Analisis Stabilitas Lereng dengan menggu (1)
Analisis Stabilitas Lereng dengan menggunakan Metode
Bishop sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan umum
No.22/PRT/M/2007 dan Sistem Aplikasi Plaxis
Wirawan Suryo P
Monacella Lieta A
Aisyah
Muhammad Rasyid R
5113413071
5113413042
5113414083
5113414084
(+62)81226882090
(+62)815261192695
(+62)82136413683
(+62)85600442515
wirawansuryop@gmail.com
monacella0@gmail.com
aischaca@gmail.com
muhammadrasyidridh@gmail.com
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
Jalan Sekaran, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah 50229
ABSTRAK
Analisis stabilitas lereng merupakan penyelidikan terhadap kemantapan pada sisi (bidang, tanah) yang landai atau miring
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). Untuk mendapatkan
suatu nilai faktor keamanan minimum dari suatu analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses trial and error yang
dalam penelitian ini kami menggunakan metode bishop yang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.22/PRT/M/2007 dengan bantuan program Plaxis sehingga proses trial and error dapat dilakukan secara lebih cepat.
Lokasi lereng yang berada di Kabupaten Wonosobo merupakan lokasi dalam kategori zona mudah longsor, dimana
hanya jaringan air bersih dan drainase yang boleh dibangun di kawasan tersebut. Dengan factor keamanan 0.8, maka
sering terjadi kelongsoran di lereng tersebut karena kondisi lereng labil. Rekayasa teknik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi longsor diantaranya adalah memasang anchor di lereng tersebut, dan terbukti dapat mengurangi
pergerakan tanah yang terjadi.
Kata kunci— Lereng, Analisis, Stabilitas, Bishop, Plaxis
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permukaan tanah yang tidak selalu membentuk bidang datar
atau mempunyai perbedaan elevasi antara tempat yang satu
dengan yang lain sehingga membentuk suatu lereng (slope).
Perbedaan elevasi tersebut pada kondisi tertentu dapat
menimbulkan kelongsoran lereng sehingga dibutuhkan suatu
analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng mempunyai
peran yang sangat penting pada perencanaan konstruksikonstruksi sipil.
Kondisi tanah asli yang tidak selalu sesuai dengan
perencanaan yang diinginkan misalnya lereng yang terlalu
curam sehingga dilakukan pemotongan bukit atau kondisi lain
yang membutuhkan timbunan dan lain sebagainya. Sehingga
diperlukan analisis stabilitas lereng yang lebih akurat agar
diperoleh konstruksi lereng yang mantap (sesuai dengan
syarat keamanan).
Untuk mendapatkan suatu nilai faktor keamanan minimum
dari suatu analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses
coba-coba (trial and error). Pada proses trial and error yang
dilakukan menggunakan metode bishop yang mengacu pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007
dengan bantuan program Plaxis sehingga proses trial and error
dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat.
1.2
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
mendapatkan faktor keamanan pada lereng di Kabupaten
Womosobo masih memenuhi syarat. Jikalau tidak memenuhi,
solusi yang paling efektif untuk mendapatkan kestabilan
lereng diantaranya dengan pembuatan terasering dan
penggunaan Anchored.
1.3
1.3.1
Karakter Lokasi Studi Kasus
Geografi
Kabupaten Wonosobo berjarak 120 km dari ibu kota Jawa
Tengah (Semarang) dan 520 km dari Ibu Kota Negara
(Jakarta), berda pada rentang 250 dpl – 2.250 dpl dengan
Page 1 of 10
dominasi pada rentang 500 dpl – 1.000 dpl sebesar 50%
(persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi
sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial
berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada diantara jalur
pantai utara dan jalur pantai selatan. Selain itu menjadi bagian
terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan BuntuPringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur
strategis nasional tersebut.
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada
70.43’.13” dan 70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta
1090.43’.19” dan 1100.04’.40” garis Bujur Timur (BT),
dengan luas 98.468 ha (984,68 km2) atau 3,03 % luas Jawa
Tengah.
o
o
o
o
o
o
Wilayah dengan kemiringan antara 0,00-2,00 % seluas
3.702,395 Ha atau 3,76 % dari luas wilayah, banyak
dijumpai di Kecamatan Leksono dan Kecamatan
Watumalang;
Wilayah dengan kemiringan antara 2,01-8,00 % seluas
12.052,479 Ha atau 12,24 % dari luas wilayah, terdapat di
11 Kecamatan selain Watumalang dan Leksono;
Wilayah dengan kemiringan antara 8,01-15,00 % seluas
37.969,247 Ha atau 38,56 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di semua kecamatan.
