PROTES SOSIAL DALAM PUISI “KEPADA PEJUANG- PEJUANG LAMA” KARYA SOE HOK GIE (Kajian Sastra Marxis)

  PROTES SOSIAL DALAM PUISI “KEPADA PEJUANG- PEJUANG LAMA” KARYA SOE HOK GIE (Kajian Sastra Marxis) Skripsi

  Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Srata Satu dalam Ilmu Sastra Indonesia

  Oleh: Galang Ari Pratama

  NIM 13010110141024

FAKULTAS ILMU BUDAYA

HALAMAN PERNYATAAN

  Dengan ini penulis menyatakan bahwa skrips i yang berjudul “Protes Sosial dalam Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” Karya Soe Hok Gie: Kajian Sastra Marxis” adalah hasil karya penulis sendiri kecuali kutipan yang telah disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka. Penulisan skripsi ini belum pernah diajukan pada institusi manapun dan bukan merupakan karya saduran. Tanggung jawab isi pada skripsi ini berada pada keabsaan dan kebenaran penulis sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

  Semarang, 06 Juli 2015 Galang Ari Pratama

HALAMAN PERSETUJUAN

  Skripsi yang berjudul “Protes Sosial dalam Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” Karya Soe Hok Gie: Kajian Sastra Marxis” ini telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan kepada Tim Penguji Skripsi pada: hari : Rabu tanggal : 29 Juli 2015

  Dosen Pembimbing Dr. Redyanto Noor, M.Hum.

  NIP 19590307 198603 1 002

  

HALAMAN PENGESAHAN

  Skripsi yang berjudul “Protes Sosial dalam Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama”

  Karya Soe Hok Gie: Kajian Sastra Marxis” ini telah diterima dan disahkan oleh:

  Panitian Ujian Skripsi Program Srata Satu Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro; Pada tanggal, 29 Juli 2015 Ketua: Drs. M. Hermintoyo, M.Pd.

  NIP 19611403 198803 1 001 Anggota I, Drs. Mulyo Hadi Purnomo, M.Hum. NIP 19660815 199903 1 011 Anggota II, Dr. Redyanto Noor, M.Hum. NIP 19590307 198603 1 002

  Dekan Dr. Redyanto Noor, M.Hum.

MOTO DAN PERSEMBAHAN

  “...kita begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta” (Soe Hok Gie)

  “Karena yang paling penting bukanlah benar atau tidaknya pengamatan kita, melainkan intens atau tidaknya penghayatan kita.” (Soe Hok Djin/ Arief Budiman)

  “Lupa bagaimana menggali dan merawat tanah adalah lupa akan diri sendiri” dan “Cinta adalah kekuatan paling lembut di Dunia.”

  (Mohandas K. Gandhi/ Mahatma Gandhi) “Bercanda itu adalah keseriusanku menjalani hidup...”

  (Galang Ari Pratama)

  Skripsi ini penulis persembahkan untuk surga di bumi yaitu keluarga:

  mamahku Euis Mardiana yang selalu ikhlas merawatku sampai kapan pun; bapakku Sugeng P. Putro yang mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya untuk diri (kita) sendiri, tetapi anak dan generasi kita juga harus merasakan hal itu; adik laki-lakiku Rizki Dadung dan Odiva yang mengajarkan betapa pentingnya tanggungjawab seorang abang

  Dari penulis untuk mereka:

  kakekku Alm. Suwarna dan Alm. Heru Dalmadi nenekku Alm. Hasmani dan Nenekku Jamini

  

PRAKATA

  Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya. Shalawat serta salam hanya untuk Nabi Muhammad Saw beserta para sahabatnya yang senantiasa selalu melimpahkan syafaat-Nya sehingga skripsi yang berjudul

  “Protes Sosial dalam Puisi “Kepada Pejuang-

  Pejuang Lama” Karya Soe Hok Gie: Kajian Sastra Marxis” ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan srata satu (SI) pada program studi Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang.

