedang) 0,40 (sedang)

  Rata-Rata N- gain

  N-gain Tertinggi 0,80 (tinggi) 0,68 (sedang)

  N-gain Terendah 0,40 (sedang) 0,40 (sedang)

  Statistik Siswa Kelas Eksperimen Kontrol

  masalah matematika siswa pada kedua kelas. Tabel 2 Statistik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

  Melaksanakan Penyelesaian Masalah

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  Pada aspek ini diharapkan siswa mampu memenuhi indikator pemecahan masalah yaitu membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah dan menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Persentase siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang melaksanakan penyelesaian masalah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Persentase Siswa Yang Mampu Melaksanakan Penyelesaian Masalah

  Kelas Pretest Posttest K< 50% K 50% K<50% K 50% Eksperimen 85,42 14,58 18,75 81,25 Kontrol 83,33 16,67 31,25 68,75

  Pada Tabel 5 terlihat bahwa persentase siswa yang melaksanakan penyelesaian masalah pada pretest dari kedua kelas masih rendah. Setelah dibe- rikan perlakuan pada kedua kelas terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Pada

  posttest persentase siswa kelas eksperimen

  yang melaksa-nakan penyelesaian masalah lebih tinggi daripada kelas kontrol.

  C.

  Memeriksa Kembali Jawaban Pada aspek ini diharapkan siswa mampu untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya. Persentase siswa kelas eks-perimen dan kelas kontrol yang memeriksa kembali jawaban soal dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Persentase Siswa Yang Memeriksa Kembali Jawaban

  Kelas Pretest Posttest K<50% K 50% K<50% K 50% Eksperimen 100,00 0,00 84,72 15,28 Kontrol 100,00 0,00 97,92 2,08

  Pada Tabel 6 terlihat bahwa pada

  petest tidak ada siswa yang memeriksa

  kembali jawaban soal yang telah diselesaikan. Setelah dibiasakan dalam pembelajaran terjadi peningkatan pada kedua kelas. Persentase siswa kelas eksperimen yang memeriksa kembali jawaban soal lebih tinggi daripada kelas kontrol, walaupun jumlahnya sedikit.

  Dari analisis data di atas terlihat bahwa ada kecenderungan siswa masih enggan memilah soal menjadi apa yang diketahui, apa yang harus dicari, dan memeriksa kembali jawaban soal yang telah dselesaikan. Pada umumnya siswa lebih cenderung langsung menjawab soal.

  Kegiatan pemecahan masalah matematika terdiri dari beberapa langkah yang harus dilakukan siswa. Siswa dikatakan mampu memecahkan masalah matematika jika ia melak-sanakan setiap langkah dalam pemecahan masalah dengan benar dalam tes yang diberikan. Dari jawaban siswa pada tes dilaksanakan, terlihat beberapa orang siswa dari kedua kelas sampel telah mempunyai mampu memecahkan masalah. Secara umum disimpulkan bahwa persentase peningkatan siswa kelas eksperimen yang telah mampu memecahkan masalah lebih tinggi dari siswa kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari contoh jawaban siswa pada soal berikut: Gambar. 1 salah satu soal pretest dan

  posttest

  Kemampuan pemecahan masalah siswa pada pretest hampir sama untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dapat dilihat dari contoh jawaban siswa pada gambar berikut: Gambar. 2 Jawaban siswa kelas eksperimen pada pretest

  

Mukhni dkk: Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang

  588| Semirata 2013 FMIPA Unila

  Pada pretest siswa di kelas eksperimen terlihat sudah mampu memahami masalah, siswa menuliskan informasi apa saja yang diketahui dan ditanya dari soal. Namun, rencana penyelesaian yang dibuat belum relevan. Sehingga siswa belum mampu menyelesaikan soal dengan benar. Begitu pula dengan siswa pada kelas kontrol. Contoh jawaban siswa kelas kontrol pada pretest dapat dilihat pada Gambar 3.

  Gambar. 3 Contoh Jawaban siswa kelas kontrol pada pretest Dari Gambar 2 dan Gambar 3 terlihat kemam-puan pemecahan masalah siswa pada kelas ekspe-rimen dan kelas kontrol masih rendah.