Wilayah dengan kemiringan antara 15,01-25,00 % seluas
10.280,056 Ha atau 10,44 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di semua Kecamatan;
Wilayah dengan kemiringan antara 25,01-40,00 % seluas
10.949,638 Ha atau 11,12 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di Kecamatan garung, Watumalang dan Leksono;
Wilayah dengan kemiringan diatas 40,00 % seluas
13.667,354 Ha atau 13,88 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di Kecamatan Kejajar
Figure 1. Peta geologi Kabupaten Wonosobo
1.3.2
Batasan Wilayah
Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan
enam kabupaten, yaitu:
o Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara,
Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang.
o Sebelah
timur
berbatasan
dengan
Kabupaten
Temanggung dan Kabupaten Magelang.
o Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo
dan Kabupaten Kebumen.
o Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara
dan Kabupaten Kebumen.
1.3.3
Kelerengan dan Kemiringan Tanah
Kelerengan merupakan suatu kemiringan tanah dimana sudut
kemiringan dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang
horizontal, dan dinyatakan dalam persen. Kota Wonosobo
dibagi menjadi 6 wilayah kemiringan, yaitu:
Figure 2. Peta kemiringan lereng Kabupaten Wonosobo
1.3.4
Jenis Tanah
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonosobo yaitu tanah
andosol coklat dan regosol coklat; gromosol, regosol, dan
mediteran; latosol merah kekuningan, latosol coklat, podsolik
merah kekuningan, dan litosol; latosol coklat; latosol coklat
tua kemerahan; organosol eutrof; latosol merah kekuningan,
latosol coklat kemerahan, dan litosol.
Dari kompleksnya jenisnya tanah yang ada di Kabupaten
Wonosobo tersebut mengakibatkan daerah tersebut subur dan
sangat cocok untuk lahan pertanian.
Page 2 of 10
2.
3.
4.
5.
Rendah, banyaknya penduduk berkisar antara 478-723
ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kejajar,
Kecamatan
Watumalang,
Kecamatan
Sukoharjo,
Kecamatan Kalijajar, Kecamatan Sapuran, dan
Kecamatan Kepil.
Sedang, banyaknya penduduk berkisar antara 724-944
ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Garung,
Kecamatan Leksono.
Tinggi, banyaknya penduduk berkisar antara 945-1299
ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kertek,
Kecamatan Selomerto, dan Kecamatan Mojotengah.
Sangat tinggi, banyaknya penduduk berkisar antara 13002658 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Wonosobo.
Figure 3. Peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo
1.3.5
Curah Hujan
Kabupaten Wonosobo pada peta curah hujan diklasifikasikan
menjadi 5 kelas, yaitu:
1. Intensitas 2250-2750mm meliputi Kecamatan Kejajar.
2. Intensitas 2750-3250mm meliputi Kecamatan Kejajar,
Kalikajar, sebagian wilayah Wedaslintang dan Kepil.
3. Intensitas 3250-425mm meliputi Kecamatan
Selomerto, Leksoro, Wonosobo, Mojotengah.
Dari data tersebut rata-rata hari hujan adalah 196 hari dengan
curah hujan rata-rata 3.400mm.
Figure 5. Peta kepadatan penduduk Kabupaten Wonosobo
2
2.1
Figure 4. Peta banyaknya curah hujan Kabupaten
Wonosobo
1.3.6
Kepadatan Penduduk
METODOLOGI PENELITIAN
Flow Chart Penelitian
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis suatu kasus stabilitas
lereng. Analisis stabilitas lereng tergantung pada perhitungan
besarnya faktor keamanan dari lereng tersebut. Oleh karena
itu fokus pembahasan dalam penelitian ini ditekankan pada
analisis perhitungan besarnya faktor keamanan lereng.
Dimana dari hasil perhitungan faktor keamanan tersebut dapat
diketahui apakah lereng tersebut cukup aman ataukah
diperlukan suatu perkuatan. Analisis diatas dapat dijabarkan
melalui bagan ( flow chart ) sebagai berikut:
Diketahui kepadatan penduduk di Kabupaten Wonosobo pada
tahun 2012 dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu:
1. Sangat rendah, banyaknya penduduk berkisar antara 421477 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kaliwiro,
Kecamatan Kalibarang, dan Kecamatan Wadaslintang.
Page 3 of 10
1.
2.
