SIKLUS PERTUMBUHAN FOLIKEL RAMBUT

  A Satriyo dkk Efluvium anagen

  Tinjauan Pustaka

EFLUVIUM ANAGEN

  

Adi Satriyo, Lili Legiawati, Triana Agustin, Titi Lestari Sugito

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo

  ABSTRAK Efluvium anagen adalah kerontokan rambut yang terjadi pada folikel rambut anagen dan sering disebabkan oleh kemoterapi dan radiasi. Penyebab lain, misalnya logam berat, tanaman, serta penyakit sistemik juga telah dilaporkan. Pada efluvium anagen, kerontokan terjadi sangat banyak, mencapai 90% dari seluruh rambut kepala sehingga dapat berdampak sangat negatif bagi pasiennya terutama jika ditinjau dari aspek psikologis. Mekanisme biomolekular yang terjadi pada efluvium anagen sampai saat ini masih terus diteliti, dan protein apoptosis p53 diduga sangat berperan. Perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk menyingkirkan berbagai diagnosis banding efluvium anagen, seperti efluvium telogen, alopesia androgenika, sindrom loose anagen, dan alopesia areata tipe difus. Modalitas terapi juga masih terbatas, karena patogenesis efluvium anagen belum terungkap secara tuntas. Minoksidil dapat diberikan sebagai terapi lini pertama dan pasien diberikan informasi cara merawat rambut yang benar ketika rontok. Berbagai metode dengan menggunakan obat biologis untuk mencegah efluvium anagen masih terus dikembangkan dan diharapkan dapat memberikan hasil di masa akan datang (MDVI 2011; 38/1:41-48) Kata kunci: efluvium anagen, kemoterapi, radiasi, p53

  ABSTRACT Anagen effluvium is the loss of anagen hair follicles, classically caused by chemotherapy and radiation therapy. Other causes such as heavy metals, plants, and systemic diseases have also been reported. The hair loss in anagen effluvium can be really severe, accounting 90% of the total hair of the scalp. Because of the massive hair loss, it will give negative psychologic impact for the patient.The biomolecular mechanism underlying the process is still being investigated, and the apoptotic p53 protein is suspected to have pivotal role. Careful history taking, physical examination, and supportive laboratory findings are neccessary to exclude the differential diagnosis, such as telogen effluvium, androgenic alopecia, loose anagen syndrome, and diffuse type of alopecia areata. Treatment modality is limited because the pathogenesis is still elusive. Nevertheless, minoxidil can be given as first line therapy along with information on how to manage the hair during hair loss. Many methods preventing the hair loss using biologials are being developed and promising results are to be expected in the near future. (MDVI 2011; 38/1:41-48) Key words: anagen effluvium, chemotherapy, radiation, p53

  Korespondensi: Jl. Diponegoro 71 Jakarta Pusat Telpon/fax: 021-31935383 Email: adi-satriyo@yahoo.com

  MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 41-48 PENDAHULUAN

  1,15,16

  Pada fase anagen, sel-sel matriks folikel rambut meningkat mitosisnya untuk membentuk sel-sel baru yang mendorong sel-sel yang lebih tua ke atas. Folikel rambut pada fase ini memiliki akar rambut berpigmen dengan selubung akar rambut luar dan dalam utuh. Sitokin yang terlibat pada fase ini, misalnya Insulin-like Growth

  Factor–1(IGF-1) dan Transforming Growth Factor Alfa

  (TGF- α) merupakan faktor mitogenik kuat keratinosit dan sel endotel. Menjelang akhir fase anagen, jumlah pigmen menurun di dasar folikel.

  1,15,16

  Rambut akan memasuki fase katagen, yaitu masa peralihan dengan aktivitas mitosis menurun drastis dan terjadi apoptosis. Bagian bawah folikel akan bergerak ke permukaan terpisah dari papila dermis dan pleksus kapiler. Bagian tengah folikel menyempit dan bagian bawahnya mengalami pertandukan sehingga akan berbentuk gada. Sitokin yang terlibat pada fase ini pada umumnya adalah sitokin pro-apoptotik, misalnya Tumor Necrosis Factor

  Alfa (TNF-

  α). Hasil akhir proses yang terjadi selama fase katagen adalah rambut telogen (rambut gada) yang berada dalam fase telogen (istirahat). Rambut telogen memiliki akar rambut berbentuk gada yang tidak memiliki pigmen ataupun selubung akar rambut luar dan dalam.

  Kerontokan rambut adalah kehilangan rambut yang berkisar lebih dari 120 helai per hari.

  Beberapa ahli mengemukakan adanya fase tambahan, yakni fase eksogen (pelepasan), tetapi sebagian besar kepustakaan menganut 3 fase saja. Lama dan komposisi siklus bervariasi menurut lokasi rambut, jenis kelamin, dan usia. Di kepala, sekitar 90%-93% folikel rambut dalam fase anagen dan sisanya sebagian besar dalam fase telogen sehingga perbandingan rambut anagen dan telogen berkisar antara 9:1. Sekitar 1% rambut telogen rontok setiap hari. Jumlah folikel rambut pada kepala manusia sekitar 100.000, sehingga dapat dianggap normal jika jumlah rambut rontok 50-100 helai per-hari. Kerontokan melebihi 100-120 helai rambut per-hari menandakan suatu keadaan patologis.

  16 Efluvium anagen

  adalah kerontokan yang terjadi ketika folikel rambut berada dalam fase aktif siklus pertumbuhannya, yakni fase anagen.