  Dalam penyelesaian skripsi ini penulis cukup banyak mengalami kendala dalam hal waktu, buku-buku refrensi, pengetahuan pengaplikasian teori dan juga hal- hal yang lain. Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini, antaranya: Pertama, pada Bapak Dr. Redyanto Noor, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya dan juga sekaligus dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, kondisi, diskusi, memberikan masukan, pengetahuan, dan tempat (rumahnya) sehingga bisa membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kedua, Bapak Drs. Suharyo, M.Hum, selaku ketua program studi Sastra Indonesia yang memberi sapaan dan senyuman. Ketiga, Ibu Laura Andri Retno Martini, S.S., selaku dosen wali yang selalu menerima mahasiswanya diskusi tentang kuliah atau pun non−kuliah. Keempat, seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan pembelajaran betapa pentingnya kuliah di kelas maupun di luar kelas khususnya bagi karyawan administrasi di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya, Perpustakaan, Akademik, dan juga Mbak Yanti, Mbak Lestari, dan Mbak Sari yang rela membantu kelancaran pengurusan administrasi. Kelima, mamah-bapak yang memberikan doa, finansial, dan kepercayaan untuk anaknya dalam mengenyam pendidikan dan juga kedua adik laki-laki yang selalu menjaga dan menolong Orang Tua di rumah, serta saudara-saudara dan teman-teman di Jakarta maupun di Semarang khusunya Embah Putri yang merawat penulis dalam asupan gizi dan tempat tinggal selama di Semarang. Keenam, teman-teman Sastra Indonesia Angkatan 2010 (SESEPUH) khusunya untuk mereka yang sering bertukar pikiran Gigih P. U., Alvidyansyah P. A., Nia, Anin, Ipul, serta teman-teman Sastra Indonesia lintas angkatan 2006-2014 yang percaya bahwa kekeluargaan itu nyata dan juga teman-teman musik Efek Rumah Makan Company; Ajoy, Gudhel, Oka, Unggul, kakak Dissa, Yoga, dan Najib. Ketujuh, rekan-rekan Lembaga Pers Mahasiswa Hayamwuruk Fakultas Ilmu Budaya; Ipul, Hasna, Alfu dan junior-junior militan yang selalu mengajarkan penulis betapa pentingnya mendengar dan melihat suatu keadaan. Kedelapan, teruntuk enam belas teman-teman KKN Tim I Kecamatan Buaran, Kelurahan Simbang Kulon, Pekalongan, teman-teman Silat Nasioal Perisai Diri Indonesia Undip Semarang, teman-teman Fotografi Semarang, teman-teman Bike To Work Semarang, teman- teman Pendaki Nusantara dan The Badai Men Company. Kesembilan, orang-orang yang mengajarkan asiknya menjalani hidup, khususnya untuk Bapak Jongkie Tio, Om Idang Rasjidi, Opah Herman Lantang, Mas Agus Noor, Om Arbain Rambey, Om Martin Aleida, mbak Okky Madasari, kang Putu dan langganan buku loak; di

  Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan berguna bagi semua pihak yang membacanya. Penulis juga berharap skripsi ini (bisa) rusak karena sering dibaca dan bukan rusak karena terlalu lama disimpan di dalam lemari perpustakaan. Maka buka dan bacalah. Amin. Wassalam.

  Semarang, 06 Juli 2015 Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman

  HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v PRAKATA .................................................................................................... vi DAFTAR ISI.................................................................................................

  ix

  INTISARI .................................................................................................... xii ABSTRACT ................................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

  1 A. Latar Belakang dan Masalah ....................................................... 1 1.

  Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5 D.

  Manfaat Penelitian ...................................................................... 5 E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 6 F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7 1.

  Penelitian Sebelumnya .......................................................... 7 2. Landasan Teori ...................................................................... 8 a.

  Teori Puisi ....................................................................... 8 b.

  Teori Marxis .................................................................... 9 c. Protes Sosial dalam Sastra .............................................. 10 G. Metode Penelitian ....................................................................... 11 H.

  Sistematika Penulisan .................................................................

  11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ..................

  13

  a.

  Diksi (Pemilihan Kata) ................................................... 15 b.

  Pengimajian ..................................................................... 16 c. Bahasa Kiasan ................................................................. 17 d.

  Versifikasi (Irama) .......................................................... 21 e. Tata Wajah (Tipografi) ................................................... 22 f. Tema ............................................................................... 23 g.

  Perasaan (feeling) dan Suasana ....................................... 26 h. Amanat ............................................................................ 26 2. Protes Sosial .......................................................................... 27 3. Sosiologi Sastra ..................................................................... 28 4. Sastra Marxis ........................................................................ 29

  BAB III ANALISIS STRUKTUR PUISI DAN SASTRA MARXIS PADA PUI SI “KEPADA PEJUANG- PEJUANG LAMA” ...................................................................... 31 A. Analisis Struktur Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” ............... 31 1. Diksi (Pemilihan Kata) ............................................................... 33 2. Pengimajian ................................................................................. 39 a. Imaji Penglihatan (Imaji Visual) ........................................... 39 b. Imaji Pendengaran (Imaji Auditif) ........................................ 41 c. Imaji Taktil (Perasaan) .......................................................... 44 3. Bahasa Kiasan ............................................................................. 46 a. Perbandingan (Simile) ........................................................... 46 b. Metafora ................................................................................ 47 c. Perumpamaan Epos (Epic Simille) ........................................ 48 d. Personifikasi .......................................................................... 49 e. Metonimia ............................................................................. 50 f. Sinekdoki (Synecdoche) ........................................................ 52 g. Alegori .................................................................................. 53

  b.

  Unsur Nonbahasa Lain .......................................................... 58 c. Enjembemen ......................................................................... 59 6. Tema ........................................................................................... 60 7. Perasaan (Feeling) ...................................................................... 62 8. Suasana ....................................................................................... 63 9. Amanat ........................................................................................ 64 B. Analisis Teori Sastra Marxis Pada Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang

  Lama” ................................................................................................ 66 1.

  Refleksi dalam “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” ............... 66 2. Penciptaan Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” ............. 67 3. Landasan Bahasa “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” ............ 68 BAB IV PENUTUP .....................................................................................