Zona A : daerah dengan kemiringan lereng > 40% (>210)
Zona B : daerah dengan kemiringan lereng 21- 40% (11210)
3. Zona C : daerah dengan kemiringan lereng 0-20% (0-110)
Metode skoring merupakan cara analisis data dengan
memberikan harkat atau skor pada masing-masing indikator
sesuai dengan parameter yang digunakan.
2.1.1
Menggambar Kelerengan Berdasarkan Peta
Kontur Lokasi dan Menentukan Lereng yang
Akan Dianalisis.
Figure 6. Peta Kontur Tanah Lokasi
2.1.2
Pengumpulan Data dan Skoring Lereng
Berdasarkan PERMENPU No.22 Tahun 2007.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.22/PRT/M/2007
menetapkan kawasan rawan bencana longsor dibedakan atas
zona-zona berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya
sehingga pada setiap zona akan berbeda dalam penentuan
struktur ruang dan pola ruangnya serta jenis dan intensitas
kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan dengan persyaratan,
atau yang dilarangnya.
Zonasi dibedakan berdasarkan kemiringan lerengnya yaitu
sebagai berikut:
Figure 7. Zonasi Daerah Longsor PERMENPU No.22
tahun 2007
Metode Scoring ini mencakup parameter yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Didalam
analisisnya, Permen PU no 22 tahun 2007 membagi variabel
kerawanan longsor menjadi 2 aspek yaitu aspek fisik alami
dan aspek kegiatan manusia. Scoring pada tiap-tiap indikator
variabel dilakukan setelah diketahui zona kerawanan longsor
sesuai dengan kondisi fisik di lapangan. Menurut Permen PU
no 22 tahun 2007, masing-masing indikator tingkat kerawanan
berdasarkan aspek fisik alami diberikan bobot indikator
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
30,5% untuk kemiringan lereng
15,5% untuk kondisi tanah
20,5% untuk batuan penyusun lereng
15,5% untuk curah hujan
7,5% untuk tata air lereng, dan
10,5% untuk vegetasi
Sedangkan indikator tingkat kerawanan berdasarkan aspek
aktifitas manusia (tingkat resiko) diberi bobot sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
10% untuk pola tanam
20% untuk penggalian dan pemotongan lereng
10% untuk pencetakan kolam
10% untuk drainase
20% untuk kepadatan penduduk, dan
10% untu usaha mitigasi
Page 4 of 10
2.1.3
Analisis Stabilitas Lereng Metode Bishop
Metode Bishop adalah Metode yang diperkenalkan oleh A.W.
Bishop menggunakan cara potongan dimana gaya-gaya yang
bekerja pada tiap potongan. Metode Bishop dipakai untuk
menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang
berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa
gaya-gaya normal total berada/bekerja dipusat alas potongan
dan bisa ditentukan dengan menguraikan gaya-gaya pada
potongan secara vertikal atau normal. Persyaratan
keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang
membentuk lereng tersebut. Metode Bishop menganggap
bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai
resultan nol pada arah vertikal (Bishop,1955). Untuk lereng
yang dibagi menjadi n buah slice (irisan).
2.1.4
Komputasi Data Bishop ke Program Plaxis
Untuk mengetahui faktor keamanan lereng di lokasi penelitian
dibutuhkan suatu analisis stabilitas lereng yang dapat
memodelkan sesuai dengan kondisi asli di lapangan agar
terjadi kondisi pendekatan dalam hasil analisis dan
memudahkan dalam memodelkan penanganannya, salah
satunya dengan menggunakkan program Plaxis. Plaxis
merupakan program komputer berdasarkan metode elemen
hingga dua dimensi yang digunakan secara khusus melakukan
analisis deformasi dan stabilitas untuk bebagai aplikasi dalam
bidang geoteknik. Program ini merupakan metode antarmuka
grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat
dengan cepat membuat model geometri dan jaring elemen
berdasarkan penampang melintang dari kondisi lereng yang
akan dianalisis (Plaxis, 2012).
2.1.5
2.2.1
2.2.2
Penyebab Terjadinya Longsor
Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng seperti
geologi dan hidrologi, topografi, iklim perubahan cuaca.
Namun selain itu, kelongsoran juga terjadi akibat (Hardiyatmo,
2010):
o Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada
lereng berupa bangunan baru, tambahan beban pada
lereng oleh air yang masuk kedalam pori-pori tanah
maupun yang menggenang dipermukaan lereng.
o Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng
o Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown)
pada bendungan, sungai, dan lain-lain.
o Getaran atau gempa bumi
o Jenis tanah
o Kondisi geometrik lereng
Hasil Penelitian
Dari hasil analisis berbagai kasus stabilitas lereng dengan
menggunakan metode Bishop dan komputasi program Plaxis
dapat disimpulkan beberapa hal seperti:
1. Perhitungan faktor keamanan stabilitas lereng
menghasilkan angka keamanan yang paling
minimum.