  1 Efluvium anagen dapat disebabkan oleh zat apapun yang mempengaruhi aktivitas mitosis folikel rambut.

  7 Penyebab tersering adalah obat sitostatika pada kemoterapi

  dan radiasi. Penyebab lain, misalnya logam berat, tanaman, serta penyakit sistemik juga telah dilaporkan.

  6 Sitostatika

  Efektivitas obat sitostatika sebagai antikanker adalah kemampuannya untuk mematikan sel yang sedang aktif membelah. Karena sebagian besar sel somatik memiliki

  Rambut adalah adneksa kulit yang penting bagi manusia karena mempunyai peran dalam fungsi proteksi. Selain fungsi proteksi, rambut juga memiliki fungsi penting lain, yaitu sebagai simbol sosial, budaya, dan agama pada berbagai lapisan masyarakat. Rambut merupakan sarana komunikasi secara sosio-seksual karena merefleksikan ekspresi seseorang dalam kaitannya dengan estetika, kepribadian, usia, gender, dan kehidupan pribadi secara umum. Rambut yang sehat mencerminkan keadaan tubuh yang sehat dan menunjang penampilan seseorang.

  1,5,7,15-18

1 Penyebab tersering efluvium anagen adalah kemoterapi dan radiasi.

  tumbuhan yang terdiri atas 3 fase, yakni fase anagen (pertumbuhan), katagen (involusi), dan telogen (istirahat).

  Rambut memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan sistem organ lainnya karena rambut mengalami proses pengulangan pertumbuhan. Hal ini memungkinkan terjadinya gangguan pada rambut karena ketidak normalan siklus pertumbuhannya sehingga penting sekali untuk memahami siklus tersebut.

  1-3

  Sebagai bagian integral dari identitas, wajar jika kerontokan rambut akan berdampak negatif bagi yang mengalaminya, terutama jika kerontokan tersebut cukup luas dan berat.

  4,5

  Kerontokan rambut (efluvium) dapat di- sebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah efluvium anagen.

  6,7

  Beberapa penelitian mendapat- kan bahwa efluvium anagen adalah efek samping kulit yang paling sering ditemukan pada pasien yang menjalani kemoterapi.

  4-10

  Meskipun sering ditemukan, banyak tenaga medis masih belum memahami dampak sebenarnya efluvium anagen dan enggan untuk menangani masalah ini sampai tuntas karena dianggap sebagai efek sementara saja dan wajar dialami pasien yang menjalani kemoterapi.

  11,12

  Didapatkan data bahwa 50% pasien merasa rambut rontok adalah efek samping kemoterapi yang paling meng- ganggu.

  11 Bahkan 8% pasien kanker payudara memikir-

  kan untuk menolak kemoterapi karena mengkhawatirkan kerontokan rambut yang akan terjadi.

  4 Persepsi yang relatif sama juga dialami oleh pasien laki-laki.

  13 Atas

  dasar tersebut, pasien dalam kemoterapi atau karena sebab lain berhak untuk mendapatkan penjelasan dan pentalak- sanaan paripurna bagi kerontokan rambutnya.

14 Tinjauan pustaka ini akan membahas lebih lanjut

  mengenai siklus pertumbuhan folikel rambut, etiopato- genesis, temuan klinis, dasar diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan, dan prognosis efluvium anagen.

ETIOPATOGENESIS EFLUVIUM ANAGEN

SIKLUS PERTUMBUHAN FOLIKEL RAMBUT

1 Setiap folikel rambut akan mengalami siklus per-

  A Satriyo dkk Efluvium anagen turnover rate yang lambat sedangkan sel kanker

  Bagan skematis kedua jalur ini dapat dilihat pada gambar 1.

  Berbagai sitostatika untuk kemoterapi yang dapat menyebabkan efluvium anagen beserta tingkat keparahannya tercantum dalam tabel 1.

  19,24,25

  Hampir semua obat yang dipakai dalam kemoterapi dapat menyebabkan efluvium anagen, termasuk obat alkilator (siklofosfamid), antibiotik (bleomisin), antimetabolit (5-fluorourasil), dan peng- hambat mikrotubul (vinblastin).

  2,7,12,18,19

  Kerontokan rambut biasanya dimulai 1-2 minggu sesudah dosis kemoterapi pertama dan jelas terlihat 1-2 bulan sesudah terapi dimulai. Obat sitostatika bersifat toksik bagi akar folikel rambut sehingga selubung akar mengalami nekrosis atau pada kasus yang paling ringan akan membentuk batang rambut yang lemah dan terjadi konstriksi. Batang rambut yang menyempit tersebut akan patah ketika mencapai orifisium folikel. Rambut di kulit kepala paling sering terkena, tetapi rambut di tempat lain juga dapat terkena. Tingkat keparahan efluvium anagen karena sitostatika bergantung pada berbagai faktor, misalnya jenis sitostatika, waktu paruh metabolit aktif sitostatika, terapi kombinasi atau monoterapi, jalur pemberian, dan dosis yang digunakan.

  22 Gambar 1. Jalur distrofik (anagen dan katagen) sebagai respon folikel rambut terhadap sitostatika.

  21-23

  membelah dengan sangat cepat, kemoterapi relatif spesifik untuk sel kanker. Jaringan tertentu yang secara alami memiliki turnoverrate yang cepat, misalnya sumsum tulang, epitel usus, dan matriks rambut, juga ikut ter- pengaruh sehingga efek toksik kemoterapi dapat ber- manifestasi di jaringan tersebut. Sitostatika menekan mitosis matriks rambut, dan menghambat pembentukan korteks rambut sehingga menyebabkan efluvium anagen pada hampir semua pasien kemoterapi.