  70 A. Simpulan ..................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

  71 LAMPIRAN .................................................................................................

  73 A. Bografi Singkat Soe Hok Gie ........................................................... 73 B. Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” ........................................... 75 C.

  Tentang Penulis ................................................................................. 77

  

INTISARI

  Pratama, Galang Ari. 2015. Protes Sosial d alam Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” Karya Soe Hok Gie: Kajian Sastra Marxis. Skripsi. Program Srata I dalam Ilmu Sastra Indonesia. Semarang. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Diponegoro.

  Dosen pembimbing oleh Dr. Redyanto Noor, M. Hum.

  Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” merupakan salah satu puisi karya Soe Hok Gie yang terbit pada tahun 1965. Puisi itu diciptakan pada masa pergantian rezim lama kepada rezim baru. Puisi pada saat itu menjadi bentuk ekspresi pengarang dalam menyampaikan protes atau sindiran. Puisi menjadi medianya.

  Teori yang penulis gunakan adalah teori struktural puisi dan teori sastra Marxis. Tujuannya dari analisis struktural adalah untuk mengetahui unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam puisi tersebut. Sastra Marxis juga bertujuan untuk mengetahui protes sosial yang terkandung dalam puisi “Kepada Pejuang-Pejuang lama”. Kedua teori tersebut dapat mempermudah penulis dalam menganalisis puisi tersebut.

  Hasil dari analisis puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” adalah terdapat sikap protes sosial yang disampaikan oleh Gie terhadap kawan-kawannya mantan eks. demonstran. Mantan eks. demonstran adalah yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) atau Angkatan ‘66. Keadaan sosial pada saat itu memang menjadi sangat penting dalam negara Indonesia karena pada tahun 1965 adalah masa rezim sedang berkuasa. Bentuk lunturnya idealis mahasiswa juga tercermin pada puisi ini. Gie sangat berani dalam memprotes kawan-kawannya dan keadaan sosial pada saat itu.

  Kata Kunci : Puisi, struktural, sastra Marxis, protes sosial, Soe Hok Gie.

  

ABSTRACT

  Pratama, Galang Ari. 2015. Protes Sosial Dalam Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” Karya Soe Hok Gie: Kajian Sastra Marxis. Skripsi. Program Srata I dalam Ilmu Sastra Indonesia. Semarang. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Diponegoro.

  Dosen pembimbing oleh Dr. Redyanto Noor, M. Hum.

  “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” is a poem written by Soe Hok Gie which published in 1965. That poem was created when a transition of the old regime to the new regime happened. A poem for that period became an expression of writers in a way of conveying some protests or satires. A poem became its media.

  The researcher used two theories for this research: A structural and a Marxist Literary theory. This structural research appears to have an aim: to know what intrinsic and extrinsic elements in that poem are. A Marxist literary was also purposed to know what social protests which contained in “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” poem are. Both of theories could make an easier way to analyze the poem.

  The result of “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” poem analysis is that there was some social protests which conveyed by Gie to his ex-demonstrator friends. Persons called ex-demonstrators are ones who incorporated in KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) or ’66 Generation. The social circumstance at that time became really important in Indonesia because 1965 was an era where the regime was ruling the country. A fading of collegers’s idealist reflected in this poem. Gie really was a brave one to protested his friends and the social circumstance which happened in his society.

  Keyword : Poem, Structural, Marxist literary, Social protest, Soe Hok Gie.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Protes sosial kadang-kadang menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan

  untuk menuangkan atau mengungkapkan apa yang tersimpan dalam hati. Di dalam konfrontasinya dengan realitas, kesadaran manusia dapat mengambil dua pilihan (alternatif), yaitu menolak atau menerima realitas itu. Menolak berarti prihatin terhadapnya, menyanggah dan mengutuk. Dalam keterarahan ini berada dalam lingkungan tindak protes (Saini K.M., 1986:2). Saini K.M. dalam Protes Sosial dalam

  

Sastra (1986:2-3) menegaskan kalau keterarahannya memilih jalur protes, akan

  terciptalah karya-karya yang membawa pembaca untuk menghayati kenyataan-kenyataan yang menimbulkan keprihatinan, penolakan, penyanggahan dan pengutukan.

  Puisi seringkali dijadikan media oleh para mahasiswa untuk melakukan pergerakan sosial a tau protes sosial. Dalam puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” karya

  Soe Hok Gie terkandung protes sosial yang memprotes Angkatan ‘66 eks. demonstran. Soe Hok Gie yang biasa dikenal dengan sebutan Gie adalah salah satu mahasiswa Fakultas Sastra yang berada di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia. Gie sering melakukan demonstrasi. Ia juga sering menulis puisi untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Dalam puisi-puisi karya Gie ada empat puisi yang mengungkapkan protes sosial, salah satunya adalah puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama”.

  Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif) (Waluyo, 2003:1). P uisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” ini memprotes Angkatan ’66 eks. demonstran yang sedang goyang dari idealisnya. Pada waktu itu memang sedang terjadi pergantian rezim, dari Orla (Orde Lama) yang dipimpin Presiden Soekarno ke Orba (Orde Baru) yang dipimpin Presiden Soeharto. Sebagian eks. demonstran telah goyah dengan apa yang ditawarkan oleh rezim Orba yang dikuasai Soeharto. Di artikel Widodo

  

blog mereka ditawarkan dan duduk di bangku parlemen, dan akhirnya sejumlah tawaran

  memilih bergabung dalam DPR-GR bentukan Presiden Soeharto saat itu. Kawan- kawannya ini mendapat kompensasi ekonomi yang menggiurkan dari Jenderal Soeharto:

  1 mobil holden, rumah dinas mewah, dan seterusnya .

  Berdasarkan teori sastra yang ada, protes sosial dalam puisi ini lebih tepat dengan menggunakan pendekatan teori Sastra Marxis. Pendekatan Sastra Marxis terhadap sastra mencangkup bidang yang amat luas. Sebelum dikaitkan dengan sastra, Marxisme merupakan teori yang erat kaitannya dengan ekonomi, sejarah, masyarakat, dan revolusi (Noor, 2009:120). Di blog artikel Pondok Bahasa teori Marxis adalah teori yang memunculkan adanya wacana untuk menyamakan status sosial dan ekonomi antara kaum

  2 proletar dengan kaum borjuis .

1 KELUARGA MAHASISWA PENCINTA DEMOKRASI (KMPD) "Kita

  Menertawakan Kita". 2010. “dari hok-gie "kepada pejuang-pejuang lama "”. 2 Diakses pada tanggal 25 Februari 2015 Pondok Bahasa dan Sastra. 2012. “Teori Marxisme Dan Aplikasinya Dalam Kajian Sastra”. Diakses pada tanggal 3 Aril Realisme sosial adalah gaya yang dapat dianggap sebagai pemberontakan terhadap gaya borjuis; dengan demikian dapat dipahami kalau anggapan-anggapannya bertentangan dengan gaya borjuis (Saini

  K.M., 1986:11). Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” ini memang sangat terlihat protes yang dilontarkan dengan gaya puisi yang sangat kritis. Ada juga salah satu dari sekian penyair yang menggunakan puisi sebagai protes sosial, yaitu Wiji Thukul dan W.S. Rendra. Tema keadilan sosial ditampilkan oleh puisi- puisi yang menuntut keadilan bagi kaum yang tertindas. Puisinya juga disebut sebagai puisi protes karena mengungkapkan protes terhadap ketidakadilan di dalam masyarakat yang dilakukan oleh kaum kaya, penguasa, bahkan negara terhadap rakyat jelata. Puisi Rendra berikut ini menunjukkan protes terhadap ketidakadilan yang terjadi antara burung

  

kondor (rakyat jelata yang miskin) dengan Mastodon (pejabat kaya yang korup) (Waluyo,

  2003:28). Ternyata protes sosial memang tidak luput bagi para demonstran dan juga para sastrawan untuk menuangkan protesnya melalui puisi sebagai medianya.

  Gaya borjuis tumbuh dan berkembang ketika masyarakat Eropa membebaskan diri dari feodalisme dan kolektivisme sosial politik maupun kolektivisme agama. Gaya real isme−sosial merupakan reaksi terhadapnya dan merupakan ungkapan dari kebangkitan ideologi Marxis dalam perlawana nnya terhadap ideologi borjuisi−kapitalis (Saini K.M., 1986:12).

  Mahasiswa muda seperti Gie memang orang yang sangat kritis dalam keganjilan yang ia alami, apalagi dengan tingkah yang dilakukan oleh Angkatan ’66 eks. demostran yang mulai terbawa dengan kondisi di zaman rezim Soeharto. Puisi “Kepada Pejuang-

  Pejuang Lama” ini memang sangat menyentuh para eks. demonstran yang duduk di bangku parlemen beserta kekuasaan yang dimilikinya. Gie bukan penyair, tetapi ia juga trampil dalam menyusun sebuah kata ke dalam bentuk puisi. Puisi sebagai teman untuk sejenak singgah dan merenungi apa yang sedang ia lakukan terhadap kehidupannya. Ada beberapa puisi-puisi yang ia ciptakan dengan suasana dan tema yang berbeda-beda; salah satunya adalah puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama”.

  Tidak mudah memang untuk memahami sebuah puisi yang merupakan protes sosial dari pengarang untuk penguasa-penguasa pada zamannya dan teman seperjuangannya sendiri Angkatan ’66. Hal ini juga yang melatarbelakangi penulis mengambil judul “Protes Sosial dalam Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” Karya Soe Hok Gie: Kajian Sastra Marxis.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah memang sangat diperlukan dalam suatu penelitian, agar penelitian tersebut tidak melenceng dari tujuan penelitian. Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” (selanjutnya disebut “KPPL”) karya Soe Hok Gie, sebagaimana penulis nyatakan bahwa puisi ini menggambarkan protes sosial terhadap Angkatan ’66 eks. demonstran. Ada beberapa jenis protes dalam sastra sesuai dengan sisi-sisi realitas yang merangsangnya. Lingkungan pergaulan yang lebih luas, misalnya pergaulan antarkelompok dalam masyarakat atau antarbangsa, dapat juga menimbulkan protes. Inilah yang biasa dimasukkan ke dalam protes sosial (Saini K.M., 1986:3).