2. Adanya bentuk upaya rekayasa stabilitas lereng
untuk menambah perkuatan lereng tersebut.
2.2
Ditinjau dari jenisnya, secara umum lereng terbagi atas 3
bagian yaitu :
1. Lereng alam yaitu lereng yang terjadi akibat prosesproses alamiah, misalnya lereng pada perbukitan.
2. Lereng yang dibuat dalam pada tanah asli misalnya
bilamana tanah dipotong untuk pembuatan jalan atau
saluran air irigasi.
3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan misalnya
tanggul atau bendungan urugan tanah.
Disetiap macam lereng, kemungkinan terjadi longsor selalu
ada. Longsor terjadi akibat gaya dorong (driving force)
melampaui gaya berlawanan yang berasal dari kekuatan geser
tanah sepanjang bidang longsor (Das,1985). Secara teknik
dapat dikatakan bahwa longsor terjadi apabila faktor keamaan
tidak memenuhi (Fk 1.25
Jarang terjadi
kelongsoran
Lereng stabil
Maka, dari hasil perhitungan factor keamanan dapat
disimpulkan bahwa kondisi lereng dalam keadaan kritis dan
pernah terjadi kelongsoran. Hasil tersebut berkaitan dengan
hasil analisa lereng yang telah menentukan bahwa lereng
tersebut berada di zona A dengan tingkat kerawanan tinggi.
Page 9 of 10
3.4
Analisis Metode Komputasi Aplikasi Plaxis
Dalam analisis kestabilan lereng perhitungan dilakukan secara
komputasi menggunakan program Plaxis. Dari hasil output
perhitungan, angka keaman untuk gravity loading yaitu
sebesar 1 dan lereng mengalami deformasi sebesar 2,29 m .
Angka kemanan lebih kecil jika dibandingkan dengan angka
keamanan minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5
sehingga lereng akan mengalami failure jika beban akibat
berat sendiri bekerja secara maksimal.
hanya jaringan air bersih dan drainase yang boleh dibangun di
kawasan tersebut.
Dengan factor keamanan 0.8, maka sering terjadi kelongsoran
di lereng tersebut karena kondisi lereng labil.
Rekayasa teknik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
longsor diantaranya adalah memasang anchor di lereng
tersebut, dan terbukti dapat mengurangi pergerakan tanah
yang terjadi.
Namun rekayasa tersebut belum maksimal dan masih
diperlukan rekayasa teknik dengan metode lain, agar
pergerakan tanah jauh lebih stabil.
5
UCAPAN TERIMA KASIH
Termakasih kami ucapkan kepada Allah S.W.T yang telah
mempermudah jalannya penelitian ini. Kepda dosen
pengampu mata kuliah yang membimbing kami, teman-teman
yang turut membantu dan bekerjasama dalam proses panjang
penelitian hingga penulisan paper ini.
6
Figure 10. Hasil Simulasi Total Displacement Lereng
Figure 11. Hasil Simulasi Total Displacement Lereng
4
KESIMPULAN
Dari hasil analisis berbagai kasus stabilitas lereng dengan
menggunakan Program Analisis Stabilitas Lereng maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Lokasi lereng yang berada di Kabupaten Wonosobo
merupakan lokasi dalam kategori zona mudah longsor, dimana
REFERENSI
Hardiyatmo, H. C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi I.
Edisi kedua, Gajah
Mada
University Press.
Yogyakarta.
Hardiyatmo, H. C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi I.
Edisi ketiga, Gajah
Mada
University Press.
Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C.2006. Tenik Pondasi 2. Beta Offset.
Yogyakarta.
Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah.
Erlangga. Jakarta.
Braja M. Das. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip - Prinsip
Rekayasa Geoteknis). Erlangga, Jakarta.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007
tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan
Bencana Longsor.
Susi Hidayah dan Yohan Roy Gratia. 2007. Program Analisis
Stabilitas Lereng Slope Stability Analysis Program.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Octovian Cherianto Parluhutan Rajagukguk Turangan A.E,
Sartje Monintja. 2014. Analisis Kestabilan Lereng
dengan Metode Bishop (Studi Kasus: Kawasan
Citraland Sta.1000m). Fakultas Teknik Jurusan
Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado.