  Dari penelitian yang dilakukan pada hewan coba, reaksi folikel rambut terhadap suatu stimulus yang merusak, dalam hal ini sitostatika, terbagi dalam dua jalur, yaitu (1) jalur anagen distrofik dan (2) jalur katagen distrofik. Kedua jalur ini menentukan awitan, tingkat keparahan kerontokan, dan kecepatan pertumbuhan rambut sesudah terpajan sitostatika. Pada jalur anagen distrofik, folikel rambut akan melewati fase penyembuhan primer yang segera menghasilkan folikel rambut baru dengan struktur yang belum sempurna. Kemudian masuk ke dalam fase transisi katagen-telogen sampai akhirnya tumbuh rambut baru yang normal pada fase penyembuhan sekunder. Jika melalui jalur katagen distrofik, fase anagen akan segera berhenti, tidak memasuki fase penyembuhan primer melainkan langsung ke fase katagen-telogen yang amat cepat, dan kemudian masuk ke fase penyembuhan sekunder. Folikel yang melalui jalur katagen distrofik akan rontok cepat dan sangat berat, tetapi fase pemulihannya akan lebih cepat bila dibandingkan dengan jalur anagen distrofik. Pada kerontokan rambut akibat siklofosfamid, dosis yang tinggi akan membuat folikel rambut menempuh jalur katagen distrofik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jalur mana yang akan ditempuh masih terus diteliti.

  10,20

  Mekanisme biomolekular yang terjadi pada ke- rontokan rambut akibat sitostatika sampai saat ini masih terus diteliti, dan protein p53 diduga sangat berperan. Protein p53 adalah suatu faktor transkripsi dan protein supresor tumor yang berperan penting sebagai mediator peristiwa apoptosis yang diinduksi oleh sitostatika. Kadar p53 secara drastis meningkat dalam waktu satu jam sesudah sel mengalami kerusakan DNA. Protein p53 meningkatkan transkripsi reseptor Fas/Apo-1/CD95 yang merupakan death domain pada peristiwa apoptosis sel. Protein p53 juga meningkatkan transkripsi Bax dan menurunkan transkripsi Bcl-2 sehingga rasio Bcl-2/Bax akan menurun dan membuat sel rentan terhadap apoptosis. Banyak protein lain yang menjadi target p53 dan protein- protein tersebut ditemukan meningkat ekspresinya pada kerontokan rambut akibat sitostatika.

  2,19

  Fakta bahwa kerontokan rambut merupakan efek samping pada kulit yang paling sering terjadi dalam kemoterapi dapat diterangkan oleh beberapa faktor. Hampir 90% folikel rambut berada dalam fase aktif pertumbuhan dan tingginya pasokan darah di sekitar bulbus rambut menyebabkan bioavailability optimal obat sitostatika di daerah tersebut. Keratinosit folikel rambut juga memiliki aktivitas enzimatik yang lebih tinggi untuk metabolisme berbagai zat toksik bila dibandingkan dengan keratinosit di tempat lain.

  12,18

  2,12,18

  MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 41-48 Tabel 1. Sitostatika penyebab efluvium anagen dan tingkat keparahannya. Kerontokan ringan Kerontokan sedang Kerontokan berat

  1

  12 Efluvium telogen dapat terjadi sesudah efluvium

  anagen bila dosis radiasi diperbesar. Hal ini dikarenakan rambut telogen lebih resisten terhadap radiasi dibanding- kan dengan rambut anagen. Diperlukan dosis radiasi 2 sampai 2,5 kali lebih besar daripada dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efluvium anagen. Sifat ini mungkin disebabkan karena sel matriks rambut telogen pada prinsipnya berada dalam fase G

  1 yang memang lebih

  resisten terhadap radiasi. Radiosensitivitas paling kuat ditemukan pada fase M dan G

  2

  , diikuti oleh fase G

  , S awal dan S lanjut.

  28 Radiasi akan mempengaruhi siklus pertumbuhan sel

  12,29

  Pada era kedokteran masa kini, radiasi peri-operatif untuk pengobatan kanker di daerah kepala digunakan rentang dosis antara 2000 rad sampai 5000 rad dalam dosis terbagi, sehingga dapat diprediksikan akan terjadi kerontokan rambut yang biasanya bersifat sementara.

  12 Logam berat

  Berbagai jenis logam berat mampu merusak pem- bentukan batang rambut melalui ikatan kovalen dengan berbagai gugus sulfhidril keratin yang mengakibatkan perkembangan abnormal dan fragmentasi batang rambut. Logam berat hanya mampu berikatan pada bagian rambut yang sedang menjalani diferensiasi terminal. Logam berat yang paling sering menimbulkan efluvium anagen adalah talium dan merkuri.

  6,12

  Talium adalah rodentisida dan pestisida murah yang sering digunakan pada masa lalu. Saat ini penggunaan talium dibatasi hanya pada industri lensa optik dalam bentuk talium oksida. Gejala intoksikasi talium paling

  yang diperlukan jaringan untuk hidup dan tumbuh. Pada yang berada dalam fase anagen dapat pulih kembali secara cepat dan sempurna. Pada dosis tinggi (3000 rad) akan terjadi hambatan nyata proliferasi sel-sel matriks rambut dengan daya pulih rendah. Penelitian menunjuk- kan bahwa dosis tunggal untuk menghasilkan kerontokan permanen relatif sama untuk semua spesies, berkisar antara 2000 rad sampai 3000 rad. Dosis radiasi yang diperlukan untuk menimbulkan kerontokan juga bergantung energi kuantum dari jenis radiasi dan luas lapangan radiasi yang bersangkutan.