  Budi Jatmiko dalam situs mengatakan dampak positif dan negatif akan muncul dari penerapan teori marxisme ini. Dampak positifnya adalah adanya kesetaraan status sosial, di mana kesempatan kaum marginal (proletar) untuk memenuhi keinginan hidupnya dan hak kemanusiaannya akan terbuka sangat lebar, selain itu kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup dalam hal ekonomi juga akan terbuka lebar. Tetapi akan

  3 muncul juga adanya kondisi m .

  asyarakat materialis yang egois−sentris Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis struktur puisi untuk mengetahui unsur Marxis yang terdapat di dalam teks puisinya. Selanjutnya protes sosial yang dituang kan dalam puisi “KPPL”. Berdasarkan latar belakang dan uraian persoalan di atas, dapat penulis rumuskan dua permasalahan, yaitu: 1. bagaimana struktur puisi yang terkandung dalam puisi yang berjudul “KPPL”?; 2. bagaimana bentuk protes sosial yang diungkapkan dalam puisi yang berjudul

  “KPPL”? C.

   Tujuan Penelitian

  Bertolak dari rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah: 1. menjelaskan struktur puisi dalam puisi yang berjudul “KPPL”.; 2. menjelaskan bentuk protes sosial yang terkandung dalam puisi “KPPL”.

D. Manfaat Penelitian

  Sebagaimana umumnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam 3 dua segi, yaitu manfaat teoretis dan praktis. Manfaat teoretis memperluas wawasan Pondok Bahasa dan Sastra. 2012. “Teori Marxisme Dan Aplikasinya Dalam Kajian Sastra”.

  

http://rsbikaltim.blogspot.com/2012/01/v-behaviorurldefaultvmlo_11.html. Diakses pada tanggal 3 April pembaca mengenai sastra Marxis serta mengetahui intisari yang ingin disampaikan penyair melalui puisi yang dianalisis dalam penelitian ini. Manfaat praktis dapat membantu meningkatkan jumlah refrensi yang akan digunakan dalam penelitian- penelitian selanjutnya dan juga berkaitan dengan kajian sastra M arxis−protes sosial dalam sastra.

E. Ruang Lingkup Penelitian

  Pada subbab ini penulis akan memaparkan ruang lingkup penelitian tentang protes sosial dalam sebuah puisi. Selain memang objek materialnya berasal dari sebuah puisi, yaitu “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” merupakan hasil karya dari Soe Hok Gie yang terbit pada tahun 1965. Penulis menggunakan dua objek dalam ruang lingkup penelitian ini.

  Pertama, penulis menggunakan objek material yang diperoleh dari sebuah puisi “Kepada Pejuang-

  Pejuang Lama”, karena puisi tersebut merupakan sumber data yang akan dianalisis. Kedua, yaitu objek formal yang diperoleh dari rumusan masalah dalam penelitian.

  Puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” karya Gie ini sangat berani dalam memprotes keadaan pada saat itu. Puisi tersebut mengandung unsur protes pada suasana, teman-temannya, dan juga protes terhadap sebuah rezim. Dari banyak tema yang diangkat oleh Gie, maka penulis tidak akan meneliti keseluruhannya. Sebab, penelitian ini hanya berdasarkan tema atau tematik, maka hanya dipilih tema yang sesuai dengan topik, yaitu protes sosial.

F. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Sebelumnya

  Berdasarkan Katalog Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro diketahui bahwa puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” belum ada yang meneliti. Tetapi Maryati pernah meneliti puisi Soe Hok Gie yaitu mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetauan Budaya, Universitas Indonesia. Ada juga beberapa tulisan yang menyangkut tentang puisi Gie yaitu Widodo blog dalam situs internet dan ada juga sebuah buku yang menulis Soe Hok

  

Gie Biografi Sang Demonstran karya Muhammad Rifai yang terbit pada tahun 2010. Di

  buku itu juga belum bisa dianggap suatu penelitian, namun bisa menjadi bahan tambahan bagi penulis.

  Apabila pada akhirnya penulis berniat mengangkat puisi “KPPL” dengan menggunakan kajian sastra Marxis, yaitu mengungkap protes sosial yang terkandung dalam teks puisi “KPPL” untuk karya penulisan skripsi, selain karena berbagai alasan yang telah dikemukakan, juga karena di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, penulis belum menemukan penelitian dengan objek yang sama.

  Pada penjelasan di atas, penulis dapat memfokuskan pada tema protes sosial yang disampaikan melalui media puisi. Puisi biasanya ditulis dengan kata-kata yang mendayu- dayu, tetapi sastra pun juga bisa dijadikan alat protes untuk kehidupan sosial. Untuk mengungkapkan protes apa yang disampaikan melalui puisi “KPPL” karya Gie, penulis menggunakan teori sastra Marxis dan analisis struktur puisi dalam mengungkapkan protes sosial dalam sastra.