  Setelah kelas eksperimen belajar dengan pendekatan kontekstual dan kelas kontrol belajar dengan pembelajaran langsung terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah sisiwa pada kedua kelas. Dapat dilihat perubahan kemampuan siswa pada gambar contoh jawaban posttest berikut: Gambar. 4 Jawaban siswa kelas eksperimen pada posttest

  Pada Gambar 4 terlihat kemampuan pemecahan masalah siswa berkembang lebih baik. Siswa mampu membuat rencana strategi penyelesaian yang benar, sehingga mendapatkan hasil yang benar sesuai apa yang ditanyakan pada soal. Siswa juga mampu memeriksa kembali kebenaran dari jawaban yang diperolehnya. Contoh jawaban siswa pada kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 5.

  Dari Gambar 5 terlihat kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol pada posttest lebih baik daripada pretest. Pada posttest siswa sudah mampu membuat rencana strategi penyelesaian. Akan tetapi penyelesaian yang dilakukan siswa masih salah dan belum lengkap. Tidak terlihat siswa memeriksa kembali jawabannya.

  Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah pada kedua kelas meningkat lebih baik. Peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesai-kan masalah pada kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Meskipun rencana penyelesaian yang dilakukan hampir sama namun penyelesaian siswa kelas eksperimen lebih tepat daripada penyelesaian siswa kelas kontrol.

  Gambar. 5 Jawaban siswa kelas kontrol pada posttest Dari hasil analisis jawaban siswa di atas menjadi dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menggunakan pembelajaran konvensional.

  Peningkatan ini merupakan salah satu akibat dari penggunaan pendekatan kontekstrual dalam pembelajaran. Dalam menggunakan pnedekatan kontekstual, siswa diminta aktif dalam proses

DAFTAR PUSTAKA

  NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM Gagné,R.M, Briggs, L.J dan Wager, W.W

  Wina Sanjaya (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar

  Pembelajaran Matematika Kontemporer (Common Textbook) . Bandung: JICA

  Erman, Suherman, dkk. 2003. Strategi

  Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika.

  Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika . Yogyakarta:

  Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL

  Design (4 nd ed). Orlando: Holt, Rinehart and Winstone, Inc.

  (1992). Principles of Instructional

  Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

  Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan kepada guru menerapkan strategi pendekatan kontekstual sebagai variasi teknik mengajar untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

  Berdasarkan hasil analisis tes yang dilakukan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapanan pendekatan kontekstual dalam matematika cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Persentase siswa yang mampu memecahkan masalah pada siswa yang belajar dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan metode langsung.

  KESIMPULAN

  Jadi semua langkah-langkah dalam pendekatan kontekstual telah ditunjukkan dalam penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Diharapkan dalam pembelajaran matematika guru dapat menggunakan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, tapi tidak tertutup kemungkinan kemampuan matematis lainnya juga dapat ikut berkembang.

  [12] .

  Pendekatan kontekstual memotivasi siswa untuk belajar memahami permasalahan yang diberikan dan terlibat aktif mengungkapkan pendapat, bertanya serta menjelaskan strategi penyelesaian permasa-lahan matematika kepada teman. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual juga memberi kesempatan siswa untuk mendengar, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. Hal ini merupakan kemampuan yang tergolong dalam kemampuan matematika seperti diungkapkan Utari (2010)

  [11] .

  pembelajaran. Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Selain itu, pendekatan kontekstual memungkinkan siswa belajar dalam kelompok, sehingga dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara aktif seperti yang diungkapakan oleh Silberman (2006:13)

  • – Universitas Pendidikan Indonesia. Hastuti Febrianti. 2013. Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Padang Tahun Pelajaran 2012/2013. UNP.

  

Mukhni dkk: Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang

  590| Semirata 2013 FMIPA Unila

  Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Dit. SLTP. Ditjen Dikdasmen

  Depeniknas. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Buku 5 : Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual

  Meltzer. (2002). The relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posible “Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores ”. American Journal Physics. 70(12), 1259-1268.

  Ahmad Mudzakir Hernani dan Siti Aisyah.

  (2009). Membelajarkan Konsep Sains- Kimia dari Perspektif Sosial untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Jurnal Pengajaran MIPA (Vol 13 No 1) Halm 71-93.

  Silberman, Mel. 2006. Active Learning 101

  Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:

  Nusamedia Utari Sumarmo. 2010. Berpikir Dan

  Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik . UPI Bandung.