  Mekanisme kematian sel akibat radiasi masih belum pasti. Bukti-bukti memperlihatkan kerusakan DNA rantai ganda sebagai efek selular terpenting radiasi yang ber- akhir pada kematian sel. Kerusakan akibat radiasi dapat karena ionisasi langsung, tetapi sebagian besar karena ionisasi tidak langsung melalui radikal bebas yang terbentuk akibat proses radiolisis cairan intraselular.

  Bleomisin Karmustin Fluorourasil (5-FU) Hidroksiurea Melfalan Dakarbasin Sisplatin Tioguanin Klorambusil Tiotepa Merkaptopurin Busulfan

  , sel akan masuk fase S (sintesis) saat terjadi duplikasi DNA secara lengkap. Fase terakhir interfase adalah fase Gap-2 (G

  Nitrosourea Metotreksat Mitomisin Aktinomisin (Daktinomisin) Floksuridin

  Siklofosfamid Daunorubisin Adriamisin (Doksorubisin) Vinblastin Vinkristin Ifosfamid Etoposid

  Sel mengalami suatu siklus pembelahan yang terdiri atas fase mitosis (M) dan non-mitosis (interfase). Interfase akan dimulai dari fase Gap-1(G

  1

  ) yaitu saat terjadi biosintesis dan pertumbuhan sel yang bertujuan menyediakan berbagai molekul yang diperlukan untuk tahap selanjutnya. Sesudah fase G

  1

  2

  7 Radiasi

  ) yang akan mempersiapkan sel untuk masuk ke fase M. Pada fase M terjadi mitosis yang ditandai oleh pembelahan inti sel dan sitoplasma.

  26,27

  Beberapa obat mempengaruhi fase spesifik proses mitosis matriks rambut yang aktif membelah. Sitostatika yang spesifik terhadap fase S, antara lain hidroksiurea, 6- merkaptopurin, dan metotreksat. Fase M sangat di- pengaruhi oleh vinkristin dan vinblastin. Meski demikian, sebagian besar sitostatika tidak spesifik terhadap satu fase tertentu. Hal ini terlihat pada golongan alkilator (siklofosfamid, ifosfamid, melfalan, tiotepa, busulfan, karmustin, dakarbasin), nitrosourea, dan antibiotik (bleomisin dan daktinomisin).

  Kolkisin adalah obat yang memiliki aktivitas anti- mitotik dan sering digunakan pada pengobatan gout dan nyeri artritis. Kolkisin menimbulkan kerontokan pada 1-10% penggunanya. Rambut kepala paling sering terkena. Tingkat keparahan kerontokan bergantung pada dosis yang digunakan. Kerontokan rambut luas pernah dilaporkan pada pasien psoriasis yang mendapat kolkisin dengan dosis 2-3 mg/hari. Kerontokan biasanya bertahan selama 1-3 bulan, dapat reversibel walaupun penggunaan obat belum dihentikan.

  12,18

  Vasopresin, vasokonstriktor dan hormon anti-diuretik yang berasal dari kelenjar hipofisis, juga telah dilaporkan dapat menimbulkan efluvium anagen melalui mekanisme infark kulit.

  dapat menimbulkan efluvium anagen adalah bismut, levodopa, dan siklosporin.

18 Obat jenis lain

18 Obat-obat lain yang juga pernah dilaporkan

  A Satriyo dkk Efluvium anagen

  umum adalah kerontokan rambut dan biasanya terjadi sesudah 10 hari ingesti talium. Dosis talium 7–8 mg/kgBB cukup untuk menimbulkan efluvium anagen. Kerontokan awalnya timbul pada kulit kepala dan kemudian di aksila, pubis, dan lateral alis mata. Kerontokan rambut dapat sangat hebat dan berakhir pada kerontokan total. Kerontokan rambut dapat menjadi satu-satunya gejala yang timbul pada keracunan ringan talium.

TEMUAN KLINIS

  Merkuri adalah logam elemental lain yang dapat menimbulkan intoksikasi dengan manifestasi berbagai kelainan kulit, termasuk kerontokan rambut. Rambut rontok dapat menjadi satu-satunya gejala. Logam ini tersedia dalam dua bentuk, yakni bentuk organik dan anorganik. Bentuk organik (alkil-merkuri) jauh lebih berbahaya karena diabsorpsi lebih baik dan dieliminasi lebih lambat daripada bentuk anorganik. Kini pajanan terhadap merkuri terbatas pada merkuri sebagai diuretik dan dalam bentuk berbagai derivat fenilmerkuri yang digunakan sebagai bakteriostatik, misalnya timerosal, merbromin pada merkurokrom, tambal gigi amalgam, fenilmerkuri asetat pada gel kontrasepsi, dan fenilmerkuri nitrat pada sediaan anti-hemoroid. Intoksikasi pada umumnya terjadi di kalangan industri, air minum yang tercemar limbah, makanan laut yang terkontaminasi, atau akibat pajanan fungisida dan antiseptik.

  6,12

  Meskipun jarang, beberapa pasien efluvium anagen menunjukkan perjalanan klinis yang mirip dengan efluvium telogen. Kadang efluvium anagen dan efluvium telogen terjadi bersamaan sehingga diperlukan peme- riksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Sebagian rambut diambil dengan menyisir atau dengan pull test, kemudian diperiksa jenis rambut tersebut. Rambut anagen dan rambut telogen dapat dibedakan dengan mata telanjang, tetapi jika sulit dapat digunakan mikroskop cahaya untuk membantu diagnosis. Rambut anagen

  1,12,18,32

  Pada pasien dalam kemoterapi dengan keluhan rambut rontok, efluvium anagen adalah diagnosis kerja yang paling mungkin. Meskipun demikian, efluvium telogen juga memiliki pola kerontokan yang mirip dan dapat disebabkan oleh kemoterapi. Awitan kerontokan efluvium anagen biasanya lebih akut, sedangkan pada efluvium telogen rambut mulai rontok pada bulan ke-3 atau ke-4 sesudah kemoterapi dimulai. Hal ini karena adanya masa transisi dari fase anagen melewati fase telogen pada efluvium telogen. Pertumbuhan kembali rambut setelah pajanan zat toksik dihentikan, juga lebih lama pada efluvium telogen.