2. Landasan Teori

  Penelitian ini menggunakan dua teori utama untuk dapat menganalisis unsur protes sosial dalm puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama”. Di antaranya penulis menggunakan teori struktural puisi untuk menganalisis unsur internal dan eksternal, serta Sastra Marxis untuk mengungkap protes sosial dalam puisi tersebut. Berikut penjelasan teori-teori yang akan digunakan.

a. Teori Puisi

  Secara konvensional puisi biasa diartikan sebagai tuturan yang terikat (terikat oleh baris, bait, rima, dan sebagainya). Beberapa ahli sastra berbeda pendapat dalam membicarakan pengertian puisi. Semua hampir sama bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam puisi itu berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indra, susunan kata- kata kiasan, kepadatan dan sebagainya (Noor, 2009:25).

  Kadang-kadang unsur di dalam sebuah puisi juga bisa bermakna ganda. Aristoteles berpendapat, bahwa puisi memang lebih filosofis daripada sejarah, tetapi puisi bukan filsafat (F. Else, 2003:12). Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata- kata kias (imajinatif). Kata-kata yang betul-betul terpilih agar memiliki kekuatan pengucapan. Walaupun singkat dan padat, namun berkekuatan. Karena itu, salah satu usaha penyair adalah memilih kata-kata yang memiliki persamaan bunyi (irama). Kata- kata itu mewakili makna yang lebih luas dan lebih banyak. Karena itu, kata-kata dicarikan konotasi atau makna tambahannya dan dibuat bergaya dengan bahasa figuratif (Waluyo, 2003:1).

b. Teori Marxis

  Pendekatan Marxis terhadap sastra mencakup bidang yang amat luas. Sebelum dikaitkan dengan sastra, Marxisme merupakan teori yang erat kaitannya dengan ekonomi, sejarah, masyarakat, dan revolusi (Noor, 2009:120). Di balik bermacam-macam ciri teori-teori sastra Marxis terdapat satu dasar pemikiran, yaitu setiap karya sastra dapat dipahami setepat-tepatnya hanya dalam ruang lingkup kajian realitas dalam arti luas. Menurut konsep pemikiran Marxis, semua teori kajian sastra yang bersifat khusus, yang memisahkannya dari masyarakat dan sejarah, tidak akan dapat memberikan penjelasan tentang hakikat sastra (Noor, 2009:121).

  Model refleksi merupakan salah satu teori yang paling berpengaruh dalam kajian hubungan sastra dengan realitas sosial (2009:123). Sastra adalah pengetahuan tentang realitas, dan pengetahuan realitas tidak sama artinya dengan masalah persamaan satu lawan satu antar objek dunia nyata dengan konsep dalam pikiran (2009:123). Realisme sosial di antaranya beranggapan bahwa sastra harus merupakan salah satu alat dari perjuangan kelas dalam hal ini kelas proletar-pekerja (Saini K.M., 1986:11).

c. Protes Sosial dalam Sastra

  Menurut Saini K.M.(1986:2-3), dalam bukunya yang berjudul Protes Sosial dalam sastra merupakan tulisan dan pendapat para sastrawan yang waktu itu terlibat diskusi serta tulisan Saini yang beberapa diantaranya dimuat dalam Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung. Buku itu ditulis dalam jangka waktu kurang lebih sepuluh tahun dari beberapa kesempatan. Di dalam konfrontasinya dengan realitas, kesadaran manusia dapat mengambil dua pilihan (alternatif), yaitu menolak atau menerima relitas itu. menolak berarti prihatin terhadapnya, menyanggah dan mengutuk (1986:2). Kalau keterarahannya memilih jalur protes, akan terciptalah karya-karya yang membawa pembaca untuk menghayati kenyataan-kenyataan yang menimbulkan keprihatinan, penolakan, penyanggahan dan pengutukan (1986:3).

  Ada beberapa jenis protes dalam sastra sesuai dengan sisi-sisi realitas yang mera ngsangnya. Pengalaman pahit−getir hubungan perorangan antara dua jenis kelamin yang berbeda menghasilkan begitu banyak karya sastra yang indah dalam sastra berbagai bangsa; di dalamnya termasuk protes, yaitu protes pribadi. Lingkungan pergaulan yang lebih luas, pergaulan antar−kelompok dalam masyarakat atau antar−bangsa dapat juga menimbulkan protes (1986:3).Yang harus lebih mendapat perhatian bukanlah pokok- pokok itu, akan tetapi kesejatian (otensitas) pengalaman mengenai pokok-pokok itu.

  Kewajiban kita semula untuk memperbaiki kerusakan yang mereka tinggalkan (Saini K.M.(1986:3-6).

  G. Metode Penelitian

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Hal tersebut berarti penelitian akan dipusatkan pada sumber pustaka. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini penulis dapatkan dari sumber yaitu buku-buku, internet dan Soe Hok Gie

  

Sekali Lagi (SHGSL). Berdasarkan dengan apa yang ingin dituju dan dinginkan dalam

  penelitian ini, serta teori yang akan penulis gunakan dalam analisis adalah metode dalam membedah puisi tersebut menggunakan teori struktural dan sastra Marxis. Penulis menggunakan teori struktural untuk mengetahui unsur protes sosial yang terkandung dalam puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama”.