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-jenis-tanahkabupaten-wonosobo.html
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-curah-hujankabupaten-wonosobo.html
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-kepadatanpenduduk-kabupaten.html
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-kemiringan-lerengkabupaten.html
Page 10 of 10
Bishop sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan umum
No.22/PRT/M/2007 dan Sistem Aplikasi Plaxis
Wirawan Suryo P
Monacella Lieta A
Aisyah
Muhammad Rasyid R
5113413071
5113413042
5113414083
5113414084
(+62)81226882090
(+62)815261192695
(+62)82136413683
(+62)85600442515
wirawansuryop@gmail.com
monacella0@gmail.com
aischaca@gmail.com
muhammadrasyidridh@gmail.com
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
Jalan Sekaran, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah 50229
ABSTRAK
Analisis stabilitas lereng merupakan penyelidikan terhadap kemantapan pada sisi (bidang, tanah) yang landai atau miring
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). Untuk mendapatkan
suatu nilai faktor keamanan minimum dari suatu analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses trial and error yang
dalam penelitian ini kami menggunakan metode bishop yang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.22/PRT/M/2007 dengan bantuan program Plaxis sehingga proses trial and error dapat dilakukan secara lebih cepat.
Lokasi lereng yang berada di Kabupaten Wonosobo merupakan lokasi dalam kategori zona mudah longsor, dimana
hanya jaringan air bersih dan drainase yang boleh dibangun di kawasan tersebut. Dengan factor keamanan 0.8, maka
sering terjadi kelongsoran di lereng tersebut karena kondisi lereng labil. Rekayasa teknik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi longsor diantaranya adalah memasang anchor di lereng tersebut, dan terbukti dapat mengurangi
pergerakan tanah yang terjadi.
Kata kunci— Lereng, Analisis, Stabilitas, Bishop, Plaxis
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permukaan tanah yang tidak selalu membentuk bidang datar
atau mempunyai perbedaan elevasi antara tempat yang satu
dengan yang lain sehingga membentuk suatu lereng (slope).
Perbedaan elevasi tersebut pada kondisi tertentu dapat
menimbulkan kelongsoran lereng sehingga dibutuhkan suatu
analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng mempunyai
peran yang sangat penting pada perencanaan konstruksikonstruksi sipil.
Kondisi tanah asli yang tidak selalu sesuai dengan
perencanaan yang diinginkan misalnya lereng yang terlalu
curam sehingga dilakukan pemotongan bukit atau kondisi lain
yang membutuhkan timbunan dan lain sebagainya. Sehingga
diperlukan analisis stabilitas lereng yang lebih akurat agar
diperoleh konstruksi lereng yang mantap (sesuai dengan
syarat keamanan).
Untuk mendapatkan suatu nilai faktor keamanan minimum
dari suatu analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses
coba-coba (trial and error). Pada proses trial and error yang
dilakukan menggunakan metode bishop yang mengacu pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007
dengan bantuan program Plaxis sehingga proses trial and error
dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat.
1.2
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
mendapatkan faktor keamanan pada lereng di Kabupaten
Womosobo masih memenuhi syarat. Jikalau tidak memenuhi,
solusi yang paling efektif untuk mendapatkan kestabilan
lereng diantaranya dengan pembuatan terasering dan
penggunaan Anchored.
1.3
1.3.1
Karakter Lokasi Studi Kasus
Geografi
Kabupaten Wonosobo berjarak 120 km dari ibu kota Jawa
Tengah (Semarang) dan 520 km dari Ibu Kota Negara
(Jakarta), berda pada rentang 250 dpl – 2.250 dpl dengan
Page 1 of 10
dominasi pada rentang 500 dpl – 1.000 dpl sebesar 50%
(persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi
sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial
berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada diantara jalur
pantai utara dan jalur pantai selatan. Selain itu menjadi bagian
terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan BuntuPringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur
strategis nasional tersebut.
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada
70.43’.13” dan 70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta
1090.43’.19” dan 1100.04’.40” garis Bujur Timur (BT),
dengan luas 98.468 ha (984,68 km2) atau 3,03 % luas Jawa
Tengah.
o
o
o
o
o
o
Wilayah dengan kemiringan antara 0,00-2,00 % seluas
3.702,395 Ha atau 3,76 % dari luas wilayah, banyak
dijumpai di Kecamatan Leksono dan Kecamatan
Watumalang;
Wilayah dengan kemiringan antara 2,01-8,00 % seluas
12.052,479 Ha atau 12,24 % dari luas wilayah, terdapat di
11 Kecamatan selain Watumalang dan Leksono;
Wilayah dengan kemiringan antara 8,01-15,00 % seluas
37.969,247 Ha atau 38,56 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di semua kecamatan.