  6,32

  Jika dikelompokkan kerontokan rambut berdasarkan pola kerontokan dan utuh tidaknya ostium folikel rambut, maka efluvium anagen termasuk golongan kerontokan rambut tipe difus dan non-sikatrikal. Penyakit lain dalam golongan ini, misalnya efluvium telogen, alopesia andro- genika, sindrom loose anagen, dan alopesia areata tipe difus, dapat menjadi diagnosis banding efluvium anagen.

  31 DASAR DIAGNOSIS EFLUVIUM ANAGEN

  Kerontokan rambut biasanya bermula dari daerah yang terkena banyak friksi, misalnya puncak kepala dan sisi samping kepala di atas telinga. Kerontokan bersifat cepat dan menyeluruh tanpa suatu pola tertentu. Meskipun demikian, penelitian Sook dkk. menunjukkan adanya kemungkinan pola kerontokan tertentu pada efluvium anagen, yaitu pada pria mengikuti pola Hamilton- Noorwood dan perempuan mengikuti pola Ludwig. Usia dan jenis kemoterapi tidak mempengaruhi pola kerontokan. Biasanya tidak diikuti keluhan lain pada kulit kepala, tetapi dapat diikuti rasa nyeri dan atau gatal.

  12,18

  Pada efluvium anagen, kerontokan dapat terjadi sangat banyak, mencapai 90% dari seluruh rambut kepala. Hal ini terjadi karena 90% rambut kepala pada suatu saat adalah folikel rambut anagen. Daerah tubuh dengan persentase rambut anagen paling tinggi, misalnya kulit kepala dan jenggot, lebih sering mengalami efluvium anagen dibandingkan dengan bagian tubuh lain yang memiliki persentase folikel rambut anagen lebih rendah, misalnya alis mata dan bulu mata.

  6,12,30

  dikeluhkan pasien pemfigus vulgaris. Folikel rambut menjadi salah satu target autoantibodi pemfigus karena protein desmosomal diekspresikan berlebihan pada epitel folikular. Intoksikasi asam borat melalui pestisida rumah tangga atau produk rumah tangga lain yang menggunakan asam borat sebagai pengawet juga telah dilaporkan. Malnutrisi protein berat juga dapat bermanifestasi sebagai efluvium anagen.

  Brazil, mengandung toksin selenosistationin yang bersifat sitotoksik bagi folikel rambut anagen. Sedangkan toksin yang terdapat dalam Leucaena glauca adalah asam amino leusenol atau leusenin. Mekanisme kedua bahan toksik tersebut menimbulkan kerontokan masih belum jelas.

  Lecythis olaria adalah sejenis kacang yang umum di

  Tanaman tertentu jenis Lecythis olaria dan Leucaena glauca juga dapat menimbulkan efluvium anagen.

  6,12 Sebab lain

  Tembaga juga dilaporkan mampu menimbulkan efluvium anagen. Intoksikasi tembaga disebabkan air ledeng yang terkontaminasi garam tembaga, oleh karena pH rendah, adanya zat kelator, atau koneksi kabel listrik yang mengionisasi logam tersebut. Efluvium anagen juga pernah dilaporkan pada intoksikasi bismut, kadmium, dan arsen.

12 Meskipun sangat jarang, efluvium anagen pernah

  7,15

  MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 41-48

  Wig sebaiknya dibuat atau dipilih sebelum pasien ke-

  2,7

  Metode yang sering dipakai adalah penggunaan turniket di sekitar kulit kepala untuk menimbulkan hipoperfusi lokal dengan harapan volume sitostatika yang mencapai kulit kepala berkurang. Metode ini tidak digunakan lagi karena menyita waktu, tidak nyaman, dan tidak efektif.

  2 Metode mekanis

  Sejak akhir tahun 1960, banyak ahli telah mencoba menggunakan berbagai cara untuk mencegah terjadinya efluvium anagen, terutama pada pasien yang menjalani kemoterapi. Metode pencegahan tersebut terbagi atas metode mekanis, metode fisis, dan penggunaan agen biologis.

  2,34,36 PENCEGAHAN

  adalah serat keratin sintetik yang mampu menempel pada kulit kepala dan folikel rambut yang tersisa untuk menyamarkan daerah yang botak dan seolah-olah menebalkan rambut.

  ®

  . Toppik

  ®

  hilangan rambutnya agar dapat mencocokkan warna, tekstur dan gaya rambut. Selain wig, untuk hasil yang cukup alami, pasien dapat menggunakan kosmetik penyamar yang praktis dan mudah digunakan, misalnya Toppik

  Kerontokan rambut secara psikologis berdampak negatif bagi pasien. Kadang diperlukan kosmetik kamu- flatif untuk menyamarkan proses kerontokan yang sedang berjalan, hal ini dapat dicapai dengan penggunaan wig atau kosmetik penyamar lainnya. Wig dapat sintetik atau alami, bahkan dapat dibuat dari rambut pasien sendiri.

  memiliki akar rambut yang panjang dan berkelok dengan selubung akar rambut luar dan dalam yang utuh serta berpigmen. Rambut telogen memiliki akar rambut yang pendek, berbentuk gada, tidak memiliki selubung akar rambut luar dan dalam serta mengalami depigmentasi. Batang rambut pada efluvium telogen biasanya normal dan tidak tipis atau rapuh seperti yang terdapat pada efluvium anagen. Juga dapat dilakukan trikogram/pluck

  2 Kosmetik kamuflatif

  Efektivitas vitamin, misalnya asam folat dan vitamin E masih kontroversial. Beberapa penelitian memperlihat- kan bahwa suplementasi oral asam folat pada pemberian metotreksat dan vitamin E pada pemberian doksorubisin mampu mencegah kerontokan, tetapi hasil tersebut disanggah oleh penelitian lain.

