LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU UKUR TANAH

DISUSUN OLEH :

1.

ARVI REZA

01.2017.1.053

2.

FAJAR AGUNG NUGRAHA

01.2017.1.05364

3.

DEBY I. ROSIANA


01.2017.1.05389

4.

ARI BAWANA

01.2017.1.055

LABORATORIUM ILMU UKUR TANAH
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2017

Page |1

LEMBAR PERSETUJUAN

Disusun Oleh :

1.


ARVIN REZA

01.2017.1.053

2.

FAJAR AGUNG NUGRAHA

01.2017.1.05364

3.

DEBY I. ROSIANA

01.2017.1.05389

4.

ARI BAWANA


01.2017.1.055

MENGETAHUI :

Ka. Lab. Ilmu Ukur Tanah

Kurnia Hadi Putra, S.Pd, ST, MT.

Dosen Pembimbing

Feri Harianto, ST, MT.

Page |2

KATA PENGANTAR

Dengan rasa pujisyukurkitapanjatkanataskehadiratTuhan Yang MahaEsa ,denganini kami
dapatmenyelesaikanLaporanPraktikumIlmu


Ukur

Tanah.

Materilaporanini

kami

susunberdasarkan data– data yang kami perolehsaatbelajar di kelas.
AdapuntujuansertamaksuddiadakannyaPraktikumIlmu

Ukur

Tanahiniadalah

agar

paramahasiswadapatmempraktekkansecaralangsungbagaimanacaramengetahui beda tinggi di
suatu
wilayah.Mengingatterbatasnyawaktupraktikumsertabanyaknyamaterikuliah,makatidaksemuateori

dalamkuliahdapatditerapkantetapi yang digunkanhanya yang bersifatpokok.
DengantersusunnyaLaporanPraktikumIlmu

Ukur

mengucapkanterimakasihatasbimbingan,

Tanahini,

kami

pengalaman,doronganmoril,

danbantuandalammenyelesaikanlaporaninikepada yang terhormat:
1. Bapak Feri harianto, ST.MT selaku dosen pembimbing
2. Bapak Kurnia Hadi Putra, S.Pd,ST, MT selaku Kepala Laboratorium Ilmu Ukur Tanah.
Materi yang kami tuangkandalamlaporaninikiranyamasihbanyakkekurangan, maka kami
mengharapkan

saran-saran


yang

bersifatmembangundarisemuapihak.Kamiberharapsemogalaporaninidapatbermanfaat.
Terimakasih.

Penyusun

Page |3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I .................................................................................................................................
PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II ................................................................................................................................
WATERPASS........................................................................................................2
BAB III ..............................................................................................................................
POLYGON..............................................................................................................


Page |4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Maksud dan Tujuan
Maksud dari pengukuran yang akan kita lakukan adalah mengumpulkan data yang
diperlukan untuk membuat suatu gambaran secara planimetris dan topografis.
Yang dimaksud planimetris adalah kedudukan bangunan-bangunan yang dibuat oleh
manusia, sedangkan konigurasi dari keadaan tanah disebut sebagai topografi.
Peta yang menunjukkan planimetris dan topografis disebut topografimap. Dimana dalam
peta tersebut ditunjukkan sekaligus jarak-jarak horizontal dan vertikal dari suatu dataran.
Dalam memperisapikan pembuatan petatopografi, diperlukan pengukuran di lapangan
termasuk penentuan titik-titik tetap, pekerjaan hitungan dan penggambaran.

1.2


Pemetaan
Definisi : peta adalah sarana guna memperoleh informasi ilmiah mengenai keadaan
permukaan bumi dengan cara menggambar berbagai tanda dan keterangan sehingga
mudah dibaca dan dimengerti.
Dalam ilmu ukur tanah, kita mengenal peta tranches yaitu peta dilengkapi dengan garis
kontur (garis tinggi) yang menunjukkan ketinggian suatu tempat, situasi dan sebagainya.
Peta tersebut biasanya digunakan untuk pembangunan, jadi jenis pada peta ada
bermacam-macam tergantung dari penggunaannya.

Page |5

BAB II
WATERPASS

2.1

Waterpass
Perhitungan waterpass dimaksud untuk mengetahui ketinggian suatu titik di atas
permukaan tanah. Ketinggian disini adalah perbedaan vertikal antara dua titik atau jarak
dari bidang referensi yang telah ditetapkan ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal.