Wilayah dengan kemiringan antara 15,01-25,00 % seluas
10.280,056 Ha atau 10,44 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di semua Kecamatan;
Wilayah dengan kemiringan antara 25,01-40,00 % seluas
10.949,638 Ha atau 11,12 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di Kecamatan garung, Watumalang dan Leksono;
Wilayah dengan kemiringan diatas 40,00 % seluas
13.667,354 Ha atau 13,88 % dari seluruh luas wilayah,
terdapat di Kecamatan Kejajar
Figure 1. Peta geologi Kabupaten Wonosobo
1.3.2
Batasan Wilayah
Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan
enam kabupaten, yaitu:
o Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara,
Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang.
o Sebelah
timur
berbatasan
dengan
Kabupaten
Temanggung dan Kabupaten Magelang.
o Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo
dan Kabupaten Kebumen.
o Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara
dan Kabupaten Kebumen.
1.3.3
Kelerengan dan Kemiringan Tanah
Kelerengan merupakan suatu kemiringan tanah dimana sudut
kemiringan dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang
horizontal, dan dinyatakan dalam persen. Kota Wonosobo
dibagi menjadi 6 wilayah kemiringan, yaitu:
Figure 2. Peta kemiringan lereng Kabupaten Wonosobo
1.3.4
Jenis Tanah
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonosobo yaitu tanah
andosol coklat dan regosol coklat; gromosol, regosol, dan
mediteran; latosol merah kekuningan, latosol coklat, podsolik
merah kekuningan, dan litosol; latosol coklat; latosol coklat
tua kemerahan; organosol eutrof; latosol merah kekuningan,
latosol coklat kemerahan, dan litosol.
Dari kompleksnya jenisnya tanah yang ada di Kabupaten
Wonosobo tersebut mengakibatkan daerah tersebut subur dan
sangat cocok untuk lahan pertanian.
Page 2 of 10
2.
3.
4.
5.
Rendah, banyaknya penduduk berkisar antara 478-723
ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kejajar,
Kecamatan
Watumalang,
Kecamatan
Sukoharjo,
Kecamatan Kalijajar, Kecamatan Sapuran, dan
Kecamatan Kepil.
Sedang, banyaknya penduduk berkisar antara 724-944
ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Garung,
Kecamatan Leksono.
Tinggi, banyaknya penduduk berkisar antara 945-1299
ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kertek,
Kecamatan Selomerto, dan Kecamatan Mojotengah.
Sangat tinggi, banyaknya penduduk berkisar antara 13002658 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Wonosobo.
Figure 3. Peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo
1.3.5
Curah Hujan
Kabupaten Wonosobo pada peta curah hujan diklasifikasikan
menjadi 5 kelas, yaitu:
1. Intensitas 2250-2750mm meliputi Kecamatan Kejajar.
2. Intensitas 2750-3250mm meliputi Kecamatan Kejajar,
Kalikajar, sebagian wilayah Wedaslintang dan Kepil.
3. Intensitas 3250-425mm meliputi Kecamatan
Selomerto, Leksoro, Wonosobo, Mojotengah.
Dari data tersebut rata-rata hari hujan adalah 196 hari dengan
curah hujan rata-rata 3.400mm.
Figure 5. Peta kepadatan penduduk Kabupaten Wonosobo
2
2.1
Figure 4. Peta banyaknya curah hujan Kabupaten
Wonosobo
1.3.6
Kepadatan Penduduk
METODOLOGI PENELITIAN
Flow Chart Penelitian
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis suatu kasus stabilitas
lereng. Analisis stabilitas lereng tergantung pada perhitungan
besarnya faktor keamanan dari lereng tersebut. Oleh karena
itu fokus pembahasan dalam penelitian ini ditekankan pada
analisis perhitungan besarnya faktor keamanan lereng.
Dimana dari hasil perhitungan faktor keamanan tersebut dapat
diketahui apakah lereng tersebut cukup aman ataukah
diperlukan suatu perkuatan. Analisis diatas dapat dijabarkan
melalui bagan ( flow chart ) sebagai berikut:
Diketahui kepadatan penduduk di Kabupaten Wonosobo pada
tahun 2012 dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu:
1. Sangat rendah, banyaknya penduduk berkisar antara 421477 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kaliwiro,
Kecamatan Kalibarang, dan Kecamatan Wadaslintang.
Page 3 of 10
1.
2.
Zona A : daerah dengan kemiringan lereng > 40% (>210)
Zona B : daerah dengan kemiringan lereng 21- 40% (11210)
3. Zona C : daerah dengan kemiringan lereng 0-20% (0-110)
Metode skoring merupakan cara analisis data dengan
memberikan harkat atau skor pada masing-masing indikator
sesuai dengan parameter yang digunakan.