  18,33-35 Vitamin

  Minoksidil adalah derivat piperidinopirimidin dengan struktur kimia 2,6-diamino-4-piperidinopirimidin 1-oksida. Minoksidil memiliki efek vasodilator, efek mitogenik ter- hadap sel keratinosit, menjaga rambut dalam fase anagen, dan mempercepat perubahan rambut telogen menjadi anagen. Walaupun penggunaan minoksidil baru diindi- kasikan untuk alopesia androgenika, tetapi dapat diberi- kan pada kerontokan rambut lain yang memerlukan per- panjangan fase anagen, misalnya pada efluvium anagen. Meskipun tidak bermanfaat untuk mencegah efluvium anagen, minoksidil topikal 2% dapat memperpendek periode kerontokan (interval terjadinya kerontokan rambut maksimal sampai tumbuhnya rambut kembali) sampai 50 hari.

  Sebelum kemoterapi dimulai, pasien yang memiliki rambut panjang dianjurkan untuk memotong pendek rambutnya karena dengan demikian dapat menyem- bunyikan penipisan rambut yang terjadi serta mengurangi rasa cemas saat rambut mulai rontok. Hindari mencuci rambut setiap hari, gunakan sampo lembut yang disertai pelembab atau kondisioner tiap 4-7 hari, dapat meng- gunakan sampo bayi. Dianjurkan untuk menggunakan sisir bergigi jarang dan besar untuk menghindari tarikan berlebihan selama menyisir. Apabila memungkinkan, disarankan untuk menggunakan sarung bantal berbahan satin untuk meminimalisasi friksi. Jika terjadi alopesia total akibat kerontokan rambut yang hebat, disarankan untuk melindungi kulit kepala dari faktor mekanis dan sinar matahari.

  6,12 PENATALAKSANAAN Umum

  Jika tidak ditemukan penyebab efluvium anagen yang umum, misalnya kemoterapi dan radiasi, kecurigaan terarah kepada intoksikasi logam berat atau penyebab lain yang lebih jarang. Pada kasus intoksikasi logam berat, riwayat pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal pasien harus ditanyakan. Pada intoksikasi talium, selain keron- tokan rambut juga dapat ditemukan gangguan sistem saraf, saluran cerna, serta kelainan kulit lain, misalnya xerosis, skuama putih kasar di kulit kepala, dan distrofi kuku. Diagnosis intoksikasi talium ditegakkan berdasar- kan pemeriksaan urin yang positif mengandung talium. Gangguan neurologis, gastrointestinal, dan kardiovaskular juga dapat menyertai kerontokan rambut akibat merkuri. Diagnosis intoksikasi merkuri ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar merkuri dalam urin, darah dan rambut. Penyebab efluvium anagen lain yang jarang tetap harus dipikirkan.

  1,7,12,17,18,32

  anagen ditandai dengan rasio anagen-telogen yang normal.

  test untuk melihat rasio anagen-telogen rambut. Efluvium

2 Minoksidil

  A Satriyo dkk Efluvium anagen

  7,31

  22 Agonis dan antagonis reseptor para- thyroid hormone/parathyroid hormone related peptide

  (PTH/PTHrP) dapat memodulasi kerontokan rambut akibat kemoterapi pada mencit.

  39 Injeksi geldanamisin

  subkutan atau intradermal dapat secara efektif meng- induksi timbulnya protein stres yang mencegah kerontokan akibat doksorubisin, siklofosfamid, pakli- taksel, dan etoposid pada mencit.

  7,25 PROGNOSIS

  Hambatan aktivitas mitosis menghentikan reproduksi sel-sel matriks, tetapi tidak merusak folikel rambut secara permanen sehingga pada dasarnya kerontokan rambut pada efluvium anagen bersifat reversibel. Rambut akan tumbuh kembali beberapa minggu/bulan sesudah pajanan kemoterapi dihentikan. Bahkan pada beberapa kasus, rambut kembali tumbuh meskipun pajanan belum dihentikan. Ketika rambut tumbuh kembali, sekitar 65% pasien mengatakan bahwa rambut yang tumbuh berbeda dengan rambut asli mereka. Hal ini disebabkan karena perubahan tekstur dan warna rambut.

  Pada beberapa pasien, kerontokan bersifat permanen, terutama pada mereka yang menerima kemoterapi dengan rejimen kombinasi atau radiasi dosis tinggi, kemungkinan telah terjadi sikatriks akibat kerusakan progresif folikel rambut.

  38 Estrogen topikal

  12 Telah dilaporkan kerusakan permanen tersebut

  pada pasien yang menerima kombinasi busulfan dan siklofosfamid.

  40 Kombinasi siklofosfamid, tiotepa, dan

  karboplatin dosis tinggi juga dapat menimbulkan alopesia permanen.