H
H: Elevasi titik

Muka air laut

Bidang referensi
Gb.2.1 Bidang referensi
2.2

Metode dan jenis waterpass
a. Penentuan beda tinggi antara dua titik
Blk

Muka

HA
HB
Gb.2.2 Waterpass dengan instrumen di tengah anatara 2 titik ΔHB = HB - HA
ΔH

Selisih tinggi antara titik a dan b adalah sebesar H. Arah bidikan ke titik A disebut
pembacaan baak belakang dan titik B disebut baak muka dan untuk mengurangi
kesalahan diusahakan letak instrumen di tengah-tengah antara titik A dan B.
Selisih tinggi besarnya adalah :
ΔH= BTblk – BTmuka
Dimana :
BT blk
: Pembacaan benang tengah pada baak belakang
Btmuka
: Pembacaan benang tengah pada baak muka
Jika hasil ΔH positif maka kondisi permukaan tanah dari titik A ke titik B naik,
sebaliknya bila ΔH negatif maka titik A ke B turun. Pembacaan dilakukan melalui ramburambu ukur yang dapat dilihat dari teropong. Pem,bacaan mana terlihat dalam suatu
bidang diafragma dimana benang atas (BA), benang tengah(BT), Benang bawah (BB),
dimana :
ΔH= BTblk – Btmuka
Dan untuk mencari jarak:
D = 100 x (BA – BB)
Angka yang tercantum menunjukkan jarak antara angka tersebut dengan alas mistar.

HB

HA

ΔH
Page |6

Gb.2.3 Waterpass dengan instrumen tidak di tengah antara 2 titik
Cara lain untuk menentukan beda tinggi, seperti dilihat pada gambar 8. Instrumen
ditempatkan di sebelah kanan titik B atau di sebelah kiri titik A.
Selisih tinggi (ΔH) besarnya :
ΔH= HA-HB
Dimana, ΔH = selisih tinggi (m)
HB = pembacaan benang tengah dititik B
HA = pembacaan benang tengah di titik A
Pembacaan pada rambu dititik B bisa dianggap pembacaan muka, sedangkan pada rambu
dititik A adalah pembacaan belakang.
b. Pengukuran tinggi dengan garis titik bidik
Apabila selisih tinggi (ΔH) telah diketahui, maka suatu titik dapat dicari, bila tinggi titik
lainnya diketahui.
BT
TP
TA
Gb.2.4 Mendapatkan tinggi titik pengukuran untuk B, bila titik A telah diketahui
tingginya.
Tinggi garis vizir/bidik (tgv) adalah :
t.g.v = Tp + TA
Dimana :
t.g.v = garis tinggi vizir
Tp
= tinggi pesawat
TA
= tinggi titik A
Tinggi titik B dapat dicari yaitu:
TB
= t.g.v – BT
Pengukuran cara ini dipakai untuk pengukuran titik detail/kipas, yang akan diuraikan
kemudian. Cara lain untuk mencari garis vizir adalah :

t.g.v = BT+TA
dimana, tgv = tinggi garis
BT = benang tengah
TA = tinggi titik A

Vizir

Gb.2.5 Pengukuran tgv dengan titik A diketahui tingginya. BT
c. Waterpass memanjang
Waterpass memanjang/ berantai dimaksud untuk memperoleh suatu rangkaian/ jaringjaring.

ΔH1

b1
A

ΔH2

b2

m1
1

ΔH3

m2 b3

ΔH4

m3

b4

ΔH5
m4

b5

m5

2
Gb.2.6 Waterpass memanjang

Page |7

Untuk menentukan h antara titik A dan B dibagi dalam jarak-jarak yang lebih kecil.
Jarak-jarak tersebut 1 slag, sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan mudah dan
teliti.
Δh1 = b1 – m1
Δh2 = b2 – m2
Δh3 = b3 – m3
Δh4 = b4 – m4
1