  H. Sistematika Penelitian

  Sebuah sistematika, dalam laporan penelitian atau karya tulis secara umum, merupakan hal penting. Dengan adanya sistematika, diharapkan bisa mempermudah pemahaman isi bagi para pembaca. Adapun sistematika penulisan ini dibagi dalam empat bab, yaitu:

  Bab pertama merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematik penelitian.

  Bab kedua merupakan teori yaitu teori puisi (diksi (pemilihan kata), pengimajian, kata kongkret, bahasa figuratif, versifikasi (rima, ritma, dan metrum, tema, dan sebagainya), teori Sastra Marxis dan beserta protes sosial dalam sastra.

  Bab ketiga adalah paparan yang menjelaskan proses analisis struktural puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” karya Gie dan analisis protes sosial berdasarkan teori sastra Marxis.

  Bab keempat berupa penutup yang meliputi paparan simpulan dari keseluruhan analisis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Bab ini terdiri atas dua subbab, yakni subbab tinjauan pustaka dan landasan teori. Tinjauan pustaka terdapat penelitian-penelitian sebelumnya, penulis menjelaskan tentang

  penelitian yang terkait dengan skripsi ini, sedangkan subbab landasan teori berisi uraian teori-teori pokok yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori struktur puisi dan teori sastra Marxis.

A. Tinjauan Pustaka

  Objek yang serupa di dalam kalangan akademisi Fakulas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro belum pernah penulis temukan, yaitu puisi “Kepada Pejuang-Pejuang Lama” karya Soe Hok Gie yang terbit pada tahun 1965. Penulis hanya menemukan teori yang serupa, yaitu teori struktural. Hanya beberapa teori struktural yang penulis masukan, salah satunya adalah Zen Marten Nurullah (2014) dengan judul “Kajian Struktural dan

  Hermeutika Atas Kumpulan Puisi Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany” dan Azzizatul Khusniyah (2013) dengan judul “Puisi “Siapa Menyuruh” dan “Di Arafah” karya Gus Mus di Twitter (Pendekatan Struktural- Semiotik)”.

  Adapun penelitian yang penulis temukan pada objek dan teori tidak jauh berbeda, ialah Maryati dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dengan judul “Sajak-Sajak Soe Hok Gie Tahun 1960-1969: Pendekatan Sosiologi Sastra” (2009). Penelitian tersebut membahas keadaan sosial pada puisi yang terbit pada kisaran tahun

B. Landasan Teori

  Teori strukturalisme diperlukan dalam membedah karya sastra khususnya puisi, karena untuk mengetahui makna puisi seutuhnya. Analisis struktural adalah analisis yang melihat bahwa unsur-unsur struktur sajak itu saling berhubungan secara erat, saling menentukan artinya (Pradopo, 2005:118). Melihat latar belakang puisi Gie yang mengandung makna protes sosial, penulis tidak meninggalkan latar budaya sosialnya. Strukturalisme adalah aliran ilmu dan kritik yang memusatkan perhatian pada relasi-relasi antarunsur (Noor, 2009:76). Noor memberikan pendapat dengan relasi antarunsur sebagai berikut:

  Relasi yang ditelaah dapat berkaitan dengan unsur-unsur dalam mikroteks (misalnya kata-kata dalam satu kalimat), atau dalam keseluruhan yang lebih luas (misalnya baris-baris atau bait-bait dalam sebuah sajak; bab-bab dalam fiksi); relasi intertekstual (karya sastra dengan karya sastra lain dalam periode tertentu) (Noor, 2009:77).

  Analisis struktural tidak bisa terlepas dengan struktur. Dalam pengertian struktur Hawkes melalui Pradopo (2005:119), terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-

  

regulations ). Menurut hemat Rachmat Djoko Pradopo, ketiga ide dasar tersebut

  dipaparkan sebagai berikut:

  Pertama , struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian

  yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur-prosedur transformasional, dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan bahan baru. Ketiga, struktur mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya (Pradopo, 2005:119). Setiap struktur mempunyai fungsinya sendiri dalam letak strukturnya. Pradopo beranggapan bahwa strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur seperti tersebut di atas (2005:119).

1. Unsur Puisi a. Diksi (Pemiihan Kata)

  Karya sastra memang bukanlah sekumpulan fakta telanjang, melainkan menampilkan atau menyatakan fakta yang telah diolah dengan subjektivitas sastrawan, atau sebutlah hal itu sebagai fakta yang terindahkan (Wachid, 2005:6). Sastra yang diindahkan juga memerlukan kata-kata yang tepat dalam pembuatan karya sastra. Hasanuddin W.S. dalam bukunya Membaca dan Menilai Sajak; Pengantar Pengkajian dan Interpretasi berpendapat, kegiatan memilih kata setepat mungkin untuk mengungkapkan gagasan disebut dengan istilah diksi (2012:79). Pemilihan diksi juga menjadi penting dalam membangun karya sastra. Sastra terbentuk juga dari susunan kata-kata. Hal tersebut dipertegas oleh Pradopo dalam Pengkajian Puisi bahwa, pemilihan kata dalam sajak disebut diksi (2005:54).