  41 KESIMPULAN

  Efluvium anagen adalah efek samping kulit yang paling sering terjadi pada kemoterapi dan sangat berdampak negatif bagi pasien, terutama jika dilihat dari aspek psikologis, tetapi seringkali dipandang sebelah mata oleh tenaga medis. Modalitas terapi masih terbatas, hal ini karena patogenesis efluvium anagen belum terungkap secara tuntas. Minoksidil dapat diberikan sebagai terapi lini pertama disertai edukasi cara merawat rambut yang benar ketika rontok. Berbagai metode untuk mencegah efluvium anagen pada pasien penerima kemoterapi masih terus diteliti dan diharapkan dapat memberikan hasil pada masa yang akan datang.

  Metode fisis Scalp cooling untuk pencegahan efluvium anagen

  mempercepat pertumbuhan rambut pada mencit yang mengalami kerontokan akibat kemoterapi melalui jalur katagen distrofik.

  sistein juga memberikan proteksi terhadap kerontokan yang ditimbulkan oleh siklofosfamid.

  38 Senyawa N-asetil-

  pada dasarnya adalah proses hipotermia atau pendinginan kulit. Kerontokan rambut yang terjadi dapat dicegah melalui beberapa mekanisme, yakni (1) penurunan perfusi kulit kepala melalui vasokonstriksi yang terjadi ketika suhu kulit menurun (ketika suhu kulit kepala diturunkan sampai 30°C, aliran darah menurun sampai 25%) akan menurunkan volume sitostatika yang mencapai folikel rambut di kulit kepala,(2) penurunan uptake selular sitostatika oleh folikel rambut ketika suhu menurun, dan (3) penurunan laju metabolik sitostatika intrafolikular pada keadaan hipotermia.

2 Efektivitas metode hipotermia bergantung pada

  beberapa faktor. Suhu intradermal yang dihasilkan mem- pengaruhi hasil akhir. Dianjurkan agar mencapai suhu <20°C. Jenis kanker juga berpengaruh, adanya risiko metastasis atau metastasis di kepala mempengaruhi pertimbangan penggunaan scalp cooling. Pada umumnya

  scalp cooling hanya digunakan pada pasien dengan tumor

  padat yang belum bermetastasis dan tidak diindikasikan pada pasien dengan keganasan hematologik atau dengan tumor di daerah kepala. Faktor lainnya yang juga ber- pengaruh adalah aplikasi alat itu sendiri yang dipengaruhi oleh jarak kontak dengan kulit kepala, keberadaan udara di antara alat dengan kulit, dan lamanya kontak dengan kulit kepala.

2 Scalp cooling dapat dilakukan dengan beberapa cara,

  baik melalui bahan pendingin yang diaplikasikan melalui

  cooling cap atau pendinginan terus-menerus kulit kepala

  dengan udara dingin atau cairan dingin. Bentuk alat dapat bermacam-macam, tetapi cenderung besar dan me- repotkan pasien. Jenis scalp cooling yang relatif nyaman dipakai dan paling sering digunakan adalah jenis cryogel

  cap.

  2,7,8

  Penggunaan scalp cooling sendiri masih kontro- versial.

  2,6,18,37

  Grevelman melakukan review terhadap 53 publikasi mengenai scalp cooling dan menyimpulkan bahwa metode ini efektif, tetapi tidak untuk semua pasien dan bergantung pada jenis kemoterapi yang digunakan. Metode ini efektif terutama pada kemoterapi dengan sitostatika jenis antrasiklin atau taksan.

8 Obat biologis

  Beberapa obat biologis telah diteliti penggunaannya untuk mencegah kerontokan akibat kemoterapi, tetapi baru teruji efektivitasnya pada hewan coba. Dua obat imunosupresif, yakni siklosporin A dan takrolimus telah menunjukkan efektivitasnya sebagai modulator poten pertumbuhan rambut pada model hewan yang mengalami kerontokan akibat kemoterapi.

2 Imuvert, yang dihasilkan

  bakteri Serratia marcescens, mampu mencegah keron- tokan akibat pemberian doksorubisin.

  MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 41-48

  31. Yun SJ, Kim SJ. Hair loss pattern due to chemotherapy-induced anagen effluvium: a cross-sectional observation. Clinical and Laboratory Investigations Dermatology 2007;215(1):36-40.

  24. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincott’s Illustrated reviews: pharmacology, edisi ke-2. New Jersey: Lippincott-Raven; 1997.h.378-403.

  25. Jimenez JJ, Roberts SM, Mejia J, Mauro LM, Munson JW, Elgart GW, et al. Prevention of chemotherapy-induced alopecia in rodent models. Cell Stress Chaperones 2008;13(1):31-8.

  26. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. Edisi ke-4.

  California: Brooks/Cole; 2001.h.c-9.

  27. Norman RI, Lodwick D. Medical cell biology: made memorable.

  Edinburgh: Churchill Livingstone; 1999. h.148-68.

  28. Schreiber GJ. Radiation Therapy, General principles. [disitasi 17 september 2009]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/846797-overview.

  29. Cell Cycle. [disitasi 23 September 2009]. Tersedia di www.wikipedia.com.

  30. Heyl T, Barlow RJ, Thallium poisoning: a dermatological perspective. Br JDermatol 1989;121:787-92.

  32. Han A, Mirmirani P. Clinical approach to the patient with alopecia. semin cutan Med Surg 2006;25:11-23.

  22. Ohnemus U, Unalan M, Handjiski B, Paus R. Topical estrogen accelerates hair regrowth in mice after chemotherapy-induced alopecia by favoring the dystrophic catagen response pathway to damage. J Invest Dermatol 2004;122(1):7-13.

  33. Dawber R. Update on minoxidil treatment of hair loss. Dalam: Camacho FM, Randhall VA, Price VH, penyunting. Hair and its disorders: biology, pathology and management. London:Martin Dunitz; 2000.h.171-2.