∑ h=( b+ b+.....+b ) −(m+m+. …+m)
n

n

n

h=¿ ∑ b−∑ m
1

1

n

∑¿
1

Dimana, Δh = jumlah beda tinggi (m)
 b = jumlah pembacaan benang tengah belakang
 m = jumlah pembacaan benang tengah muka
Untuk memberikan hasil yang teliti maka dilakukan pengukuran pergi pulang, dimana
apabila hasil antara dua pengukuran mempunyai selisih terhadap hasil rata-rata antara dua
pengukuran tersebut maka harganya harus memenuhi toleransi yang disyaratkan.
Toleransi tersebut dinyatakan dalam rumus :
E=ks
Dimana, E = nilai kesalahan
K = konstanta
S = jarak
Tabel berikut adalah toleransi kesalahan pada berbagai tingkat pengukuran
Tabel 2.1 Limitasi Kesalahan dalam pengukuran waterpass
Tingkat
Ketelitian

Perbedaan

pertama
2.5 mm  s

Tingkat kedua

Tingkat

Catatan

5 mm  s

ketiga
10 mm  s

S adalah jarak

dua

suatu arah. S

pembacaan

dalam Km

(kedepan dan
kebelakang)

2 mm  s

5 mm  s

10 mm  s

Kesalahan
penutup
Dalam praktikum ini tingkat pengukuran waterpass dikategorikan pada tingkat ketiga.
d. Waterpass Lapangan
Yang dimaksud dengan waterpass lapangan adalah untuk menentukan ketinggian dari
titik-titik dilapangan sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang kedudukan tinggi
dari lapangan tersebut. Metode ini disebut metode koordinat kutub.
Titik-titik dilapangan diukur sudut horizontal dan vertikalnya serta jarak optisnya dengan
menggunakan theodolit. Dengan cara ini semua titik-titik dilapangan dapat ditentukan
letak situasi maupun tingginya.

Page |8

Page |9

Data itungan
dan cross

P a g e | 10

BAB III
POLYGON

3.1

Skala
Topografi mapadalah representasi dari suatu daerah atau bagian dari bumi, jarak dari dua
titik yang diperlihatkan di peta harus diketahui dengan suatu perbandingan tertentu
dengan keadaan tertentu, perbandingan itu disebut skala. Ada beberapa macam skala dari
peta misalnya 1 : 1000 artinya 1cm di peta sama dengan 1000 cm atau 10 m dilapangan.
Pemilihan skala tergantung dari penggunaan dari peta, yhal ini karena menyangkut
masalah ketelitian yang didapat dari hasil pengukuran. Oleh karena itu skala peta harus
ditentukan dahulu sebelum pekerjaan dimulai.

3.2

Kontur
Garis Kontur adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian
sama. Ketinggian antara dua kontur disebut interval kontur. Dari interval kontur dan jarak
horizontal antara kedua kontur tersebut, kita bisa menentukan kecuraman suatu lereng.
Sedangkan ketinggian (elevasi) dari sembarang titik yang terletak antara kedua kontur
bisa kita tentukan dengan cara interpolasi. Pada peta, garis kontur merupakan garis yang
tertutup atau garis yang tidak boleh berhenti kecuali tepi peta. Umumnya, pada setiap
lima garis kontur digambarkan dengan garis yang lebih tebal dari yang lain (lihat contoh).
Pada garis-garis kontur yang teratur dan dekat jaraknya maka garis-garis kontur diberi
angka hanya terbatas pada kontur yang tebal, kecuali pada garis-garis kontur yang
berjauhan jaraknya 9lihat contoh berikut).

49

48

47
46

50

46
47
48
49
Gb.3.1 Kontur

50

Angka pada garis kontur tersebut menunjukkan ketinggian dari kontur, kita dapat
mengetahui bentuk konfigurasi permukaan tanah. Kontur seperti pada gambar 2
3.3

menunjukkan adanya suatu aliran (sungai).
Poligon
Maksud dilakukannya pengukuran poligon adalah menentukan arah dan kedudukan titiktitik yang diukur. Perhitungan poligon tertutup terbagi dalam:
P a g e | 11