  Barfield sebagaimana dikutip oleh Pradopo (2005:54) dalam Pengkajian Puisi mengemukakan bahwa bila kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imaginasi estetik, maka hasilnya itu disebut diksi puitis. Diksi menjadi alat penting bagi sastrawan dalam mengkonsep cerita yang akan dibangunnya. Memilah diksi yang baik, menjadi modal kepintaran pengarang (penulis) untuk membina struktur cerita yang enak dibaca.

  Diksi tidak hanya sebatas alat untuk membangun sebuah cerita, tetapi juga sebagai pengungkap peristiwa. Sudjiman menegaskan melalui Hasanuddin (2012:79) dalam

  

Membaca dan Menilai Sajak; Pengantar Pengkajian dan Interpretasi bahwa diksi yang

  baik berhubungan dengan pemilihan kata bermakna tepat dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan atau peristiwa.

b. Pengimajian

  Pada hakikatnya pengimajian masih berkaitan dengan diksi. Pengarang secara diksi juga menciptakan pengimajian (pencitraan) dalam puisi. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair (Waluyo, 2003:10). Imajinasi dibuat oleh pengarang untuk membangun gambaran atau bayangan bagi pembaca dalam membaca karya sastra khususnya puisi. Seperti dijelaskan dalam diksi tentang diksi puitis, agar gambaran dalam pikiran, penginderaan, dan guna menarik perhatian bagi pembaca. Akan tetapi, itu semua tergantung kepada kemampuan masing-masing pembaca.

  Lebih lanjut, Waluyo (2003:10) dalam Apresiasi Puisi untuk Pelajar dan menjabarkan, bahwa melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-

  Mahasiswa olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).

  Berikut jabaran menurut hemat Waluyo dari ketiga gambaran tersebut: Imaji visual menampilkan kata atau kata-kata yang menyebabkan apa yang

  (pendengaran) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair; Imaji taktil (perasaan) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaannya (Waluyo, 2003:10-11). Paparan di atas sebagai cara pengarang mengkongkretkan ide yang semula masih abstrak menjadi mudah ditangkap oleh pembaca. Hasanuddin menegaskan bahwa ide yang semula masih abstrak dapat ditangkap seolah-olah dilihat, didengar, dirasa, dicium, diraba, atau dipikirkan (2012:89). Pembaca juga dapat berkontemplasi dan menimbulkan suasana di dalam batinnya. Coombes melalui Pradopo mengemukakan bahwa dalam tangan sebuah penyair yang bagus, imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahaannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya (2005:80).

  Melalui imaji pengarang, kata-kata yang dibangun membuat citraan kembali menimbulkan kesan pikiran baru dalam kreasi puitis. Altenbernd melalui Padopo juga menegaskan citraan, bahwa citraan adalah salah satu alat kepuitisan yang terutama dengan itu kesusastraan mencapai sifat-sifat konkret, khusus, mengharukan, dan menyaran (2005:89).

c. Bahasa Kiasan

  Bahasa figuratif atau biasa dikenal dengan bahasa kiasan (figurative languange) adalah salah satu unsur untuk mendapatkan kepuitisan sebuah puisi. Pradopo berpendapat bahwa bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup (2005:62). Bahasa kiasan memang banyak dipakai untuk membangun karya sastra, apalagi puisi yang salah satu genre paling banyak menggunakan bahasa atau makna kiasan.

  Menurut Altenbernd melalui Pradopo bahwa bahasa kiasan ada beberapa macam, namun meskipun bermacam-macam, mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain (2005:62). Lanjut Pradopo dalam memformulasikan dari macam-macam bahasa kiasan ke dalam jenis-jenisnya, yaitu perbandingan (simile), metafora, perumpamaan epos (epic simile), alegori, personifikasi, metonimia, dan sinekdoki (synecdoche).

  Pertama adalah perbandingan (simile). Perbandingan merupakan hal penting dalam bahasa kiasan. Dengan membandingkan sebuah kata pada kata-kata yang lain, bisa terlihat persamaan satu hal di dalam bahasa kiasan. Bahasa kiasan yang menyamakan satu hal-hal lain dengan mempergunakan kata-kata perbandingan seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata perbandingan yang lain (Pradopo, 2005:62). Bahasa kiasan di atas dalam perbandingan yang relatif sederhana dan banyak digunakan dalam pembuatan puisi.

  Kedua adalah metafora. Metafora dalam bahasa kiasan tidak jauh berbeda dengan perbandingan. Dari kata-kata perbandingan di atas, ada sebagian yang tidak dipakai oleh metafora, yaitu bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Becker berpendapat melalui Pradopo (2005:66) bahwa metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Dalam metafora sendiri juga memiliki istilah atau biasa dikenal dengan sebutan term;

  Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok (principal term) dan term kedua (secondary term). Term pokok disebut juga tenor, term kedua disebut juga vehicle. Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term kedua atau vehicle adalah hal yang untuk membandingkan (2005:66).