2.1.1
Menggambar Kelerengan Berdasarkan Peta
Kontur Lokasi dan Menentukan Lereng yang
Akan Dianalisis.
Figure 6. Peta Kontur Tanah Lokasi
2.1.2
Pengumpulan Data dan Skoring Lereng
Berdasarkan PERMENPU No.22 Tahun 2007.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.22/PRT/M/2007
menetapkan kawasan rawan bencana longsor dibedakan atas
zona-zona berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya
sehingga pada setiap zona akan berbeda dalam penentuan
struktur ruang dan pola ruangnya serta jenis dan intensitas
kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan dengan persyaratan,
atau yang dilarangnya.
Zonasi dibedakan berdasarkan kemiringan lerengnya yaitu
sebagai berikut:
Figure 7. Zonasi Daerah Longsor PERMENPU No.22
tahun 2007
Metode Scoring ini mencakup parameter yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Didalam
analisisnya, Permen PU no 22 tahun 2007 membagi variabel
kerawanan longsor menjadi 2 aspek yaitu aspek fisik alami
dan aspek kegiatan manusia. Scoring pada tiap-tiap indikator
variabel dilakukan setelah diketahui zona kerawanan longsor
sesuai dengan kondisi fisik di lapangan. Menurut Permen PU
no 22 tahun 2007, masing-masing indikator tingkat kerawanan
berdasarkan aspek fisik alami diberikan bobot indikator
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
30,5% untuk kemiringan lereng
15,5% untuk kondisi tanah
20,5% untuk batuan penyusun lereng
15,5% untuk curah hujan
7,5% untuk tata air lereng, dan
10,5% untuk vegetasi
Sedangkan indikator tingkat kerawanan berdasarkan aspek
aktifitas manusia (tingkat resiko) diberi bobot sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
10% untuk pola tanam
20% untuk penggalian dan pemotongan lereng
10% untuk pencetakan kolam
10% untuk drainase
20% untuk kepadatan penduduk, dan
10% untu usaha mitigasi
Page 4 of 10
2.1.3
Analisis Stabilitas Lereng Metode Bishop
Metode Bishop adalah Metode yang diperkenalkan oleh A.W.
Bishop menggunakan cara potongan dimana gaya-gaya yang
bekerja pada tiap potongan. Metode Bishop dipakai untuk
menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang
berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa
gaya-gaya normal total berada/bekerja dipusat alas potongan
dan bisa ditentukan dengan menguraikan gaya-gaya pada
potongan secara vertikal atau normal. Persyaratan
keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang
membentuk lereng tersebut. Metode Bishop menganggap
bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai
resultan nol pada arah vertikal (Bishop,1955). Untuk lereng
yang dibagi menjadi n buah slice (irisan).
2.1.4
Komputasi Data Bishop ke Program Plaxis
Untuk mengetahui faktor keamanan lereng di lokasi penelitian
dibutuhkan suatu analisis stabilitas lereng yang dapat
memodelkan sesuai dengan kondisi asli di lapangan agar
terjadi kondisi pendekatan dalam hasil analisis dan
memudahkan dalam memodelkan penanganannya, salah
satunya dengan menggunakkan program Plaxis. Plaxis
merupakan program komputer berdasarkan metode elemen
hingga dua dimensi yang digunakan secara khusus melakukan
analisis deformasi dan stabilitas untuk bebagai aplikasi dalam
bidang geoteknik. Program ini merupakan metode antarmuka
grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat
dengan cepat membuat model geometri dan jaring elemen
berdasarkan penampang melintang dari kondisi lereng yang
akan dianalisis (Plaxis, 2012).
2.1.5
2.2.1
2.2.2
Penyebab Terjadinya Longsor
Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng seperti
geologi dan hidrologi, topografi, iklim perubahan cuaca.
Namun selain itu, kelongsoran juga terjadi akibat (Hardiyatmo,
2010):
o Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada
lereng berupa bangunan baru, tambahan beban pada
lereng oleh air yang masuk kedalam pori-pori tanah
maupun yang menggenang dipermukaan lereng.
o Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng
o Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown)
pada bendungan, sungai, dan lain-lain.
o Getaran atau gempa bumi
o Jenis tanah
o Kondisi geometrik lereng
Hasil Penelitian
Dari hasil analisis berbagai kasus stabilitas lereng dengan
menggunakan metode Bishop dan komputasi program Plaxis
dapat disimpulkan beberapa hal seperti:
1. Perhitungan faktor keamanan stabilitas lereng
menghasilkan angka keamanan yang paling
minimum.