231. Perhitungan sudut jarak
232. Perhitungan Azimuth
233. Perhitungan koordinat
 = Azimuth
 = Sudut luar
CP 2

CP 3

CP 1
U


BM

CP 4


Gb.3.2 Poligon
3.3.1

Perhitungan Sudut
Sudut yang diperhitungkan meliputi sebagai berikut:
a. Sudut yang diperoleh dalam pembacaan yang lebih lanjut diterangkan dalam bab
pengukuran theodolit.
b. Perhitungan sudut poligon
c. Data yang diperoleh dari lapangan pada poligon tertutup apabila menggunakan sudut
harus memenuhi sudut harus memenuhi syarat (n-2) x 180, bila menggunakan sudut
luar adalah (n-360) – (n-2) x 180 dimana n= jumlah titik pengukuran.
Dalam poligon terbuka harus memnuhi syarat :
Yakhir-Y awal = n x 180 - K
Dimana  = jumlah sudut
K = koreksi
Kesalahan perhitungan sudut akan berpengaruh pada kesalahan penutup poligon, atau
kata lain poligon tidak akan menutup. Kesalahan tersebut tergantung pada jarak,
kedudukan titik dan skala peta. Toleransi kesalahan sebesar 20”√n untuk jarak, rata-rata
100 m – 200 m dan skala peta 1/1000 – 1/3000.

3.3.2 Perhitungan Azimuth
Perhitungan azimuth dapat dihitung bila sudut-sudut yang diperhitungan telah memenuhi
syarat dan azimuth awal atau akhir diketahui pada waktu pengukuran. Pada poligon
tertutup perhitungan berdasarkan azimuth awal (Y awal) sedangkan pada poligon terbuka
berdasarkan azimut awal dan akhir. Sudut yang terpakai dalam perhitungan tiap-tiap titik
poligon seyogyanya dipakai sudut luar.
3.3.3 Perhitungan koordinat
Syarat yang harus dipenuhi untuk perhitungan koordinat adalah :
a. Sudut telah terkoreksi untuk tiap titik
b. Jarak masing-masing titik pengukuran diketahui
c. Koordinat titik awal A (XA ; YA) atau titik Z (XZ ; YZ) diketahui
Selanjutnya dengan diketahuinya koordinat awal, maka dapat dihitung koordinat titik
yang diukur dengan menggunakan rumus :
Absis

Xn = Xm + D sin Y

atau

P a g e | 12

Ordinat

Yn = Ym + D cos Y

Dimana Xn / Xn = absis/ordinat yang akan dicari
Xm / Ym = absis/ordinat yang telah diketahui
D

= jarak antar titik (m)

Perhitungan poligon tertutup adalah sebagai berikut:
Dihitung

AZIMUT

Jarak

D sin Y

D cos Y

Koordina

Oleh :

H

(D )

(DX)

(DY)

t

No titik

No
Y

Titik

X

Syarat yang harus di penuhi adalah :
S Dsin Y =0
dan
S Dcos Y =0
Oleh karena itu awal dan titiknya sama,apabila :
Keselahan yaitu :
Sebesar AX dan AY sehingga mempengaruhi kedudukan titik dan mengakibatkan poligon
ΔX dan ΔY titik tertutup . Keselahan ini akibat pengukuran sudut, jarak azimuth
Besarnya kesalahan tersebut adalah sebesar :

n

∑❑

ΔX1 = D1X

Dsin Y ……………………………………………….....Untuk Absis

1

n

∑❑

D

1

n

∑❑

ΔY1 = D1X

Dcos Y ………………………………………………… Untuk

1

Ordinat
n

∑❑

D

1

Dimana, ΔX dan ΔY = koreksi besarnya kesalahan absis/ordinat
n

∑❑

D

∑❑

Dsin Y

= jumlah jarak dikali sin sudut azimuth (untuk absis)

∑❑

Dcos Y

= jumlah jarak dikali konsinus sudut zimuth (untuk ordinat)

= jumlah jarak poligon

1
n
1
n
1

Akibat kesalahan tersebut, maka perhitungan koordinat juga di koreksi, mislnya diketahui
koordinat awalnya di titik BM adalah Xp dan Yp dan titik akhir n adalah juga titik BM
perhitungan menjadi sebagai berikut :

P a g e | 13

XBM

= Xp
X1
X2
X(n-1)
Xn

= Xp + Dsin Y + X1
= X2 + Dsin Y + X2
= X(n-2) + D(n-1)Sin Y + X(n-1)
= X(n-1) + DnSin Y + Xn