  34. Rogers NE, Avram MR. Medical treatments for male and female pattern hair loss. J Am Acad Dermatol 2008;59:547-66.

  35. Duvic M, lemak NA, Valero V, Hymes SR, Farmer KL, Hortobagyi GN, et al. A Randomized Trial of Minoxidil in Chemotherapy-induced Alopecia. J Am Acad Dermatol 1996;35:74-8.

  36. Situs Toppik. [disitasi 2 September 2009] Tersedia di www.toppik.com.

  37. Tierney AJ. Preventing chemotherapy-induced alopecia in cancer patients: is scalp cooling worthwhile? Journal of Advanced Nursing 1987;12:303-10.

  38. Hussein AM, Protection against cytosine arabinoside-induced alopecia by minoxidil in a rat animal model. Inter J Dermatol 1995;34(7):470-2.

  39. Peters EMJ, Foitzik K, Paus R, Ray S, Holick MF. A new strategy for modulating chemotherapy-induced alopecia, using PTH/PTHrP receptor agonist and antagonist. J Invest Dermatol 2001;117:173-78.

  40. Tran D, Sinclair RD, Schwarer AP, Chow CW. Permanent alopecia following chemotherapy and bone marrow Transplantation.

  Australa J Dermatol 2000;41:106-8.

  41. Jonge ME, Mathot RAA, Dalesio O, Huteima ADR, Rodenhuis S, Beijnen JH. Relationship between irreversible alopecia and exposure to cyclophosphamide, thiotepa, and carboplatin (CTC) in high-dose chemotherapy. Bone Marrow Transplantation 2002;30:593-7.

  23. Amoh Y, Li L, Katsuoka K, Hoffman RM. Chemotherapy targets the hair-follicle vascular network but not the stem cells. J Invest Dermatol 2007;127(1):11-5.

  21. Hendrix S, Handjiski B, Peters EM, Paus RA. Guide to assessing damage response pathways of the hair follicle: Lessons from Cyclophosphamide-Induced Alopecia in Mice. J Invest Dermatol 2005;125(1):42-51.

DAFTAR PUSTAKA 1.

  11. Dougherty L. Using nursing diagnoses in prevention and management of chemotherapy-induced alopecia in the cancer patient. Int J Nurs Terminol Classif 2007;18(4):142-9.

  2. Batchelor D. Hair and Cancer Chemotherapy: Consequences and nursing care-a literature study. European Journal of Cancer Care 2001;10:147-63.

  3. Gray J. The World of Hair: A scientific companion. London: Macmillan Press Ltd; 1997. h.1-4.

  4. Lemieux J, Maunsell E, Provencher L. Chemotherapy-induced alopecia and effects on quality of life among women with breast cancer: a literature review. Psychooncology 2008;17(4):317-28.

  5. Baumann A, Baumann L. Hair science and hair loss. Dalam: Baumann L, Weisberg E, penyunting. Cosmetic dermatology: principles and practice. New York: McGraw-Hill; 2002.h.41-51.

  6. Paus R, Olsen EA, Messenger AG. Hair growth disorders. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008.h.753-77.

  7. Schwartz RA, Seiff BD, Gascon P. anagen effluvium. [disitasi 11 September 2009]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1073488-overview.

  8. Grevelman EG, Breed WPM. Prevention of chemotherapy-induced hair loss by scalp cooling. Annals of Oncology 2005;16:352-8.

  9. Apisarntharanarax N, Duvic M. Dermatologic complications of cancer chemotherapy. [disitasi 13 September 2009]. Tersedia di: http://www.cancer.org/downloads/pub/DOCS/SECTION40/144.pdf.

  10. Botchkarev VA. Molecular mechanism of chemotherapy-induced hair loss. J Investig Dermatol Symp Proc 2003;8(1):72-5.

  Wahyuli HN, Rosita C. Kerontokan rambut. Airlangga Periodical of Dermato-Venereology 2006;18(4):47-60.

  20. Sharov AA, Siebenhaar F, Sharova TY, Botchkareva NV, Gilchrest BA, Botchkarev VA. Fas signaling is involved in the control of hair follicle response to chemotherapy. Cancer Research 2004;64:6266-70.

  13. Hilton S, Hunt K, Emslie C, Salinas M, Ziebland S. Have Men Been Overlooked? A comparison of young men and women's experiences of chemotherapy-induced alopecia. Psychooncology 2008;17(6):577-83.

  14. Gray J. Dawber R. Hair care. Dalam: Baran R, Maibach HI, penyunting. Textbook of cosmetic dermatology, edisi ke-3.

  London: Taylor & Francis; 2005.h.247-57.

  15. Cotsarelis G, Botchkarev V. Biology of hair follicles. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008.h.739-49.

  16. Soepardiman L. Kelainan rambut. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediardja SA, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

  Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.h.283-93.

  17. Shapiro J. Assessment of the patient with alopecia. Dalam: Shapiro J. penyunting. Hair loss: principles of diagnosis and management of alopecia. London:Martin Dunitz; 2002.h.1-18.

  18. Shapiro J. Drug-induced alopecia. Dalam: Shapiro J. penyunting.

  Hair loss: principles of diagnosis and management of alopecia. London:Martin Dunitz; 2002.h.135-46.

  19. Merk HF, Drugs Affecting hair growth. Dalam: Orfanos CE, Happle R. penyunting. Hair and hair diseases. Berlin: Springer-Verlag; 1990.h.601-9.

  12. Grossman KL, Kvedar JC. Anagen hair loss. Dalam: Olsen EA, penyunting. Disorder of hair growth: diagnosis and treatment. New York: McGraw-Hill; 1994.h.223-39.