2. Adanya bentuk upaya rekayasa stabilitas lereng
untuk menambah perkuatan lereng tersebut.
2.2
Ditinjau dari jenisnya, secara umum lereng terbagi atas 3
bagian yaitu :
1. Lereng alam yaitu lereng yang terjadi akibat prosesproses alamiah, misalnya lereng pada perbukitan.
2. Lereng yang dibuat dalam pada tanah asli misalnya
bilamana tanah dipotong untuk pembuatan jalan atau
saluran air irigasi.
3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan misalnya
tanggul atau bendungan urugan tanah.
Disetiap macam lereng, kemungkinan terjadi longsor selalu
ada. Longsor terjadi akibat gaya dorong (driving force)
melampaui gaya berlawanan yang berasal dari kekuatan geser
tanah sepanjang bidang longsor (Das,1985). Secara teknik
dapat dikatakan bahwa longsor terjadi apabila faktor keamaan
tidak memenuhi (Fk 1.25
Jarang terjadi
kelongsoran
Lereng stabil
Maka, dari hasil perhitungan factor keamanan dapat
disimpulkan bahwa kondisi lereng dalam keadaan kritis dan
pernah terjadi kelongsoran. Hasil tersebut berkaitan dengan
hasil analisa lereng yang telah menentukan bahwa lereng
tersebut berada di zona A dengan tingkat kerawanan tinggi.
Page 9 of 10
3.4
Analisis Metode Komputasi Aplikasi Plaxis
Dalam analisis kestabilan lereng perhitungan dilakukan secara
komputasi menggunakan program Plaxis. Dari hasil output
perhitungan, angka keaman untuk gravity loading yaitu
sebesar 1 dan lereng mengalami deformasi sebesar 2,29 m .
Angka kemanan lebih kecil jika dibandingkan dengan angka
keamanan minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5
sehingga lereng akan mengalami failure jika beban akibat
berat sendiri bekerja secara maksimal.
hanya jaringan air bersih dan drainase yang boleh dibangun di
kawasan tersebut.
Dengan factor keamanan 0.8, maka sering terjadi kelongsoran
di lereng tersebut karena kondisi lereng labil.
Rekayasa teknik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
longsor diantaranya adalah memasang anchor di lereng
tersebut, dan terbukti dapat mengurangi pergerakan tanah
yang terjadi.
Namun rekayasa tersebut belum maksimal dan masih
diperlukan rekayasa teknik dengan metode lain, agar
pergerakan tanah jauh lebih stabil.
5
UCAPAN TERIMA KASIH
Termakasih kami ucapkan kepada Allah S.W.T yang telah
mempermudah jalannya penelitian ini. Kepda dosen
pengampu mata kuliah yang membimbing kami, teman-teman
yang turut membantu dan bekerjasama dalam proses panjang
penelitian hingga penulisan paper ini.
6
Figure 10. Hasil Simulasi Total Displacement Lereng
Figure 11. Hasil Simulasi Total Displacement Lereng
4
KESIMPULAN
Dari hasil analisis berbagai kasus stabilitas lereng dengan
menggunakan Program Analisis Stabilitas Lereng maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Lokasi lereng yang berada di Kabupaten Wonosobo
merupakan lokasi dalam kategori zona mudah longsor, dimana
REFERENSI
Hardiyatmo, H. C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi I.
Edisi kedua, Gajah
Mada
University Press.
Yogyakarta.
Hardiyatmo, H. C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi I.
Edisi ketiga, Gajah
Mada
University Press.
Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C.2006. Tenik Pondasi 2. Beta Offset.
Yogyakarta.
Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah.
Erlangga. Jakarta.
Braja M. Das. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip - Prinsip
Rekayasa Geoteknis). Erlangga, Jakarta.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007
tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan
Bencana Longsor.
Susi Hidayah dan Yohan Roy Gratia. 2007. Program Analisis
Stabilitas Lereng Slope Stability Analysis Program.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Octovian Cherianto Parluhutan Rajagukguk Turangan A.E,
Sartje Monintja. 2014. Analisis Kestabilan Lereng
dengan Metode Bishop (Studi Kasus: Kawasan
Citraland Sta.1000m). Fakultas Teknik Jurusan
Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado.
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-jenis-tanahkabupaten-wonosobo.html
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-curah-hujankabupaten-wonosobo.html
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-kepadatanpenduduk-kabupaten.html
http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-kemiringan-lerengkabupaten.html
Page 10 of 10