Oleh karena Xn = XBM = Xp maka harga X tersebut harus sama dengan Xp. Demikian pula
untuk perhitungan ordinat (Yp) identik seperti diatas, jadi harga-harga X1, X2, ¼, X(n-1),
Xn dan Y1, Y2, ¼, Y(n-1), Yn yang di dapat dari perhitungan adalah saling berkaitan ,
hingga akhirnya Xn = Xp dan Yn = Yp. Toleransi atau limitasi kesalahan dalam praktikum
ini (Sx dan Sy) tidak melebihi 1m.
Dalam pengukuran yang sesungguhnya toleransi kesalahan ini berfariasi tergantung dari
pengadaan peta:
Tabel 3.2 Contoh kesalahan penutup poligon dan imbangannya
Panjang Rata-rata

Kesalahan penutup sudut

Imbangan Kesalahan
penutup (skala peta)
1/20.000
1/10.000
1/5.000
1/3.000

3.4.

700 m – 1000 m
8” + n
400 m – 700 m
10” + n
200 m – 400 m
15” + n
100 m – 200 m
20” + n
Pengukuran detail
Yang dimaksud pengukuran detail atau pengukuran kipas adalah pengukuran atau semua
benda-benda atau titik di lapangan yang merupakan kelengkapan dari pada sebagaian
permukaan bumi baik benda buatan seperti jalan, jembatan, bangunan, dan sebagainya
ataupun, benda alam seperti gunung, sungai, dan sebagainya.
Dari pengukuran ini kedudukan titik dari keadaan lapangan dapat diketahui, kemudian
dapat digambarkan kembali akhirnya berujud suatu peta.

3.4.1. Metode Pengukuran
Metode pengukuran ada 2, yaitu metode Extrapolasi dan Metode Interpolasi. Pada
praktikum ini digunakan metode extrapolasi, dikenal ada 2 cara untuk menentukan titik
detail yaitu dengan System Koordinat Orthogonal dan System Koordinat Kutub.
System Koordinat Kutub adalah cara pengukuran yang cepat dan dapat mencakup daerah
yang luas, alat yang dipakai theodolit.
5

C

1

2

45

3
1

3

4

2

2

1

D
4

3

5

3
4

6

A

5

4

1

B

5
P a g e | 14

Titik-titik A, B, C, D, E, F, G, dan H ketinggiannya diketahui dari pengukuran waterpass
memanjang. Pengukuran ketinggian titik-titik 1, 2, 3, 4, 5, dst dapat dijangkau dari tiaptiap kedudukan aninstrumen dari titik-titik A, B, C, D, dst maka didapatkan kedudukan
titik-titik detail tersebut.
3.4.2 Pengukuran dengan jarak miring
Untuk mengetahui kedudukan titik detail tersebut maka dapat dilakukan dengan
pengukuran jarak miring dimana struktur sudut vertikal, horizontal , dan jarak optisnya,
selisih tinggi (ΔH) dapat dihitung dengan rumus:
ΔH = (TP-BT) ± D Cos V
06
07
08



Δh

Tp

d 3.3 Pengukuran jarak miring
Gb
Untuk mencari jarak D, yaitu jarak optis antara titik tetap (A) dan titik detail (1), adalah
sebagai berikut:
Dimana,

B
BA


= konstanta, diambil 100
= pembacaan baak/rambu
= Sudut vertical

D

= B sin v (BA – BB)

Sudut horizontal
Pengukuran tersebut sudut horizontal dimaksud untuk mengetahui arah dan kedudukan
dari titik-titik detail terhadap titik tetap.
10 A
25 B
25
40 C
50
70

D

E

Gb 3.4 Pengukuran sudut horizontal
Pembacaan dimulai dari titik A (instruman berdiri di titik tetap) dengan posisi pembacaan
sudut horizontal 0 dan berakhir pada titik E. Pada setiap arah sudut horisontalnyadibaca
secara komulatif, artinya besarnya sudut yang dicari adalah selisih antara pembacaan titik
yang diarah dengan titik yang diarah sebelumnya.
3.4.3 Perhitungan titik kipas/detail
a. Mencari selisih tinggi (Δh) antara titiktetap dengan titik kipas/detail
b. Mencari jarak
P a g e | 15

c. Mencari tinggi titik kipas/detail

P a g e | 16